Anda di halaman 1dari 31

I.

2 Maksud dan Tujuan


I.2.1 Maksud Percobaan
Memahami penentuan besarnya potensi dan zona hambat pada
antibiotik ampicillin dan ciprofloxacin.

I.2.2 Tujuan Percobaan


Mengetahui penentuan besarnya potensi dan zona hambat pada
antibiotik ampicillin dan ciprofloxacin.

I.3 Manfaat Percobaan


Manfaat percobaan ini yaitu dapat memahami dan mengetahui penentuan
besarnya potensi dan zona hambat pada antibiotik ampicillin dan
ciprofloxacin.

I.4 Prinsip Percobaan


Prinsip percobaan pada praktikum ini yaitu dilakukan uji dengan hambat
pada antibiotik dengan menggunakan antibiotik ampicillin dan ciprofloxacin
dengan menggunakan konsentrasi 0,5 ml, 1,5 ml, dan 3 ml yang kemudian
akan ditambahkan ke medium NA yang berisi 1 ml suspensi bakteri dan
dimasukkan kertas reservoir kemudian dilakukan penginkubasian selama 24
III.2 Cara Kerja
III.2.1 Pembuatan Media Dengan Nutrient Agar (NA)
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang Nutrient agar (NA)
3. Dimasukkan kedalam erlenmeyer
4. Ditambahkan aquadest (H2O)
5. Digojok hingga homogen
6. Dimasukkan kedalam autoklaf dengan suhu 121oC
7. Dikeluarkan dari autoklaf
8. Didokumentasikan

III.2.2 Pembuatan Media Sampel


1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dipanaskan NA yang telah memadat hingga mencair
3. Dituang kedalam 3 cawan petri dengan sama rata
4. Dibiarkan memadat dengan meletakkan kedalam lemari
pendingin. Dilakukan secara aseptis pada setiap perlakuan

III.2.3 Penetapan Potensi Antibiotik


1. Disiapkan alat dan bahan
2. Digerus antibiotic 500 mg
3. Ditimbang antibiotic 100 mg
4. Dimasukkan kedalam gelas kimia 100 ml
5. Ditambahkan NaCl Fisiologis 50 ml
6. Diaduk dan dikocok hingga homogenya
7. Disiapkan 3 gelas kimia yang diberi label 0,5 ml, 1,5 ml, dan 3 ml.
8. Dimasukan larutan NaCl Fisiologis 50 ml pada masing-masing gelas
kimia
9. Dimasukkan larutan stok pada gelas kimia yang berlabel 0,5 ml
sebanyak 20 tetes, pada gelas kimia yang berlabel 1,5 ml
sebanyak 15 tetes, dan pada gelas kimia yang berlabel 3 ml
sebanyak 3 ml dengan menggunakan dispo.
10. Diaduk hingga homogen.
11. Diambil cawan petri yang telah berisi medium NA Padat yang
telah disemprotkan suspense bakteri.
12. Diambil kertas reservoir dengan menggunakan pinset dan
dicelupkan kedalam larutan antibiotic dengan masing-masing
dosis dan dilakukan secara aseptis.
13. Dimasukan kertas reservoir yang telah dicelupkan tersebut
kedalam cawan petri yang telah berisi medium NA.
14. Dilakukan cara yanag sama kesemua sampel
15. Didiamkan selama 15 menit, lalu diinkubasi secara terbalik
selama 1 x 24 jam.
16. Diamati dan diukur diameter dan zona beningnya.
III.3 Skema Kerja
III.3.1 Pembuatan Suspensi Bakteri

Alat dan bahan


-Ditambah 9 ml NaCl

Tabung Reaksi

-Diambil bakteri 1 ose


-Dihomogenkan

Vortex

III.3.2 Pembiakan Bakteri

Alat dan bahan


-Ditambahkan suspense dalam medium
Na
-Dihomogenkan, tunggu hingga
memadat

Cawan Petri

III.3.3 Pembuatan Media


Alat dan bahan

-Ditimbang 2 g Na

-Ditambahkan 100 ml aquades

Erlenmayer
-Disterilkan

Autoklaf
III.3.4 Pengerjaan Sampel
Alat dan bahan
- Digerus
- Ditimbang 100 mg antibiotik+50
ml NaCl
- Dihomogenkan

Gelas Ukur

- Diambil 0,5 ml, 1,5 ml, 3 ml

+50 ml NaCl

Gelas kimia
-
- Dicelupkan kertas reservoir
kedalam gelas kimia 0,5 ml, 1,5
ml, 3 ml
Cawan Petri

- Diinkubasi secara terbalik selama


24 jam pada suhu 37 dan diamati
zona hambatnya
Inkubator
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Pengamatan


IV.1.1 Tabel Pengamatan
Perlakuan Gambar Zona hambat
(mm)
Ampicillin 1 0,5 ml = 0
1,5 ml = 6,37
mm
3 ml = 6,63 mm

Ampicillin 2 0,5 ml = 0
1,5 ml = 0
3 ml = 0

Ciprofloxacin 1 0,5 ml = 16,97


mm
1,5 ml = 20,30
mm
3 ml = 22,1 mm
Ciprofloxacin 2 0,5 ml = 17,6
mm
1,5 ml = 21,4
mm
3 ml = 22,91
mm
IV.1.2 Analisis Data
1.Antibiotik Ampicillin
a. Ampicillin 1
0,5 ml =0
1,5 ml = 6,22 mm + 6,54 + 5,77 mm + 6,96 cm
= 25,49 mm
25,49 mm
= = 6,37 mm
4

3 ml = 6,64 mm + 6,37 mm + 6,58 mm + 6,94 mm


= 26,53 mm
26,53 mm
= = 6,63 mm
4

b. Ampicillin 2
-
2. Antibiotik Ciprofloxacin
a. Ciprofloxacin 1
0,5 ml = 16,49 mm + 16,89 mm + 17,30 mm + 17,21 mm
= 67,89 mm
67,89
= = 16,97 mm
4

1,5 ml = 19,97 mm + 20,65 mm + 19,88 mm + 20,72 mm


= 81,22 mm
81,22 mm
= = 20,30 mm
4

3 ml = 21,31 mm + 22,48 mm + 22,64 mm + 21,97 mm


= 88,4 mm
88,4 mm
= = 22,1 mm
4

b. Ciprofloxacin 2
0,5 ml = 17,04 mm + 17,62 mm + 17,54 mm + 18,37 mm
= 70,57 mm
70,57 mm
= = 17,6 mm
4

1,5 ml = 20,95 mm + 21,07 mm + 22,59, mm + 21,29 mm


= 85,9 mm
85,9 mm
= = 21,4 mm
4
3 ml = 21,73 mm + 24,04 mm + 23,36 mm + 22,51 mm
= 91,64 mm
91,64 mm
= = 22,91 mm
4
IV.2 Pembahasan
Antibiotik atau antibiotika merupakan golongan senyawa alami atau
sintesis yang memiliki kemampuan untuk menekan atau menghentikan
proses biokomiawi di dalam suatu organisme, khususnya proses infeksi
bakteri (Utami, P, 2012).

Tujuan dari percobaan ini adalah mengetahui penentuan besarnya potensi


dan zona hambat pada antibiotik ampicillin dan ciprofloxacin.

Prinsip percobaan pada praktikum ini yaitu dilakukan uji dengan hambat
pada antibiotik dengan menggunakan antibiotik ampicillin dan
ciprofloxacin dengan menggunakan konsentrasi 0,5 ml, 1,5 ml, dan 3 ml
yang kemudian akan ditambahkan ke medium NA yang berisi 1 ml
suspensi bakteri dan dimasukkan kertas reservoir kemudian dilakukan
penginkubasian selama 24 jam dan diamati.

Cara kerja pada pembuatan suspensi bakteri yaitu disiapkan alat dan
bahan, ditambahkan 9 ml NaCl kedalam tabung reaksi, diambil bakteri 1
ose dan dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu vortex.

Cara kerja pembiakan bakteri yaitu disiapkan alat dan bahan , ditambahkan
suspensi bakteri dalam medium Na kemudian dihomogenkan dan tunggu
hingga memadat pada cawan petri.

Cara kerja pembuatan media yaitu disiapkan alat dan bahan yang
diperluan, kemudian dtimbang Na 2 gram dan dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer lalu ditambahkan aquadest 100 ml dan disterilkan dengan
menggunakan autoklaf.

Cara kerja pengerjaan sampel yaitu penetapan potensi ampicillin dan


ciprofloxacin dilakukan dengan hal yang sama yaitu disiapkan alat dan
bahan, digerus antibiotik 500 mg, lalu ditimbang 100 mg antibiotic,
dimasukkan kedalam gelas kimia 250 ml, kemudian Ditambahkan NaCl
fisiologis 50 ml, diaduk dan dikocok hingga homogen. Disiapkan 3 gelas
kimia yang diberi label 0,5 ml, 1,5 ml, dan 3 ml kemudian dimasukan
larutan NaCl fisiologis 50 ml pada masing-masing gelas kimia, lalu
dimasukkan larutan stok pada gelas kimia yang berlabel 0,5 ml sebanyak
20 tetes, pada gelas kimia yang berlabel 1,5 ml sebanyak 15 tetes, dan
pada gelas kimia yang berlabel 3 ml sebanyak 3 ml dengan menggunakan
dispo. Diaduk hingga homogen. Diambil cawan petri yang telah berisi
medium Na padat yang telah disemprotkan suspensi bakteri. Diambil
kertas reservoir dengan menggunakan pinset dan dicelupkan kedalam
larutan antibiotik dengan masing-masing dosis dan dilakukan secara
aseptis. Setelah itu, dimasukan kertas reservoir yang telah dicelupkan
tersebut kedalam cawan petri yang telah berisi medium Na. Dilakukan cara
yanag sama kesemua sampel, lalu didiamkan selama 15 menit, lalu
diinkubasi secara terbalik selama 1 x 24 jam dan diamati dan diukur
diameter dan zona beningnya.

Alasan dipijarkan diatas api bunsen yaitu agar tetap steril. Menurut
literatur Andriani, R. (2016), pembakaran bunsen untuk mensterilkan
peralatan seperti ose dengan cara membakar ujung peralatan tersebut diatas
api bunsen sampai berpijar.

Alasan dilakukan inkubasi selama 1 x 24 jam pada 37 oC pertumbuhan


bakteri diamati untuk melihat ada tidaknya daerah hambatan disekeliling
lubang. Inkubasi 1 x 24 jam pertama untuk melihat zona jernih yang
dihasilkan dari kemampuan hambat. Menurut literatur Kabense, R. dkk.
(2019), yaitu media yang telah diinokulasikan dengan bakteri ataupun
sampel hasil pengenceran kemudian di inkubasi pada suhu 37oC selama
24-48 jam dikarenakan bakteri mampu tumbuh baik suhu pertumbuhan
optimum 37oC. Sedangkan digunakan waktu 24 jam karena keempat
bakteri tersebut memiliki pertumbuhan yang cepat.

Alasan didiamkan selama 15 menit agar senyawa dapat tertempel dengan


baik dan maksimal pada medium sehingga dapat dengan mudah dilihatnya
zona bening. Menurut literatur Rahmawati dan Isnaeni, D. (2016),
didiamkan selama 15 menit kedalam cawan petri agar media dapat
memadat.

Alasan perlakuan pada percobaan ini yaitu dilakukan penghomogenan


menggunakan vortex dengan kecepatan dan arah yang memutar
(melingkar) yaitu agar suspense/larutan yang akan digunakan dapat
tercampur dengan merata (homogen). Hal ini sesuai dengan literatur
Aisyah, A, N. dkk. (2015), menyatakan vortex adalah alat yang digunakan
untuk mencampur larutan yang ada dalam tabung reaksi. Prinsip kerja
vortex adalah dengan memberikan putaran atau guncangan pada tabung
reaksi sehingga berbagai campuran bahan yang ada di dalam tabung reaksi
tersebut menjadi tercampur secara merata.

Alasan pengambilan bakteri menggunakan jarum ose agar tidak terkontaminasi


secara langsung pada bakteri. Hal ini sesuai dengan literatur Susanti, W, I dan
Trinanda, R. (2017), menyatakan koloni bakteri diambil secara aseptik
menggunakan jarum ose.

Alasan menggunkan cawan petri yaitu sebagai tempat untuk membiakan


mikroorganisme. Hal ini sesuai dengan literatur Hafsan (2014) alat ini
dapat membantu saat penanaman mikroorganisme.

Alasan cawan petri membentuk angka 8 agar terhomogenkan suspensi


dengan baik. Hal ini sesuai dengan literatur Sulistyarsi, A. dkk. (2016),
yaitu putar cawan petri membentuk angka 8 untuk menghomogenkan
suspensi kapang dan media.

Cawan petri diinkubasi dengan posisi terbalik dengan maksud agar uap air
yang akan terbentuk selama inkubasi tidak jatuh pada permukaan medium
sehingga tidak mempengaruhi hasil pengamatan. Menurut literatur
Tandah, M, R (2016), Cawan petri diinkubasi terbalik dengan maksud uap
air yang terbentuk selama inkubasi tidak jatuh pada permukaan medium
sehingga tidak mempengaruhi hasil pengamatan.
Alasan digunakannya konsentrasi yang berbeda-beda agar dapat dilihat
hasil perbandingan penetapan potensi pada antibiotiknya. Menurut literatur
Mardiah. (2017), penggunaan konsentrasi yang berbeda-beda sebagai
perbandingan potensi suatu antibiotic.

Hasil pengamatan dari percobaan ini yaitu pada antibiotik ampicillin 1


didapatkan konsentrasi 0,5 ml sebanyak 0, konsentrasi 1,5 ml didapatkan
6,37 mm dan konsentrasi 3 ml didapatkan 6,63 mm. Pada antibiotik
ampicillin 2 didapatkan hasil dari konsentrasi 0,5 ml, 1,5 ml dan 3 ml.
Pada ciprofloxacin 1 konsentrasi 0,5 ml didapatkan 16,97 mm, konsentrasi
1,5 ml didapatkan 20,30 mm dan konsentrasi 3 ml didapatkan 22,1 mm.
Pada ciprofloxacin konsentrasi 0,5 ml didapatkan 17,6 mm, konsentrasi
1,5 ml didapatkan 21,4 mm dan konsentrasi 3 ml didapatkan 22,91 mm.

Perbandingan literatur, Menurut Sumampouw, O, J. (2018), menyatakan


bahwa umtuk ampicillin pada konsentrasi 0,001 didapatkan zona hambat
14 mm, konsentrasi 0,01 didapat 19 mm, dan konsentrasi 0,1 didapatkan
23 mm, sedangkan untuk ciprofloxacin pada konsentrasi 0,001 didapatkan
zona hambat 27 mm, konsentrasi 0,01 didapatkan 30 mm, dan konsentrasi
0,1 didapatkan 35 mm.

Hasil pengamatan dari percobaan ini yaitu pada antibiotik ampicillin 1


didapatkan konsentrasi 0,5 ml sebanyak 0, konsentrasi 1,5 ml didapatkan
6,37 mm dan konsentrasi 3 ml didapatkan 6,63 mm. Pada antibiotik
ampicillin 2 didapatkan hasil dari konsentrasi 0,5 ml, 1,5 ml dan 3 ml.
Hasil yang didapatkan menyatakan bahwa antibiotik ampicillin bakteri
dapat dihambat tetapi menunjukkan daya hambat yang sangat lemah atau
tidak terbentuk daya hambat sama sekali. Menurut literatur Suheri, F, L.
dkk (2016), kategori resisten apabila diameter zona hambat bakteri yaitu ≤
13 mm.

Berdasarkan CLSI (Clinical Laboratory Standards Institute), untuk


antibiotik ampisilin tingkat resistensi dikategorikan sensitif apabila
diameter zona hambat bakteri ≥ 17 mm, kategori intermediet apabila
diameter zona hambat bakteri 14-16 mm, dan kategori resisten apabila
diameter zona hambat bakteri yaitu ≤ 13 mm (Suheri, F, L. dkk, 2016).

Tingkat resistensi bakteri terhadap antibiotik menurut standar penilaian


diameter zona hambat antibiotik berdasarkan CLSI (Clinical Laboratory
Standards Institute) dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu sensitif,
intermediet, dan resisten. Suatu bakteri dikatakan sensitif terhadap
antibiotik apabila bakteri tersebut dapat dihambat dengan baik dan
terbentuk zona bening pada saat diuji (peka terhadap antibiotik), kategori
intermediet apabila bakteri dapat dihambat tetapi dengan daya hambat
yang lebih lemah, dan kategori resisten apabila bakteri dapat dihambat
tetapi menunjukkan daya hambat yang sangat lemah atau tidak terbentuk
daya hambat sama sekali (Suheri, F, L. dkk, 2016).

Pada ciprofloxacin 1 konsentrasi 0,5 ml didapatkan 16,97 mm, konsentrasi


1,5 ml didapatkan 20,30 mm dan konsentrasi 3 ml didapatkan 22,1 mm.
Pada ciprofloxacin konsentrasi 0,5 ml didapatkan 17,6 mm, konsentrasi
1,5 ml didapatkan 21,4 mm dan konsentrasi 3 ml didapatkan 22,91 mm.
Menurut literatur Faidiban, A, N. dkk. (2020), ciprofloxacin (40,3 mm)
tetapi telah tergolong pada kategori sangat kuat. Semakin lebar zona
hambat yang terbentuk, mengindikasikan semakin kuatnya senyawa
bioaktif yang terdapat di dalam spesies tersebut. Menurut literatur Safitri,
Y. dkk. (2017), kriteria pola kepekaan antibiotik disk 5 µg ciprofloxacin
adalah resisten ≤ 15 mm, intermediate 16-20 mm dan sensitive ≥ 21 mm.
Sehingga dari ketentuan diatas dapat disimpulkan bahwa zona hambatan
yang dihasilkan pada hasil penelitian bersifat sensitif kecuali pada sampel
isolat Escherichia coli.

Ampicillin menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mengikat 1


atau lebih protein pengikat penisilin (PBPs) yang pada gilirannya
menghambat langkah transpeptidasi akhir sintesis peptidoglikan di dinding
sel bakteri. Bakteri akhirnya lisis karena aktivitas berkelanjutan dari enzim
autolitik dinding sel (autolisin dan murein hidrolase) sementara perakitan
dinding sel terhenti (MIMS, 2021).

Ciprofloxacin, agen anti-infeksi fluoroquinolone, bertindak dengan


menghambat DNA girase dan topoisomerase IV, keduanya penting dalam
replikasi, transkripsi, perbaikan, dan rekombinasi DNA bakteri (MIMS,
2021).

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotik dikelompokkan menjadi


empat kelompok, yaitu antibiotik yang cara kerjanya dengan menghambat
sintesis dinding sel bakteri, contoh: Penisilin, Basitrasin, Sefałosporin.
Antibiotik yang cara kerjanya dengan mengubah permeabilitas membran
sel bakteri, contoh: Amfoterisin, Kolistin, Polimiksin dan antibiotik yang
cara kerjanya dengan mengganggu metabolisme sel bakteri, contoh:
Rifampisin, Sulfonamid, Trimetoprim (Pusporini, R, 2019).

Aplikasi dalam bidang farmasi, yaitu seorang farmasis dapat mengetahui


dan memahami cara melakukan uji potensi antimikroba pada suatu sediaan
farmasi. Sehingga nantinya dapat diaplikasikan dalam pengujian aktivitas
antimikroba pada sediaan farmasi. Hal inilah yang melatarbelakangi
percobaan ini dilakukan.
BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari percobaan pada praktikum ini yaitu :
1. Antibiotik atau antibiotika merupakan golongan senyawa alami atau
sintesis yang memiliki kemampuan untuk menekan atau menghentikan
proses biokomiawi di dalam suatu organisme, khususnya proses infeksi
bakteri
2. Hasil pengamatan dari percobaan ini yaitu pada antibiotik ampicillin 1
didapatkan konsentrasi 0,5 ml sebanyak 0, konsentrasi 1,5 ml
didapatkan 6,37 mm dan konsentrasi 3 ml didapatkan 6,63 mm. Pada
antibiotik ampicillin 2 didapatkan hasil dari konsentrasi 0,5 ml, 1,5 ml
dan 3 ml. Pada ciprofloxacin 1 konsentrasi 0,5 ml didapatkan 16,97 mm,
konsentrasi 1,5 ml didapatkan 20,30 mm dan konsentrasi 3 ml
didapatkan 22,1 mm. Pada ciprofloxacin konsentrasi 0,5 ml didapatkan
17,6 mm, konsentrasi 1,5 ml didapatkan 21,4 mm dan konsentrasi 3 ml
didapatkan 22,91 mm.
3. Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotik dikelompokkan menjadi
empat kelompok, yaitu antibiotik yang cara kerjanya dengan
menghambat sintesis dinding sel bakteri, antibiotik yang cara kerjanya
dengan mengubah permeabilitas membran sel bakteri dan antibiotik
yang cara kerjanya dengan mengganggu metabolisme sel bakteri

V.2 Saran
Saran dari percobaan ini yaitu diharapkan agar praktikan lebih bersungguh
sungguh dalam melakukan pengamatan agar praktikum ini akan berjalan
dengan baik seperti seharusnya untuk dilakukan demi kelancaran proses
belajar mengajar dan menjadi bekal untuk penelitian nanti.
DAFTAR PUSTAKA

Andriani, R.. (2016). Pengenalan Alat-Alat Laboratorium Mikrobiologi Untuk


Mengatasi Keselamatan Kerja dan Kerberhasilan Praktikum. Jurnal
Mikrobiologi. Vol 1 (1)

Aisyah, A, N. Setioningsih, E, D dan Lamidi, S.. (2015). Vortex Mixer Live


Rpm. Surabaya : Politeknik Kesehatan

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia Edisi


III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Faidiban, A, N. Posangi, J. Mowor, P, M dan Bara, R, A. (2020). Uji Efek


Antibakteri Chromodoris annae terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
dan Escherichia coli. Medical Scope Journal (MSJ). Vol 1 (2)

Fifendy, M. (2017). Mikrobiologi Edisi Pertama. Depok : Penerbit Kencana.

Hafsan. (2014). Mikrobiologi Analitik. Makasar : Alauddin University Press

Kabense, R. Ginting, E, L. Wullur, S. Kawung, N, J. Losung, F dan Tombokan,


J, L. (2019). Penapisan Bakteri Proteolitik Yang Bersimbiosis Dengan
Alga Gracillaria sp. Jurnal Ilmiah Platax. Vol 7 (2)

Kusnaidi, J. (2018). Pengawet Alami untuk Makanan. Malang : UB Press.

Lestari, P, B dan Triasih, W, H. (2017). Mikrobiologi Berbasis Inkuiry. Malang:


Penerbit Gunung Samdera.

Mardiah. (2017). Uji Resistensi Staphylococcus aureusTerhadap Antibiotik,


Amoxillin, Tetracyclin dan Propolis. Jurnal Ilmu Alam dan Lingkunga.
Vol 8 (16)
MIMS. (2021). Diakses Pada Tanggal 29 November 2021 Pukul 04 : 49 WITA

Putri, W, D, R dan Fibrianto, K. (2018). Rempah untuk Pangan dan Kesehatan.


Malang : UB Press.

Pusporini, R. (2019). Antibiotik Kedokteran Gigi. Malang : UB Press

Rahmawati dan Isnaeni, D. (2016). Isolasi dan Karakterisasi Mikrosimbion Dari


Spons Callyspongia Vaginalis dan Uji Daya Hambat Terhadap
Staphylococcus aureus dan Salmonella thypi. The National Journal Of
Pharmacy. Vol 13 (2).
Rossita, S, A. Munandar, K dan Komarayanti, S. (2017). Komparasi Media Na
Pabrikan Dengan Na Modifikasi Untuk Media Pertumbuhan Bakteri
Comparison Of Medium Na Manufacturer With Na Modifications To The
Growth MediumOf The Bacteria. Jamber: Universitas Muhammadiyah
Jamber.

Rollando. (2019). Senyawa Antibakteri Dari Fungi Endofit. Malang : Cv. Seribu
Bintang

Saputra, S, H. (2020). Mikroemulsi Ekstrak Bawang Tiwai Sebagai Pembawa


Zat Warna, Antioksidan dan Antimikroba Pangan. Yogyakarta :
Deepublish

Safitri, Y. dkk. (2017). Identifikasi Jenis Sampel (Bakteri Murni dan Campuran
Bakteri) Penyebab ISK Terhadap Hasil Uji Sensitivity Antibiotik
Ciprofloxacin. Jurnal Analis Medika Bio Sains. Vol 4 (1)

Susanti, W, I dan Trinanda, R. (2017). Potensi Bakteri Asal Tanah Rhizosfer,


Sedimen Tanah, dan Pupuk Kandang Sapi untuk Biodegradasi Minyak
Berat dan Oli Bekas. Jurnal Tanah dan Iklim. Vol 41 (1)
Sulistyarsi, A. Pujiati, P dan Ardhi, M, W. (2016). Pengaruh Konsentrasi dan
Lama Inkubasi terhadap Kadar Protein Crude Enzim Selulase dari
Kapang Aspergillus niger. Proceeding Biology Education Conference. Vol
13 (1)

Suheri, F, L. dkk. (2016). Perbandingan Uji Resistensi Bakteri Staphylococcus


aureus Terhadap Obat Antibiotik Ampisilin dan Tetrasiklin. Andalas
Dental Journal. Vol 6 (2)

Sumampouw, O, J. (2018). Uji Sensitivitas Antibiotik Terhadap Bakteri


Escherichia coli Penyebab Diare Balita Di Kota Manado. JCPS. Vol 2 (1)

Tandah, M, R. (2016). Daya Hambat Dekokta Kulit Buah Manggis (Garcinia


mangostana L.) Terhadap Bakteri Escherichia coli. Jurnal Kesehatan
Tadulako. Vol. 2 (1)

Utami, P. (2012). Antibiotik Alami Untuk Mengatasi Aneka Penyakit. Jakarta :


PT. Agro Medika Pustaka

Wijaya, C. Mulyono, N dan Afandi, F, A. (2018). Bahan Tambahan Pangan


Pengawet. Bogor : PT IPB Press

Yasni, S. (2018). Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Produk Ekstraktif


Rempah. Bogor : PT IPB Press

Anda mungkin juga menyukai