Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN POST PARTUM

DI RSUD BAYU ASIH PURWAKARTA


TAHUN 2021

OLEH

ANAH JUHARIYAH
NIM : 121080055

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


UNIVERSITAS MEDIKA SUHERMAN
TAHUN AJARAN 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN POST PARTUM

A. Definisi
Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut
masa nifas (puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang
diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6
minggu. Post partum adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai
organ-organ reproduksi sampai kembali ke keadaan normal sebelum
hamil (Bobak. 2018).
Post atau masa purpenium adalah masa setelah partus selesai
dan berakhir setelah kira-kira 6-8 minggu (Manjoer, A dkk, 2017).
Akan tetapi seluruh alat genetal baruh pulih kembali seperti
sebelumnya ada kehamilan dalam waktu 3 bulan (Manuaba, Ida Bagus
Gede. 2017).
Post adalah priode sekitar 6 minggu sesudah melahirkan anak,
ketika alat-alat reproduksi tengah kembali ke kondisi normal
(Mitayani. 2017).
Post partum adalah proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu
sendiri, tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang
umumnya berlangsung kurang dari 24 jam (Saifuddin,2016).
Post partum adalah masa pulih kembali dari persalinan sampai
alat-alat kandung kembali seperti sebelum hamil, lama massa nifas
yaitu 6-8 minggu (Rustam,2016).
Jadi dapat disimpulkan bahwa post partum adalah masa setelah
kelahiran bayi pervagina dan berakhir setelah alat-alat kandungan
kembali seperti semula tanpa adanya komplikasi.
B. Klasifikasi
Masa nifas dibagi dalam 3 periode yaitu (Winkjosastro, Hanifa, 2015):
a. Post partum dini yaitu keputihan dimana ibu telah
diperbolehkan berdiri, berjalan-jalan. Dalam agama Isalam
dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
b. Post partum intermedial yaitu keputihan menyeluruh alat-alat
genetalia yang lamanya 6-8 minggu.

Post partum terlambat yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinaan mempunyai
komplikasi untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan.

C. Anatomi dan Fisiologi


Sistem reproduksi wanita terdiri dari organ interna, yang
terletak didalam rongga pelvis dan ditopang oleh lantai pelvis, dan
genetalia eksterna, yang terletak di perineum. Struktur reproduksi
interna dan eksterna berkembang menjadi matur akibat rangsang
hormon estrogen dan progesteron (Bobak, 2018).

1. Stuktur eksterna
a. Vulva
Vulva adalah nama yang diberikan untuk struktur genetalia
externa. Kata ini berarti penutup atau pembungkus yang
berbentuk lonjong, berukuran panjang, mulai klitoris, kanan kiri
dibatasi bibir kecil sampai ke belakang dibatasi perineum.
b. Mons pubis
Mons pubis atau mons veneris adalah jaringan lemak
subkutan berbentuk bulat yang lunak dan padat serta merupakan
jaringan ikat jarang di atas simfisis pubis. Mons pubis
mengandung banyak kelenjar sebasea dan ditumbuhi rambut
berwarna hitam, kasar, dan ikal pada masa pubertas, mons
berperan dalam sensualitas dan melindungi simfisis pubis selama
koitus.
c. Labia mayora
Labia mayora adalah dua lipatan kulit panjang
melengkung yang menutupi lemak dan jaringan kulit yang
menyatu dengan mons pubis. Keduanya memanjang dari mons
pubis ke arah bawah mengililingi labia minora, berakhir di
perineum pada garis tengah. Labia mayora melindungi labia
minora, meatus urinarius, dan introitus vagina. Pada wanita yang
belum pernah melahirkan anak pervaginam, kedua labia mayora
terletak berdekatan di garis tengah, menutupi stuktur-struktur di
bawahnya. Setelah melahirkan anak dan mengalami cedera pada
vagina atau pada perineum, labia sedikit terpisah dan bahkan
introitus vagina terbuka. Penurunan produksi hormon
menyebapkan atrofi labia mayora. Pada permukaan arah lateral
kulit labia tebal, biasanya memiliki pigmen lebih gelap daripada
jaringam sekitarnya dan ditutupi rambut yang kasar dan semakin
menipis ke arah luar perineum. Permukaan medial labia mayora
licin, tebal, dan tidak tumbuhi rambut. Sensitivitas labia mayora
terhadap sentuhan, nyeri, dan suhu tinggi. Hal ini diakibatkan
adanya jaringan saraf yang menyebar luas, yang juga berfungsi
selama rangsangan seksual.

d. Labia minora
Labia minora terletak di antara dua labia mayora, merupakan
lipatan kulit yang panjang, sempit, dan tidak berambut yang,
memanjang ke arah bawah dari bawah klitoris dan menyatu
dengan fourchett. Sementara bagian lateral dan anterior labia
biasanya mengandung pigmen, permukaan medial labia minora
sama dengan mukosa vagina. Pembuluh darah yang sangat banyak
membuat labia berwarna merah kemerahan dan memungkankan
labia minora membengkak, bila ada stimulus emosional atau
stimulus fisik. Kelenjar-kelenjar di labia minora juga melumasi
vulva. Suplai saraf yang sangat banyak membuat labia minora
sensitif, sehingga meningkatkan fungsi erotiknya.
e. Klitoris
Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan yang
terletak tepat di bawah arkus pubis. Dalam keadaan tidak
terangsang, bagian yang terlihat adalah sekitar 6x6 mm atau
kurang. Ujung badan klitoris dinamai glans dan lebih sensitif dari
pada badannya. Saat wanita secara seksual terangsang, glans dan
badan klitoris membesar. Kelenjar sebasea klitoris menyekresi
smegma, suatu substansi lemak seperti keju yang memiliki aroma
khas dan berfungsi sebagai feromon. Istilah klitoris berasal dari
kata dalam bahasa yunani, yang berarti ‘’kunci’’ karena klitoris
dianggap sebagai kunci seksualitas wanita. Jumlah pembuluh
darah dan persarafan yang banyak membuat klitoris sangat sensitif
terhadap suhu, sentuhan dan sensasi tekanan.

f. Vestibulum
Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu
atau lojong, terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette.
Vestibulum terdiri dari muara uretra, kelenjar parauretra, vagina
dan kelenjar paravagina. Permukaan vestibulum yang tipis dan
agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia. Kelenjar
vestibulum mayora adalah gabungan dua kelenjar di dasar labia
mayora, masing-masing satu pada setiap sisi orifisium vagina.
g. Fourchette
Fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipih dan
tipis, dan terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayora dan
minora di garis tengah di bawah orifisium vagina. Suatu cekungan
dan fosa navikularis terletak di antara fourchette dan himen.
h. Perineum
Perineum adalah daerah muskular yang ditutupi kulit antara
introitus vagina dan anus. Perineum membentuk dasar badan
perineum.
2. Struktur interna
a. Ovarium
Sebuah ovarium terletak di setiap sisi uterus, di bawah dan di
belakang tuba falopi. Dua lagamen mengikat ovarium pada
tempatnya, yakni bagian mesovarium ligamen lebar uterus, yang
memisahkan ovarium dari sisi dinding pelvis lateral kira-kira
setinggi krista iliaka anterosuperior, dan ligamentum ovari
proprium, yang mengikat ovarium ke uterus. Dua fungsi ovarium
adalah menyelenggarakan ovulasi dan memproduksi hormon. Saat
lahir, ovarium wanita normal mengandung banyak ovum
primordial. Di antara interval selama masa usia subur ovarium
juga merupakan tempat utama produksi hormon seks steroid
dalam jumlah yang dibutuhkan untuk pertumbuhan,
perkembangan, dan fungsi wanita normal.
b. Tuba fallopi
Sepasang tuba fallopi melekat pada fundus uterus. Tuba ini memanjang
ke arah lateral, mencapai ujung bebas legamen lebar dan berlekuk-
lekuk mengelilingi setiap ovarium. Panjang tuba ini kira-kira 10
cm dengan berdiameter 0,6 cm. Tuba fallopi merupakan jalan bagi
ovum. Ovum didorong di sepanjang tuba, sebagian oleh silia,
tetapi terutama oleh gerakan peristaltis lapisan otot. Esterogen dan
prostaglandin mempengaruhi gerakan peristaltis. Aktevites
peristaltis tuba fallopi dan fungsi sekresi lapisan mukosa yang
terbesar ialah pada saat ovulasi.

c. Uterus
Uterus adalah organ berdinding tebal, muskular, pipih, cekung
yang tampak mirip buah pir yang terbalik. Uterus normal memiliki
bentuk simetris, nyeri bila di tekan, licin dan teraba padat. Uterus
terdiri dari tiga bagian, fudus yang merupakan tonjolan bulat di
bagian atas dan insersituba fallopi, korpus yang merupakan bagian
utama yang mengelilingi cavum uteri, dan istmus, yakni bagian
sedikit konstriksi yang menghubungkan korpus dengan serviks
dan dikenal sebagai sekmen uterus bagian bawah pada masa
hamil. Tiga fungsi uterus adalah siklus menstruasi dengan
peremajaan endometrium, kehamilan dan persalinan.

Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan :


a. Endometrium yang mengandung banyak pembuluh darah ialah
suatu lapisan membran mukosa yang terdiri dari tiga lapisan :
lapisan permukaan padat, lapisan tengah jaringan ikat yang
berongga, dan lapisan dalam padat yang menghubungkan
indometrium dengan miometrium.
b. Miometrum yang tebal tersusun atas lapisan-lapisan serabut otot
polos yang membentang ke tiga arah. Serabut longitudinal
membentuk lapisan luar miometrium, paling benyak ditemukan
di daerah fundus, membuat lapisan ini sangat cocok untuk
mendorong bayi pada persalinan.

c. Peritonium perietalis. Suatu membran serosa, melapisi seluruh


korpus uteri, kecuali seperempat permukaan anterior bagian
bawah, di mana terdapat kandung kemih dan serviks. Tes
diagnostik dan bedah pada uterus dapat dilakukan tanpa perlu
membuka rongga abdomen karena peritonium perietalis tidak
menutupi seluruh korpus uteri.

d. Vagina

Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan
mampu meregang secara luas. Mukosa vagina berespon dengan
cepat terhadap stimulai esterogen dan progesteron. sel-sel
mukosa tanggal terutama selama siklus menstruasi dan selama
masa hamil. Sel-sel yang di ambil dari mukosa vagina dapat
digunakan untuk mengukur kadar hormon seks steroid. Cairan
vagina berasal dari traktus genetalis atas atau bawah. Cairan
sedikit asam. Interaksi antara laktobasilus vagina dan glikogen
mempertahankan keasaman. Apabila pH nik diatas lima, insiden
infeksi vagina meningkat. Cairan yang terus mengalir dari vagina
mempertahankan kebersihan relatif vagina.

D. Etiologi
Penyebab timbulnya persalinan sampai sekarang belum diketahui
secara pasti atau jelas terdapat beberapa teori antara lain (Arif,
Mansjoer. 2017) :
1. Penurunan kadar progesterone
Progesteron menimbulkan relaksasi otot-otot rahim, sebaliknya
estrogen meninggikan ketentraman otot rahim.
2. Penurunan kadar progesterone
Pada akhir kehamilan kadar oxytocinbertambah, oleh karena itu
timbul kontraksi otot rahim.
3. Keregangan otot-otot
Dengan majunya kehamilan makin regang otot-otot dan otot-otot
rahim makin rentan.
4. Pengaruh janin
Hypofisis dan kelenjar suprarenal janin rupa-rupanya juga
memegang peranan oleh karena itu pada enencephalus kehamilan
sering lebih lama dan biasa.
5.Teori prostaglandin

Teori prostaglandin yang dihasilkan dan decidua, disangka menjadi


salah satu sebab permulaan persalinan. Adapun faktor-faktor
yangmempengaruhi perdarahan post partum terdiri dari faktor
predisposisi, faktor langsung dan faktor pendukung (Mitayani. 2017.).

Faktor predisposisi antara lain:


a. Umur
b. Persalinan terlalu cepat (partus precipitatus)
c. Paritas
d. Status gizi
e. Kelainan darah
f. Kelahiran bayi besar
g. Kelahiran yang dibantu dengan alat (forcep, vacum)

h. Distensi uterus yang berlebihan karena hidramnion dan


gemeli(uterus terlalu tegang dan besar)
i. Induksi persalinan dan punya riwayat perdarahan post partum.
j. Anemia

Faktor langsung antara lain:


a. Atonia uteri
b. Trauma / laserasi
c. Retensio
d. Retensio plasenta
e. Inversio uteri

Faktor pendukung antara lain:


a. Sarana dan prasarana
b. Transportasi
c. Tenaga kesehatan

E. Patofisiologi
Dalam masa post partum atau masa nifas, alat-alat genetalia interna
maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti
keadaan sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat genetal ini dalam
keseluruhannya disebut “involusi”. Disamping involusi terjadi
perubahan-perubahan penting lain yakni memokonsentrasi dan
timbulnya laktasi yang terakhir ini karena pengaruh lactogenik
hormon dari kelenjar hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar mamae
(Mufdillah, Hidayat. 2018).

Otot-otot uterus berkontraksi segera post psrtum, pembuluh-


pembuluh darah yang ada antara nyaman otot-otot uretus akan terjepit.
Proses ini akan menghentikan pendarahan setelah plasenta
lahir.Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks ialah segera
post partum bentuk serviks agak menganga seperticorong, bentuk ini
disebabkan oleh korpus uteri terbentuk semacam cincin. Peruabahan-
perubahan yang terdapat pada endometrium ialah timbulnya
trombosis, degenerasi dan nekrosis ditempat implantasi plasenta pada
hari pertama endometrium yang kira-kira setebal 2-5 mm itu
mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan
selaput janin regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua
basalis yang memakai waktu 2 sampai 3 minggu.

Ligamen-ligamen dan diafragma palvis serta fasia yang


merenggang sewaktu kehamilan dan pertu setelah janin lahir
berangsur-angsur kembali seperti sedia kala (Mufdillah, Hidayat.
2018).

F. Manifestasi Klinis
Sebelum terjadi persalinan sebenarnya beberapa minggu sebelumnya
wanita memasuki “bulannya atau minggunya atau harinya” yang
disebut kala pendahuluan (preparatory stage of labor) ini memberikan
tanda-tanda sebagai berikut (Mufdillah, Hidayat. 2018):
1. Lightening atau setting atau droping yaitu kepala turun memasuki
pintu atas panggul terutama pada primigravida pada multipara tidak
begitu kentara.
2. Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun.
3. Perasaan sering atau susah kencing (potakisurla) karena kandung
kemih tertekan oleh bagian terbawa janin.
4. Perasaan sakit perut dan dipinggang oleh adanya kontraksi lemah
dari uterus, kadang disebut “false labor pains”.

Serviks menjadi lembek, mulai melebar dan sekresinya


bertambah dan bisa bercampur darah (bloody shoe).
G. Komplikasi Post Partum
Komplikasi post partum adalah (Prawirohardjo, Sarwono. 2016)
1. Klien post partum komplikasi perdarahan
Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari
500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir. Perdarahan
Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
- Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir
- Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah
bayi lahir

- Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan


dengan komplikasi perdarahan post partum :
a. Menghentikan perdarahan.
b. Mencegah timbulnya syok.
c. Mengganti darah yang hilang.

Penyebab umum perdarahan postpartum adalah (Prawirohardjo, 2017):


1) Atonia Uteri
2) Retensi Plasenta
3) Sisa Plasenta dan selaput ketuban
- Pelekatan yang abnormal (plasaenta akreta dan perkreta)
- Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia)
4) Trauma jalan lahir
- Episiotomi yang lebar
- Lacerasi perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim
- Rupture uteri
5) Penyakit darah
Kelainan pembekuan darah misalnyaafibrinogenemia

Atau hipofibrinog enemia. Infeksi pascapartum (sepsis puerperal


atau demam setelah melahirkan) ialah infeksi klinis pada saluran
genital yang terjadi dalam 28 hari setelah abortus atau persalinan.
Infeksi ini terjadi setelah persalinan, kuman masuk dalam tubuh pada
saat berlangsungnya proses persalinan. Diantaranya, saat ketuban
pecah sebelum maupun saat persalinan berlangsung sehingga
menjadi jembatan masuknya kuman dalam tubuh lewat rahim. Jalan
masuk lainnya adalah dari penolong persalinan sendiri, seperti alat-
alat yang tidak steril digunakan pada saat proses persalinan
(Roestam, M. 2016).

Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi antara lain adalah :


- Streptococcus haemoliticus anaerobic :Masuknya secara eksogen
dan menyebabkan infeksi berat. Infeksi ini biasanya eksogen
(ditularkan dari penderita lain, alat-alat yang tidak suci hama,
tangan penolong, infeksi tenggorokan orang lain).
- Staphylococcus aureus : Masuknya secara eksogen, infeksinya
sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi di rumah
sakit dan dalam tenggorokan orang-orang yang nampaknya sehat.
Kuman ini biasanya menyebabkan infeksi terbatas, walaupun
kadang-kadang menjadi sebab infeksi umum.
- Escherichia Coli :Sering berasal dari kandung kemih dan rektum,
menyebabkan infeksi terbatas pada perineum, vulva, dan
endometriurn. Kuman ini merupakan sebab penting dari infeksi
traktus urinarius.
- Clostridium Welchii : Kuman ini bersifat anaerob, jarang
ditemukan akan tetapi sangat berbahaya. Infeksi ini lebih sering
terjadi pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong oleh
dukun dari luar rumah sakit.

2. Klien post partum komplikasi penyakit blues


Post-partum blues (PPB) atau sering juga disebut maternity
blues atau baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan
afek ringan yang sering tampak dalam minggu pertama setelah
persalinan atau pada saat fase taking in, cenderung akan memburuk
pada hari ketiga sampai kelima dan berlangsung dalam rentang
waktu 14 hari atau dua minggu pasca persalinan. Baby blues adalah
keadaan di mana seorang ibu mengalami perasaan tidak nyaman
(kesedihan atau kemurungan)/gangguan suasana hati setelah
persalinan, yang berkaitan dengan hubungannya dengan si bayi, atau
pun dengan dirinya sendiri (Saifuddin, Abdul Bari. 2016).

Etiologi atau penyebab pasti terjadinya postpartum blues


sampai saat ini belum diketahui. Namun, banyak faktor yang diduga
berperan terhadap terjadinya postpartum blues, antara lain
(Mufdillah, Hidayat. 2018)
1. Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar
estrogen, progesteron, prolaktin dan estradiol. Penurunan
kadar estrogen setelah melahirkan sangat berpengaruh pada
gangguan emosional pascapartum karena estrogen memiliki
efek supresi aktifitas enzim monoamine oksidase yaitu suatu
enzim otak yang bekerja menginaktifasi noradrenalin dan
serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan kejadian
depresi.
2. Faktor demografi yaitu umur dan paritas.
3. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.
4. Latar belakang psikososial ibu, seperti; tingkat pendidikan,
status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat
gangguan kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi serta
keadekuatan dukungan sosial dari lingkungannya (suami,
keluarga dan teman).
5. Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya.

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan post partum menurut Manuaba, Ida Bagus Gede. 2017 :
1.Pemerikasaan umum: tensi,nadi,keluhan dan sebagainya
2. Keadaan umum: TTV, selera makan dll
3. Payudara: air susu, putting
4. Dinding perut, perineum, kandung kemih, rectum
5. Sekres yang keluar atau lochea
6. Keadaan alat kandungan

Pemeriksaan penunjang post partum menurut Mitayani. 2017.


1.Hemoglobin, hematokrit, leukosit, ureum
2.Ultra sosografi untuk melihat sisa plasenta.

I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan postpartum yaitu (Mufdillah, Hidayat. 2018)
1. Penatalaksanaan Medis
a. Observasi ketat 2 jam post partum (adanya komplikasi
perdarahan)
b. 6-8 jam pasca persalinan : istirahat dan tidur tenang, usahakan
miring kanan kiri
c. Hari ke- 1-2 : memberikan KIE kebersihan diri, cara menyusui
yang benar dan perawatan payudara, perubahan-perubahan
yang terjadi pada masa nifas, pemberian informasi tentang
senam nifas.
d. Hari ke-2 : mulai latihan duduk
e. Hari ke-3 : diperkenankan latihan berdiri dan berjalan
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Mobilisasi
Karena lelah sehabis bersalin, ibu harus istirahat, tidur
terlentang selama 8 jam pasca persalian. Kemudian boleh
miring- miring ke kanan dan kiri untuk mencegah terjadinya
trombosis dan tromboembloli. Pada hari ke 2 diperbolehkan
duduk, hari ke 3 jalan- jalan dan hari ke 4 sampai sudah
diperbolehkan pulang.
b. Diet
Makanan harus bermutu, bergizi dan cukup kalori,
sebaiknya makan-makanan yang mengandung protein,
banyak cairan, sayur- sayuran dan buah-buahan
c. Miksi
Hendaknya kencing akan dilakukan sendiri akan
secepatnya. Bila kandung kemih panuh dan sulit tenang,
sebaiknya dilakukan katerisasi. Dengan melakukan
mobilisasi secepatnya tak jarang kesulitan miksi dapat diatasi
3. Klien post partum komplikasi infeksi

Infeksi adalah berhubungan dengan berkembang - biaknya


mikroorganisme dalam tubuh manusia yang disertai dengan reaksi tubuh
terhadapnya (Prawirohardjo, Sarwono. 2017).

a. Defekasi
Buang air besar harus dilakukan 3 sampai 4 hari pasca
persalinan. Bila terjadi opstipasi dan timbul koprostase
hingga skibala tertimbun di rectum, mungkin terjadi febris.
Lakukan klisma atau berikan laksan per oral atatupun per
rektal. Dengan melakukan mobilisasi sedini mungkin tidak
jarang kesulitan defekasi dapat diatasi
b. Perawatan payudara
1) Dimulai sejak wanita hamil supaya puting susu lemas,
tidak keras dan kering sebagai persiapan untuk menyusui
bayi.
2) Jika puting rata sejak hamil ibu dapat menarik-narik
puting susu. Ibu harus tetap menyusui agar puting selalu
sering tertarik.
3) Puting lecet
Puting lecet dapat disebabkan cara menyusui
atau perawatan payudara tidak benar dan infeksi
monilia. Penatalaksanaan dengan tekhnik menyusui
yang benar, puting harus kering saat menyusui, puting
diberi lanolin. Monilia diterapi dengan menyusui pada
payudara yang tidak lecet. Bila lecetnya luas
menyusuinya ditunda 24 jam sampai 48 jam air susu
ibu dikeluarkan dengan atau pompa.
4) Payudara bengkak
Payudara bengkak disebabkan pengeluaran air
susu yang tidak lancar karena bayi tidak cukup sering
menyusui atau terlalu cepat disapih. Penatalaksanaan
dengan menyusui lebih sering dan kompres hangat.
Susu dikeluarkan dengan pompa dan pemberian
analgesic.

5) Mastitis

Payudara tampak edema, kemerahan dan nyeri yang biasanya


terjadi beberapa minggu setelah melahirkan. Penatalaksanaan
dengan kompres hangat atau dingin, pemberian antibiotik dan
analgesic, menyusui tidak dihentikan.

1) Abses payudara
Pada payudara dengan abses air susu ibu dipompa, abses
dinsisi, diberikan antibiotik dan analgesic.
2) Bayi yang tidak suka menyusu
Keadaan ini dapat disebabkan pancaran air susu
ibu yang terlalu kuat sehingga mulut bayi terlalu
penuh, bingung puting pada bayi yang menyusui
diselang seling dengan susu botol, puting rata yang
terlalu kecil dan bayi mengantuk. Pancaran air susu ibu
yang terlalu kuat diatasi dengan menyusui lebih sering,
memijat payudara sebelum menyusui, serta menyusui
dengan terlengtang dengan bayi ditaruh diatas
payudara.
Pada bayi dengan bingung puting, hindari
dengan emakaian dot btol dan gunakan sendok atau
pipet untuk memberikan pengganti air susu ibu. Pada
bayi mengantuk yang sudah waktunya diberikan air
susu ibu, usahakan agar bayi terbangun
d. Laktasi
Disamping air susu ibu merupakan makanan utama
bayi yang tidak ada bandingannya, menyusui bayi baik untuk
menjelmakan rasa kasih sayang antara ibu dan anak. Setelah
partus pengaruh menekan dari estrogen dan progesteron
terhadap hipofisis hilang. Timbul pengaruh lactogen hormon
prolaktin kembali dan pengaruh oksitosin mengakibatkan
miop telium kelenjar susu berkontraksi sehingga terjadi
pengeluaran air susu. Umumnya produksi air susu ibu
berlansung betul pada hari kedua dan ketiga pasca persalinan.
Pada hari pertama air susu mengandung kolostrum yang
merupakan cairan kuning lebih kental daripada susu,
mengandung banyak protein dan globulin.

e. Perasaan mulas
Sesudah partus akibat kontraksi uterus kadang sangat
mengganggu selama 2 – 3 hari pasca persalinan dan biasanya
lebih sering pada multipara dibanding primipara. Perasaan
mulas lebih terasa saat menyusui, dapat pula timbul bula
masih ada sisah selaput ketuban, sisa plasenta atau giumpalan
darah dalam cavum uteri.
Pasien dapat diberikan analgesic atau sedative
f. Latihan senam
Dapat diberikan mulai hari kedua misalnya: ibu
terlentang lalu kedua kaki ditekuk, kedua tangan ditaruh
diatas dan menekan perut. Lakukan pernafasan dada lalu
pernafasan perut. Dengan posisi yang sama angkat bokong
lalu tarung kembali. Kedua kaki diluruskan dan disilangkan,
lalu kencangkan otot seperti menahan miksi dan defekasi.
Duduklah pada kursi perlahan bungkukkan badan sambil
tangan berusaha menyentuh tumit. Dianjurkan untuk
mengambil cuti hamil
 Pemeriksaan pasca persalinan (Mufdillah, Hidayat. 2018):
a. Pemeriksaan umum : tekanan darah, nadi, keluahan dll
b. Keadaan umum : suhu, selera makan dll
c. Payudara : air susu ibu, puting susu
d. Dinding perut : perinium, kandung kemih, rektum
e. Sekret yang keluar misalnya loche, flour albus
f. Nasehat untuk ibu post natal
1. Sebaiknya bayi disusui
2. Bawakan bayi untuk imunisasi
3. Lakukanlah keluarga berencana

J. Fisiotrapi post natal sangat baik bila diberikan Adaptasi


Psikososial Pada Postpartum
Adaptasi psikososial post partum adalah Saifuddin, Abdul
Bari. 2016

Fase-fase transisi :
 Fase antisipasi kehamilan
Fase antisipasi menjadi orang tua, membuat keputusan dan
harapan membagi pekerjaaan dalam keluarga.
 Fase bulan madu (periode post partum)
Kontak lebih lama dan rutin, menggali keadaan anggota
keluarga yang baru
Menurut Rubin, fase adaptasi ibu :
1. Taking In
 Dependent, kelelahan
 Pasif
 Focus pada diri sendiri
 Perlu tidur dan makan
taking in ini timbul pada jam pertama kelahiran sampai 1-2
hari
2. Taking Hold
 Dependent
 Independence
 Focus melibatkan bayi
 Melakukan perawatan diri sendiri
 Waktu yang baik untuk penyuluhan
 Dapat menerima tanggung jawab
3. Letting Go
 Independent pada pecan yang baru
 Letting go terganti pada hari-hari terakhir pada minggu
pertama persalinan.

K. Asuhan Keperawatan
Pengkajian asuhan keperawatan pada postpartum yaitu (Arif, 2017.):
- Biodata Klien
Biodata klien berisi tentang: Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan,
Suku, Agama, Alamat, No. Medical Record, Nama Suami, Umur,
Pendidikan, Pekerjaan , Suku, Agama, Alamat, Tanggal
Pengkajian.
- Alasan masuk
Alasan yang membuat pasien datang dan ingin berobat, pada
mastitis ibu ingin memreriksakan payudaranya
- Keluhan Utama
Untuk mengetahui apa yang dirasakan pasien tersebut bisa
memperberat keadaan klien atau tidak
- Riwayat kesehatan sekarang dan lalu
- Riwayat Kesehatan Keluarga
- Riwayat perkawinan
Status perkawinan yang kurang jelas akan berkaitan dengan
psikologisnya sehingga akan mempengaruhi proses nifas
- Riwayat KB
Untuk mengetahui jenis KB yang pernah digunakan, dan lamanya
berapa tahun
- Riwayat menstruasi
Untuk mengetahui tanggal haid normal terakhir, uraian haid
normal terakhir, dan pengalaman haid sebelumnya
- Riwayat kehamilan
Berapa kali ibu hamil, apa pernah abortus, jumlah anak, cara
persalinan yang lalu, penolong persalinan keadaan nifas lalu
- Riwayat persalinan Ada kelainan atau tidak
- Riwayat nifas
Apakah pernah terdapat kelainan atau pada payudara berupa kaku
payudara atau puting susu lecet atau kemerahan, bila iya terjadi pada hari
keberapa.

- Pola Nutrisi dan cairan


Kaji tentang nafsu makan, jenisnya, ada pantangan atau tidak,
bagi ibu nifas minum 3 liter/hari, 2 liter didapat dari air minum,
dan 1 liter didapat dari kuah sayur dan buah
- Pola Eliminasi
BAB harus ada dalam 3 hari post partum
- Pola Istirahat
Istirahat yang cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan
- Personal hygiene
Untuk mencegah adanya infeksi
- Pola psikologis
Untuk mengetahui respon ibu terhadap bayinya
- Penggunaan obat-obatan/ rokok
Apakah ibu pernah mengkonsumsi rokok dan obat-obatan seama
hamil
- Pemeriksaan Fisik
 TTV
 Kepala
 Wajah
Keadaan wajah pucat atau tidak, ada oedema/tidak dan
eksema grividarum
 Mata
 Konjunctiva pucat/tidak, sklera kuning/tidak
 Hidung
 Telinga
 Payudara
Nyeri teka memerah atau tidak,
 Abdomen
Ada bekas luka /tidak, terdapat strie atau linia nigra atu tidak
 Vulva
Untuk mengetahui apakah ada luka perineum dan lochea
sesuai dengan hari nifas
 Anus
 Ekstremitas
Ada oedema atau tidak
 Lochea
Warna dan baunya
- Pemeriksaan Laboratorium
 Darah : Hemoglobin dan Hematokrit 12-24 jam post partum
(jika Hb
< 10 g% dibutuhkan suplemen FE), eritrosit, leukosit,
Trombosit.
 Klien dengan Dower Kateter diperlukan culture urine.

L. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan postpartum (Judith M. Wilkinson. 2017) :
1. Nyeri berhubungan dengan episiotomi, trauma jalan lahir, after
pain, ketidanyamanan payudara.
2. Menyusui tak efektif berhubungan dengan isapan bayi kurang,
tingkat pengetahuan pengalaman.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma
jaringan dan atau kerusakaan kulit, penurunan HB, prosedur
invasive dan atau peningkatan pemajanan lingkungan .
4. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan efek-efek
hormonal (perpindahan cairan/peningkatan aliran plasma ginjal),
trauma mekanis, edema jaringan, efek-efek anastesia.
5. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
penurunan masukan/pergantian tidak adekuat, kehilangan cairan
berlebihan (diaforesia, hemoragi, peningkatan haluaran urin,
muntah.)
6. Resiko tinggi kelebihan volume cairan berhubungan dengan
perpindahan cairan setelah kelahiran plasenta, ketidakadekuatan
pergantian cairan, efek-efek infuse oksitosin.
7. Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot, efek-efek
progesterone, dehidrasi, kelebihan analgetik atau anstesia, diare
prapersalinan, kurang masukan, nyeri perineal.

Resiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan


dengan kurang dukungan dari orang terdekat, kurang pengetahuan,
stressor.

8. Resiko tinggi terhadap koping individual tak efektif berhubungan


dengan krisis maturasional dari kehamilan/mengasuh anak dan
melakukan peran ibu dan menjadi orang tua, kecemasan personal,
ketidakadekuatan system pendukung, persepsi tidak realistis.
9. Gangguan pola tidur berhubungan dengan repsons hormonal dan
psikologis, nyeri/ketidaknyamanan, proses persalinan dan
kelahiran melahirkan.
10. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi
berhubungan dengan kurang mengingat, kesalahan interpretasi,
tidak mengenal sumber-sumber (informasi).

M. Intervensi Keperawatan
Intervensi Keperawatan (Judith M. Wilkinson. 2017) :
1. Nyeri berhubungan dengan episiotomi, trauma jalan lahir, after
pain, ketidanyamanan payudara.
Tujuan :
Nyeri hilang/berkurang
Intervensi :
a. Kaji adanya lokasi dan sifat nyeri
R/ mengidentifikasi kebutuhan khusus dan intervensi yang
tepat.
b. Inspeksi perbaikan perineum dan episiotomi, perhatikan
edema, ekimosis, nyeri tekan local, eksudat purulent.
R/ dapat menunjukkan trauma berlebihan pada jaringan
perineal dan atau terjadinya komunikasi yang memerlukan
evaluasi/intervensi lanjut.
c. Anjurkan duduk dengan otot gluteal terkontraksi diatas
perbaikan episiotomi.

d. R/ penggunaan pengencangan gluteal saat duduk menurunkan stress


dan tekanan langsung pada perineum. Kaji nyeri tekan uterus,
tentukan adanya dan frekuensi/intensitas afterpaint.
R/ selama 12 jam pertama post partum kontraksi uterus kuat
dan regular, dan ini berlanjut selama 2 – 3 hari selanjutnya,
meskipun frekuensi dan intensitasnya berkurang.
e. Anjurkan klien berbaring tengkurap dengan kontak dibawah
abdomen dan melakukan aktivitas persalinan.
R/ meningkatkan kenyamanan, meningkatkan rasa control dan
kembali memfokuskan perhatian.
f. Inspeksi payudara dan jaringan putting, kaji adanya
pembesaran dan atau putting pecah-pecah.
R/ pada 24 jam post partum, payudara harus lunak dan tidak
penuh, dan puting harus bebas dari pecah-pecah atau area
kemerahan, pembesaran payudara, nyeri tekan putting atau
adanya pecah-pecah pada putting dapat terjadi hari ke-2
sampai ke-3 postpartum.
g. Anjurkan menggunakan penyokong
R/ mengangkat payudara ke dalam dan kedepan
mengakibatkan posisi lebih nyaman.
h. Berikan analgetik 30 – 60 menit sebelum menyusui
R/ memberikan kenyamanan, khususnya selama laktasi, bila
afterpaint paling hebat karena pelepasan oksitosin, bila klien
bebas dari ketidaknyamanan ia dapat memfokuskan pada
perawatannya sendiri dan bayinya dan pada pelaksanaan

tugas –tugas mengenai ibu.


2. Menyusui tak efektif berhubungan dengan isapan bayi kurang,
tingkat pengetahuan pengalaman.
Tujuan :
Menyusui menjadi efektif

Intervensi :

a. Kaji pengetahuan dan pengalamam klien tentang menyusui


sebelumnya

R/ membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan saat ini dan


mengembangkan rencana perawatan.

Berikan informasi, verbal dan tertulis, mengenal fisiologi dan


keuntungan menyusui, perawatan putting dan payudara,
kebutuhan diet khusus, dan factor-faktor yang memudahkan
atau mengganggu keberhasilan menyusui.
R/ membantu menjamin kandungan susu adekuat, mencegah
putting pecah dan luka, memberikan kenyamanan dan
membuat peran ibu menyusui.
b. Demonstrasikan dan tinjau ulang teknik-teknik menyusui
R/ posisi yang tepat biasanya mencegah luka putting tanpa
memperhatikan lamanya menyusui.
c. Kaji putting klien ; anjurkan klien melihat putting setiap habis
menyusui
R/ identifikasi dan intervensi dini dapat mencegah / membatasi
terjadinya luka atau pecah putting, yang dapat merusak proses
menyusui
d. Anjurkan klien untuk mengeringkan putting dengan udara
selama 20-30 menit, instruksikan klien menghindari
penggunaan sabun atau penggunaan bantalan bra berlapis elastic
dan mengganti pembalut bila bosan atau lembab.
R/ pemajanan pada udara atau panas membantu
mengencangkan putting, sedangkan sabun dapat menyebabkan
kering.
e. Anjurkan penggunaan kompres es sebelum menyusui dan
taruhan putting dengan memutar diantara ibu jari dan jari
tengah dan menggunakan teknik hoffman.

3. R/ latihan dan kompres es membantu membuat putting lebih ereksi,


teknik hoffman melepaskan perlengketan yang menyebabkan inverse
putting. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma
jaringan dan atau kerusakaan kulit, penurunan HB, prosedur
invasive dan atau peningkatan pemajanan lingkungan .
Tujuan :
Infeksi tidak terjadi

Intervensi :
a. Pantau suhu dan nadi dengan rutin ; catat tanda-tanda
menggigil, anoreksia atau malaise.
R/ peningkatan suhu sampai 38,3C dalam 24 jam pertama
menandakan infeksi.
b. Kaji lokasi dan kontraktilitas uterus ; perhatikan perubahan
involusional atau adanya nyeri tekan uterus eksterm.
R/ fundus yang pada awalnya 2 cm dibawah umbilicus
meningkat 1 -2 cm/hari. Kegagalan miometrium untuk involusi
pada kecepatan ini, atau terjadinya nyeri tekan eksterm,
menandakan kemungkinan tertahannya jaringan plasenta atau
imflamasi.
c. Catat jumlah dan bau rabas lakhial atau perubahan pada
kehilangan normal dan rubra menjadi serosa
R/ lokhea secara normal mempunyai bau amis/daging, namun
pada endometritis, rabas mungkin purulen dan bau busuk,
mungkin gagal untuk menunjukkan kemajuan normal dari
rubra menjadi serosa sampai alba.
d. Anjurkan perawatan perineal dan mandi setiap hari dan ganti
pembalut perineal sedikitnya setiap 2 jam dari depan ke
belakang.
R/ pembersihan sering dari depan ke belakang (simfisis pubis
kearah anal) membantu mencegah kontaminasi rectal
memasuki vaginan atau uretra.
e. Anjurkan dan gunakan teknik mencuci tangan cermat dan
pembuangan pembalut yang kotor.
R/ membantu mencegah atau menghalangi penyebaran infeksi.

4. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan efek-efek hormonal


(perpindahan cairan/peningkatan aliran plasma ginjal), trauma
mekanis, edema jaringan, efek-efek anastesia.
Tujuan :
Eliminasi urin menjadi normal
Intervensi :
a. Kaji masukan cairan dan haluaran urin terakhir
R/ pada periode pasca natal awal, kira-kira 4 kg cairan hilang,
melalui haluaran urin dan kehilangan tidak kasat mata
termasuk dioforesis.
b. Anjurkan berkemih dalam 5 – 8 jam post partum, alirkan air
hangat diatas perineum.
R/ kandung kemih penuh mengganggu motilitas dan involusi
uterus dan meningkatkan lokhea, distensi berlebihan kandung
kemih dalam waktu lama dapat merusak dinding kandung
kemih.
c. Anjurkan minum 6 sampai 8 gelas cairan perhari
R/ membantu mencegah static dan dehidrasi dan mengganti
cairan yang hilang waktu melahirkan.
d. Pasang kateter urin sesuai indikasi
R/ untuk mengurangi distensi kandung kemih, untuk
memungkinkan involusi uterus dan mencegah atoni kandung
kemih karena distensi belebihan.

5. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan


penurunan masukan/pergantian tidak adekuat, kehilangan cairan
berlebihan (diaforesia, hemoragi, peningkatan haluaran urin,
muntah.)
Tujuan :
Kekurangan volume cairan tidak terjadi
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda vital

R/ takikardia dapat terjadi memaksimalkan sirkulasi cairan, pada


kejadian dehidrasi atau hemoragi, peningkatan TD larema obat-
obat vasopressor oksitosin, penurunan TD merupakan tanda
lanjut dan kehilangan cairan berlebihan.
b. Perhatikan adanya rasa haus berikan cairan sesuai toleransi
R/ rasa haus mungkin diperlukan cara homeostasis dari
pergantian cairan melalui peningkatan rasa haus.
c. Evaluasi masukan cairan dan haluaran urin selama diberikan
infuse i.v atau sampai pola berkemih menjadi normal.
R/ membantu dalam analisa keseimbangan cairan dan derajat
kekurangan.
d. Pantau pengisian payudara dan suplai ASI bila
menyusui R/ klien dehidrasi tidak mampu
menghasilkan ASI adekuat
e. Berikan cairan i.v yang mengandung elektrolit
R/ membantu menciptakan volume dasar sirkulasi dan
menggantikan kehilangan korona dan kelahiran dan diaforesis

6. Resiko tinggi kelebihan volume cairan berhubungan dengan


perpindahan cairan setelah kelahiran plasenta, ketidakadekuatan
pergantian cairan, efek- efek infuse oksitosin.
Tujuan :
Kelebihan voleume cairan tidak terjadi.
Intervensi :
a. Pantau TD. Nadi, auskultasi bunyi napas, perhatikan batuk
berdahak, bising (rales) atau ronkhi, perhatikan adanya dispnea
atau stridor.
R/ kelebihan sirkulasi dimanifestasikan dengan pengingkatan
TD dan nadi dan akumulasi cairan pada paru-paru
b. Kaji adanya, lokasi dan luasnya edema
R/ bahaya eklamsia atau kejang ada selama 72 jam, tetapi
dapat terjadi secara actual selambat-lambatnya 5 hari setelah
kelahiran
c. Evaluasi keadaan neurologis klien, perhatikan hiperrefleksia,
peka rangsang atau perubahan kepribadian

d. R/ intoksikasi cerebral adalah indicator awal dari kelalahan retensi


cairan. Pasang kateter indwelling sesuai indikasi
R/ untuk memantau haluaran urin setiap hari bila
dibutuhkan oleh kondisi klien.
e. Berikan furosemid (lasix) sesuai indikasi
R/ furosemid bekerja pada ansa henle untuk meningkatkan
haluaran urin dan menghilangkan edema pulmonal

7. Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot, efek-efek


progesterone, dehidrasi, kelebihan analgetik atau anstesia, diare
prapersalinan, kurang masukan, nyeri perineal.
Tujuan :
Proses defekasi menjadi normal
Intervensi :
a. Auskultasi adanya bising usus ; perhatikan kebiasaan
pengosongan normal atau diastosis rekti.
R/ mengevaluasi fungsi usus. Adanya diastosis rekti berat
menurunkan tonus otot abdomen yang diperlukan untuk upaya
mengejan selama pengosongan.
b. Berikan informasi diet yang tepat tentang pentingnya makanan
kasar, peningkatan cairan dan upaya untuk membuat pola
pengosongan normal.
R/ makanan kasar (mis, buah-buahan dan sayuran khususnya
dengan biji dan kulit dan peningkatan cairan menghasilkan
builk dan merangsang eliminasi.
c. Anjurkan peningkatan tingkat aktivitas dan ambulasi,sesuai
toleransi.
R/ membantu meningkatkan peristaltic gastrointestinal
d. Kaji episiotomi ; perhatikan adanya laserasi dan derajat
keterlibatan cairan.

e. R/ edema berlebihan atau trauma perineal dengan laserasi


derajat ketiga dan keempat dapat menyebabkan
ketidaknyamanan dan mencegah klien dan merelaksasi
perineum selama pengosongan karena takut untuk terjadi
oedema selanjutnya. Berikan laksatif, pelunak feses, supositoria
atau enema.

R/ untuk meningkatkan kembali kebebasan defekasi normal


dan mencegah mengejan atau stress perianal selama
pengosongan.

8. Resiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan


dengan kurang dukungan dari orang terdekat, kurang pengetahuan,
stressor.
Tujuan :
Intervensi :
a. Kaji kekuatan, kelemahan, usia, status perkawinan,
ketersediaan sumber pendukung dan latar belakang budaya.
R/ mengidentifikasi factor-faktor resiko potensial dan sumber-
sumber pendukung yang mempengaruhi kemampuan
klien/pasangan untuk menerima tantangan peran menjadi orang
tua.
b. Perhatikan respons klien/pasangan terhadap keahlian dan peran
menjadi orang tua.
R/ kemampuan klien untuk beradaptasi secara positif untuk
menjadi orang tua mungkin dipengaruhi oleh reaksi ayah yang
kuat.
c. Kaji ketrampilan komunikasi interpersonal pasangan dan
hubungan mereka satu sama lain.
R/ hubungan yang kuat diartikan dengan komunikasi yang
jujur dan ketrampilan mendengan dan interpersonal yang baik
membantu mengembangkan pertumbuhan.
d. Berikan ‘rawat bersama’/ruang fisik dan privasi untuk kontak
diantara ibu, ayah dan bayi.
R/ memudahkan kedekatan, membantu mengembangkan
proses pengenalan.
e. Anjurkan pasangan/sibung untuk mengunjungi dan
menggendong bayi dan konstipasi pada aktivitas perawatan
bayi secara rutin

R/ membantu meningkatkan ikatan dan mencegah perasaan putus


asa. Menentukan realitas keadaan bayi

9. Resiko tinggi terhadap koping individual tak efektif berhubungan


dengan krisis maturasional dari kehamilan/mengasuh anak dan
melakukan peran ibu dan menjadi orang tua, kecemasan personal,
ketidakadekuatan system pendukung, persepsi tidak realistis.
Tujuan :
Koping individual tak efektif tak terjadi
Intervensi :
a. Kaji terhadap gejala depresi yang fana (perasaan sedih post
partum) pada hari ke-2 sampai ke-3 mis; ansietas, menangis,
kesedihan, konsentrasi yang buruk.
R/ ibu-ibu mengalami depresi sementara atau perasaan emosi
kecewa serelah melahirkan mungkin berhubungan dengan
factor-faktor genetic, sosial atau lingkungan atau respons
endokrin fisiologis
b. Berikan dukungan emosional dan bimbingan antisipasi
untuk membantu klien mempelajari peran baru dan strategis
untuk koping terhadap bayi baru lahir.
R/ ketrampilan menjadi ibu/orang tua bukan secara insting
tetapi harus dipelajari. Penanganan tidur terganggu dan
pemenuhan kebutuhan bayi selama 24 jam mungkin sulit dan
strategi koping harus dikembangkan

c. Anjurkan pengungkapan rasa bersalah, kegagalan pribadi,


atau keragu-raguan tentang kemampuan menjadi orang tua,
khususnya bila keluarga beresiko tinggi terhadap masalah-
masalah menjadi orang tua

R/ membantu pasangan kekuatan dan area masalah secara


realistis dan mengenali kebutuhan terhadap bantuan
profesional yang tepat.

10. Gangguan pola tidur berhubungan dengan repsons hormonal


dan psikologis, nyeri/ketidaknyamanan, proses persalinan dan
kelahiran melahirkan.
Tujuan :
Gangguan pola tidur
teratasi Intervensi :
a. Kaji tingkat keleahan dan kebutuhan untuk istirahat, catat
lama persalinan dan jenis kelahiran.
R/ persalinan atau kelahitran yang lama dan askit khususnya
bila ini terjadi malam meningkatkan tingkat kelelahan
b. Kaji factor-faktor,bila ada yang mempengaruhi istirahat,
minimalkan gangguan dan beri istirahat serta periode tidur
yang eksatra, berikan lingkungan yang tenang.
R/ membantu meninfkatkan istirahat tidur dan relaksasi dan
menurunkan rangsang
c. Berikan informasi tentang efek-efek kelelahan dan ansietas
pada suplai ASI..
R/ kelelahan dapat mempengaruhi penilaian psikologis, suplai
ASI dan penurunan refleks secara psikologis
d. Berikan informasi tentang kebutuhan untuk tidur/istirahat
setelah kembali ke rumah.
R/ rencana yang kreatif yang membolehkan untuk tidur dengan
bayi lebih awal serta tidur siang membantu untuk memenuhi
kebutuhan tubuh serta mengatasi kelelahan yang berlebihan
e. Berikan obat-obatan (analgetik)

R/ mungkin diperlukan untuk meningkatkan relaksasi dan tidur


sesuai kebutuhan Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri
dan perawatan bayi berhubungan dengan kurang mengingat,
kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber-sumber
(informasi).
Tujuan :
Klien dapat mengungkapkan pemahaman
self care Intervensi :
f. Kaji persepsi klien tentang persalinan dan kelahiran, lama
persalinan dan tingkat kelelahan klien.
R/ makin lama persalinan,makin negative persepsi klien
tentang kinerja persalinan dan semakin lama hal tersebut
membuat lien memikul tanggung jawab terhadap perawatan
dan mensintesa informasi baru serta peran-peran baru.
g. Berikan informasi tentang peran program latihan post partum
progresif R/ latihan membantu tonus otot, meningkatkan
srkulasi, menghasilkan tubuh yang seimbang dan
meningkatkan perasaan sejahtera secara umum
h. Berikan informasi tentang perawatan diri, termasuk perawatan
perineal dan hygiene.
R/ membantu mencegah infeksi, mempercepat pemulihan dan
penyembuhan dan berperan pada adaptasi yang positif dari
perubahan fisik dan emosional
i. Berikan informasi tentang ketersediaan metode termasuk
keuntungan dan kerugian
R/ pasangan mungkin memerlukan kejelasan mengenal
ketersediaan metoda kontrasepsi dan kenyataan bahwa
kehamilan dapat terjadi.
j. Diskusikan perubahan fisik dan psikologis yang normal dan
kebutuhan- kebutuhan yang berkenaan dengan periode
kecepatan
R/ status emosional klien mungkin kadang-kadang labil pada saat ini dan
sering dipengaruhi oleh kesejahteraan fisik. Antisipasi perubahan ini
dapat menurunkan stress.

DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer. 2017. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi 3. Media


Aesculapius.
Jakarta.
Bobak. 2018. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC.

Judith M. Wilkinson. 2017. Diagnosis Keperawatan. Edisi 10.

Jakarta : EGC Manuaba, Ida Bagus Gede. 2017. Pengantar Kuliah

Obstetri. Jakarta: EGC. Mitayani. 2017. Perawatan Maternitas. Edisi

2. Jakarta : EGC

Mufdillah, Hidayat. 2018. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta :


EGC

Prawirohardjo, Sarwono. 2016. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal. Jakarta : Bina Pustaka FKUI

Prawirohardjo, Sarwono. 2017. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Roestam, M. 2016. Obstetri Ginekologi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Saifuddin, Abdul Bari. 2016. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan


Maternal Dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Winkjosastro, Hanifa, 2015, Ilmu Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina


Pustaka

Anda mungkin juga menyukai