TINJAUAN PUSTAKA
Trauma and Injury Severity Score (TRISS) pertama kali dikembangkan pada
tahun 1987 dan direvisi berdasarkan data Major Trauma Outcome Study (MTOS)
AS pada tahun 1995. Dalam versi terbaru tahun 2010, koefisien TRISS
Bank (NTDB) dan National Sample Project (NSP). Syarat evaluasi kualitatif untuk
hidup atau tingkat mortalitas pada pasien trauma yang ditentukan dari skor
RTS, ISS, usia dan jenis trauma, dimana kisaran angka kelangsungan hidup dari
trauma pada akhirnya fokus untuk mengurangi beberapa kematian yang dapat
Sistem penilaian TRISS menggunakan skor RTS (GCS, SBP dan RR),
ISS, usia pasien sebagai data pendukung (dibagi menjadi kurang dari 55 tahun
dan lebih dari 55 tahun) serta mekanisme trauma (tumpul maupun tajam) (C.
16
17
Trauma and Injury Severity Score (TRISS) sudah digunakan sebagai prediksi
konsisten pada orang dewasa dan anak-anak. Identifikasi dampak yang tidak
atau tatalaksana yang kurang adekuat. TRISS memiliki keterbatasan seperti ISS
dan GCS, memiliki banyak komponen perhitungan dan tidak ada informasi
yang berkaitan dengan penyakit penyerta (misalnya penyakit jantung, paru dan
memiliki sensitivitas 95%, spesifisitas 96% dan akurasi 95% dalam mendeteksi
hasil pada pasien trauma. Studi yang dilakukan oleh Okasha membandingkan
sistem penilaian RTS, ISS dan TRISS, hal ini menunjukkan bahwa TRISS
memiliki sensitivitas, spesifisitas dan akurasi paling tinggi (95, 96, 95%)
sementara ISS paling rendah (68, 70, 68%) dan RTS mempunyai spesifisitas
94% dan akurasi 92% (A.S, Amr, & Walid, 2011 : 284)
sistem penilaian yang lebih baik dalam menentukan tingkat keparahan dan
kemungkinan mortalitas pasien trauma (Samin & Civil, 1999 : 2). ISS
dikembangkan lebih lanjut dari Abbreviated Injury Scale (AIS). AIS diperkenalkan
pada tahun 1971 untuk mengukur tingkat keparahan cedera pada pasien trauma
dan telah diperbarui secara teratur (Rau et al., 2017 : 2). AIS menilai tingkat
keparahan cedera anatomis di setiap bagian tubuh, dengan skor keparahan dari
18
2015 : 703).
Skor Deskripsi
0 Tidak ada cedera
1 Cedera minor
2 Cedera sedang
3 Cedera serius, tidak mengancam nyawa
4 Cedera berat, survival expected
5 Cedera kritis, survival doubtful
6 Cedera fatal
(Sumber : Salim, 2015)
pemeriksaan klinis, pemeriksaan imagery dan prosedur bedah atau otopsi pada
1. Cedera kepala atau leher meliputi cedera pada otak atau tulang cervical,
2. Cedera wajah meliputi daerah mulut, telinga, hidung dan tulang wajah
3. Cedera dada meliputi semua lesi pada organ dalam dan cedera inhalasi.
Cedera dada juga termasuk bagian diafragma, tulang rusuk dan thoracic
spine.
4. Cedera abdomen atau panggul meliputi semua lesi pada organ dalam.
Luka pada tulang belakang lumbar termasuk dalam daerah perut atau
panggul.
6. Cedera eksternal termasuk laserasi, luka memar, lecet dan luka bakar
ISS dikembangkan lebih lanjut dari Abbreviated Injury Scale (AIS). AIS
memiliki kode yang terdiri atas 7 angka yaitu meliputi : bagian tubuh yang
terluka, jenis struktur anatomi yang terluka, struktur anatomi spesifik, level
(tingkat) cedera dan skor keparahan cedera (Vincent & Hall, 2012 : 2). Adapun
(1 – 9), moderate injury (10 – 15), severe injury (16 – 24) dan extremely severe injury
(>25). ISS mudah digunakan dan dapat menjadi prediktor kelangsungan hidup
dengan menggunakan ISS membuatnya dapat diakses dan diterima oleh dokter,
ahli epidemiologi dan peneliti cedera. Sebagai bukti validitasnya, ISS telah
menjadi standar yang digunakan untuk penilaian trauma selama lebih dari 20
tahun (Samin & Civil, 1999 : 2). Namun dalam penggunaannya, pengumpulan
nilai terbatas dan hanya mengambil cedera paling serius di setiap bagian tubuh.
Oleh karena itu, ISS kurang baik digunakan jika ada banyak cedera di satu sisi
Rumus ISS diatas merupakan hasil penguadratan dari skor AIS yang
terdiri dari tiga bagian tubuh paling banyak terkena trauma, yakni :
Skor ISS berkisar antara 1-75 dengan skor tertinggi adalah 75. Jika kita
mendapatkan nilai AIS 6, maka nilai ISS yang diperoleh yaitu 75. Semakin
tinggi nilai ISS, maka menunjukkan semakin serius trauma ini (Gaikwad et al.,
2018 : 2551). Untuk hasil ukur pada penilaian dengan menggunakan ISS, yakni
Trauma Mayor: hasil ≥ 15 maka angka mortalitas yang didapat sebesar 10%
Selain menggunakan rumus diatas ada cara lain yang dapat digunakan
mengambil data keparahan pada seluruh area tubuh yang terkena trauma,
yang sudah ditetapkan serta mengkuadratkan skor pada setiap bagian tubuh
(Sumber : http://www.trauma.org/archive/scores/iss.html)
sistem ini paling banyak digunakan sebagai sistem penilaian fisiologis cedera
pada skala ordinal (Salim, 2015 : 705). Ini menggabungkan 3 variabel : tingkat
kesadaran (GCS), tekanan darah sistolik (SBP), dan laju pernapasan (RR). Tiga
hingga 12 dengan skor yang lebih tinggi menunjukkan status fisiologis yang
lebih baik (Alghnam, Alkelya, Al-Bedah, & Al-Enazi, 2014 : 293). Penilaian
RTS dikategorikan menjadi slight (11 – 12), moderate (8 – 10), severe (6 – 7), serious
lanjut dari skor trauma (TS), dibuat pada tahun 1981, tetapi tanpa penilaian
capillary refill dan respiratory effort karena variabelnya sulit untuk dianalisis dalam
praktik. RTS menilai tiga parameter, yaitu : evaluasi neurologis oleh Glasgow
Coma Scale (GCS); evaluasi hemodinamik dengan tekanan darah sistolik (SBP);
nilai yang sesuai dalam skala RTS mampu mengevalusi morbiditas dan
scale (GCS), tekanan darah sistolik (SBP) dan laju pernapasan (RR) (Salim, 2015
: 705)
Glasgow coma scale (GCS) adalah ukuran keparahan fisiologis dari suatu
cedera berdasarkan tingkat kesadaran pada skala ordinal mulai dari skor 3
skor individu yang sesuai yaitu respons membuka mata, respons verbal,
subjektif pada beberapa kasus. Seperti, respons verbal pada pasien yang
Respon Verbal
Kriteria Penilaian Skor
Dapat menyebutkan nama, tempat dan tanggal Berorientasi 5
secara tepat
Tidak berorientasi, tetapi mampu berbicara secara Bingung 4
koheran
Penggunaan kata yang tidak tepat, kata-kata yang Kata-kata (Perkataan) 3
dipakai tidak dalam satu kalimat
Hanya erangan Suara / Bunyi 2
Tidak ada respons Tidak Ada 1
Faktor yang menganggu komunikasi Tidak dapat dinilai NT
Respon Motorik
Kriteria Penilaian Skor
Perry, 2010 : 201). Nilai tekanan darah dinyatakan dalam dua angka yaitu
tekanan darah diastolik adalah tekanan darah saat fase relaksasi jantung.
Tekanan darah dikatakan optimal jika nilai sistolik sebesar 120 mmHg
dan 80 mmHg pada nilai diastolik. Nilai tekanan darah seseorang dalam
sehari bisa naik turun. Nilai tekanan darah lebih rendah saat kita tidur
panik, bahagia atau saat beraktivitas fisik. Jadi, nilai tekanan darah
seseorang dapat naik dan turun dengan cepat tergantung pada aktivitas
untuk mencapai sel tubuh dan karbon dioksida (CO2) untuk dikeluarkan
antara atmosfer, darah dan sel (Potter & Perry, 2010 : 195). Secara umum
terdapat tiga proses yang terjadi pada sistem pernapasan, yaitu : ventilasi,
dan sebaliknya (Astuti & Rahmat, 2010 : 19). Efisiensi pernapasan dinilai
klien bahwa kita sedang mengkaji pernapasan (RR). Karena jika klien
3 – 6 tahun 20 – 25
6 – 12 tahun 14 – 22
> 12 tahun 12 – 18
(Sumber : Pal, Sarkar, & Chakraborty, 2018)
Rumus perhitungan :
RTS : 0.9368 X Glasgow Coma Scale (GCS) + 0.7326 X Sistolic Blood Pressure
Keterangan :
30% dan harus segera dibawah ke pusat trauma. Berdasarkan dari tabel diatas,
dapat disimpulkan bahwa semakin rendah nilai atau skor RTS yang diperoleh
Selain menggunakan rumus diatas ada cara lain yang dapat digunakan
1987 : 27). Dimana dalam perhitungan ini menggunakan calculator dan data yang
dimasukan yaitu skor dari RTS yang sesuai dengan ketentuan yang telah
(Sumber : http://www.trauma.org/archive/scores/rts.html)
Trauma and Injury Severity Score (TRISS) digunakan untuk menilai tingkat
kelangsungan hidup atau mortalitas pasien pasca trauma karena prediksi tingkat
kelangsungan hidup pasca trauma adalah titik utama dalam penelitian tentang
trauma (Kang et al., 2018 : 2). Sistem penilaian TRISS ini juga digunakan untuk
Rumus perhitungannya :
1
𝑃𝑠 =
1 + 𝑒 −𝑏
Keterangan :
pasien.
menggunakan TRISS dibutuhkan pula hasil perhitungan dari skor RTS, ISS,
usia pasien (kurang dari 55 tahun atau lebih dari 55 tahun) dan mekanisme
Selain menggunakan rumus diatas ada cara lain yang dapat digunakan
untuk menghitung skor TRISS pada pasien trauma yakni menggunakan sistem
dengan hasil ISS, RTS dan usia pasien. Setelah memasukan usia pasien, barulah
hidup yang dibagi menjadi dua skor yaitu skor pada trauma tumpul dan trauma
tajam. Untuk menentukan skor trauma tumpul atau tajam dengan melihat
skor TRISS (0-100%). Hal ini sesuai dengan penelitian (Ranti et al., 2016) yang
menyatakan bahwa hasil akhir skor TRISS dalam bentuk persentase probability of
survival merupakan hal yang sangat praktis dalam melihat prognosis pasien.
Terdapat hubungan negatif yang bermakna antara TRISS dan mortalitas. Oleh
karena itu, semakin tinggi skor TRISS yang diperoleh maka semakin besar
31
(Sumber :http://www.trauma.org/archive/scores/triss.html)
2.2 Prognosis
sesuai indikasi medis untuk meningkatkan survival rate pasien (Jain et al.,
2016)(Billeter et al., 2014). Perawatan pasien intra dan antar rumah sakit atau
yang lebih tinggi karena berbagai alasan yaitu tingginya tingkat keparahan
cedera yang dialami pasien, kebutuhan pasien akan layanan bedah khusus dan
dan risiko yang terlibat (Kulshrestha & Singh, 2016). Billeter et al (2014) juga
Pasien yang dirujuk memiliki usia lebih tua, trauma brain injury yang lebih parah,
dan memiliki skor GCS ≤7. Dalam jurnal lain juga memaparkan alasan
dan cedera jaringan lunak (Tang et al., 2014). Sedangkan penelitian oleh
mengalami cedera traumatis di otak, pelvis, femur dan tulang belakang. Pasien
yang mengalami cedera kepala dan orthopedi sering dilakukan rujukan ke pusat
trauma karena perlunya layanan bedah khusus bagi pasien yang tidak selalu
tersedia di rumah sakit lainnya (Rozenberg et al., 2017). Oleh karena itu, pasien
yang memiliki kondisi lebih buruk dilakukan rujukan ke rumah sakit yang
wajah dapat berakibat fatal dan mengancam jiwa jika mengenai bagian kepala,
lehar dan dada. Cedera jaringan lunak yang besar akan sulit ditangani dan
terkoordinasi karena lebih dari 50% pasien mengalami multipel trauma yang
lain. Sedangkan prognosis dari semua trauma dada bergantung pada cepat atau
penting pada kematian individu dan efek cedera yang serius. Dapat
hemodinamik atau tindakan operasi segera jika tanda dan gejala syok berlanjut
tumpul abdomen kebanyakan terjadi pada pria. Usia rata-rata adalah 34,15 ±
1,6 tahun. Mekanisme cedera yang paling banyak terjadi karena kecelakaan
mobil. Dalam studi ini, 87,3 kasus tidak memiliki kerusakan organ intra-
abdominal. Limpa dan hati merupakan organ yang paling banyak terkena
cedera. Dari semua pasien dengan trauma tumpul abdomen 79,5% sembuh
tepat
2.3 Cedera
cedera fisik dan tipe energi yang dapat menimbulkan cedera adalah energi
mekanik, elektrik, panas, kimia serta energi radiasi. Energi mekanik adalah salah
satu jenis energi yang paling sering menyebabkan cedera. Proses tersalurnya
energi mekanik pada pasien trauma bisa melalui kecelakaan, jatuh, serangan
benda tumpul, penikaman, dan luka tembak. Cedera yang diakibatkan oleh
tumpul, sementara luka tembak dan luka tusuk merupakan contoh dari cedera
kesehatan bagi masyarakat global. Lebih dari 5 juta orang meninggal setiap
tahunnya akibat cedera. Hal ini menyumbang 9% dari kematian dunia dan 1,7
kali jumlah kematian yang diakibatkan dari gabungan HIV /AIDS, TBC dan
malaria. Sehingga jika dihitung setiap enam detik ada seseorang di dunia yang
35
meninggal karena cedera. Cedera yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas
menyumbang sekitar seperempat dari 5 juta kematian. Selain itu, lebih dari 90%
Secara global kematian akibat cedera di kalangan laki – laki adalah dua kali lipat
utama kematian untuk usia 1 tahun hingga 44 tahun di Amerika Serikat. Setiap
tahun lebih dari 2,8 juta orang Amerika dirawat di rumah sakit akibat cedera
dan biaya yang dihabiskan sekitar 406 miliar (Haider et al., 2014 : 1061).
mulai dari tahun 2007 sebesar (7,5%) dilanjutkan tahun 2013 sebesar (8,2%)
dan tahun 2018 meningkat menjadi (9,2%). Sedangkan untuk Jawa Timur
Kesehatan RI, 2018a : 247). Menurut hasil utama Riset Kesehatan Dasar
kota Malang pada tahun 2018 mengalami peningkatan menjadi (17, 2%) dari
injury), penyebab yang tidak disengaja (unintentional injury) dan penyebab yang
meliputi bunuh diri, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) seperti dipukul
lain. Sedangkan penyebab cedera yang tidak disengaja antara lain : terbakar/
radiasi, terbakar dan lainnya. Dan untuk penyebab yang tidak dapat ditentukan
tahun 2013 (Park et al., 2016 : 515). Berdasarkan data Perhubungan Darat
Dalam Angka 2013 menyatakan bahwa kasus kecelakaan dari tahun 2009
sampai 2013 mengalami peningkatan yaitu dari 62.960 kasus menjadi 100.106
kasus pada tahun 2013. Dari 100.106 kasus ini, diantaranya jumlah jiwa yang
meninggal dunia sebanyak 26.416 jiwa, korban luka berat 26.438 jiwa, serta luka
ketujuh pada tahun 2030 serta menyumbang lebih dari 1,2 juta kematian setiap
tahunnya. Hal ini didorong dengan meningkatnya jumlah kematian di jalan raya
pertumbuhan ekonomi yang cepat. Suatu kecelakaan dapat terjadi akibat dari
sumber daya manusia, faktor sarana, faktor prasarana dan faktor lingkungan
Menurut data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, adapun prevalensi dan
yaitu provinsi Lampung, Banten dan Kalimantan Selatan (0,1%). Dan yang
101)
responden yaitu pada kelompok umur 15-24 tahun (11,7%), laki-laki (10,1%),
pendidikan tamat SMP/MTS (9,1%), yang tidak bekerja atau bekerja sebagai
38
Jawa Timur yaitu kelompok umur 15-24 tahun sebesar (13,3%), laki-laki
(11,2%), pendidikan tingkat SD/MI (10,7%), tidak bekerja (10,1%) dan yang
Jenis cedera merupakan jenis atau macam luka akibat trauma yang telah
yang cedera bisa mengalami minimal 1 jenis (multiple injuries). Adapun contoh
jenis cedera yang terjadi yaitu luka lecet/memar, luka robek, patah tulang,
terkilir, geger otak dan lainnya (Kementerian Kesehatan RI, 2013a : 104)
Adapun bagian tubuh yang terkena cedera dapat lebih dari satu bagian
(multiple injury). Klasifikasi bagian tubuh yang terkena cedera menurut ICD-10,
dikelompokkan menjadi :
1. Kepala meliputi indera (mata, hidung, telinga, mulut) bagian muka dan
leher
2. Dada meliputi tubuh bagian depan dari atas pinggang sampai bawah
4. Perut meliputi tubuh dari bawah pinggang, bagian depan dan belakang,
6. Anggota gerak bawah meliputi paha, betis, telapak dan jari kaki
sebesar 70,9 persen dengan data terbanyak di wilayah Banten (76,2%) dan
ketiga jenis cedera terbanyak, jenis luka ini terbanyak ditemukan di Papua
sebesar (48,5%), jauh diatas angka yang dimiliki Indonesia yaitu 23,2 persen
proporsi kecil yaitu patah tulang sekitar 5,8 persen, anggota tubuh terputus
sekitar 0,3 persen, cedera mata sekitar 0,6 persen dan geger otak masing-masing
Lamongan dengan angka (2,6%). Sedangkan di kota Malang jenis cedera yang
2013b : 188)
Adapun proporsi jenis luka dengan tiga urutan tertinggi yaitu luka
lecet/memar, luka robek, anggota tubuh yang terputus dan cedera mata
menunjukkan pola atau kecenderungan yang sama yaitu pada usia < 1 tahun
jenis cedera patah tulang, sedangkan terkilir tinggi di usia <1 tahun selanjutnya
sebesar (77,1%), luka robek pada umur 25-34 tahun (26,9%), patah tulang pada
umur 75 tahun keatas (10%), terkilir pada umur 65-74 tahun (43,2%), anggota
tubuh terputus pada usia produktif 25-54 tahun sekitar (0,4%), cedera mata
umur 35-64 tahun sekitar (0,8%), geger otak pada umur 65-74 tahun (0,9%)
dan jenis cedera lainnya pada umur 75 tahun keatas (3,8%) (Kementerian
(77,9%) dan jenis kelamin laki-laki (68,2%). Luka robek terbanyak pada
41
kelompok umur 25-34 tahun (29,3%) dan jenis kelamin laki-laki (25,8%).
Untuk patah tulang terbanyak pada kelompok umur 65-74 tahun (9,8%) dan
jenis kelamin laki-laki (7,1%). Cedera akibat terkilir banyak pada kelompok
umur 75 tahun keatas (43,9%) dan banyak dialami oleh perempuan sebesar
(28,6%). Sedangkan anggota tubuh terputus akibat cedera banyak dialami oleh
kelompok umur 25-34 tahun (0,9%) dan banyak pada laki-laki (0,4%)
umur 55-64 tahun sebesar (1,5%) dan berjenis kelamin laki-laki (0,6%)
sedangkan untuk kasus geger otak banyak pada kelompok umur 55-64 tahun
Tempat terjadinya cedera adalah lokasi atau area dimana peristiwa yang
mengakibatkan cedera terjadi. Hal ini bisa disebut juga dengan istilah TKP
tempat seperti rumah dan sekolah termasuk lingkungan sekitarnya (indoor dan
Secara nasional, cedera terjadi paling banyak di jalan raya yaitu (42,8%)
Provinsi dengan angka proporsi tertinggi yang mengalami cedera di rumah dan
(8,2%) dan terendah di Sulawesi Barat (2,7%). Tempat kejadian cedera di jalan
lainnya. Provinsi yang mempunyai proporsi tempat kejadian cedera di jalan raya
yaitu, cedera yang terjadi di rumah sebesar (36,3%), di sekolah (6,0%), tempat
olahraga (3,5%), di jalan raya (42,1%), tempat umum (2,3%), industri (2,1%), di
berdasarkan tempat terjadinya cedera di kota Malang yaitu cedera yang terjadi
raya (55,3%), tempat umum (2,3%), industri (0,6%), dan di area pertanian
proporsi yang tinggi terjadinya cedera pada kelompok umur balita dan lansia
pada kelompok umur 5-14 tahun, demikian juga dengan tempat kejadian cedera
43
di area olahraga. Kejadian cedera di jalan raya banyak terjadi pada umur
produktif dan tampak tinggi khususnya pada umur 15-24 tahun sebesar
(66,7%). Tempat umum dan industri menunjukkan pola yang sama yaitu
tidak bekerja, demikian juga pada sekolah dan area olahraga. Sedangkan di jalan
raya, tempat umum dan industri memperlihatkan proporsi tertinggi pada status
pegawai. Adapun untuk area pertanian tampak proporsi tertinggi pada status
Jawa Timur tahun 2013 yaitu cedera yang terjadi di rumah terbanyak pada
kelompok umur balita dan lansia (lanjut usia). Sedangkan cedera yang terjadi di
sekolah dan tempat olahraga terbanyak pada kelompok umur 5-14 tahun.
Untuk cedera yang terjadi di jalan raya terbanyak pada kelompok umur 15-24
44
tahun atau 25-34 tahun. Cedera pada tempat umum dan industri terbanyak
pada kelompok umur 25-34 tahun, sedangkan di area pertanian banyak pada
kelompok umur 55-64 tahun atau 65-74 tahun. Untuk jenis kelamin, proporsi
tinggal, pada daerah perkotaan cedera banyak terjadi di tempat olahraga, jalan
raya, tempat umum dan industri, sedangkan untuk daerah pedesaan cedera
2013b : 192)
“Comparison of trauma scores for predicting mortality and morbidity on trauma patients”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem penilaian trauma yang paling
akurat dan dapat diandalkan dalam menilai risiko morbiditas dan mortalitas
berlangsung dari bulan November 2009 - Juli 2010. Dari 633 pasien trauma
sebanyak 378 pasien dirawat inap, sedangkan 255 pasien dipulangkan setelah
pasien yang meninggal dunia. Hasil skor maksimum untuk keempat sistem
penilaian ini yaitu ISS (41,0), NISS (48,0), RTS (7,84), dan TRISS (99,7). Semua
pasien yang selamat (p=0,001). Lama rawat inap memiliki korelasi positif
dengan ISS (r = 0,36) dan NISS (R = 0,42). Sedangkan RTS dan TRISS
45
memiliki korelasi negatif dengan lama rawat inap (r = - 0,2 dan r = - 0,14)
artinya skor RTS dan TRISS lebih tinggi pada pasien yang dipulangkan dari
ruang IGD. Terlepas dari signifikan secara statistik, koefisien korelasi lemah
pada semua skor trauma untuk lama rawat inap. Pasien yang dirawat di ICU
memiliki skor ISS dan NISS yang lebih tinggi dan skor RTS dan TRISS lebih
kebutuhan ventilasi mekanik lebih baik daripada skor trauma lainnya. Sehingga
ada korelasi negatif yang kuat antara TRISS dan waktu ventilasi mekanis. Dapat
perawatan di rumah sakit dan kebutuhan ICU dengan lebih baik, sedangkan
TRISS menilai lama rawat inap di ruang ICU dan kebutuhan ventilasi mekanis
secara lebih baik dibandingkan skor trauma lainnya. Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian yang akan dilakukan adalah memperoleh data dari hasil
rekam medik pasien dan ingin mengetahui prognosis pada pasien trauma yang
Penelitian yang dilakukan oleh (Jung et al., 2016) yang berjudul The Best
Prediction Model for Trauma Outcomes of the Current Korean Population : a Comparative
Study of Three Injury Severity Scoring Systems. Penelitian ini bertujuan menilai 3
perwakilan ISSS yaitu Injury Severity Score (ISS), Revised Trauma Score (RTS), dan
Trauma and Injury Severity Score (TRISS) dalam memprediksi hasil pengobatan
negara Korea. Data diperoleh dari rekam medik pasien yang berusia ≥15 tahun
yang menjalani perawatan pada bulan Januari 2010 – Desember 2014. Hanya
7120 orang yang memenuhi kriteria inklusi. Sebanyak 6668 pasien (93,7%)
46
masuk rumah sakit akibat trauma tumpul dan 452 pasien (6,3%) akibat trauma
penetrasi. Mayoritas pasien adalah laki-laki sebanyak 4826 pasien atau 67,8%
dengan usia rata-rata pasien adalah 48,85±19,25 tahun. Jenis trauma yang
paling umum adalah trauma tumpul sebanyak 6668 pasien dan penyebab paling
umum adalah kecelakaan lalu lintas sebanyak 2679 atau 40,2%. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata dari ISS, RTS dan TRISS dalam
probabilitas kelangsungan hidup adalah 11,6 ± 10,4 dan 7,34 ± 1,53 dan 0,92 ±
trauma dari ISS, RTS dan TRISS yaitu 0,866, 0,894 dan 0,942. Kemampuan
menilai dari TRISS secara signifikan lebih besar daripada ISS (p<0,001) dan
RTS (p<0,001). Nilai cut off dari TRISS adalah 0,9082 dengan sensitivitas 81,9%
trauma yang lainnya. Nilai prediktif positif adalah yang tertinggi sebesar 46,8%.
Secara umum, ketika nilai AUC dari analisis ROC adalah 0,9 atau lebih tinggi
maka metode ini dianggap sangat akurat. Dalam penelitian ini, AUC dari
TRISS adalah 0,92 hal ini menunjukkan bahwa metode TRISS sangat akurat
digunakan untuk menilai tingkat mortalitas pada pasien trauma dan itu secara