Anda di halaman 1dari 13

Perkembangan Pemikiran dalam Akhlak Islam

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah: Akhlak Tasawuf

Dosen: Nurdin, S.Fil. I., M. Fil.I

Oleh:
ANDI TENRI AKKO

KELAS III A

JURUSAN AHWALUS SYAKHSIYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

INSTITUT AGAMA ISLAM AS’ADIYAH SENGKANG

2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas ke hadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya
sehingga kita bisa menjalankan aktifvitas dalam sehari-hari sebagaimana mestinya.
Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi agung kita, yaitu
Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjuk Allah SWT untuk kita
semua,yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling benar yakni Syariah agama
Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi seluruh alam
semesta.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan saya telah berusaha
semaksimal mungkin dalam menyusun tugas makalah ini. Oleh sebab itu, saya
sangat mengharapkan kritik, saran dan nasehat yang baik demi perbaikan tugas
makalah ini kedepannya. Demikianlah yang dapat saya sampaikan, semoga makalah ni
dapat berguna dan bemanfaat untuk kita semua,aamiinn.

Sengkang, 1 November 2021

Andi Tenri Akko

2
DAFTAR ISI

SAMPUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..........................................................................................................4


B. Rumusan Masalah......................................................................................................4
C. Tujuan Masalah..........................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

A. Fase Yunani...............................................................................................................5
B. Fase Arab Pra Islam...................................................................................................8
C. Fase Islam..................................................................................................................8
D. Fase Abad Pertengahan..............................................................................................10
E. Fase Modern...............................................................................................................10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................................................12
B. Saran..........................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKAN

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kata “akhlak” berasal dari bahasa arab yang secara bahasa bermakna “pembuatan”
atau “penciptaan” dalam konteks agama, akhlak bermakna perangai, budi, tabi’at,
adab, atau tingkah laku. Menurut Imam Ghozali, akhlak adalah sifat yang tertanam
dalam jiwa manusia yang melahirkan perbuatan perbuatan dengan mudah tanpa
memerlukan pemikiran maupun pertimbangan.
Melacak sejarah perkembangan akhlak (etika) dalam pendekatan bahasa sebenarnya
sudah dikenal manusia di muka bumi ini. Yaitu, yang dikenal dengan istilah adat
istiadat yang sangat dihormati oleh setiap individu, keluarga dan masyarakat.
Selama lebih kurang seribu tahun ahli-ahli fikir Yunani dianggap telah pernah
membangun “kerajaan filsafat“, dengan lahirnya berbagai ahli dan timbulnya berbagai
macam aliran filsafat. Para penyelidik akhlak mengemukakan, bahwa ahli-ahli
semata-semata berdasarkan fikiran dan teori-teori pengetahuan, bukan berdasarkan
agama. Selain itu juga masih terdapat ahli-ahli fikir lain di zaman sebelum islam,
pertengahan, dan di zaman modern.
Dari filsuf – filsuf Yunani terjadilah persoalan antara baik dan buruk. Yang mana
persoalan ini menjadi permbicaraan utama dalam kajian ilmu akhlak dan ilmu
estetika. Di antara pembicaraan baik dan buruk penting karena terdapat dua alasan, ini
juga berkaitan dengan ilmu akhlak, dan dapat mengetahui pandangan islam tentang
persoalan akibat munculnya berbagai aliran.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah perkembangan Pemikiran akhlak Islam pada Fase Yunani?
2. Bagaimana sejarah akhlak Islam pada Fase Arab sebelum Islam?
3. Bagaimana sejarah akhlak Islam pada Fase Islam?
4. Bagaimana akhlak Islam pada fase abad pertengahan?
5. Bagaimana akhlak Islam pada Fase Modern?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui bahwa sejarah dan perkembangan Pemikiran dalam akhlak
Islam pada Fase Yunani
2. Untuk mengetahui sejarah akhlak Islam pada Fase Arab Pra islam.
3. Untuk mengetahui sejarah akhlak Islam pada Fase islam.
4. Untuk mengetahui perkembangan akhlak Islam pada fase Abad Pertengahan.
5. Untuk mengetahui perkembangan kondisi Pemikiran akhlak Islam pada Fase
Modern

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Fase Yunani
Pertumbuhan Pemikiran akhlak pada bangsa Yunani baru terjadi setelah munculnya
orang-orang yang bijaksana (500-450 SM). Sedangkan sebelum itu di kalangan
bangsa Yunani tidak dijumpai pembicaraan mengenai akhlak, Islam karena pada masa
itu perhatian mereka tercurah pada penyelidikannya mengenai alam.

Dasar yang digunakan para pemikir Yunani dalam membangun ilmu akhlak adalah
pemikiran filsafat tentang manusia. Ini menunjukkan bahwa ilmu akhlak yang mereka
bangun lebih bersifat filosofis. Pandangan dan pemikiran filsafat yang dikemukakan
para filosof Yunani berbeda-beda. Tetapi substansi dan tujuannya sama, yaitu
menyiapkan angkatan muda bangsa Yunani, agar menjadi nasionalis yang baik,
merdeka, dan mengetahui kewajiban mereka terhadap tanah airnya.

Pandangan dan pemikiran yang dikemukakan para filosof Yunani secara


redaksional berbeda-beda, tetapi substansi dan tujuannya sama yaitu menyiapkan
angkatan muda Yunani agar menjadi nasionalis yang baik lagi merdeka dan
mengetahui kewajiban mereka terhadap tanah airnya.

Para tokoh filosofi Yunani yang mengemukakan tentang akhlak diantaranya adalah :

1. Socrates (469-399 SM)

Socrates didaulat sebagai perintis ilmu akhlak Yunani yang pertama. Alasannya, ia
adalah tokoh pertama yang bersungguh-sungguh mengaitkan manusia dengan prinsip
ilmu pengetahuan. Ia berpendapat bahwa akhlak dalam kaitannya dengan hubungan
antar manusia harus didasarkan pada ilmu pengetahuan. Ia mengatakan bahwa
“keutamaan itu terdapat pada ilmu”. Oleh karena itu, tidak heran jika kemudian
bermunculan berbagai pendapat tentang tujuan akhlak walaupun sama-sama
didasarkan pada Socrates

2. Cynics dan Cyrenics

Golongan terpenting yang lahir setelah Socrates adalah Cynics dan Cyrenics.
Keduanya dari pengikut Socrates. Golongan Cynics di bangun oleh Antistenes (414 -
370 SM). Menurut golongan ini bahwa ketuhanan itu bersih dari segala kebutuhan,
dan sebaik-baik manusia adalah orang yang berperangai dengan akhlak ke Tuhanan.
Di antara pemimpin paham golongan Cynics yang terkenal adalah Diagenes yang
meninggal pada tahun 323 SM. Adapun golongan “Cyrenics” di bangun oleh
Aristippus yang lahir di Cyrena (kota Barka di utara Afrika).

5
Kedua golongan tersebut, sama-sama bicara tentang perbuatan yang baik,
utama dan mulia. Golongan pertama, Cynics bersikap memusat pada Tuhan (teo-
sentris) dengan cara manusia berupaya mengindentifikasi sifat Tuhan dan
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. sedangkan golongan kedua,
Cyrenics bersikap memusat pada manusia (antro-pocentris) dengan cara manusia
mengoptimalkan perjuangan dirinya dan memenuhi kelezatan hidupnya.

3. Plato (427-347 SM)

Ia adalah seorang ahli filsafat Athena dan murid dari Socrates. Pandangannya
dalam bidang akhlak berdasarkan pada teori model. Teori model ini digunakan Plato
untuk menjelaskan masalah akhlak. Di antara model ini adalah model untuk kebaikan
yaitu arti mutlak, azali, kekal dan amat sempurna. Dalam pandangan akhlaknya, Plato
tampak memadukan antara unsure yang datang dari diri manusia sendiri dan unsure
yang datang dari luar. Unsur dari diri manusia berupa akal pikiran dan potensi
rohaniah, sedangkan unsure dari luar berupa pancaran nilai-nilai luhur dari yang
bersifat mutlak.

Dia berpendapat bahwa pokok-pokok keutamaan ada empat antara lain:

a) Hikmah/kebijaksanaan,

b) Keberanian,

c) Keperwiraan

d) Keadilan.

4. Aristoteles (394-322 SM)


Dia murid Plato yang membangun suatu paham yang khas, yang mana
pengikutnya diberi nama dengan “Peripatetics” karena mereka memberikan pelajaran
sambil berjalan, atau karena ia mengajar di tempat berjalan yang teduh. Dia
menyelidiki dalam akhlak dan mengarangnya. Dan ia berpendapat bahwa tujuan
terakhir yang dikehendaki manusia mengenai segala perbuatannya ialah “bahagia”.
Akan tetapi pengertiannya tentang bahagia lebih luas dan lebih tinggi dari pengikut
paham utilitarianism dalam zaman baru ini. Dan menurut pendapatnya jalan mencapai
kebahagiaan ialah mempergunakan kekuatan akal pikiran sebaik-baiknya.

Selain itu Aristoteles ialah pencipta teori serba tengah tiap-tiap


keutamaan adalah tengah-tengah diantara kedua keburukan, seperti dermawan adalah
tengah-tengah antara boros dan kikir, keberanian adalah tengah-tengah antara
membabi buta dan takut.

6
5. Stoics dan Epicurics
Setelah aristoteles datang “Stoics” dan “Epicuric” mereka berbeda
penyelidikanya dalam akhlak “stoics” berpendirian sebagai paham “Cynics”, dan
telah kami beri pejelasan secukupnya. Akan tetapi perlu kami katakan disini, bahwa
paham “stoics” ini diikuti oleh banyak ahli filsafat di yunani dan romawi, rome ialah
seneca (6 SM - 65 M), Epicetetus (60 – 110 M) dan kaisar marcus orleus (121 – 180
M).

Stoisisme mengatakan bahwa tujuan hidup manusia adalah menjalani segala


sesuatu yang bisa dijalani secara rasional. Kenikmatan dan kesengsaraan datang dan
pergi, dan kita tidak perlu melekat pada salah satunya. Segala ide tentang
kesengsaraan dan kebahagiaan berasal dari pikiran manusia belaka. Pikiran, the mind
adalah kunci dari Stoisisme. Kedamaian batin atau peace of mind akan kita alami
kalau kita mau berpikir rasional. Filsafat Epikurus bertujuan menjamin kebahagiaan
manusia. Filsafatnya dititikberatkan pada etika yang akan memberikan ketenangan
batin.

6. Agama Nasrani
Pada akhir abad ketiga Masehi, tersiarlah agama Nasrani di Eropa. Agama itu
telah berhasil mempengaruhi pemikiran manusia dan membawa pokok-pokok ajaran
akhlak yang tercantum dalam kitab Taurat dan Injil. Agama itu memberi pelajaran
kepada manusia bahwa Tuhan merupakan sumber segala akhlak. Tuhan yang
memberi dan menentukan segala bentuk patokan-patokan akhlak yang harus
dipelihara dan dilaksanakan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Tuhanlah yang
menjelaskan arti baik dan buruk. Baik dalam arti sebenarnya adalah kerelaan Tuhan
dan melaksanakan perintah-perintah-Nya.

Ajaran akhlak pada agama Nasrani ini bersifat Teo-centri(memusat pada Tuhan) dan
sufistik(bercorak batin). Ajaran akhlak agama Nasrani yang dibawa oleh para pendeta
sejalan dengan ajaran Yunani dari aliran Stoics dalam persoalan baik dan buruk,
sehingga kedudukan para pendeta sama dengan kedudukan para ahli filsafat di
Yunani. Menurut ahli filsafat Yunani pendorong untuk melakukan perbuatan baik
ialah pengetahuan dan kebijaksanaan, sedangkan menurut agama Nasrani pendorong
berbuat kebaikan adalah cinta dan iman kepada Tuhan berdasarkan petunjuk kitab
Taurat.

7
B. Fase Arab Pra Islam
Kehidupan baik dan kemuliaan cukup. Namun mereka juga pemarah yang luar
biasa, perampok, perampas, saat mereka merasa diancam. Kehalusan perangai bangsa
Arab dapat dilihat dari syair-syair mereka, Pada zaman jahiliah bangsa Arab memiliki
perangai halus dan rela dalam saat contohnya syair Zuhair ibn Abi Salam yang
mengatakan : “Siapa yang menempati janji tidak akan tercela, dan siapa yang
membawa hatinya menuju kebaikan yang menentramkan, tidak akan ragu-
ragu”.Adapun Amir ibnu Dharb Al-‘Adwaniy “pikiran itu tidur dan nafsu bergejolak.
Sesungguhnya penyesalan itu akibat kebodohan”.

Aktsam ibn Shaify juga mengatakan “ jujur adalah pangkal keselamatan; dusta adalah
kerusakan; kejahatan adalah kekerasan; ketelitian adalah sarana menghadapi
kesulitan; kelemahan adalah penyebab kehinaan. Penyakit pikiran adalah nafsu, dan
sebaik-baik perkara adalah sabar”. Amr ibn al-Ahtam pernah mengatakan kepada
budaknya “Sesungguhnya kikir itu merupakan perangai yang akurat lelaki pencuri;
bermurahlah dalam cinta karena sesungguhnya kedudukan suci dan tinggi adalah oang
yang belas kasih. Orang yang mulia akan takut mencelamu, dan bagi kebenaran
memiliki jalan sendiri bagi orang-orang yang baik”.

Dapat dipahami bahwa bangsa Arab sebelum islam telah memiliki pemikiran yang
minimal dalam bidang akhlak, dan belum sebanding dengan kata-kata hikmah dari
filosof-filosof Yunani kuno. Memang pada saat itu dari kalangan bangsa Arab belum
diketahui adanya para ahli filsafat dan aliran-alirannya. Hanya ada orang-orang arif
bijaksana dan ahli-ahli syair yang menganjurkan untuk berbuat kebaikan dan
melarang berbuat keburukan. Setelah agama islam datang, munculah keyakinan
bahwa Allah adalah sumber dari sagala sesuatu yang ada di dunia ini. Semua yang ada
dilangit dan di bumi adalah ciptaan sang Khalikul Alam.

Bangsa Arab pada masa Jahiliyah tidak menonjol dalam segi filsafat sebagai mana
bangsa Yunani (zeno, Plato dan Aristotels). Hal ini karena penyelidikan terhadap ilmu
terjadi hanya pada bangsa yang sudah maju pengetahuannya. Sekalipun demikian,
bangsa Arab pada waktu itu mempunyai ahli-ahli hikmah dan syair-syair yang hikmah
dan syairnya mengandung nilai-nilai akhlak, seperti Lukman Al-Hakim, Aktsam bin
Shaifi, Zuhair bin Abi Sulma, dan Hatim Ath-Tha’i.

C. Fase Islam

islam, tidak diragukan lagi bahwa Nabi Muhammad saw. Adalah guru terbesar dalam
bidang akhlak. Bahkan, diutus di muka bumi ini adalah untuk menyempurmakan
akhlak. Akan tetapi, tokoh yang pertama kali menggagas atau menulis ilmu akhlak
dalam islam, masih diperbincangkan. Berikut ini akan dikemukakan beberapa teori.

8
Pertama, tokoh yang pertama kali menggagas ilmu akhlak adalah Ali bin Abi Thalib
ini berdasarkan sebuah risalah yang ditulisnya untuk putranya, Al-Hasan setelah
kepulangannya dari perang shiffin di dalam risalah tersebut terdapat banyak pelajar
tentang akhlak dan berbagai keutamaan. Kandungan risalah ini tercermin pula dalam
kitab Nahj Al-Balagah yang banyak dikutip oleh ulama sunni, seperti Abu Ahmad bin
Abdillah Al-‘Asykari dalam kitabnya Az-Zawajir wa Al-Mawa’izh.

Kedua, tokoh islam yang pertama kali menulis ilmu akhlak adalah Ismail bin Mahran
Abu An-Nasr As-Saukuni, ulama abad kedua H. Ia menulis kitab Al-Mu’min wa Al-
Fajr, kitab akhlak yang pertama kali dikenal dalam islam. Selain itu dikenal tokoh-
tokoh akhlak walaupun mereka tidak menulis kitab tentangnya, seperti Abu Dzar Al-
Gifhari, Amr bin Yasir , Nauval Al_Bakali, dan Muhammad bin Abu Bakar.

Ketiga, pada abad ketiga H, Ja’far bin Ahmad Al-Qumi Menulis kitab Al-Mani’at min
Dukhul Al-Jannah. Tokoh lainnya yang secara khusus berbicara dalam bidang akhlak
adalah:

1. Ar-Razi (250-313H) walaupun masih ada filusuf lain, seperti Al-Kindi dan
Ibnu Sina. Ar-Razi telah menulis karya dalam bidang akhlak berjudul Ath-
Thibb Ar-Ruhani (kesehatan ruhani). Buku ini menjelaskan kesehatan ruhani
dan penjagaannya. Kitab ini merupsksn filsafat akhlak terpenting yang
bertujuan memperbaiki moral-moral manusia.

2. Pada abad ke empat H, Ali bin ahmad Al-Kufi menulis kitab Al- Adab
dan Makarim Al-akhlak. Pada abad ini dikenal pula tokoh Abu Nasar Al-
Farabi yang melakukan penyelidikan tentang akhlak. Demikian juga ikhwan
Ash-Shafa dalam Rasa’ilnya, dan Ibnu Sina (370-428H).

3 Pada abad ke lima H, Ibnu Maskawaih (w. 421 H) menulis kitab Tahdzib
Al-Akhlak wa Tath-hir Al-A’araq dan Adab Al-‘Arab wa Al-Furs. Kitab ini
merupakan uraian suatu aliran akhlak yang sebagai materinya berasal dsari
konsep-konsep akhlak dari Plato dan Aristoteles yang diramu dengan ajaran
dan hukum islam serta diperkaya dengan pengalaman hidup penulis dan situasi
zamannya.

4. Pada abad ke enam H, Warram bin Abi Al-Fawaris menulis kitab Tanbih
Al-Khatir wa Nuzhah An-Nazhir.

5. Pada abad ke tujuh H, Syekh Khawajah Natsir Ath-Thusi menulis kitab Al-
Akhlak An-Nashiriyyah wa Awshaf Asy-Asyraf wa Adab Al-Muta’alimin.

Pada abad-abad sesudahnya dikenal bebera kitab, seperti Irsyad Ad-Dailami Ashabih
Al-Qulub karya Syairazi, Makarim Al-Akhlak karya Hasan bin Amin Ad-Din Al-
Adab, Ad-Dhiniyah karya amin Ad-Din Ath-Thabarsi, dan Bihar Al-Anwar.

9
D. Fase Abad Pertengahan
Kehidupan masyarakat Eropa di abad pertengahan dikuasai oleh gereja. Pada
waktu itu gereja berusaha memerangi filsafat Yunani serta menentang penyiaran ilmu
dan kebudayaan kuno. Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan “hakikat” telah diterima
dari wahyu. Apa yang telah diperintahkan oleh wahyu tentu benar adanya. Oleh
kerana itu tidak ada artinya lagi penggunaan akal dan pikiran untuk kegiatan
penelitian. Mempergunakan filsafat boleh saja asalkan tidak bertentangan dengan
doktrin uang dikeluarkan oleh gereja, atau memiliki perasaan dan menguatkan
pendapat gereja. Diluar ketentuan seperti itu penggunaan filsafat tidak diperkenankan.

Corak ajaran akhlak yang sifatnya perpaduan antara pemikiran filsafat Yunani dan
ajaran agama itu, nantinya akan dapat pula dijumpai dalam ajaran akhlak yang
terdapat dalam Islam sebagaimana terlihat pada pemikiran aklhlak yang dikemukakan
kaum Muktazilah.

Ilmu filsafat,termasuk didalamnya ilmu akhlak, waktu itu di Eropa pada abad-abad
pertengahan, sangat tertekan, sebab gereja memusuhi filsafat Yunani dan Romawi dan
menentang penyebaran ilmu dan kenegaraan. Gereja percaya bahwa hakikat
kebenaran itu wahyu yang tidak mungkin salah lagi. Wahyu hanya membolehkan
orang berfilsafat dalam batas-batas tertenttu, sekadar memperkuat kepercayaan-
kepercayaan keagamaan.

Di Eropa terjadi konfrontasi antara filsafat dan gereja. Gereja pada waktu itu
memerangi filsafat Yunani dan Romawi, dan menentang penyiaran ilmu dan
kebudayaan kuno. Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan hakikat telah diterima dari
wahyu. Namun diantara golongan gereja ada juga yang menerima percikan filsafat
selama tidak bertentangan dengan ajaran gereja.

Inilah yang menciptakan suasana dimana filsafat akhlak yang lahir pada masa itu
merupakan perpaduan antara ajaran Yunani dengan ajaran Nasrani. Pemuka-
pemukanya yang termasyhur adalah Abelard (1079-1142) dan Thomas Aquinas
(1226-1274).

Kemudian datang Shakespeare dan Hetzenner yang menyatakan adanya perasaan


naluri pada manusia dapat digunakan untuk membedakan baik dan buruk.

E. Fase Modern
Periode modern dimulai dari tahun 1800 sampai fase kita sekarang, merupakan zaman
kebangkitan umat islam. Ditandai dengan jatuhnya Mesir ke tangan Barat
menginsyafkan dunia islam akan kelemahannya dan menyadarkan umat islam bahwa
di Barat telah timbul peradaban baru yang lebih tinggi.

Sejak Abad Pertengahan, zaman John Stuart Mill (1806-1873) dipindahkannya paham
Epicurus ke paham Utilitarisme. Pahamnya terbesar di Eropa dan mempunyai

10
pengaruh besar disana. Utilitarisme adalah paham yang memandang bahwa ukuran
baik buruknya sesuatu ditentukan oleh kegunaannya.

Herbert Spencer (1820-1903) mengemukaan paham pertumbuhan secara bertahap


(evolusi) dalam akhlak manusia. Descartes (1596-1650) seorang ahli pikir Perancis
yang menjadi pembangun mazhab rasionalisme. Segala persangkaan yang berasal dari
adat kebiasaan harus ditolak.

Dari bahasan diatas dapat dipahami bahwa pada era modern itu bermunculan berbagai
mazhab etika antara lain sebagai berikut:

1. Ada yang tetap mempertahankan corak paham lama

2. Ada yang secara radikal melakukan revolusi pemikiran

3. Tidak sedikit yang masih tetap konsisten mempertahankan etika teologis, yaitu
ajaran akhlak yang berdasarkan ketuhanan (agama)

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sejarah Perkembangan Akhlak Pada Zaman Yunani Socrates dipandang sebagai
perintis Ilmu Akhlak. Dia berpendapat akhlak dan bentuk perhubungan itu, tidak
menjadi benar kecuali bila didasarkan ilmu pengetahuan. Lalu datang Plato (427-347
SM). Ia seorang ahli Filsafat Athena, yang merupakan murid dari Socrates. Buah
pemikirannya dalam Etika berdasarkan ‘teori contoh’. Dia berpendapat alam lain
adalah alam rohani. Kemudian disusul Aristoteles (394-322 SM), dia adalah muridnya
plato. Pengukutnya disebut Peripatetis karena ia memberi pelajaran sambil berjalan
atau di tempat berjalan yang teduh.

Pada saat islam masuk lahirlah seorang guru besar dalam bidang akhlak yaitu Nabi
Muhammad saw. Bahkan diutusnya beliau ke muka bumi tiada lain untuk
menyempurnakan akhlak, namun yang pertama kali menggagas atau menulisnya
masih terus diperbincangkan.

Seiring berjalannya waktu bangsa Eropa pun bangkit dan mulai merngkaji ilmu
tentang akhlak dengan mengkritik sebagian ajaran klasik dan menyelidiki ajaran
akhlak tersebut.

Begitu banyak pendapat-pendapat tentang ajaran akhlak namun masih terdapat dan di
temui kekurangan-kekurangan yang menjadikannya kurang sempurna dan ditemui
celah, hanya satu yang kebenarannya mutlak dan absolut yaitu akhlak yang di ajarkan
oleh Nabi Muhammad saw. Dengan panduannya yaitu Al-Qur’anul Karim yang
diwahyukan oleh Allah swt. Kepadanya

B. Saran
Di zaman yang serba modern ini, kita di hadapkan pada perkembangan teknologi
yang begitu canggih yang dapat memberi pengaruh baik maupun buruk pada akhlak
kita, oleh karena itu kita sebagai generasi muda penerus bangsa harus pandai-pandai
memilah-milah mana hal yang baik dan yang buruk untuk diri kita.

12
DAFTAR PUSTAKA

http://calonsarjanabangsa.blogspot.com/2021/03/makalah-akhlak-tasawuf-
perkembangan.html?m=1

13

Anda mungkin juga menyukai