Anda di halaman 1dari 18

THAHARAH

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama

Oleh:

Aulia Ferizal : 1715020044

Dosen Pengasuh : Bapak. Abdul Jabar, SE., M.Si

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH
BANDA ACEH
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Ilahi, Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayah-NYA kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan

makalah ini dengan judul “Thaharah”. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata

kuliah Pendidikan Agama.

Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam mengkaji topik yang ada, namun

penulis menyadari bahwa hasil makalah ini jauh dari sempurna dan masih banyak sekali

kekurangan didalamnya, hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang

dimliki oleh penulis.

Banda Aceh, Juli 2021

Penulis
A. Pendahuluan

Islam menganjurkan untuk selalu menjaga kebersihan badani selain rohani.

Kebersihan badani tercermin dengan bagaimana umat muslim selalu bersuci sebelum mereka

melakukan ibadah menghadap Allah SWT. Pada hakikatnya tujuan bersuci adalah agar umat

muslim terhindari dari kotoran atau debu yang menempel di badan sehingga secara sadar atau

tidak sengaja membatalkan rangkaian ibadah kita kepada Allah SWT. Namun, yang terjadi

sekarang adalah, banyak umat muslim hanya tahu saja bahwa bersuci itu sebatas membasuh

badan dengan air tanpa mengamalkan rukun-rukun bersuci lainnya sesuai syariat

Islam. Bersuci atau istilah dalam istilah Islam yaitu “Thaharah” mempunyai makna yang

luas tidak hanya berwudhu saja.

Pengertian thaharah adalah mensucikan diri, pakaian, dan tempat sholat dari hadas

dan najis menurut syariat islam. Bersuci dari hadas dan najis adalah syarat syahnya seorang

muslim dalam mengerjakan ibadah tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut sebenarnya

banyak sekali manfaat yang bisa kita ambil dari fungsi thaharah. Taharah sebagai bukti

bahwa Islam amat mementingkan kebersihan dan kesucian.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis bermaksud untuk

memaparkan penjelasan lebih rinci tentang thaharah, menjelaskan bagaimana fungsi thaharah

dalam menjalan ibadah kepada Allah, serta menjelaskan manfaat thaharah yang dapat umat

muslim peroleh. Dengan demikian umat muslim akan lebih tahu makna bersuci dan mulai

mengamalkannya untuk peningkatan kualitas ibadah yang lebih baik.


B. Thaharah

1. Pengertian Thaharah

Thaharah menurut bahasa artinya “bersih” Sedangkan menurut istilah syara’ thaharah

adalah bersih dari hadas  dan najis. Selain itu thaharah dapat juga diartikan mengerjakan

pekerjaan yang membolehkan shalat, berupa wudhu, mandi, tayamum dan menghilangkan

najis. Thaharah merupakan kunci dan syarat sah shalat. Dalam kesempatan lain Nabi

Muhammad SAW juga bersabda:

Artinya: “Nabi Bersabda: Kuncinya shalat adalah suci, penghormatannya adalah takbir dan

perhiasannya adalah salam.”

Hukum taharah ialah WAJIB di atas tiap-tiap mukallaf lelaki dan perempuan. Dalam

hal ini banyak ayat Al qur`an dan hadist Nabi Muhammad saw, menganjurkan agar kita

senantiasa menjaga kebersihan lahir dan batin. Firman Allah Swt :

Artinya: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan mencintai orang-

orang yang suci lagi bersih”. (QS Al Baqarh:222) 

Selain ayat al qur`an tersebut, Nabi Muhammad SAW bersabda.

Artinya : “Kebersihan itu adalah sebagian dari iman.”(HR.Muslim)


2. Syarat Wajib Thaharah

Setiap mukmin mempunyai syarat wajib untuk melakukan thaharah. Ada hal-hal yang

harus diperhatikan sebagai syarat sah-nya berthaharah sebelum melakukan perintah Allah

SWT. Syarat wajib tersebut ialah :

1.  Islam
2. Berakal
3. Baligh
4. Masuk waktu ( Untuk mendirikan solat fardhu ).
5. Tidak lupa
6. Tidak dipaksa
7.  Berhenti darah haid dan nifas
8. Ada air atau debu tanah yang suci.
9. Berdaya melakukannya mengikut kemampuan.

3.  Bentuk Thaharah

Taharah terbagi menjadi dua bagian yaitu lahir dan batin. Taharah lahir adalah

taharah/suci dari najis dan hadas yang dapat hilang dicuci dengan air mutlak (suci

menyucikan) dengan wudu, mandi, dan tayamun. Taharah batin adalah membersihkan jiwa

dari pengaruh-pengaruh dosa dan maksiat, seperti dengki, iri, penipu, sombong, ujub, dan ria.

Sedangkan berdasarkan cara melakukan thaharah, ada beberapa macam bentuk yaitu : wudhu,

tayamum, mandi wajib dan istinjak.

1). Wudhu

Wudhu menurut bahasa berarti bersih. Menurut istilah syara’ berarti membasuh

anggota badan tertentu dengan air suci yang menyucikan (air mutlak) dengan tujuan

menghilangkan hadas kecil sesuai syarat dan rukunnya. Firman Allah SWT dalam surat Al

Maidah ayat 6.

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan solat,

maka basuhlah mukamu, kedua tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu dan basuhlah
kakimu sampai mata kaki.”(QS Al maidah :6)

Syarat Wudhu :

Wudu seseorang dianggap sah apabila memenuhi syarat sebagai berikut.

a. Beragama Islam
b. Sudah mumayiz
c. Tidak berhadas besar dan kecil
d. memakai air suci lagi mensucikan
e. Tidak ada sesuatu yang menghalangi samp[ainya air ke anggota wudu, seperti cat,
getah dsb.

Rukun Wudu:

Hal-hal yang wajib dikerjakan dalam wudu adalah sebagai berikut.

a. Niat berwudu di dalam hati bersamaan ketika membasuh muka.


b. Membasuh seluruh muka
c. Membasuh kedua tangan sampai siku
d. Mengusap atau menyapu sebagian kepala.
e. Membasuh kedua kaki sampai mata kaki, dan
f. Tertib (berurutan dari pertama sampai terakhir

Sunnah Wudhu:

Untuk menambah pahala dan menyempurnakan wudu, perlu diperhatikan hal-hal yang

disunahkan dalam melakukan wudu, antara lain sebagai berikut.

a. Membaca dua kalimah syahadat ketika hendak berwudu


b. Membaca ta’awuz dan basmalah
c. Berkumur-kumur bagi seseorang yang sedang tidak berpuasa
d. Membasuh dan membersihkan lubang hidung
e. Menyapu seluruh kepala
f. Membasuh sela-sela jari tangan dan kaki
g. Mendhulukan anggota wudu yang kanan dari yang kiri.
h. Membasuh anggota wudu tiga kali.
i. Mengusap kedua telinga bagian luar dan dalam
j. Membaca do’a sesudah wudu.

Hal yang membatalkan wudu:

 Wudu seseorang dikatakan batal apabila yang bersangkutan telah melakukan hal-hal
seperti berikut.
 Keluar sesuatu dari kubul (kemaluan tempat keluarnya air seni) atau dubur(anus), baik
berupa angin maupun cairan(kentut,kencing, tinja, darah, nanah, mazi, mani dan
sebagainya)
 Bersentuhaan kulit laki-laki dan perempuan tanpa pembatas.
 Menyentuh kubul atau dubur dengan tapak tangan tanpa pembatas.
 Tidur dengan nyenyak
 Hilang akal

2). Tayamum

Tayamum secara bahasa adalah berwudu dengan debu,(pasir, tanah) yang suci karena

tidak ada air atau adanya halangan memakai air. Tayamum menurut istilah adalah

menyapakan tanah atau debu yang suci ke muka dan kedua tangan sampai siku dengan

memenuhi syarat da rukunnya sebagai pengganti dari wudu atau mandi wajib karena tidak

adanya air atau dilarang menggunakan air disebabkan sakit. Firman Allah SWT dalam surat

An Nisa ayat 43.

Artinya : “Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat

buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka

bertayammumlah kamu dengan tanah yang baik (suci), sapulah mukamu dan tanganmu

sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.”  (QS An Nisa:43)

Tayammum merupakan pengganti dari berwudu. Apabila seseorang telah

melaksanakan salat dengan tayamum kemudian dia menemukan air, maka tidak wajib

mengulang sekalipun waktu salat masih ada.

Adapun syarat dan rukun, sunah serta hal-hal yang terkait dengan tayamum adalah

sebagai berikut.
Syarat Tayamum:

Syarat tayamum adalah sebagai berikut :

a. Ada sebab yang membolehkan mengganti wudu atau mandi wajib dengan tayamum.
b. Sudah masuk waktu salat
c. Sudah berusaha mencari air tetapi tidak menemukan
d. Menghilangkan najis yang melekat di tubuh
e. Menggunakan tanah atau debu yang suci.

Rukun Tayamum:
- Niat
- Mengusap debu ke muka
- Mengusap debu ke dua tangan sampai siku
- Tertib

Sunah Tayamum:

Dalam melaksanakan tayamum, seseorang hendaknya memperhatikan sunah-sunah

tayamum sebagai berikut.

a. Membaca dua kalimah syahadat ketika hendak bertayamum


b. Membaca ta’awuz dan basmalah
c. Menepiskan debu yang ada di telapak tangan
d. Merenggangkan jari-jari tangan
e. Menghadap kiblat
f. Mendahulukan anggota tubuh yang kanan dari yang kiri
g. Membaca do’a (seperti do’a sesudah wudu)

Hal yang membatalkan Tayamum:

Tayamum seseorang menjadi batal karena sebab berikut :

 Semua yang membatalkan wudu juga membatalkan tayamum


 Keadaan seseorang melihat air yang suci yang mensucikan (sebelum salat)
 Murtad (keluar dari agama Islam)
3). Mandi Wajib

Mandi wajib disebut juga mandi besar, mandi junub, atau mandi janabat. Mandi wajib

adalah menyiram air ke seluruh tubuh mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan

disertai niat mandi wajib di dalam hati. Firman Allah Swt :

Artinya : “.......dan jika kamu junub maka mandilah.” (QS Al Maidah)

Adapun lafal niatnya adalah sebagai berikut :

Artinya : “Aku niat mandi wajib untuk menghilangkan hadast besar karena Allah    Ta’ala.’

Rukun mandi wajib:

Ada beberapa hal yang menjadi rukun dalam melaksanakan mandi wajib, diantaranya

sebagai berikut :

 Niat mandi wajib


 Menyiramkan air keseluruh tubuh dengan merata.
 Membersihkan kotoran yang melekat atau mengganggu sampainya air ke badan.

Sunah Mandi Wajib:

Pada waktu mandi wajib disunahkan melakukan beberapa hal, antara lain :

 Menghadap kiblat
 Membaca basmalah
 Berwudu sebelum mandi
 Mendahulukan anggota badan yang kanan dari yang kiri, dan
 Menggosok badan dengan tangan.

Beberapa Penyebab Diwajibkan Mandi Wajib

Berikut ini adalah hal-hal yang menjadi penyebab diwajibkannya mandi wajib:

 Keluarnya air mani (sperma) dengan syahwat, baik ketika sedang tidur
maupun dalam keadaan terjaga. Akan tetapi, apabila ia bermimpi tidak disertai
keluarnya mani, maka ia tidak wajib mandi.
 Selesainya haid bagi perempuan.
 Selesai melahirkan.
 Selesai nifas, yakni darah yang keluar sesudah melahirkan.
 Meninggalnya seseorang (jenazah)

4). Istinja’

Pengertian  istinja’ Menurut bahasa, istinja’ berarti terlepas atau bebas. Sedangkan

menurut istilah, ialah membersihkan kedua pintu alat kelamin manusia yaitu dubur dan

qubul(anus dan penis) dari kotoran dan cairan (selain mani) yang keluar dari keduanya.

Istinja’ hukumnya wajib.

Hal-hal yang dilarang ketika buang air:

 Dilarang menjawab suara adzan


 Dilarang menjawab salam
 Bila bersin hendaknya memuji Allah dalam hati saja, tidak boleh menjawab dengan
suara keras
 Dilarang mengucapkan kalimat-kalimat dzikir
 Dilarang sambil makan, minum dan sebagainya

Alat-alat yang digunakan untuk istinja’:

 Air
 Batu (jika tidak ada air)
 Kertas atau tissue (jika tidak ada air)
 Daun-daunan yang tidak biasa dimakan (jika tidak ada air)

Tata cara istinja’:


 Ada air dapat dibersihkan dengan batu atau kertas sampai bersih. Membasuh tempat
keluarnya najis dengan air hingga bersih
 Jika tidak Sekurang-kurangnya dengan 3 buah batu atau 3 sisi sebuah batu. Jika tidak
ada batu dapat digunakan benda-benda lain asal keset atau keras.
. Fungsi Thaharah

Dalam kehidupan sehari-hari, thaharah memiliki  fungsi yaitu :

a. Membiasakan hidup bersih dan sehat


b. Membiasakan hidup yang selekti
c. Sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan Allah SWT melalui sholat
d. Sebagai sarana untuk menuju surge
e. Menjadikan kita dicintai oleh Allah SWT

5.  Manfaat Thaharah

a. Untuk membersihkan badan, pakaian, dan tempat dari hadas dan najis ketika
hendak melaksanakan suatu ibadah.
b. Dengan bersih badan dan pakaiannya, seseorang tampak cerah dan enak
dilihat oleh orang lain karena Allah Swt, juga mencintai kesucian dan
kebersihan.
c. Menunjukan seseorang memiliki iman yang tercermin dalam kehidupan
sehari-hari-harinya karena kebersihan adalah sebagian dari iman.
d. Seseorang yang menjaga kebersihan, baik badan, pakaian, ataupun tempat
tidak mudah terjangkit penyakit.
e. Seseorang yang selalu menjaga kebersihan baik dirinya, rumahnya, maupun
lingkungannya, maka ia menunjukan cara hidup sehat dan disiplin.

. Empat keadaan Air Dalam Thaharah


Para ulama telah membagi air ini menjadi beberapa keadaan, terkait dengan

hukumnya untuk digunakan untuk bersuci. Kebanyakan yang kita dapat di dalam kitab

fiqh,  mereka membaginya menjadi 4 macam, yaitu :

a. Air Mutlaq

Air mutlaq adalah keadaan air yang belum mengalami proses apapun. Air itu masih asli,

dalam arti belum digunakan untuk bersuci, tidak tercampur benda suci atau pun benda

najis. Air mutlaq ini hukumnya suci dan sah untuk  digunakan bersuci, yaitu untuk berwudhu’

dan mandi janabah. Air yang suci itu banyak sekali, namun tidak semua air yang suci itu bisa

digunakan untuk mensucikan. Diantara air-air yang termasuk dalam kelompok suci dan
mensucikan ini antara lain adalah :

 Air Hujan
 Salju
  Embun
 Air Laut
 Air Zam-zam
 Air Sumur atau Mata Air
 Air Sungai

b. Air Musta’mal

Jenis yang kedua dari pembagian air adalah air yang telah digunakan untuk bersuci.

Baik air yang menetes dari sisa bekas wudhu’ di tubuh seseorang, atau sisa juga air bekas

mandi janabah. Air bekas dipakai bersuci bisa saja kemudian masuk lagi ke dalam

penampungan. Para ulama seringkali menyebut air jenis ini air musta'mal.

Kata musta'mal berasal dari dasar ista'mala - yasta'milu (‫ يستعمل‬- ‫ )استعمل‬yang bermakna

menggunakan. Maka air musta'mal maksudnya adalah air yang sudah digunakan untuk

melakukan thaharah, yaitu berwudhu atau mandi janabah.

Air musta’mal berbeda dengan air bekas mencuci tangan, atau membasuh muka atau

bekas digunakan untuk keperluan lain, selain untuk wudhu’ atau mandi janabah. Air sisa

bekas cuci tangan, cuci muka, cuci kaki atau sisa mandi biasa yang bukan mandi janabah,

statusnya tetap air mutlak yang bersifat suci dan mensucikan. Air itu tidak disebut sebagai

air musta’mal, karena bukan digunakan untuk wudhu atau mandi janabah. Perbedaan

pendapat itu dipicu dari perbedaan nash dari Rasulullah SAW yang kita terima dari

Rasulullah SAW. Beberapa nash hadits itu antara lain :

Artinya: Dari Abi Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Janganlah

sekali-kali seorang kamu mandi di air yang diam dalam keadaan junub. (HR.

Muslim)
”Janganlah sekali-kali seorang kamu kencing di air yang diam tidak mengalir,

kemudian dia mandi di dalam air itu”. Riwayat Muslim,”Mandi dari air itu”. Dalam

riwayat Abu Daud,”Janganlah mandi janabah di dalam air itu. (HR. Muslim)

Dari seseorang yang menjadi shahabat nabi SAW berkata,”Rasululllah SAW

melarang seorang wanita mandi janabah dengan air bekar mandi janabah laki-laki.

Dan melarang laki-laki mandi janabah dengan air bekas mandi janabah perempuan.

Hendaklah mereka masing-masing menciduk air. (HR. Abu Daud dan An-Nasa’i)

Dari Ibnu Abbas ra bahwa Nabi SAW pernah mandi dengan air bekas Maimunah

ra. (HR. Muslim)

Riwayat Ashhabussunan: ”Bahwasanya salah satu isteri Nabi telah mandi dalam

satu ember kemudian datang Nabi dan mandi dari padanya lalu berkata isterinya,

”saya tadi mandi janabat, maka jawab Nabi SAW.: ”Sesungguhnya air tidak ikut

berjanabat”.

c) Air Yang Tercampur Dengan Barang Yang Suci

Jenis air yang ketiga adalah air yang tercampur dengan barang suci atau barang yang

bukan najis. Hukumnya tetap suci. Seperti air yang tercampur dengan sabun, kapur barus,

tepung dan lainnya. Selama nama air itu masih melekat padanya. Namun bila air telah keluar

dari karakternya sebagai air mutlak atau murni, air itu hukumnya suci namun tidak

mensucikan. Misalnya air dicampur dengan susu, meski air itu suci dan susu juga benda suci,

tetapi campuran antara air dan susu sudah menghilangkan sifat utama air murni menjadi

larutan susu. Air yang seperti ini tidak lagi bisa dikatakan air mutlak, sehingga secara hukum

tidak sah kalau digunakan untuk berwudhu' atau mandi janabah. Meski pun masih tetap suci.

d) Air mutanajjis 

Air mutanajjis artinya adalah air yang tercampur dengan barang atau benda yang

najis. Air yang tercampur dengan benda najis itu bisa memiliki dua kemungkinan hukum,
bisa ikut menjadi najis juga atau bisa juga  sebaliknya yaitu ikut tidak menjadi najis.

Keduanya tergantung dari apakah air itu mengalami perubahan atau tidak, setelah tercampur

benda yang najis. Dan perubahan itu sangat erat kaitannya dengan perbandingan jumlah air

dan besarnya noda najis.

Pada air yang volumenya sedikit seperti air di dalam kolam kamar mandi, secara logika

bila kemasukan ke dalamnya bangkai anjing, kita akan mengatakan bahwa air itu

menjadi mutanajjis atau ikut menjadi najis juga. Karena air itu sudah tercemar dengan

perbandingan benda najis yang besar dan jumlah volume air yang kecil. Agar kita bisa

menilai apakah air yang ke dalamnya kemasukan benda najis itu ikut berubah menjadi najis

atau tidak, maka para ulama membuat indikator, yaitu rasa, warna atau aromanya.

 Berubah Rasa, Warna atau Aroma

Bila berubah rasa, warna atau aromanya ketika sejumlah air terkena atau kemasukan

barang najis, maka hukum air itu iut menjadi najis juga. Hal ini disebutkan oleh Ibnul

Munzir dan Ibnul Mulaqqin.

 Tidak Berubah Rasa, Warna atau Aroma

Sebaliknya bila ketiga krieteria di atas tidak berubah, maka hukum air itu suci dan

mensucikan. Baik air itu sedikit atau pun banyak.

7. Pengertian hadas dan najis

a. Hadas

Pengertian Hadas:

Hadas menurut bahasa artinya berlaku atau terjadi. Menurut istilah, hadas adalah

sesuatu yang terjadi atau berlaku yang mengharuskan bersuci atau membersihkan diri

sehingga sah untuk melaksanakan ibadah.

Bermacam hadas dan cara mensucikannya:

Menurut fiqih, hadas dibagi menjadi dua yaitu :


1) Hadas kecil

Hadas kecil adalah adanya sesuatu yag terjadi dan mengharuskan seseorang berwudu apabila

hendak melaksanakan salat. Contoh hadas kecil adalah sebagai berikut :

 Keluarnya sesuatu dari kubul atau dubur.


 Tidur nyenyak dalam kondisi tidak duduk.
 Menyentuh kubul atau dubur dengan telapak tangan tanpa pembatas.
 Hilang akal karena sakit atau mabuk.

2) Hadas besar

Hadas besar adalah sesuatu yang keluar atau terjadi sehingga mewajibkan mandi besar atau

junub. Contoh-contoh terjadinya hadas besar adalah sebagai berikut :

 Bersetubuh (hubungan suami istri)


 Keluar mani, baik karena mimpi maupun hal lain
 Keluar darah haid
 Nifas
 Meninggal dunia

2. Najis

Pengertian Najis:

Najis menurut bahasa adalah sesuatu yang kotor. Sedangkan menurut istilah adalah sesuatu

yang dipandang kotor atau menjijikkan yang harus disucikan, karena menjadikan tidak

sahnya melaksanakan suatu Macam-macam Najis dan Cara Mensucikannya:

Berdasarkan berat dan ringannya, najis dibagi menjadi tiga macam. Najis tersebut adalah

Mukhafafah, Najis Mutawasitah, dan Najis Muqalazah.

- Najis Mukhafafah

Najis mukhafafah adalah najis ringan. Yang tergolong najis mukhafafah yaitu air

kencing bayi laki-laki yang berumur tidak lebih dua tahun dan belum makan apa-apa

kecuali air susu ibunya. Cara mensucikan najis mukhafafah cukup dengan
mnegusapkan/ memercikkan air pada benda yang terkena najis.

- Najis Mutawasitah

Najis mutawasitah adalah najis sedang. Termasuk najis mutawasitah antara lain air

kencing, darah, nanah, tina dan kotoran hewan. Najis mutawasitah terbagi menjadi

dua bagian, yaitu :

 Najis hukmiah adalah najis yang diyakini adanya, tetapi, zat, bau,

warna dan rasanya tidak nyata. Misalnya air kencing yang telah

mengering. Cara mensucikannya cukup dengan mengalirkan air pada

benda yang terkena najis tersebut.

 Najis ainiyah adalah najis yang nyata zat, warna, rasa dan baunya. Cara

mensucikannya dengan menyirkan air hingga hilang zat, warna, rasa

dan baunya.

- Najis Mugalazah

Najis mugalazah adalah najis berat, seperti najisnya anjing dan babi. Adapun cara

mensucikannya ialah dengan menyiramkan air suci yang mensucikan air suci yang

mensucikan (air mutlak) atau membasuh benda atau tempat yang terkena najis sampai

tujuh kali. Kali yang pertama dicampur dengan tanah atau debu sehingga hilang zat,

warna, rasa, dan baunya.


C. Kesimpulan

Thaharah memiliki pengertian secara umum yaitu mengangkat penghalang (kotoran)

yang timbul dari hadas dan najis yang meliputi badan, pakaian, tempat, dan benda-benda

yang terbawa di badan. Taharah merupakan anak kunci dan syarat sah salat. Hukum taharah

ialah WAJIB di atas tiap-tiap mukallaf lelaki dan perempuan.

Syarat wajib melakukan thaharah  yang paling utama adalah beragama Islam dan

sudah akil baligh. Sarana yang digunakan untuk melakukan thaharah adalah air suci, tanah,

debu serta benda-benda lain yang diperbolehkan. Air digunakan untuk mandi dan berwudhu,

debu dan tanah digunakan untuk bertayamum jika tidak ditemukan air, sedangkan benda lain

seperti batu, kertas, tisur dapat digunakan untuk melakukan istinja’.

Thaharah memiliki fungsi utama yaitu membiasakan hidup bersih dan sehat

sebagaimana yang diperintahkan agama. Thaharah juga merupakan sarana untuk

berkomunikasi dengan Allah Swt. Manfaat thaharah dalam kehidupan sehari-hari

yaitu membersihkan badan, pakaian, dan tempat dari hadas dan najis ketika hendak

melaksanakan suatu ibadah.


DAFTAR PUSTAKA

H. Moch. Anwar, Fiqih Islam  Tarjamah Matan Taqrib, Bandung: PT Alma’arif, 1987.


Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi, Fiqih Islam dan Tasawuf, Surabaya: Mutiara Ilmu,
2013.
http://dik8874.blogspot.com/2013/11/v-behaviorurldefaultvmlo.html
http://siyasahhjinnazah.blogspot.com/2013/05/makalah-fiqh-ibadah-thaharah.html

[1]H. Moch. Anwar, Fiqih Islam  Tarjamah Matan Taqrib, (Bandung: PT Alma’arif, 1987),


h. 9.

[2]http://dik8874.blogspot.com/2013/11/v-behaviorurldefaultvmlo.html

[3]Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi, Fiqih Islam dan Tasawuf, (Surabaya: Mutiara Ilmu,
2013), h. 64.

[4] http://dik8874.blogspot.com/2013/11/v-behaviorurldefaultvmlo.html

[5]http://dik8874.blogspot.com/2013/11/v-behaviorurldefaultvmlo.html

[6]http://siyasahhjinnazah.blogspot.com/2013/05/makalah-fiqh-ibadah-thaharah.html

Anda mungkin juga menyukai