Anda di halaman 1dari 19

KETERKAITAN ANTARA

PERKEMBANGAN-PERKEMBANGAN KOGNITIF, PERILAKU


SEKSUAL, SOSIAL EMOSIONAL AGAMA DAN MORAL

Dosen Pengampu: Dr. Puji Hadiyanti, M.SI

Disusun Oleh:
Luthfi Iliyas Jaya Pratama(2041040230)
Rukhayatul Hasanah((2041040210)
Sulistiawati(2041040198)

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN RADEN INTAN LAMPUNG

TP 2021/2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Psikologi
Perkembangan.Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan
tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Psikologi
Perkembangan. Ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Bandar Lampung, September 2021

Penyusun Kelompok 4
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………………i

Daftar Isi………………………………………………………………….ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………1


1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………….3
1.3 Tujuan…………………………………………………………………3

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Teori Perkembangan Kognitif…………………………………………4

2.2 Perkembangan Seksual……………………………………………….8

2.3 Perkembangan Sosial Emosional Agama dan Moral…………………12

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………..15

3.2 Kritik dan Saran……………………………………………………..16

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................16
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

A. Teori Perkembangan Maturitas Arnold L Gessel

Berdasarkan sudut pandang dari teoritus gessel perkembangan manusia bergerak melalui suatu
urutan teratur yang ditentukan oleh sejarah biologis dan evolusi spesies. Tingkat kemajuan pada
anak dalam melangkah melalui urutan genotip anak menentukan individu, yakni nenek
moyangnya memengaruhi latar belakang keturunan anak. Seorang anak yang berkembang lebih
cepat tidak bisa diubah arahnya (Salkindm 2009:79).

1. Konsep Pematangan

Menurut Gesell yang memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan terdapat dua faktor utama.
Pertama, anak merupakan produk dair lingkungannya. Kedua, perkembangan anak berasal dari
dalam yakni aksi gen-gen tubuhnya. Kedua proses itu disebut dengan “kematangan” (Crain,
2007:30). Menurut Gessel, perkembangan kematangan selalu terjadi pada urutan tertentu.
Misalnya embrio, jantung menjadi orang pertama yang berkembang dan berfungsi. Setelah itu,
sel-sel yang berbeda-beda mulai membentuk sistem saraf utama dengan cepat yaitu otak dan
saraf tulang belakang. Selanjutnya ialah perkembangan otak dan kepala secara utuh baru dimulai
sesudah bagian-bagian lain terbentuk seperti tangan dan kaki. Urutan inilah yang diarahkan oleh
cetak biru genetik, tidak pernah berjalan terbalik (Crain, 2007:30).

2. Pola

Pola pematangan terdapat pola yang terlihat pada visi dan koordinasi tangan-mata yakni:

1) Gerakan tanpa tujuan pada saat lahir;

2) Bertahap kemampuan untuk berhenti dan menatap;

3) 1 bulan – fokus pada objek dekat wajah;

4) 4 bulan – koordinasi visual fokus dan tangan bergerak dengan objek yang besar (misalnya
kerincingan);

5) 6 bulan – koordinasi visual fokus dan tangan bergerak dengan sebuah benda kecil; dan

6) 10 bulan – kemampuan untuk melihat dab mengambil sebuah benda kecil dengan menjepit
atau pegangan.
Prinsip-prinsip dasar perkembangan Gessel menguraikan tentang perkembangan pada bukunya
yang berjudul “Vision its Developement in Infant and Child” pada bab XII “The Ontogenesis of
Infan Behavior”. Pada bab itu, digambarkan oleh Gessel secara lengkap tentang perkembangan
dengan menyatukan prinsip-prinsip dasar pertumbuhan morfologis dengan prinsip-prinsip dasar
pertumbuhan behavioral untuk menunjukkan bagaimana pertumbuhan psikologis, sebagaimana
pertumbuhan somatis. Perkembangan ini sifatnya morfologis. Ada 5 prinsip dasar perkembangan
yang memiliki dampak “psikomorfologis” menurut Gessel – artinya proses-proses
perkembangan yang terjadi baik di tingkatan psikologis maupun tingkat struktural yakni:

1) Prinsip arah perkembangan (principle of developemental direction) – perkembangan tidak


berlangsung acak, melainkan dalam pola yang teratur. Perkembangan bergerak maju secara
sistematis dari kepala hingga ke ujung kaki yang dikenal dengan cephalocaudal trend.

2) Prinsip jalinan timbal balik (principle of reciprocal interweaving) – prinsip ini atas dasar pada
prinsip fisiologis Sherrington yakni pengencangan dan peregangan otot-otot yang berbeda-beda
sama-sama saling melengkapi untuk menghasilkan gerakan tubuh yang efisien.

3) Prinsip asiemtri fungsional (principle of functional asymmetry) – perilaku berlangsung


melalui periode-periode perkembangan yang sifatnya asimetris (tak seimbang) agar organisme
dapat mencapai kadar kematangan di tahap selanjutnya.

4) Prinsip maturasi individu (principle of individual maturation) – pematangan (maturasi) ialah


proses yang dikendalikan oleh faktor-faktor endrogen atau internal.

5) Prinsip fluktuasi teratur (principle of self-regulatory) – artinya bahwa perkembangan bergerak


naik turun seperti papan jungkit, antara periode stabil dan periode tak stabil.

3.Penerapan teori Gessel Pada Perkembangan Manusia

Dalam praktiknya kontribusi Gessel untuk perkembangan manusia yakni orang tua agar tak putus
asa, jika mereka memberikan waktu yang cukup agar anak mereka mengalami pematangan pada
perkembangan, agar anak akan mengembangkan perilaku yang tepat. Artinya, pada saat anak
siap belajar, mereka pun akan belajar. Jadi kata kuncinya ialah kesiapan. Jika anak siap belajar,
maka anak akan berkembang. Akan tetapi, jika orang tua juga memperhatikan lingkungan
normal yang menjadi faktor aktif yang merangsang dan mencakup banyak kejadian tang
berbeda-beda (Salkind, 2009:97)

Di beberapa kasus perkembangan seorang anak tak berlangsung seperti harapan, orang tua akan
mengambil strategi intervensi. Misalnya, seorang anak perempuan berusia 2 tahun yang belum
bisa berbicara, ia berkomunikasi dengan cara menunjuk-nujuk tangannya. Orang tuanya
berkonsultasi dengan dokter. Menurut dokter anaknya itu tak mengalami persoalan dan dokter
juga menyatakan orang tua jangan khawatir, si anak akan berbicara jika ia sudah siap. Hanya
selisih 6 bulan, orang tua anak membawa anaknya ke dokter dengan kemajuan yang luar biasa ia
dapat berbicara. Sesungguhnya orang tuanya sudah melakukan suatu tindakan dengan
memperlambat bicara, mengulang-ulang kata dan kalimat atau membuatucapan yang lebih jelas.
Artinya, orang tua mengubah beberapa dimensi yang terdapat pada lingkungan normal si anak
(Salkind, 2009:99)

B. Teori Perkembangan Kerohanian Imam Al Ghazali

1. Perkembangan Rohani Menurut Imam Al Ghazali

Menurut Imam Al Ghazali perkembangan rohani adalah perkara yang meliptui akal, nafsu, jiwa,
dan roh. Maka pendidikan sejak lahir harus diberikan oleh orang tuanya untuk menjaga
akhlaknya, jangan diberikan kepada orang lain untuk dijaga kecuali orang yang berakhlak mulia,
baik dan kuay pegangan agamanya.

Berdasarkan Islam perkembangan rohani insan dari kanak-kanak hingga remaja terbagi menjadi
4 (empat) tingkatan yakni:

1) Kanak-kanak (Usia 2-6 Tahun).

2) Kanak-kanan Akhir (Usia 7-12 Tahun).

3) Remaja Awal (Usia 12-15 Tahun)

4) Remaja (15-20 Tahun)

1.2 Rumusan Masalah.

Adapun rumusan masalah ialah sebagai berikut:

Apa yang dimaksud dengan perkembangan kognitif?

Apa pengertian dari perkembangan seksual?

Apa itu perkembangan sosial emosinal agama dan moral?

1.3 Tujuan Penulisan.

Untuk mengetahui pengertian mengenai perkembangan kognitif.

Untuk mengetahui pengertian dari perkembangan seksual.

Untuk mengetahui penjelasan mengenai perkembangan sosial emosional agama dan moral.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Teori Perkembangan Kognitif

A. Perkembangan Kognitif Menurut Jean Peaget

Menurut Jean Peaget, teori kognitif peaget ialah salah satu dari teori yang memberikan
penjelasan tentang bagaimana anak beradaptasi dengan dan mengiterpretasikan objek dan
kejadian-kejadian di sekitarnya. Bagaimana anak-anak mempelajari ciri-ciri dan fungsi dari
objek-objek seperti mainan, perabot, dan makanan serta objek-objek sosial seperti diri, orang tua,
dan juga teman.

Dalam pandangan piaget (1952), kemampuan atau perkembangan kognitif merupakan


hasil dari hubungan perkembangan otak dan system nervous dan pengalaman-pengalaman yang
membantu individu untuk beradaptasi dengan lingkungannya.

Menurut pendapat Piaget (1964), karena manusia secara genetik sama dan mempunyai
pengalaman yang hampir sama, mereka dapat diharapkan untuk sungguh-sungguh
memperhatikan keseragaman dalam perkembangan kognitif mereka. Oleh karena itu, dia
mengembangkan empat tahap tingkatan perkembangan kognitif yang akan terjadi selama masa
kanak-kanak sampai remaja, yakni sensori motor (0-2 tahun) dan operasional (2-7 tahun). Yang
akan dibahas untuk masa kanak-kanak ialah dua tahap ini terlebih dahulu, sedangkan dua tahap
yangh lain yakni operasional konkret (7-11 tahun) dan operasional formal (11-dewasa), akan
dibahas dibicarakan pada masa awal pubertas dan masa remaja.

Pada teori perkembangan kognitif Piaget, masa remaja merupakan tahap transisi dari penggunaan
berpikir konkret secara operasional ke berpikir formal secara operasional. Remaja mulai
memiliki kesadaran akan batasan-batasan pikiran mereka. Mereka berusaha dengan konsep-
konsep yang jauh dari pengalaman mereka sendiri. Inhelder dan Piaget (1978) mengakui bahwa
perubahan otak pada pubertas mungkin dibutuhkan untuk kemajuan kognitif remaja.

B. Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif Piaget

Menurut Jean Piaget, perkembangan manusia melalui empat tahap perkembangan kognitif sejak
lahir hingga dewasa. Setiap tahap ditandai dengan timbulnya kemampuan intelektual baru di
mana manusia mulai mengerti dunia yang bertambah kompleks.

a. Periode Sensori motor

Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk
mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk dengan diferensiasi refleks bawaan tersebut.
Periode sensori motor merupakan periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa
tahapan ini memberikan tanda pada perkembangan kemampuan dan juga pemahaman spatial
penting dalam enam sub-tahapan:

1). Sub-tahapan skema refleks, terlihat saat lahir sampai dengan usia 6 minggu dan berhubungan
terutama dengan refleks.

2). Sub-tahapan reaksi sirkular primer, sejak usia 6 minggu sampai dengan 4 bulan dan
berhubungan terutama dengan timbulnya kebiasaan-kebiasaan.

3). Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, terlihat antara usia 4-9 bulan dan berhubungan
terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.

4). Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, terlihat sejak usia 9-12 bulan, saat
berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen meski terlihat
berbeda jika dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).

5). Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, terlihat dalam usia 12-18 bulan dan berhubungan
terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.

6). Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal
kreativitas.

b. Tahapan Praoperasional.

Menurut Piaget, tahapan ini mengikuti tahapan sensorimotor dan terlihat antara usia 2-6 tahun.
Pada tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai
merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih
menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di awalan tahapan ini, mereka cenderung
egosentris, yakni mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut
memiliki hubungan satu sama lain. Mereka mengalami kesulitan untuk memahami bagaimana
perasaan dari orang yang ada disekitarnya. Akan tetapi, seiring pendewasaan, kemampuan untuk
memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif
saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun mempunyai perasaan.

c. Tahapan Operasional Konkrit.

Pada tahapan ini, nampal terlihat pada usia 6-12 tahun dan memiliki ciri berbentuk penggunaan
logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini ialah:

• Pengurutan-kemampuan dalam mengurutkan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri


lainnya. Contohnya, jika diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari
benda yang paling besar ke yang paling kecil.

• Klasifikasi-kemampuan dalam memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda


menurut tampilannya, ukurannya, atau ciri lainnya, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-
benda bisa menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi mempunyai
keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan).

• Decentering-anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari satu permasalahan agar


bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggar cangkir lebar tapi
pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.

• Reversibility-anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda bisa diubah,


selanjutnya kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak bisa dengan cepat menentukan bahwa
4+4=8, 8-4=4, jumlah sebelumnya.

• Konservasi-memahami bahwa kuantita, panjang, atau jumlah benda-benda ialah tidak


berkaitan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Contohnya,
jika anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu jika air
dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan
isi cangkir lain.

• Penghilangan sifat Egosentrisme-kemampuan dalam melihat sesuatu darisudut pandang


orang lain (bahkan) saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Contohnya, tunjukkan
komik yang memperlihatkan Minra menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan
ruangan, kemudian Ali memindahkan boneka itu ke dalam laci, selanjutnya Minra kembali ke
ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Minra akan tetap
menganggap boneka itu ada dalam kotak meski anak itu tahu bahwa boneka itu telah
dipindahkan ke laci oleh Ali.

d. Tahapan Operasional Formal.

Tahap ini merupakan periode terakhir perkembangan kognitif pada teori Piaget. Tahap ini sudah
mulai dialami anak pada usia 11 tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut hingga dewasa. Yang
menjadi ciri pada tahap ini ialah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak,
menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Pada tahapan ini,
seseorang bisa memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan juga nilai. Ia tidak melihat segala
sesuatu hanya dengan bentuk hitam dan putih, tetapi ada “gradasi” abu-abu di antaranya. dilihat
dari faktor biologis, tahapan ini terlihat pada masa pubertas (saat terjadinya berbagai perubahan
besar lainnya) yang memberikan tanda masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif,
penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial.

D. Informasi Umum Mengenai Tahapan-Tahapan.

Ciri-ciri dari 4 tahapan ini ialah seperti berikut:

1). Meski tahapan-tahapan itu dapat dicapai pada usia bervariasi, tetapi urutannya selalu sama.
Tidak ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang mundur.2). Universal (tak terkait
budaya).
3). Dapat digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada pada diri seseorang
berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan.

Tahapan-tahapan itu ialah keseluruhan yang terorganisasi secara logis. Urutan tahapan yang
sifatnya hirarkis (setiap tahapan meliputi elemen-elemen dari tahapan sebelumnya, namun lebih
terdiferensiasi dan terintegrasi). Tahapan merepresentasikan perbedaan secara kualitatif pada
model berpikir, bukan hanya perbedaan kuantitatif. Menurut Piaget, perkembangan tahap
sebelumnya.

D. Struktur yang Mendasari Pola-Pola Tingkah Laku yang Terorganisir.

1). Skema (struktur kognitif)

Proses atau cara mengorganisir dan merespons berbagai pengalaman atau suatu pola sistematis
dari tindakan, perilaku, pikiran, dan strategi pemecahan masalah yang memberikan suatu
kerangka pemikiran untuk menghadapi berbagai tantangan dan jenis situasi. Contohnya: gerakan
refleks menghisap pada bayi, ada gerakan otot pada pipi dan bibir yang menimbulkan gerakan
menghisap.

2). Adaptasi (struktur fungsional)

Istilah ini digunakan oleh Piaget dalam menunjukkan pentingnya pola hubungan individu dengan
lingkungannya pada proses perkembangan kognitif. Piaget merasa yakin bahwa bayi manusia
pada saat dilahirkan sudah dilengkapi dengan kebutuhan-kebutuhan dan juga kemampuan dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Menurutnya, terdapat dua proses adaptasi yakni:

a. Asimilasi.

Integrasi antara elemen-elemen eksternal (dari luar) kepada struktur yang telah lengkap pada
organism. Asimilasi terjadi pada saat individu menggunakan informasi baru untuk pengetahuan
mendalam yang telah ada. Contohnya: seorang bayi yang menghisap puting susu ibunya atau dot
botol susu akan melakukan tindakan yang sama (menghisap) kepada semua objek baru.

b. Akomodasi.

Menciptakan langkah baru atau memperbarui atau menggabungkan istilah lama dalam
menghadapi tantangan baru. Akomodasi kognitif artinya mengubah struktur kognitif yang sudah
dimiliki sebelumnya guna disesuaikan dengan objek stimulus eksternal. Contohnya: bayi
melakukan tindakan yang sama kepada ibu jarinya, yakni menghisap. Ini artinya yaitu bayi sudah
mengubah puting susu ibu menjadi ibu jari.
2.2 Perkembangan Seksual

Setiap tahap perkembangan akan muncul tantangan dan juga kesulitan-kesulitan yang
memerlukan kan suatu keterampilan untuk mengatasinya (Santrock,2009). Manakala
Haditono,Monk,dan Knoer(1994) memiliki pendapat bahwa pada masa remaja, mereka
dihadapkan pada dua tugas utama, yakni; mencapai ukuran kebebasan atau kemandirian dari
orangtua dan membentuk identitas dalam tercapainya integrasi diri dan kematangan pribadi.

1. Pembentukan Identitas Diri

Proses pembentukan identitas diri merupakan proses yang panjang dan kompleks,yang
memerlukan kontinuitas dari masa lalu,sekarangdan yang akan dating dari kehidupan individu
dan hal ini akan membentuk kerangka berpikir untuk mengorganisasikan dan mengintegrasikan
perilaku kedalam berbagai bidang kehidupan(Rice,2012).Dengan begitu individu bisa menerima
dan menyatukan kecenderungan pribadi, bakat dan peran-peran yang diberikan baik oleh
orangtua, teman sebaya maupun masyarakat dan padaakhirnya bisa memberikan arah tujuan dan
arti dalam kehidupan mendatang(Rice,2011).

a. Sumber-sumber Pembentukan Identitas Diri

Sumber-sumber yang bisa memengaruhi pembentukan identitas diri ialah lingkungan


sosial,dimana remaja tumbuh dan berkembang seperti keluarga dan tetangga yang merupakan
lingkungan masa kecil, juga kelompok-kelompok yang terbentuk ketika mereka memasuki masa
remaja,misalnya kelompok agama atau kelompok yang mendasarkan pada kesamaan minat
tertentu. Kelompok-kelompok itu disebut sebagai reference group dan melalui kelompok tersebut
remaja dapat memperoleh nilai-nilai dan peran yang bisa menjadi acuan bagi dirinya.Kelompok
tersebut dapat membantu remaja untuk mengetahui dirinya dalam perbandingannya dengan
orang lain sehingga mereka dapat membandingkan dirinya dengan kelompoknya, nilai-nilai yang
ada pada dirinya dengan nilai-nilaidalam kelompok yang selanjutnya akan berpengaruh
kepada pertimbangan-pertimbangan apakah dia akan menerima atau menolak nilai-nilai yang ada
dalam kelompok tersebut.

b. Macam-macam Keadaan dalam Pembentukan IdentitasDiri

Berdasarkan pada teori Erikson, terdapat empat keadaan atau status yang berbeda-beda dalam
pembentukan identitas. Dia berpendapat bahwa perkembangan identitas itu terjadi selain dari
mencari aktif (eksplorasi) yang oleh Erikson disebut sebagai krisi sidentitas, juga tergantung dari
adanya commitments terhadap sejumlah pilihan-pilihan seperti system nilai atau rencana hari
depan. Dalam proses perkembangan identitas maka seseorang dapat berada dalam status yang
berbeda-beda yaitu; diffussion status, foreclosure status, moratoriumstatus, dan identity
achievement.
c. Tugas Perkembangan Masa Remaja

Usia remaja ditandai dengan tugas-tugas perkembangan yang harus diselesaikan diantaranya;
memperluas hubungan antar pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa, memperoleh
peranan sosial, menerima keadaan tubuhnya dan menggunakan secara efektif, memperoleh
kebebasan emosional dari orang tua, mencapai kepastian akan kebebasandan kemampuan berdiri
sendiri, memiliki dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan,mempersiapkan diri untuk
perkawinan dan kehidupan berkeluarga dan mengembangkan dan membentuk konsep-konsep
moral.

2. Aspek Psikososial dari Kematangan Seksual

Memasuki masa remaja yang diawali dengan terjadinya kematangan seksual, maka remaja akan
dihadapkan pada keadaan yang memerlukan penyesuaian untuk dapat menerimaperubahan-
perubahan yang terjadi (Steinberg,1993:Santrock,2002). Kematangan seksual dan terjadinya
perubahan bentuk tubuh sangat berpengaruh pada kehidupan kejiwaan remaja. Datangnya
menarche dapat menimbulkan reaksi yang positif maupun negatif bagi remaja perempuan.
Apabila mereka sudah dipersiapkan dan mendapat informasi tentang akan datangnya menstruasi
maka mereka tidak akan mengalami kecemasan dan reaksi negative lainnya,tetapi bila mereka
kurang memperoleh informasi maka akan merasakan pengalaman yang negatif.

Kematangan seksual yang terlalu cepat atau lambat juga dapat mempengaruhi kehidupan
psikososialnya, yaitu status mereka didalam kelompok sebayanya(Rice,2011;Rice,2012). Anak
perempuan yang lebih dahulu mengalami kematangan seksual akan merasa bahwa dirinya terlalu
besar bila berada di kelompok teman sekelasnya, sementara teman-teman perempuan lainnya
masih dapat merasakan kebersamaan dengan kelompok baik laki-laki ataupun perempuan,
karena umumnya laki-laki lebih lambat mengalami kematangan seksual. Bagi anak laki-laki yang
mengalami keterlambatan dalam kematangan seksualnya, bentuk tubuhnya lebih kecil
dibandingkan dengan teman sekelasnya dan hal ini sangat tidak menguntungkan baginya,
terutama dalam olahraga.

Didalam pergaulan social pun mereka mengalami kerugian karena umumnya orang dewasa
dan teman-temannya akan memperlakukannya sebagai anak yang lebih kecil dan dianggap
kurang cakap.

Akibat terjadinya kematangan seksual, akan terjadi percepatan pertumbuhan badan dimana
pertumbuhan anggota badan lebih cepat daripada badannya sehingga untuk sementara waktu
proporsi tubuh tidak seimbang. Tangan dan kakinya lebih panjang dalam perbandingan dengan
badannya. Sementara itu perhatian remaja sangat besar terhadap penampilan dirinya, oleh karena
itu mereka sering merisaukan bentuk tubuhnya yang kurang proposional tersebut. Pada
pertengahan masa remaja, mereka mulai memperhatikan apakah tubuhnya terlalu gemuk atau
kurus dan bagaimana menjaga bentuk tubuh yang ideal, oleh karena itu sebagian remaja ada
yang berusaha melakukan diet dan sebagian lagi senam dan olahraga secara teratur. Pada
umumnya remaja perempuan mengkhawatirkan bila dirinya terlalu gemuk ataupun terlalu tinggi,
sedangkan remajalaki-laki bila terlalu kurus ataupun pendek. Disamping itu mereka, baik laki-
laki maupun perempuan mengawatirkan tentang kulitnya, yaitu tumbuhnya jerawat maupun
adanya bintik-bintik hitam.

Selain itu kematangan seksual juga mengakibatkan remaja mulai tertarik terhadap anatomi
fisiologi tubuhnya, mulai muncul kecemasan-kecemasan dan pertanyaan-pertanyaan seputar
menstruasi, mimpi basah, masturbasi, ukuran buah dada, penis dan lain
sebagainya(Haditono,Monks&Knoers,1994). Pada saat itu mereka mulai memperhatikan
tubuhnya dan penampilan dirinya dan sering membandingkan dirinya dengan oranglain. Selain
tertarik kepada dirinya, juga mulai muncul perasaan tertarik kepada teman sebaya yang
berlawanan jenis, walaupu nmasih disembunyikan, karena mereka menyadari masih terlalu kecil
untuk berpacaran. Pada remaja menengah, remaja banyak mengunakanwaktunya untuk memuat
dirinya lebih menarik, sehingga mulai memperhatikan dandanannya, misalnya pakaian, model
rambut, dan alat-alat kecantikan.

3. Sikap dan Perilaku Seksual

Seksualitas remaja merujuk kepada perasaan seksual, perilaku dan perkembangan pada remaja
dan merupakan tahap seksualitas manusia(ZastrowdanKirst-Ashman,2012). Seksualitas sering
merupakan aspek yang sangat penting dari kehidupan remaja. Perilaku seksual remaja adalah,
pada banyak kasus, dipengaruhi oleh norma-norma budaya dan adat istiadat, orientasi seksual
mereka, dan isu-isu control sosial, seperti hokum umur dewasa. Pada manusia, hasrat seksual
dewasa biasanya mulai muncul dengan masa pubertas. Ekspresi seksual dapat mengambil
bentuk masturbasi atau seks dengan pasangan. Minat seksual dikalangan remaja, seperti orang
dewasa, dapat sangat bervariasi. Aktivitas seksual secara umum dikaitkan dengan sejumlah
risiko, termasuk penyakit menular seksual(termasukHIV/AIDS) dan kehamilan yang tidak
diinginkan. Hal ini dianggap sangat benar untuk remaja muda, karena otak remaja tidak memiliki
saraf yang matang (daerah beberapaotak lobes frontal cortex dan di hypothalamus) penting
untuk kontrol diri, penundaan kepuasan, dan analisis resiko dan penghargaan yang tidak
sepenuhnya matang sampai usia25-30). Karena sebagian hal ini, kebanyakan remaja dianggap
secara emosional kurang matang dan tidak mandiri secara finansial.

Zastrow dan Kirt-Ashman (2012) berpendapat bahwa secara psikologis pada fase remaja ada dua
aspek penting yang dipersiapkan, antara lain:

a. Orientasi seksual. Pada masa ini remaja diharapkan sudah menemukan orientasi
seksualitasnya atau arah ketertarikan seksualnya (hetero seksualitas atau homo seksualitas).
Norma umum yang berlaku lebih menyukai jika seseorang menyukai orientasi seksualitas kearah
hetero seksualitas. Namun, tidak dipungkiri ada remaja yang memilih orientasi seksualitas homo
seksualitas. Orientasi ini dipengaruhi oleh penghayatan terhadap jenis kelamin. Faktor individu
(fisik atau psikologis), keluarga dan lingkungan ikut mendorong dan berperan dalam menguatkan
identitas ini.

b. Peranseks. Peran seks adalah menerima dan mengembangkan peran serta kemampuan
tertentu selaras dengan jenis kelaminnya. Laki-laki akan dekat dengan sifat-sifat sebagaimana
laki-laki,demikian pula perempuan akan dekat dengan sifat-sifat sebagaimana perempuan. Peran
seks ini sangat penting pada tahap pembentukan identitas diri, apakah seseorang itu berhasil
mengidentifikasi dirinya atau justru melakukan transfer pada identitas yang lain(transsexual).

Perilaku seks remaja secara umum bermula dari perilaku otoerotik(autoeroticbehavior), dimana
perilaku ini dimulai dari rasa ingin tahu dan menikmati pengalaman seks sendirian(Rice, 2012).
Perilaku ini juga selalu berkaitan dengan fantasi erotis. Banyak hasil penelitian menunjukkan
remaja baik lelaki maupun perempuan melakuan masturbasi. Namun demikian setelah remaja
beranjak dewasa terutama ketika berada disekolah menengah mereka mengalami pergeseran dari
otoerotik kepada perilaku sosioseksual(sociosexualbehavior). Perilaku sosio seksual remaja ini
telah melibatkan orang lain yang umumnya adalah teman-teman sebaya mereka. Remaja lebih
intim dengan lawan jenisnya bahkan dengan sesame jenisnya(homosexsuality). Perilaku necking
dan petting merupakan aktivitas umum disamping kontak genital atau intercourse. Remaja juga
lebih sering melakukan oral seks karena dirasa lebih aman dan menghindari kehamilan di luar
nikah(Zastrow&Kirst-Ashman,2012).

Selain itu hubungan seks pra nikah juga menjadi ciri khas perilaku seks remaja. Bahkan tidak
jarang terjadi perkosaan dan perlakuan salah seksual (rape and sexual abuse) semasa berkencan
baik ketika berkencan dengan pacar maupun dalam keluarga sendiri. Perkosaan semasa
berkencan sering terjadi dan menjadi masalah yang serius di kalangan remaja. Pola hubungan
seks pranikah juga mengalami perubahan. Kini dengan tersedianya secara bebas berbagai alat
kontrasepsi juga telah merubah pola hubungan seks pranikah remaja. Hubungan seks pra nikah
sudah jarang berakhir dengan kehamilan di luar nikah (unwanted pregnant). Hal ini karena
pengetahuan tentang seks dikalangan remaja sudah semakin meningkat.

Namun demikian pengaruh berbagai media informasi selain meningkatkan pengetahuan remaja
tentang seks, juga member implikasi kepada kebebasan hubungan seks denganberganti-ganti
pasangan. Lebih parah lagi, jika kebebasan seks ini diikuti dengan penyalahgunaan narkotika
menggunakan jarum suntik. Hal ini akan menyebabkan penularan penyakit menular seksual dan
HIV/AIDS.
2.3 Perkembangan Sosial Emosional Agama dan Moral

A. Perkembangan Sosial Emosional

Aspek perkembangan sosial ialah proses interaksi yang dibangun antara individu dengan
individu lain atau seseorang dengan orang lain. Perkembangan itu terjalin yang dimulai dari
orang tua, saudara, teman, bermain dan masyarakat. Perkembangan sosial juga merupakan proses
dari belajar mengenal norma yang ada di masyarakat dan peraturan pada sebuah komunitas.
Manusia selalu hidup dalam kelompok sehingga perkembangan sosialnya mutlak bagi setiap
orang untuk dipelajari, beradaptasi serta menyesuaikan diri. Proses sosial emosional bisa muncul
sebagai akibat dari adanya interaksi sosial yang dilakukan oleh individu, kelompok maupun
masyarakat. Emosi itu bisa muncul sebagai akibat dari adanya interaksi sosial yang dilakukan
oleh individu, kelompok maupun masyarakat. Contohnya, emosi yang muncul pada anak usia
dini alah bentuk emosi yang nyata dan lebih kompleks dikarenakan mereka cenderung
mengekspresikan emosinya dengan terbuka dan bebas.

George Morisson memiliki pendapat bahwa perkembangan sosial emosional yang positif akan
mempermudah seorang anak bergaul dengan teman sebayanya dan belajar dengan baik serta
dalam aktifitas yang lainnya dilingkungan sosial. Ketika anak memasuki Kelompok Bermain,
PAUD, TK, pada waktu itu mereka keluar dari lingkungan keluarga dan memasuki dunia baru.
Peristiwa itu adalah situasi dari suasana emosional yang aman,kehidupan yang belum pernah
dirasakan oleh anak ketika mereka berada pada lingkungan keluarga. Di dunia baru itu, anak
harus pandai menempatkan diri antara teman sebayanya, guru dan orang dewasa yang berada di
sekitarnya.

Dalam melewati proses perkembangan sosial emosional tak semua anak berhasil,
sehingga ada berbagai hambatan yang kemungkinan terjadi. Sebagai seorang pendidik, sudah
seharusnya memahami perkembangan sosial anak sebagai bekal untuk memberikan bimbingan
kepada anak supaya mereka mampu mengembangkan kemampuan sosial emosionalnya secara
optimal. Bisa diketahui bahwa proses suatu pembelajaran pada aspek sosial emosional selain
mendengarkan nasihat-nasihat yang diberikan guru ia juga bisa melihat bagaimana seorang guru
berkomunikasi dan anak bisa meniru apapun yang dilakukan oleh gurunya itu.

Di dunia pendidikan asesmen diartikan dengan sebuah proses secara sitematis yaitu
dengan pengumpulan, penganalisasian, penafsiran dan juga pemberian sebuah keputusan
mengenai informasi yang dikumpulkan. Dari pengertian yang telah disebutkan, asesmen
bukanlah suatu hasil melainkan sebuah proses yang dilakukan secara sistematis. Proses itu
dimulai dengan mengumpulkan informasi dan data yang selanjutnya menganalisis, menafsirkan,
dan yang terakhir ialah memberikan sebuah keputusan mengenai data atau informasi yang
dikumpulkan.

Asesmen tidak digunakan untuk mengukur keberhasilan sebuah program melainkan


untuk mengetahui proses bagaimana perkembangan dan kemajuan belajar untuk anak. Asesmen
juga tidak dilakukan diakhir program, namun dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan
sehingga perkembangan peserta didik bisa diketahui dengan mengamati tinak, tanduk anak
ketika bermain, menggambar maupun dari kegiatan yang lain.

Teknik dari asesmen lumayan beragam, mulai dari asesmen formal (tes standar) hingga
informal. Dalam pendidikan anak usia dini, asesmen yang digunakan ialah asesmen informal
yang lebih dianjurkan daripada penggunaan standar atau asesmen formal. Hal itu dilakukan
dikarenakan pola perkembangan anak masih sederhana dan mereka juga banyak mengahbiskan
waktunya untuk bermain dengan teman sebayanya atau dengan orang dewasa. Untuk
mendeskripsikan perkembangan anak secara tepat dibutuhkan suasana secara alami dan tidak
memaksa anak.

Asesmen dilakukan untuk mengetahui tingkat pencapaian kompetisi selama proses


pembelajaran berlangsung dan sesudah proses itu berlangsung untuk memberikan pencapaian
kompetisi, memberikan umpan balik kepada guru untuk memperbaiki metode, pendekatan,
kegiatan dan sumber belajar yang dilakukan dalam proses pembelajaran juga sebagai bahan
masukan bagi guru sebagai pihak pada pembinaan selanjutnya kepada anak didik serta
menemukan kesulitan belajar yang dialami oleh anak guna menilai potensi dan bakat yang bisa
dikembangkan oleh anak.

Manfaat dari sebuah asesmen ialah mengetahui pencapaian, kemampuan yang sudah
ditetapkan oleh kurikulum, guna mencari keberhasilan pada proses belajar mengajar,
memperoleh informasi kegiatan yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan anak, memperoleh
masukan mengenai kelemahan dan juga kelebihan dari kegiatan belajar sehingga bisa digunakan
sebagai perencanaan kegiatan belajar selanjutnya serta memperoleh gambaran mengenai pola
dan juga gaya interaksi anak dengan teman sebayanya. Dalam tingkat perkembangan mereka,
instrumen atau alat itu bisa diperkirakan mengenai perkembangan anak secara
berkesinambungan dan secara terus menerus sehingga pertumbuhan dan perkembangan sikap
dan juga perilaku anak yang dipantau secara terus menerus.

Untuk mengetahui bagaimana asesmen perkembangan anak di lembaga pendidikan anak


usia dini sangat penting untuk dilakukan supaya bisa dianalisis untuk selanjutnya bisa dijadikan
acuan bagi para pendidik maupun para pemerhati pendidikan.

B. Perkembangan Agama dan Moral

Perkembangan moral merupakan perubahan psikis yang dialami pada anal usia dini yang
berkaitan dengan kemampuannya dalam memahami dan juga melakukan perilaku yang baik serta
memahami dan juga menghindari perilaku yang buruk atas dasar ajaran agama yang diyakini.
Setelah itu, setidaknya terdapat dua teori yang mengungkapkan munculnya keagamaan pada
anak usia dini, yakni:

a. Rasa Ketergantungan (sense of depend)


Manusia dilahirkan dengan empat kebutuhan, yaitu keingan untuk perlindungan (security dan
safety), keinginan akan pengalaman baru (new experience), keinginan untuk mendapatkan
tanggapan (response) dan juga keinginan untuk dikenal (recognition). Berdasarkan kenyataan
dan kerjasama dari keempat keinginan itu, maka bayi sejak dilahirkan hidup dalam
ketergantungan. Dengan pengalaman-pengalaman yang diterimanya dari lingkungan itu
kemudian terbentuk rasa keagamaan pada diri anak.

b. Insting Keagamaan

Bayi yang dilahirkan telah memiliki beberapa insting, diantaranya yaitu insting keagamaan.
Belum nampaknya tindak keagamaan pada diri anak dikarenakan beberapa fungsi kejiwaan yang
belum sempurna. Dengan begitu, pendidikan agama harus diperkenalkan kepada anak jauh
sebelum usia 7 tahun yang berarti sejauh sebelum usia tersebut, nilai-nilai keagamaan itu sendiri
dapat berarti perbuatan yang berkaitan antara manusia dengan tuhan atau hubungan antar sesama
mausia. Kedua teori tersebut, bisa dijadikan sebagai acuan bagipendidik PAUD maupunorang
tua bahwa sebaiknya pengembangan nilai agama dan moral harusnya mulai diperkenalkan
kepada anak sejak usia dini.

Setelah itu setidaknya terdapat 3 aspek yang hendak dikembangkan pada perkembangan nilai
agama dan moral pada anak usia dini yakni seperti:

1) Aspek Kognitif

Aspek ini berkaitan dengan kemampuan anak usia dini untuk mengetahui perilaku yang baik
serta perilaku yang buruk atas dasar ajaran agamanya. Kemampuan berbagai pengetahuan
mengenai kebaikan sesuai dengan ajaran agamanya.

2) Aspek Afektif

Aspek ini berkaitan dengan kemampuan anak usia dini untuk merasakan dan mencintai berbagai
perilaku yang baik atas dasar ajaran agaramnya. Kemampuan tersebut bisa menjadikan anak
mempunyai kecintaan pada kebaikan sesuai dengan ajaran agamanya.

3) Aspek Perilaku

Aspek ini berkaitan dengan kemampuan anak usia dini untuk memilih melakukan perbuatan
yang baik serta memilih menghindari perbuatan yang buruk sesuai dengan peraturan yang
didasari dengan ajaran agamanya. Kemampuan tersebut bisa memotivasi anak untuk konisten
guna melakukan kebaikan sesuai dengan peraturan yang diberlakukan untuknya.

Optimalisasi perkembangan nilai agama dan moral pada anak usia dini hendaknya meliputi
ketiga aspek tersebut. Pendidikan PAUD maupun orang tua tidak boleh cenderung pada salah
satu aspek, contohnya cenderung pada aspek kognitif. Hal itu hanya bisa menjadikan anak usia
dini memiliki pengetahuan mengenai berbabagai kebaikan namun tidak mencintai kebaikan
bahkan enggan untuk melakukan kebaikan itu. Oleh sebab itu, pengembamgan nilai agama dan
moral hendaknya berjalan saling bersamaan satu sama lainnya.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kognitif ialah salah satu aspek yang dinilai pada pembelajaran. Dua aspek yang lainnya selain
kognitif ialah afektif dan psikomotor. Ketiga aspek ini saling terkait untuk membangun
pemahaman yang tuntas kepada suatu konsep. Kognitif secara garis besar diartikan sebagai apa
yang diketahui dan apa yang dipikirkan. Dengan arti lain, kemampuan kognitif ini
diberhubungandengan proses dan cara kerja simpul-simpul saraf dalam otak sebagai organ yang
memiliki fungsi sebagai alat berfikir.

Remaja merupakan fase perkembangan yang penuh gelora yang ditandai dengan perkembangan
psikoseksual. Perubahan fisik pada remaja dapat mempengaruhi perkembangan psikologis. Oleh
sebab itu remaja perlu mendapatkan informasi yang benar mengenai seksual melalui pendidikan
seks yang benar dan bertanggungjawab.Pengetahuanseksual yang benar yang dimiliki remaja
dapat mengarahkan perilaku seksual mereka pada hal-hal yang positif dan bertanggungjawab.

Rentang emosi pada anak meluas seiring mereka semakin mengalami emosi sadar diri, seperti
kebanggan, rasa malu, dan rasa bersalah. Antara usia 2 dan 4 tahun, semakin banyak istilah
emosi digunakan dan belajar lebih banyak mengenai penyebab dan konsekuensi dari perasaan.
Pada usia 4-5 tahun, anak-anak menunjukkan peningkatan kemampuan untuk mencerminkan dan
memahami

emosi bahwa satu aktivitas dapat menimbukan emosi yang berbeda pada orang yang berbeda.
Orang tua yang melatih emosi memiliki anak-anak yang terlibat dalam peraturan diri emosi
mereka yang lebih efektif dibandingkan dengan orangtua yang mengabaikan emosi.

Perkembangan moral melibatkan pikiran, perasaan, dan perilaku mengenai aturan dan peraturan
mengenai apa yang harus dilakukan dalam interaksi mereka dengan orang lain.Teori
psikoanalisis Freud menekankan pentingnya perasaan dalam perkembangan superego. Orang tua
mempengaruhi perkembangan moral pada anak dengan mengembangkan hubungan orang tua-
anak yang berkualitas.
3.1 Saran

Penulis menyadari adanya kekurangan pada diri penulis dan juga pada karya ini. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan juga saran guna mengoptimalkan karya tulis ini.

DAFTAR PUSTAKA

Andi Thahir, Ed.D. Psikologi Perkembangan.

Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hlm. 27

Aliah B Purwakina Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, (Jakarta: Rajawali Press,


2006), hlm. 261

Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,


2009), hlm. 258

Novan Ardy Wiyani, Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini, hlm. 177-178

Amir Syamsudin, Pengembangan Nilai-Nilai Agama Dan Moral Pada Anak Usia Dini,
dalam Jurnal Pendidikan Anak, vol. 1 edisi 2 (Desember 2012).

Anda mungkin juga menyukai