Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

KONSEP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA


KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN
Laporan ini dibuat untuk memenuhi tugas pembekalan PKKD
Dosen Pembimbing : Puji Purwaningsih, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disususn Oleh :
Khotimatul Khusniah
(011191078)

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
TAHUN AJARAN 2020/2021
A. Konsep Anatomi Dan Fisiologi

Untuk mampu memenuhi kebutuhan akan aktivitas dan latihan, maka


diperlukan serangkaian proses fisiologis yang kompleks yang melibatkan
metabolisme dari sel-sel tubuh dan terutama sistem lokomotorik yaitu sistem otot dan
sistem rangka. Aktivitas dan pergerakan memerlukan energy.

Energi untuk sel-sel tubuh manusia adalah dalam bentuk Adenosin Trifosfat
(ATP) yang diperoleh dari katabolisme glukosa dalam sel-sel tubuh. Glukosa akan
dipecah menjadi energy dan hal ini terutama ditentukan oleh suplai oksigen. Ketika
oksigen terpenuhi maka glukosa akan melalui katabolisme aerobic di sitoplasma dan
mitokondria sel melalui 4 proses : glikolisis, dekarboksilasi oksidatif asam piruvat,
siklus asam sitrat, dan transport elektron dengan hasil akhir ATP, karbondioksida, dan
uap air.

Jika oksigen tidak terpenuhi, maka katabolisme energy akan dilakukan secara
anaerobic dengan produk akhir ATP, asam laktat dan NADH. Namun produksi ATP
dari metabolism anaerobic jauh lebih sedikit dibanding metabolism aerobic, yaitu
sekitar 1/18 kalinya (36 ATP berbanding 12 ATP). Karena oksigen amat penting bagi
konservasi energy tubuh, maka aktivitas dan latihan pada manusia terkait erat dengan
kerja sistem kardiovaskuler, respirasi, dan hematologi untuk penyediaan oksigen dan
pembuangan karbondioksida dan uap air. Beberapa kondisi seperti anemia, syok
hipovolemik, hipertensi, penyakit jantung, dan penyakit pernapasan dapat
mempengaruhi kemampuan aktivitas dari manusia.
Aktivitas dan latihan adalah proses gerakan tubuh manusia yang
melibatkan sistem lokomotorik yaitu tulang dan otot. Tulang berperan sebagai alat
gerak pasif, memberikan kesetabilan dalam postur tubuh dan memberi bentuk tubuh.
Sedangkan otot berperan sebagai alat gerak aktif dimana tendon-tendon otot melekat
pada tulang dan berkontraksi untuk menggerakkan tulang.

Tulang merupakan jaringan ikat yang tersusun oleh matriks organik dan
anorganik. Tulang secara histologist dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu jaringan
tulang keras (osteon) dan jaringan tulang rawan (kartilago).

Yang membedakan osteon dan kartilago adalah bahwa kartilago lebih elastic
dan lebih tahan terhadap adanya tekanan sehingga cenderung lebih tidak mudah patah,
dan osteon cenderung lebih keras tapi mudah patah. Jaringan tulang rawan dapat
dibagi menjadi 3 yaitu : kartilago hialin, kartilago fibrosa, dan kartilago elastic.
Tiap-tiap tipe tulang rawan membentuk bagian tubuh yang berbeda.

Tulang rawan hialin terutama menyusun bagian persendian tulang sebagai


sistem bantalan untuk melindungi dari friksi jika terjadi pergerakan. Kartilago fibrosa
terutama menyusun bagian diskus intervertebralis, sedangkan kartilago elastic
menyusun daun telinga. Matriks organik terdiri atas sel-sel tulang osteoblast, osteosit,
kondroblast, kondrosit, dan osteoklas yang tersimpan pada sistem haverst. Sistem
haverst adalah suatu saluran yang didalamnya terdapat pembuluh darah, limfa, dan
urat saraf untuk fisiologi tulang.

Mekanisme kontraksi otot memerlukan peran aktivitas dari keempat tipe


protein. Mekanisme kontraksi otot dijelaskan melalui proses pergeseran aktomiosin
dimana aktin berperan sebagai rel kereta dan myosin berperan sebagai kereta. Ketika
terjadi kontraksi otot, maka myosin akan bergeser di sepanjang aktin sehingga
terjadilah pemendekat myofibril. Agar terjadi pergeseran ini maka ikatan troponin
pada aktin dan myosin harus hilang dan hal ini memerlukan peran aktomiosin.
Aktivitas aktomiosin ini dpengaruhi oleh adanya ion kalisum dan neurottansmitter
asetilkolin. Adanya kekurangan kalsium dalam tubuh akan berdampak pada gangguan
kontraksi otot. Begitu juga adanya gangguan trasnmiss kolinergik pada pertatan
neuromuscular akan berdampak pada gangguan kontraksi otot.

Gerakan terjadi melalui kombinasi kerja sistem muskuloskeletal dan sistem


saraf. Tidak hanya terbatas pada gerakan fisikyang dapat kita lihat. Ini juga meliputi
aktivitas bertahan hidup yang tidak dapat dilihat secara kasat mata (misalnya
penapasan, pencernaan, sirkulasi). Komponen kunci dari gerakan meliputi tulang,
otot, sendi, dan saraf.

a. Tulang (skeleton) memberikan kerangka kerja untuk gerak. Tulang yang rapuh
memiliki kerangka kerja yang buruk dan dapat memburuk kapan saja dan
selanjutnya dapat menghalangi gerak.
b. Sendi adalah titik bertemunya tulang. Ada tiga jenis senddi berbeda: sinartrosis
atau sendi serabut yang tidak mengizinkan gerakan (batas tulang tengkorak);
amfiartrosis atau sendi kartilago yang mengizinkan gerakan ringan (tulang
belakang); dan diartrosis atau sendi synovial yang mengizinkan gerakan
maksimal. Sendi synovial paling banyak mendukung aktivitas. Ligamen
merupakan kumpulan jaringan serabut fleksibel yang menghubungkan tulang satu
dengan yang lain. Ligamen yang robek menghambat stabilitas sendi dan akan
merusak gerak.
c. Kontraksi otot dan relaksasi otot berhubungan dengan tendon (struktur berbentuk
gelendong kuat yang melekatkan otot pada tulang) untuk menghasilkan gerak.
d. Sama halnya dengan tidak dapat bergerak tanpa otot dan tendon, otot tidak dapat
bergerak tanpa bantuan sistem saraf pusat (SSP). SSP mengendalikan krontraksi
dan relaksasi otot, yang pada gilirannya menyebabkan fleksi (bengkok) dan
ekstensi (lurus), yang pada akhirnya menghasilkan gerakan yang terkoordinasi
dengan baik.

Jenis aktivitas antara lain:

1) Aktivitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan
bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari.
Aktivitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunteer dan sensorik untuk
dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
2) Aktivitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan
batasan jelas dan tidak mam.pu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh
gangguan saraf motorik dan sesnsorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai
pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pada pasien
paraplegi dapat mengalami aktivitas sebagian pada ekstremitas bawah karena
kehilangan kontrol motorik dan sensorik.

Aktivitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

1) Aktivitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak


dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma
reversibel pada system musculoskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi
dan tulang.
2) Aktivitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan
batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya system saraf
yang reversibel, contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena
cedera tulang belakang, poliomilitis karena terganggunya system saraf motorik dan
sensorik.
Jenis latihan :

1) Latihan fleksibilitas seperti regang memperbaiki kisaran gerakan otot dan sendi.
2) Latihan aerobik seperti berjalan dan berlari berpusat pada penambahan daya tahan
kardiovaskular.
3)  Latihan anaerobik seperti angkat besi menambah kekuatan otot jangka pendek.
4) Latihan bisa menjadi bagian penting terapi fisik, kehilangan berat badan atau
kemampuan olahraga. Latihan fisik yang sering dan teratur memperbaiki
kinerja sistem kekebalan tubuh, dan membantu mencegah penyakit
kekayaan seperti jantung, penyakit kardiovaskular, diabetes tipe 2 dan obesitas.

B. Definisi

Menurut (Heriana, 2014) Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan


bergerak dimana manusia memerlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup.
Salah satu tanda kesehatan adalah adanya kemampuan seseorang melakukan aktivitas
seperti berdiri, berjalan dan bekerja. Kemampuan aktivitas seseorang tidak terlepas
dari keadekuatan sistem persarafan dan musculoskeletal.

Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana manusia


memerlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup.Salah satu tanda kesehatan
adalah adanya kemampuan seseorang melakukan aktivitas seperti berdiri, berjalan dan
bekerja.Dengan beraktivitas tubuh akan menjadi sehat, system pernapasan dan
sirkulasi tubuh akan berfungsi dengan baik, dan metablisme tubuh dapat optimal.
Kemampuan aktivitas seseorang tidak terlepas dari keadekuatan sistem persarafan dan
muskuloskeletal.Aktivitas fisik yang kurang memadai dapat menyebabkan berbagai
gangguan pada system musculoskeletal seperti atrofi otot, sendi menjadi kaku dan
juga menyebabkan ketidakefektifan fungsi organ internal lainnya.

Latihan merupakan suatu gerakan tubuh secara aktif yang dibutuhkkan untuk
menjaga kinerja otot dan mempertahankan postur tubuh.Latihan dapat memelihara
pergerakan dan fungsi sendi sehingga kondisinya dapat setara dengan kekuatan dan
fleksibilitas otot. Selain itu, latihan fisik dapat membuat fungsi gastrointestinal dapat
bekerja lebih optimal dengan meningkatkan selera makan orang tersebut dan
melancarkan eliminasinya karena apabila seseorang tidak dapat melakukan aktifitas
fisik secara adekuat maka hal tersebut dapat membuat otot abdomen menjadi lemah
sehinga fungsi eliminasinya kuang efektif.

Aktivitas sehari-hari (ADL) merupakan salah satu bentuk latihan aktif pada
seseorang termasuk didalamnya adalah makan/minum, mandi, toileting, berpakaian,
mobilisasi tempat tidur, berpindah dan ambulasi/ROM. Pemenuhan terhadap ADL ini
dapat meningkatkan harga diri serta gambaran diri pada seseorang, selain itu ADL
merupakan aktifitas dasar yang dapat mencegah individu tersebut dari suatu penyakit
sehingga tindakan yang menyangkut pemenuhan dalam mendukung pemenuhan ADL
pada klien dengan intoleransiaktivitas harus diprioritaskan.

C. Faktor Resiko Dan Faktor Yang Mempengaruhi


a. Faktor fisiologis
1) Kelainan tulang : salah satunya adalah Osteoporosis merupakan kondisi di mana
pembentukan jaringan tulang baru tidak dapat mengimbangi penghancuran
jaringan tulang lama yang telah rusak. Hal ini akan membuat tulang menjadi
lemah dan rapuh. Bagian tulang yang rentan mengalami kerusakan akibat
osteoporosis adalah tulang belakang, pergelangan tangan, dan pinggul. Hal ini
dapat menganggu aktivitas.
2) Gangguan otot : Kerusakan otot ini meliputi kerusakan anatomis maupun
fisiologis otot. Otot berperan sebagai sumber daya dan tenaga dalam proses
pergerakan jika terjadi kerusakan pada otot, maka tidak akan terjadi pergerakan
jika otot terganggu. Otot dapat rusak oleh beberapa hal seperti trauma langsung
oleh benda tajam yang merusak kontinuitas otot. Kerusakan tendon atau
ligament, radang dan lainnya.
 Nyeri :  Proses penyakit/cedera. Proses penyakit dapat mempengaruhi
kemmapuan aktivitas karena dapat mempengaruhi fungsi system tubuh,
salah satunya adalah timbul rasa nyeri.
 Gaya hidup : Gaya hidup. Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi
kemampuan aktivitas seseorang karena berdampak pada perilaku kebiasaan
sehari-hari.
 Kebudayaan : Kebudayaan. Kemampuan melakukan aktivitas dapat juga
dipengaruhi kebudayaan, contohnya orang yang memiliki budaya sering
berjalan jauh memiliki kemampuan aktivitas yang kuat, sebaliknya ada
orang yang mengalami gangguan aktivitas (sakit) karena budaya dan adat
dilarang beraktivitas.
b. Faktor emosional
1) Kegelisahan : orang yang mengalami kegelisahan atau kecemasan pasti akan
mengalami perasaan panik, ketakutan, tidak bisa diam dan tenang. Hal inilah
yang dapat menggagu aktivitas seseorang.
2) Depresi : Depresi adalah hal yang sangat wajar dan memang bisa terjadi pada
siapa saja. Orang yang depresi pasti akan cemas, gelisah, dan malas melakukan
apapun. 
c. Faktor perkembangan
1) Usia : Usia dan status perkembangan. Kemampuan atau kematangan fungsi alat
gerak sejalan dengan perkembangan usia. Intolerensi aktivitas/ penurunan
kekuatan dan stamina, Depresi mood dan cemas
2) Jenis kelamin : pada umumnya laki-laki lebih banyak beraktivitas daripada
perempuan.

D. Masalah Yang Muncul


1. Hemiparese
Hemiparesis adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesif
cepat, berupa deficit neurologis fokal, atau/dan global, yang berlangsung 24 jam
atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan
oleh gangguan peredaran darah otak non traumatic (Kapita Selekta Kedokteran
Jilid Ii) hemiparesis adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran
darah otak (Patofisiologi, Elizabeth j. Corwin). Yang disebabkan oleh infark otak
(80%) , pendarahan intraserebral (15%), pendarahan subaraknoid (5%), trobus
sinus dura, diseksi arteri karotis atau vertebralis, vaskulitis system saraf
pusat,penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intracranial yang progesif),
migren, kondisi hiperkoagulasi, penyalahgunaan obat, kelainan hematologist
(anemia sel sabit, polisistemia,atau leukemia), dan miksoma atrium.
2. Fraktur
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer S.C & Bare B.G, 2001) atau setiap retak atau
patah pada tulang yang utuh (Reeves C.J, Roux G & Lockhart R, 2001).
Fraktur adalah masalah yang akhir-akhir ini sangat banyak menyita perhatian
masyarakat, pada arus mudik dan arus balik hari raya idulfitri tahun ini banyak
terjadi kecelakaan lalu lintas yang sangat banyak yang sebagian korbannya
mengalami fraktur. Banyak pula kejadian alam yang tidak terduga yang banyak
menyebabkan fraktur. Sering kali untuk penanganan fraktur ini tidak tepat
mungkin dikarenakan kurangnya informasi yang tersedia contohnya ada seorang
yang mengalami fraktur, tetapi karena kurangnya informasi untuk menanganinya
Ia pergi ke dukun pijat, mungkin karena gejalanya mirip dengan orang yang
terkilir.
3. Atropi otot
Atrofi (bahasa Inggris: atrophy) merupakan simtoma penyusutan jaringan atau
organ. Atrofi berkemungkinan berlaku akibat tindak balas adaptasi terhadap
tekanan sehingga isi padu sel mengerut dan seterusnya keperluan tenaga
diturunkan ke tahap yang minimum. penyebab lain yang mungkin ialah sel
kurang digunakan seperti dalam otot rangka. selain penurunan keperluan sesuatu
fungsi, kekurangan bekalan oksigen atau nutrisin, inflamasi kronik dan proses
penuaan juga menyumbang kepada fenomena atropi. Begitu juga dengan
gangguan isyarat dalam tindakan hormon berakibat fungsi sesuatu organ
berkurangan.
4. Hipertrofi otot
Hipertrofi adalah pembesaran atau pertambahan massa total suatu otot. Semua
hipertrofi adalah akibat dari peningkatan jumlah filamen aktin dan miosin dalam
setiap serat otot, jadi menyebabkan pembesaran masing-masing serat otot, yang
secara sederhana disebut hipertrofi serat. Peristiwa ini biasanya terjadi sebagai
respon terhadap suatu kontraksi otot yang berlangsung pada kekuatan maksimal
atau hampir maksimal.
Bagaimana kontraksi otot yang sangat kuat dapat menimbulkan hipertrofi?
Telah diketahui bahwa selama terjadi hipertrofi, sintesis protein kontraktil otot
berlangsung jauh lebih cepat daripada kecepatan penghancurnya, sehingga
menghasilkan jumlah filamen aktin dan miosin yang bertambah banyak secara
progesif di dalam miofibril. Kemudian miofibril itu sendiri akan memecah di
dalam setiap serat otot untuk membentuk miofibril yang baru. Jadi, peningkatan
jumlah miofibril tambahan inilah yang terutama menyebabkan serat otot menjadi
hipertrofi.
Secara fisiologis, latihan tidak boleh terjadi hipertrofi. Hal ini dikarenakan
bahwa jika terjadi hipertrofi maka energi yang dibutuhkan semakin besar dan
dapat mengakibatkan kelelahan otot (terjadi penumpukan asam laktat). Semakin
banyak asam laktat, konsentrasi H+ meningkat , dan pH menurun. Peningkatan
konsentrasi ion H+ akan menghambat kegiatan fosfofruktoksinase, enzim yang
terlibat dalam glikolisis sehingga mengurangi penyediaan ATP untuk energy.
5. Kelainan postur
Postur atau sikap tubuh melibatkan pertimbangan mekanis, seperti kelurusan
segmen badan, kekuatan, tekanan otot,dan ikatan sendi, serta efek gaya berat
badan. Postur seperti semua karakteristik manusia tidak hanya melibatkan
perbedaan antara individu, tetapi juga perbedaandi dalam individu itu sendiri.
Evaluasi postur dapat dilakukan dengan dua carayaitu statis dan dinamis.
Evaluasi statis dilakukan terhadap postur seseorang padasaat yang bersangkutan
dalam posisi diam (fixed potition). Sementara evaluasiyang dinamis dilakukan
pada saat yang bersangkutan sedang bergerak, meliputi gerak pada saat berjalan,
memanjat, turun, dan berdiri. Macam-macam kelainan postur :
a. Lordosis
Lordosis adalah istilah medis yang digunakan untuk menggambarkan
an inward curvature of a portion of the vertebral colum. Dua segmen dari
kolom tulang belakang servikal dan lumbalis, biasanya lordotic, yaitu, mereka
ditetapkan dalam suatu kurva yang memiliki kecembungan anterior (ke depan)
dan cekungan posterior (belakang), dalam konteks anatomi manusia. Ketika
mengacu pada anatomi mamalia lain, arah kurva disebut ventral. Lengkung
dalam arah yang berlawanan, yaitu apex / puncak posterior (manusia) atau
dorsally/ bagian punggung (mamalia) disebut kyphosis . Excessive or
hyperlordosis sering disebut sebagai swayback atau saddle back.
b. Kifosis
Kiposis adalah suatu gangguan pada tulang belakang di mana tulang
belakang melengkung ke depan yang mengakibatkan penderita menjadi
terlihat bongkok

Gangguan yang dapat menyebabkan kifosis, meliputi:

1) Osteoporosis
2) Degenerative arthritis of the spine
Ankylosing spondylitis
Connective tissue disorder
3) Tuberkulosis dan infeksi tulang belakang lain, yang dapat mengakibatkan
kerusakan sendi
4) Kanker atau tumor jinak yang menimpa pada tulang belakang dan
memaksa tulang keluar dari posisi
5) Spina bifida
6) Kondisi yang menyebabkan paralisis, seperti cerebral palsy, polio, dan
kaku tulang tulang belakang

c. Skoliosis / Scoliosis / Skeliosis


Skoliosis adalah suatu gangguan pada tulang belakang di mana tulang
belakang melengkung ke samping baik kiri atau kanan yang membuat
penderita bungkuk ke samping.Membentuk huruf S. Kelainana ini dapat
terjadi akibat deformitas struktuural kolumna vertebralis yang ada sejak lahir
(congenital) atau dapat timbul akibat penyakit neuromuskuler misalnya
cerebral palsy atau distrofi otot. Sebagian skoliosis structural dapat timbul
tanpa sebab jelas (idiopatik) atau karena postur yang buruk. skoliosis
menyebabkan deformitas dan kadang-kadang nyeri. Apabila keadaan ini tidak
diatasi, maka fungsi pernapasan dan jantung dapat terganggu.

6. Imobilitas
Penyebab imobilitas bermacam-macam. Pada kenyataannya, terdapat banyak
penyebab imobilitas yang unik pada orang-orang yang di imobilisasi. Semua
kondisi penyakit dan rehabilitasi melibatkan beberapa derajat imobilitas. Ada
bebetapa faktor yang berhubungan dengan gangguan , yaitu:
a. Tirah baring dan imobilitas
b. Kelemahan secara umum
c. Gaya hidup yang kurang gerak
d. Ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Diagnostik
a) Foto Rontgen (Untuk menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, erosi, dan
perubahan hubungan tulang).
b) CT Scan tulang (mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang di
daerah yang sulit untuk dievaluasi)
c) MRI (untuk melihat abnormalitas : tumor, penyempitan jalur jaringan lunak
melalui tulang)
2. Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan darah dan urine
b) Pemeriksaan Hb

F. Penatalaksaan Medis
1) Pencegahan primer
Pencegahan primer merupakan proses yang berlangsung sepanjang kehidupan
dan episodic. Sebagai suatu proses yang berlangsung sepanjang khidupan, mobilitas
dan aktivitas tergantung pada system musculoskeletal, kardiovaskuler, pulmonal.
Sebagai suatu proses episodic pencegahan primer diarahkan pada pencegahan
masalah-masalah yang dapat timbul akibat imobilitas atau ketidakaktifan.
a) Hambatan terhadap latihan
b) Pengembangan program latihan
c) Keamanan
2) Pencegahan sekunder
Spiral menurun yang terjadi akibat eksaserbasi akut dari imobilitas dapat
dikurangi atau dicegah dengan intervensi keperawatan. Keberhasian intervensi berasal
dari suatu pengertian tentang berbagai factor yang menyebabkan atau turut berperan
terhadap imobilitas dan penuaan. Pencegahan sekunder memfokuskan pada
pemliharaan fungsi dan pencegahan komplikasi. (Tarwoto & Wartonah, 2006).

 Kemampuan mobilitas (aktivitas)

Tingkat Aktivitas/Mobilitas Kategori


Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara penuh
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat
Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
Tingkat 3
peralatan.
Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau
Tingkat 4
berpartisipasi dalam perawatan.
 Kemampuan Rentang Gerak
Rentang gerak (Range Of Motion-ROM) dilakukan pada daerah seperti
bahu, siku, lengan, panggul dan kaki.

Derajat Rentang
Gerak Sendi
Normal
Bahu
Adduksi: Gerakan lengan ke lateral dari posisi samping ke atas
180
kepala, telapak tangan menghadap ke posisi yang paling jauh.
Siku
Fleksi: Angkat lengan bawah ke arah depan dan ke arah atas menuju
150
bahu.
Pergelangan Tangan
Fleksi: Tekuk jari-jari tangan ke arah bagian dalam lengan bawah. 80-90
Ekstensi: Luruskan pergelangan tangan dari posisi fleksi. 80-90
Hiperekstensi: Tekuk jari-jari tangan ke arah belakang sejauh
70-90
mungkin
Abduksi: Tekuk pergelangan tangan ke sisi ibu jari ketika tangan
0-20
menghadap ke atas.
Adduksi: Tekuk Pergelangan tangan kea rah kelingking, telapak
30-50
tangan menghadap ke atas.
Tangan dan Jari
Fleksi: Buat Kepalan Tangan 90
Ekstensi: Luruskan Jari 90
Hiperekstensi: Tekuk jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin 30
Abduksi: Kembangkan jari tangan 20
Adduksi: Rapatkan jari-jari tangan dari posisi abduksi 20

 Kekuatan otot dan gangguan koordinasi


kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral atau tidak.
Derajat kekuatan otot dapat ditentukan dengan:

Skal Persentase
Karakteristik
a kekuatan normal
0 0 Paralisis sempurna
Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di palpasi atau
1 10
dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi
Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan
4 75
melawan tahanan minimal
Kekuatan normal, gerakan penuh yang normal melawan
5 100
gravitasi dan tahanan penuh.

Latihan ROM pasif dan aktif.

1. Pengaturan posisi tubuh sesuai kebutuhan pasien


Pengaturan posisi dalam mengatasi kebutuhan mobilitas dapat disesuaikan
dengan tingkat gangguan, seperti posisi fowler, sim, trendelenburg, dorsal
recumbent, lithotomi, dan genu pectoral.
a. Posisi Fowler : Posisi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk, di
mana bagian kepala tempat tidur lebih tinggi atau dinaikan. Posisi ini
dilakukan untuk mempertahankan kenyamanan dan memfasilitasi fungsi
pernapasan pasien.
Cara:
a)Dudukkan pasien
b)Berikan sandaran pada tempat tidur pasien atau atur tempat tidur, untuk
posisi semifowler (30-45 derajat) dan untuk fowler (90 derajat)
c)Anjurkan pasien untuk tetap berbaring setengah duduk
b. Posisi Sim : Posisi sim adalah posisi miring ke kanan atau miring ke kiri.
Posisi ini dilakukan untuk memberi kenyamanan dan memberikan obat per
anus (supositoria).
Cara :
a)Pasien dalam keadaan berbaring, kemudian miringkan ke kiri dengan posisi
badan setengah telungkup dan kaki kiri lurus lutut. Paha kanan ditekuk
diarahkan ke dada.
b)Tangan kiri diatas kepala atau di belakang punggung dan tangan kanan di
atas tempat tiduran ditekuk diarahkan ke dada.
c)Bila pasien miring ke kanan dengan posisi badan setengah telungkup dan
kaki kanan lurus, lutut, dan paha kiri ditekuk diarahkan ke dada.
d)Tangan kanan di atas kepala atau di belakang punggung dan tangan kiri di
atas tempat tidur.
c. Posisi Lititomy : Posisi berbaring telentang dengan mengangkat kedua kaki
dan menariknya ke atas bagian perut. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa
genitalia pada proses persalinan, dan memasang alat kontrasepsi.
Cara:
a)Pasien dalam kcadaan berbaring telentang, kemudian angkat kedua paha
dan tarik ke arah perut
b)Tungkai bawah membentuk sudut 90 derajat terhadap paha
c)Letakkan bagian lutut/kaki pada tempat tidur khusus untuk posisi lithotomic
d)Pasang selimut
d. Posisi Trendelenburg : Posisi pasiom berbaring di tempat tidur dengan
bagian kepala lebih rendah daripada bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk
mdancarkan perdaran darah ke otak.
Cara:
a) Pasien dalam keadaan berbaring telentang, letakan bantal di antara kepala
dan ujung tempati tidur pasien, dan berikan bantal dibawah lipatan lutut.
b) Berikan balok penopang pada bagian kaki tempat tidur atau atur tempat
tidur khusus dcngan meninggikan bagian kaki pasien.
e. Posisi Dorsal Recumbent : Pada posisi ini pasien berbaring tele;ntang dengan
kedua lutut ficksi (ditarik atau direnggangkan) di atas tempat tidur. Posisi ini
dilakukan untuk merawat dan memeriksa genitalia scrta proses persalinan.
Cara:
a)Pasien dalam keadaan berbaring telentang, pakaian bawah di buka
b)Tekuk lutut, renggangkan paha, telapak kaki menghadap ke tempat tidur
dan renggangkan kedua kaki.
c)Pasang selimut
f. Posisi Genu Pectoral : Pada posisi ini pasien menungging dengan kcdua kaki
ditekuk dan dada menempel pada bagian alas tempat tidur. Posisi ini dilakukan
untuk mcmc;riksa daerah rektum dan sigmoid.
Cara:
a)Anjurkan pasien untuk posisi menungging dengan kedua kaki ditekuk dan
dada mencmpel pada kasur tempat tidur.
b)Pasang selimut pada pasien.

Pasien yang mobilitas sendinya perbatas karna penyakit, diabilitas,


atau trauma memerlukan latihan sendi untuk mengurangi bahaya imobilitas.
Latihan berikut dilakukan untuk memelihara dan mempertahankan kekuatan
otot serta memelihara mobilitas persendian.

1. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Tangan


Cara :
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
b) Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan siku menekuk
dengan lengan.
c) Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang lain memegang
pegelangan tangan pasien.
d) Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin.
e) Catat perubahan yang terjadi.
2. Fleksi dan Ekstensi Siku
Cara :
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
b) Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dengan telapak
mengarah ke tubuhnya.
c) Letakan tangan diatas siku pasien dan pegang tangannya dengan tangan
lainnya.
d) Tekuk siku pasien sehingga tangannya mendekat bahu.
e) Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya.
f) Catat perubahan yang terjadi.
3. Pronasi dan Supinasi Lengan bawah.
Cara :
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
b) Atur posisi lengan bawah menjauhi tubuh pasien dengan siku menekuk.
c) Letakan satu tangan perawat pada pergelangan pasien dan pegang tangan
pasien dengan tangan yang lain.
d) Putar lengan bawah pasien sehingga telapaknya menjauhinya.
e) Kembalikan ke posisi semula.
f) Putar lengan bawh pasien sehingga telapak tangannya menghadap ke
arahnya.
g) Kembalikan ke posisi semula.
h) Catat perubahan yang terjadi.
4. Pronasi Fleksi Bahu
Cara :
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
b) Atur posisi tangan pasien di sisi tubuhnya.
c) Letakan satu tangan perawat diatas siku pasien dan pegang tangan pasien
dengan tangan lainnya.
d) Angkat lengan pasien pada posisi semula.
e) Catat perubahan yang terjadi.
5. Abduksi dan Adduksi
Cara :
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
b) Atur posisi lengan pasien di samping badannya.
c) Letakan satu tangan perawat diatas siku pasien dan pegang tangan pasien
dengan tangan lainnya.
d) Gerakan lengan pasien menjauh dari tubuhnya kearah perawat.
e) Kembalikan keposisi semula.
f) Catat perubahan yang tejadi.
6. Rotasi Bahu
Cara :
a) Jelaskan prosedur yang dilakukan.
b) Atur posisi lengan pasien menjauhi tubuh dengan siku menekuk.
c) Letakan satu tangan perawat di lengan atas pasien dekat siku dan pegang
tangan pasien dengan tangan yang lainnya.
d) Gerakan lengan bawah ke bawah sampai menyentuh tempat tidur, telapak
tangan menghadap ke bawah
e) Kembalikan lengan ke posisi semula.
f) Gerakan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh tempat tidur, telapak
tangan menyentuh ke atas.
g) Kembalikan lengan ke posisi semula.
h) Catat perubahan yang terjadi
7. Fleksi dan ekstensi jari- jari
Cara:
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b) Pegang jari- jari pasien dengan satu tangan sementara tangan lain
memegang kaki.
c) Bengkokkan (tekuk) jari- jari kebawah.
d) Luruskan jari- jari kemudian dorong kebelakang.
e) Kembalikan ke posisi semula
f) Catat perubahan yang terjadi
8. Infers dan efersi kaki
Cara:
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
b) Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan satu jari dan pegang
pergelangan kaki dengan tangan satunya.
c) Putar kaki kedalam sehingga telapak kaki menghadap ke kaki lainnya.
d) Kembalikkan ke posisi semula.
e) Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjauhi kaki yang lain.
f) Kembalikan ke posisi semula.
g) Catat perubahan yang terjadi.
9. Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki
Cara:
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
b) Letakkan 1 tangan perawat pada telapak kaki pasien dan 1 tangan yang lain
diatas pergelangan kaki. Jaga kaki lurus dan rileks.
c) Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari- jari kaki kearah dada pasien.
d) Kembalikan ke posisi semula.
e) Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien.
f) Catat perubahan yang terjadi
10.Fleksi dan ekstensi lutut
Cara:
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
b) Letakkan 1 tangan dibawah lutut pasien dan pegang tumit pasien dengan
tangan yang lainnya.
c) Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha.
d) Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada sejauh mungkin.
e) Kebawahkan kaki dan luruskan lutut dengan mengangkat kaki keatas.
f) Kembali ke posisi semula.
g) Catat perubahan yang terjadi.
11.Rotasi pangkal paha
Cara:
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
b) Letakkan 1 tangan perawat pada pergelangan kaki dan 1 tangan yang lain
diatas lutut.
c) Putar kaki menjauhi perawat.
d) Putar kaki kea rah perawat.
e) Kembalikan ke posisi semula.
f) Catat perubahan yang terjadi.
12.Abduksi dan aduksi pangkal paha
Cara:
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
b) Letakkan 1 tangan perawat dibawah lutut pasien dan 1 tangan pada tumit.
c) Jaga posisi kaki pasien lurus, angkat kaki kurang lebih 8cm dari tempat
tidur, gerakan kaki menjauhi badan pasien.
d) Gerakan kaki mendekati badan pasien.
e) Kembalikan ke posisi semula.
f) Catat perubahan yang terjadi.
g) Evaluasi Keperawatan

G. Konsep Map Asuhan Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai