Anda di halaman 1dari 23

1.

2 Rumusan Masalah

Pendapatan seseorang seringkali mencerminkan kesejahteraan orang tersebut begitu

pula petani karet, pendapatan yang mereka peroleh akan menujukkan bagaimana kehidupan

ekonomi petani karet tersebut. Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi pendapatan

petani karet seperti, luas lahan ,harga karet, jumlah pekerja dan tingkat pendidikan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah antara lain sebagai

berikut :

1. Seberapa besar pengaruh luas lahan terhadap pendapatan petani karet di Kecamatan

Bonjol, Kabupaten Pasaman?

2. Seberapa besar pengaruhharga karet terhadap pendapatan petani karet di Kecamatan

Bonjol, Kabupaten Pasaman?

3. Seberapa besar pengaruhjumlah pekerja terhadap pendapatan petani karet di

Kecamatan Bonjol, Kabupaten Pasaman?

4. Seberapa besar pengaruhtingkat pendidikan berpengaruh terhadap pendapatan

petani karet di Kecamatan Bonjol, Kabupaten Pasaman?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan dengan penjelasan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian

ini adalah untuk :

1. Menganalisaseberapa besar pengaruh luas lahan terhadap pendapatan petani karet

di Kecamatan Bonjol, Kabupaten Pasaman.

2. Menganalisaseberapa besar pengaruh harga karet terhadap pendapatan petani karet

di Kecamatan Bonjol, Kabupaten Pasaman.

3. Menganalisaseberapa besar pengaruh jumlah pekerja terhadap pendapatan petani

karet di Kecamatan Bonjol, Kabupaten Pasaman.

4. Menganalisaseberapa besar pengaruh tingkat pendidikan terhadap pendapatan

ketani karet di Kecamatan Bonjol, Kabupaten Pasaman?

1.4 Manfaat Penelitian

Harapan dari penelitian ini adalah dapat memberikan sejumlah manfaat bagi

beberapa pihak tertentu, antara lain sebagai berikut :

1. Bagi Penulis

Untuk memenuhi sebagian dari persyaratan akademis dalam menyelesaikan studi


program strata satu (S1) Fakultas Ekonomi, Jurusan ilmu ekonomi Universitas

Andalas Padang, serta sebagai masukan kepada petani karet di Kecamatan Bonjol

dalam usaha meningkatkan tingkat pendapatannya.

2. Bagi Pembaca

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan bagi pemerintah daerah

mulai dari tingkat Provinsi sampai ke tempat Desa dalam menyusun kebijakan

terutama yang berkisar dengan upaya meningkatkan pendapatan dan

kesejahteraan petani, khususnya petani karet.

3. Bagi Penelitian Selanjutnya Hasil penelitian ini di harapkan menjadi salah satu

referensi bagi penelitian selanjutnya, terutama yang mengkaji topik yang sama.

BAB II
PEMBAHASAN

PRODUKSI
Karet adalah polimer hidrokarbon yang terkandung pada lateks beberapa jenis
tumbuhan. Indonesia merupakan produsen karet alam terbesar kedua di dunia
setelah Thailand dengan  produksi rata-rata 2,2 juta ton setiap tahunnya atau 26
persen dari total produksi karet alam dunia. Produksi karet Thailand mencapai 2,8
juta ton per tahun (33%), sedangkan Malaysia dengan produksi sebesar 1,1 juta ton
per tahun atau 13 persen dari total dunia merupakan produsen terbesar ketiga di
dunia. Hampir separuh produksi karet alam dunia dikonsumsi oleh tiga negara
utama, masing-masing Cina dengan daya serap pasar sekitar 22 persen, diikuti AS
sebesar 16 persen, dan Jepang 10 persen(BI, 2007).

Indonesia memiliki perkebunan karet rakyat yang terbesar di dunia sebesar 3,3 juta
hektar (ha) yang terdiri dari 84 persen milik rakyat, dan 16 persen perusahaan besar.
Total produksi pada tahun 2005 adalah 2.27 juta ton, kedua yang tertinggi di dunia
setelah Thailand. Pada tahun 2015 dan 2020 diproyeksikan Indonesia menghasilkan
3.5 juta ton 3.8 juta ton karet alam (BI , 2007).

Distribusi perkebunan karet alam milik rakyat berdasarkan daerah tingkat propinsi
diuraikan dalam di bawah ini(Indonesian Rubber Research Institute (IRRI), 2006):
T

abel 1.1 Produksi dan luasan perkebunan karet di Indonesia Berdasarkan Provinsi(Tahun 2005).

Thailand, Indonesia dan Malaysia yang dikenal dengan International Tripartite


Rubber Council karena ketiga negara tersebut menjadi penghasil karet alam
terbesar. Thailand menjadi negara penghasil karet alam terbesar dengan produksi
karet pada tahun 2011 sebesar 3,4 juta ton, sementara Indonesia di peringkat kedua
dengan produksi karet pada periode yang sama sebesar 2,9 juta ton kemudian
disusul oleh Malaysia dengan produksi 1 juta ton pada periode yang sama(Bernando
dkk.,  2012)

Produksi karet alam dunia tahun 2012 diperkirakan mencapai 11,5 juta ton atau
tumbuh 5,2% (yoy). Dengan konsumsi karet alam global yang diperkirakan tumbuh
lebih rendah dibandingkan produksinya yaitu 2,7% (yoy) maka persediaan karet
alam global tahun ini diperkirakan akan mengalami surplus sebesar 153 ribu ton,
dimana tahun sebelumnya mengalami defisit sebesar -106 ribu ton((Bernando dkk.,
2012).
Grafik 1.1 Produksi Karet Alam IndonesiaDampak fenomena iklim La Nina yang
diperkirakan tidak akan sekuat tahun sebelumnya menjadi salah satu faktor
peningkatan produksi karet. Produksi karet Thailand diperkirakan tumbuh 5% tahun
ini, naik dari 3% tahun lalu. Selain itu, banjir besar di Thailand yang terjadi akhir
tahun 2011 ternyata tidak mempengaruhi signifikan produksi karet Thailand karena
lokasi banjir yang berbeda dengan sentra produksi karet. Harga karet di tahun 2012
diperkirakan bergerak lebih rendah dibandingkan tahun 2011(Bernando dkk.,  2012).

Produksi karet alam Indonesia diperkirakan meningkat menjadi 3,2 juta ton pada
2012 atau tumbuh 7% (yoy) sama seperti pertumbuhan tahun lalu. Pemerintah
menyampaikan ada beberapa program yang telah dijalankan pemerintah selama ini
dalam merealisasikan kenaikan produksi karet. Program itu antara lain mendorong
kegiatan intensifikasi di kalangan petani dan memberikan bantuan bibit karet yang
ditujukan bagi peremajaan tanaman yang telah berusia 20-25 tahun(Bernando dkk.,
2012).
Grafik 1.2 Pangsa Produksi Karet Alam Global

Apabila ditinjau dari sisi luas perkebunan karet, Indonesia memiliki lahan kebun
karet terluas di dunia yaitu 3,5 juta ha sementara Thailand memiliki luas kebun 2,8
juta ha. Namun demikian, produktivitas kebun karet Indonesia masih sangat rendah
(937 kg/ha/tahun) dibandingkan dengan Thailand (1725 kg/ha/tahun). Kebun karet
di Indonesia sebagian besar (85%) dimiliki oleh rakyat dan pengelolaannya masih
belum dilakukan secara optimal sehingga berpengaruh kepada produktivitas kebun
karet nasional yang masih rendah(Bernando dkk.,  2012).

Fungsi Produksi Komoditas Karet

Pada tingkat teknologi tertentu, fungsi produksi karet dirumuskan sebagai berikut:

Q=q(A,L,Z)

Keterangan:

Q: jumlah produksi karet


A: Luas areal tanaman karet

L: jumlah tenaga kerja

Z: faktor-faktor produksi lainya

Jika harga masing-masing untuk harga faktor lahan, tenaga kerja dan faktor-faktor
produksi lainya adalah PA, PL, PZ , maka persamaan biaya total dapat dirumuskan
menjadi:

C= PA*A+PL*L+PZ*Z+C0

Dimana C adalah biaya total dan C0 biaya tetap.

Fungsi keuntungan produsen karet dapat dirumuskan sebagai berikut:

Π= PQ*Q-C

Dimana:

Π: Keuntungan

P: Harga karet

Faktor-faktor produksi merupakan peubah sndogen sedangkan harga karet (PQ) dan
harga faktor faktor (PA, PL, PZ) merupakan peubah eksogen. Sehingga fungsi
permintaan faktor dapat dirumuskan sebagai berikut:

AD=a(PQ ,PA ,PL, PZ)

LD=l(PQ, PL, PA, PZ)

ZD=z(PQ, PZ, PA, PL)

Dimana AD, LD, ZD merupakan permintaan akan faktor lahan, tenaga kerja dan
faktor-faktor lainya.

Dengan mensubtitusikan permasaan diatas ke fungsi produksi maka fungsi


penawaran karet pada tahun tertentu (QSt) dapat dirumuskan sebagai berikut:

QSt=f(PQt, Pat, PLt, PZt)

Beberapa peubah penting yang mempengaruhi penawaran suatu komoditas antara


lain adalah harga komoditas tersebut, harga komoditas yang lain, biaya faktor
produksi, tujuan perusahaan, tingkat teknologi, pajak, subsidi, harapan harga dan
keadaan alam(Canjels,  2002)

PERKEMBANGAN HARGA KARET


Data Economist Intelligent Unit (EIU) memperlihatkan bahwa harga rata-rata karet
tahun 2012 diperkirakan sebesar 3,8 USD/kg atau turun sebesar -28% yoy.
Perlambatan ekonomi global akibat krisis Eropa yang berkepanjangan serta
pemulihan ekonomi AS yang lambat menjadi sentimen negatif bagi pergerakan harga
karet. Penurunan harga tersebut juga didukung oleh perkiraan meningkatnya stok
karet global tahun 2012 dibandingkan tahun sebelumnya(Bernando dkk.,  2012).

1. Perkembangan Konsumsi Karet


Konsumsi karet alam global tahun 2012 diperkirakan mencapai 11,3 juta ton atau
tumbuh 2,7% (yoy). Pertumbuhan konsumsi karet tahun 2012 tersebut lebih tinggi
dibandingkan dengan tahun 2011 sebesar 2,1% (yoy). Pertumbuhan konsumsi
tersebut masih berasal dari pertumbuhan sektor otomotif terutama di kawasan Asia
seperti Cina dan India. Jepang yang pada tahun 2011 mengalami penurunan
konsumsi karet alam karena adanya bencana tsunami diharapkan akan kembali
pulih di 2012. Sementara krisis ekonomi yang masih belum usai di kawasan Eropa
masih menjadi faktor penghambat pertumbuhan konsumsi karet alam
global(Bernando dkk.,  2012).
Grafik 1.3 Konsumsi Karet Alam Dunia

Konsumsi karet alam global didominasi oleh kawasan Asia. Konsumsi karet alam
India dan Cina pada tahun 2012 diperkirakan tumbuh 4% (yoy), sementara Jepang
tumbuh 3% (yoy). Sementara pertumbuhan konsumsi karet lebih lambat
diperkirakan terjadi di Uni Eropa, tahun 2012 hanya diperkirakan sebesar 0,1%,
Amerika Serikat juga diperkirakan hanya tumbuh konsumsinya 1% pada 2012. Pada
tahun 2011 penjualan kendaraan bermotor di Cina tumbuh sebesar 11,2% (yoy),
pertumbuhan penjualan otomotif di Jepang -15,1% (yoy), Uni Eropa -8,7% (yoy)
kemudian di Amerika Serikat sebesar 14,3% (yoy) pada periode yang sama(Bernando
dkk.,  2012).

Fungsi Penawaran Komoditas Karet

Fungsi penawaran merupakan kuantitas produk yang ditawarkan sebagai fungsi


harga produk dan harga faktor. Suatu fungsi penawaran perusaan yang
memaksimumkan keuntungan dapat diturunkan dari fungsi keuntungan yang
dicapai melalui dua syarat yaitu syarat orde satu dan syarat orde dua. Penawaran
karet oleh produsen dapat dirumuskan dalam bentuk fungsi sebagai berikut(Anwar,.
2005):
QSt=f(PQt, PSt, PFt, Pt, Zt)

Dimana:

Qst : jumlah penawara karet pada tahun t

PQt : harga karet pada tahun t

Pst : harga komoditas alternatif karet tahun t

PFt : harga faktor-faktor produksi tahun t

Pt : harga karet yang diharapkan tahun t

Zt : faktor-faktor lain yang mempengaruhi penawaran karet pada tahun t

Fungsi Permintaan Komoditas Karet

Permintaan terhadap karet alam merupakan permintaan turunan atau derived


demand. Permintaan turunan menyatakan permintaan terhadap input yang
digunakan untuk memproduksi barang atau produk akhir. Bila penawaran output
industri ban yang menggunakan karet alam sebgaai input, maka fungsi produksi ban
penting diketahui guna mendapatkan fungsi permintaan karet alam.

Jika dimisalkan fungsi produksi dari industri ban yang menggunakan bahan baku
karet alam dan input lainya adalah sebagai berikut((Anwar,. 2005):

It= f(KAt, KSt)

Dimana:

It : jumlah output yang diproduksi oleh industri ban yang menggunakan karet alam
sebagai input tahun t

KAt : jumlah input karet alam tahun t

St : jumlah input lain(karet sintetis) tahun t

Persamaan permintaan karet alam merupakan fungsi yang dapat ditulis sebagai
berikut:

DKAt=f(PIKt, PSt, PBt)

Dimana:
PIKt : harga input karet alam tahun t,

PSt :Harga karet sintetis tahun t

PBt : harga ban tahu t

Konsep Elastisitas Penawaran dan Permintaan

Untuk mengetahui respon suatu fungsi terhadap faktor-faktor yang


mempengaruhimya, digunakan konsep elastisitas. Secara umum elastisitas dalam
jangka pendek dan jangka panjang dirumuskan sebgai berikut(Anwar,. 2005):

ESR(YX)=a*X/Y

ELR(XY)=ESR(XY)/1-b

Dimana:

ESR(XY) : elastisitas jangka pendek peubah endogen Y terhadap peubah endogen X

ELR(YX) : elastisitas jangka panjang peubah endogen Y terhadap peubah endogen X

A : parameter dugaan dari peubah eksogen

B : parameter dugaan dari lag. Endogen variables

X : rata-rata peubah eksogen

Y : rata-rata dari peubah endogen

Dalam kaitanya dengan penawaran, maka ada dua konsep elastisitas yaitu elastisitas
harga dan elastisitas harga silang. Elastisitas harga atas penawaran adaah angka
yang menunjukkan besarnya persentase perubahan jumlah suatu barabg yang
ditawarkan akibat perubahan harga barang lain.

PEMASARAN KARET
Sebagian besar karet alam Indonesia ditujukan ke pasar ekspor (~ 90%) sedangkan
sisanya untuk kebutuhan bahan baku berbagai industri dalam negeri. Jenis karet
alam yang paling banyak diekspor Indonesia adalah Crumb Rubber (~80%). Pangsa
pasar ekspor karet terbesar Indonesia pada tahun 2010 adalah Amerika Serikat
(23%), Cina (18%) dan Jepang(13%). Selama 10 tahun terakhir ekspor karet alam
Indonesia ke AS menunjukkan tren menurun sementara tren ekspor karet alam
Indonesia ke Cina cenderung meningkat. Gabungan Perusahaan Karet Indonesia
memperkirakan volume ekspor karet Indonesia tahun 2012 dapat mencapai 2,79 juta
ton, naik 6,1% (yoy) dibandingkan tahun 2011 sebesar 2,63 juta ton(Bernando dkk.,
2012).

Berdasarkan data GAPKINDO, industri crumb rubber di Indonesia saat ini hanya
beroperasi dengan utilisasi di bawah 70% dari kapasitas terpasang. Hal tersebut
diakibatkan oleh semakin sulitnya mendapatkan bahan olah karet (bokar) karena
adanya penambahan pabrik crumb rubber. Peningkatan produktivitas perkebunan
karet khususnya milik rakyat mutlak dilakukan untuk mengejar kebutuhan pabrik
crumb rubber yang tinggi.

Di pasar domestik dan internasional harga karet alam cenderung berfluktuasi.


Puncak harga riil karet alam terjadi pada tahun 1995 dengan harga riil di pasar
internasional sebesar US$ 1.815/ton, US$ 1.483,33/ton untuk harga riil ekspor
Indonesia, dan US$ 1788/ton di Thailand. Perkembangan harga karet alam
Indonesia dan Thailand tampaknya bergantung kepada harga internasional, namun
yang menjadi pertanyaannya adalah: apakah benar terjadi/ada integrasi pasar karet
Indonesia dan internasional seperti yang ditunjukkan oleh kurva harga pada di
bawah ini(Bernando dkk.,  2012).

Grafi

k 1.4 Perkembangan Harga Rill Karet Alam di Pasar Internasional, Indonesia dan thailand(1969-2003)
(IRSG).

Memperhatikan komposisi kepemilikan karet alam di Indonesia yang didominasi


oleh rakyat/petani, berfluktuasinya harga dan upaya pemerintah dalam
merevitalisasi sektor perkebunan, jika pasar konsumen (akhir atau antara) karet
alam tidak terintegrasi dengan pasar produsen, maka ketimpangan antara harga
yang dibayarkan oleh negara konsumen dengan negara produsen (khususnya petani)
akan semakin besar. Mengingat besarnya peranan perdagangan karet alam bagi
perekonomian nasional dan prospek karet alam yang akan datang sebagai negara
pemasok permintaan karet alam dunia, maka penting untuk mengetahui keberadaan
integrasi pasar antara pasar Indonesia dengan pasar-pasar utama tujuan Indonesia
dan negara produsen karet alam utama lainnya di dunia(Sumarmadji,  2003).

Grafik 1.5 Kurva Supply dan Demand Pasar Potensial Surplus dan Pasar Potensial
Defisit(Tomek dan Robinson, 1990)

Grafik di atas  menunjukkan apabila tidak terjadi perdagangan maka harga yang
terjadi adalah Px dipasar X dan PY1 dipasar Y dimana Px < PY1. Surplus dipasar X
(ESX) akan mendorong pelaku pasar dipasar tersebut menjual kelebihan
persediaanya kepasar lain, sedangkan pelaku pasar di pasar Y akan mendatangkan
komoditi dari pasar lain untuk memenuhi kelebihan permintaan (EDY1) dipasar Y.

Kurva excess supply dan excess demand dapat berubah dengan perubahan faktor


kekuatan supply dan demand pada masing-masing pasar. Apabila terjadi
peningkatan permintaan akibat peningkatan populasi dipasar Y, excess
demand akan bertambah dari EDY1 ke EDY2 sehingga pasar Y membutuhkan
tambahan supply dari pasar X(Lipsey, 1987).

Jika tidak ada biaya perdagangan yang maka kurva excess supply dan excess


demand akan berpotongan pada titik o, dan sejumlah QE akan diperdagangkan dari
pasar X ke pasar Y. Volume perdagangan akan semakin rendah dengan adanya biaya
perdagangan t. Biaya perdagangan ini dapat disebabkan oleh hambatan perdagangan
yang terjadi maupun biaya transportasi yang digunakan. Efek biaya perdagangan
terhadap jumlah dan harga keseimbangan dapat diilustrasikan dengan
mengembangkan garis volume perdagangan (volume of trade line), yang
digambarkan oleh garis ab. Perdagangan tidak akan terjadi jika biaya perdagangan
sebesar PY1-PX dan mencapai maksimum jika tidak ada biaya transfer. Jika terdapat
biaya transfer sebesar t, maka keseimbangan terjadi pada jumlah yang
diperdagangkan sebesar QE1 dengan harga keseimbangan PX1’ dipasar X dan PY1’ di
pasar Y(Anwar,. 2005):
Grafik 1.6 Kurva Excess Supply

(Pasar X) dan Excess Demand (Pasar Y) dalam Hubungan Perdagangan(Tomek dan Robinson, 1990)

Jika terjadi pergeseran permintaan di Pasar Y, akibat peningkatan jumlah penduduk


maupun faktor-faktor lain yang mempengaruhinya maka harga di pasar Y akan
terdorong naik (Y2). Pergeseran ini menyebabkan kelebihan permintaan meningkat
dan menggeser kurva kelebihan permintaan ke kanan (EDY1 ke EDY2). Perubahan
ini menyebabkan volume of trade line bergeser ke kanan (ab ke a’b’). Perdagangan
tidak akan terjadi jika biaya tranfer sama dengan atau lebih besar daripada PY2-PX.
Jika biaya transfer tetap t maka keseimbangan akan terjadi pada jumlah
perdagangan PX2 di pasar X dan PY2 di pasar Y. Penjelasan diatas mengikhtisarkan
bahwa perubahan harga disuatu pasar akibat perubahan kekuatan pasar dapat
menyebabkan perubahan harga pasar lain yang melakukan perdagangan dengan
pasar tersebut.

PERKEMBANGAN IMPOR DAN EKSPOR KARET


Karet merupakan salah satu komoditi ekspor Indonesia yang mempunyai kontribusi
cukup besar dalam menyumbang devisa negara. Secara umum ekspor karet ke
seluruh negara tujuan menunjukkan kecenderungan berfluktuasi. Oleh karena itu
perlu dilakukan penelitian seberapa besar pengaruh faktor luar seperti gross
domestic product, harga karet alam, harga karet sintesis dan nilai tukar (kurs)
terhadap permintaan ekspor karet alam Indonesia.
Grafik 1.7 Ekspor Karet Alam Indonesia

Ekspor karet alam Indonesia selama 20 tahun terakhir menunjukkan adanya


peningkatan dari 1.0 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1.3 juta ton pada tahun 1995
dan 2.0 juta ton pada tahun 2005. Kenaikan nilai ekspor karet tersebut lebih banyak
didorong oleh faktor harga dibandingkan kenaikan volume. Kenaikan harga karet
dunia terutama disebabkan oleh meningkatnya permintaan sejalan dengan pesatnya
pertumbuhan industri otomotif dunia (BI, 2007).

Pendapatan devisa dari komoditi ini pada semester pertama tahun 2006 mencapai
US$ 2.0 milyar sedangkan pada triwulan pertama tahun 2007 terjadi peningkatan
ekspor karet alam yang mencapai USD1,03 miliar atau tumbuh 9,9 persen yang
volume ekspornya mencapai 581 ribu ton dengan pertumbuhan sebesar 2,2 persen
(BI, 2007). Pada akhir tahun 2007, nilai total ekspor karet alam mencapai USD 4,9
miliar, sedangkan peningkatan ekspor karet terbesar terjadi pada Februari 2008
sebesar 144,4 juta dollar AS(Bernando dkk.,  2012).
Grafik 1.8 Pangsa Pasar Ekspor Karet Alam Indonesia di Beberapa Negara Tujuan Utama

Penting dan strategisnya komoditi karet alam ini tidak hanya dirasakan oleh negara-
negara produsen karet alam, seperti Indonesia, Vietnam, India, Thailand dan
Malaysia, tetapi juga dirasakan oleh negara-negara konsumen maupun pengimpor.
Negara-negara konsumen mempunyai kepentingan yang kuat akan kesinambungan
pasokan karet alam sebagai bahan baku industri strategis, seperti industri ban
otomotif, industri peralatan militer, industri sarana medis (sarung tangan, kondom)
dan lain-lain. Disatu pihak, negara-negara produsen menginginkan harga yang
tinggi, namun di lain pihak negara-negara konsumen menginginkan harga yang
rendah. Oleh karena itu, keseimbangan antara produksi karet alam (yang dipasok
oleh negara-negara produsen) dengan konsumsi (untuk kebutuhan industri di
negara-negara konsumen), sangat menentukan terciptanya harga yang saling
menguntungkan bagi kedua belah pihak (negara produsen dan negara konsumen)
(Tarigan, 2001).

Perkembangan volume ekspor karet alam Indonesia di beberapa negara tujuan


menunjukkan kecenderungan kenaikan volume. Negara-negara pengimpor utama
karet alam tersebut adalah Amerika Serikat, Jepang, China, Singapura, Jerman dan
Perancis. Amerika Serikat merupakan negara pengimpor terbesar dengan volume
impor pada tahun 2006 mencapai 590,946 ribu ton. Memperhatikan data volume
ekspor karet alam ke beberapa negara konsumen utama Indonesia, terlihat bahwa di
kawasan Asia, Jepang dan Cina menunjukkan laju kenaikan jumlah ekspor yang
lebih tinggi dengan volume impor sebesar 357, 539 ribu ton dan 337,222 ribu ton
pada tahun 2006(Angraeni, 2004).

Grafik 1.9 Perkembangan volume ekspor Indonesia ke Negara Tujuan Utama(BPS, 2007).

Pada grafik diatas ditunjukkan bahwa pergerakan ketiga kurva harga karet alam
memiliki pergerakan yang sama dari tahun 1969 sampai dengan tahun 1988, namun
pada tahun berikutnya pola dari masing-masing kurva harga tersebut menunjukkan
tren yang berbeda. Pada tahun 1989 harga riil karet alam Thailand mengalami
kenaikan yang ekstrim sebesar US$ 636.3/ton, dimana pada tahun 1989 sebesar US$
531/ton menjadi US$ 1168/ton. Harga ini hampir menyamai harga dipasar
internasional, sedangkan harga riil ekspor karet alam Indonesia tetap mengikuti tren
harga di pasar internasional(Bernando dkk.,  2012).

Selain itu, karet alam yang diekspor oleh Indonesia sebesar 90 persen dari total
produksinya merupakan produk bahan baku, sehingga permintaan dunia atas
produk ini akan bergantung terhadap permintaan industri berbahan dasar karet
alam. Sementara itu, perkembangan industri berbahan dasar karet alam akan sangat
bergantung terhadap permintaan atas produk jadi berbahan dasar karet alam,
dengan demikian gejolak permintaan dunia atas produk jadi berbahan dasar karet
alam semestinya berdampak terhadap volume dan harga ekspor karet alam
Indonesia. Implikasinya adalah kekuatan Indonesia dalam penetapan harga di pasar
internasional menjadi lemah karena tidak hanya ditentukan oleh harga ditingkat
konsumen industri tapi juga ditentukan oleh harga dikonsumen akhir produk jadi
yang berbahan dasar karet alam(Angraeni, 2004).
Perdagangan internasional terjadi karena adanya perbedaan penawaran dan
permintaan antara suatu negara dengan negara lain, setiap negara tidak dapat
menghasilkan suatu komoditas yang diburtuhkan oleh rakyat. Secara rafis
mekanisme penawaran dan permintaan dapat dgambarkan pada kurva dibawah ini.
Dimana kurva permintaan dan penawaran dinegara A yaitu SA dan DA sedangkan di
negara B yaitu SB dan DB serta SW dan DW dipasar dunia(Anwar,. 2005):

Grafik 2.0 Model Sederhana Terjadinya Perdagangan Internasional

Grafik 2.0 Model Sederhana Terjadinya Perdagangan Internasional

Dimana:

PA : harga domestik di negara pengekspor(A) tanpa perdangan internasional

Q0A :konsumsi domestik di negara pengekspor tanpa perdangan internasional

Q1A, Q2A : kelebihan penawaran dinegara pengekspor setelah adanya perdaganagan


internasional

PB : harga domestik di negara pengimpor(B) tanpa perdanganan internasional

Q0B : konsumsi domestik dinegara pengimpor sebelum adanya perdangan


internasioanl

Q1B, Q2B : kelebihan permintaan dinegara pengimpor tanpa


perdanganan internasional

Q0B :konsumsi domestik negara pengimpor setelah adanya perdangan dunia

pW : harga keseimbangan setelah terjadi perdaganagan dunia

QW : jumlah yang diekspor sama dengan jumlah yang di impor


PERKEMBANGAN HARGA KARET
Harga komoditi pertanian sangat rentan terhadap berbagai resiko, seperti fluktuasi
nilai tukar mata uang, harga bahan bakar/transportasi, pertumbuhan ekonomi,
biaya produksi, pasokan/produk substitusi, pola iklim. Hal ini dapat tercermin pada
penurunan harga karet alam yang mulai terjadi sejak krisis moneter bulan juli 1997,
dimana pada saat itu nilai mata uang negara-negara produsen karet alam (seperti
Thailand, Malaysia, Indonesia) terdepresiasi dengan nilai mata uang US dollar. Pada
mulanya, masyarakat perkaretan Indonesia memperoleh keuntungan yang cukup
besar sampai 10 kali lipat (300-400 persen). Hal ini akibatkan oleh terdepresiasinya
nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika sehingga harga nominal yang diterima
petani meningkat. Namun, karena peningkatan produksi pada masing-masing
negara produsen utama karet alam akibat nilai jual yang meningkat menyebabkan
ekspor karet alam dari Indonesia dan negara produsen lainnya melebihi kapasitas
penyerapan konsumsi karet alam dunia sehingga hal ini mengakibatkan harga karet
alam yang jatuh. Akibatnya, terjadi penurunan harga yang merugikan petani karet
Indonesia(Tarigan, 2001).

Ekspor karet alam Indonesia menjangkau banyak negara tujuan diberbagai belahan
dunia yang terpisah secara geografis. Namun, jika diamati berdasarkan kuantitas
ekspor ke negara tujuan, Indonesia terkonsentrasi hanya pada beberapa negara
tertentu saja. Negara-negara ini merupakan importir utama dan juga negara yang
melakukan perdagangan secara kontinu. Pergerakan harga karet alam antara negara-
negara yang menjadi produsen dan konsumen karet alam utama dunia dapat
menjadi stimulus aktif antara pasar yang melakukan perdagangan(Tarigan, 2001).

Lokasi geografis antara pasar Indonesia dan internasional memungkinkan


perbedaan/selisih harga karet alam pada tiap negara. Pengaruh dari transmisi harga,
kecepatan informasi dan biaya transportasi di pasar dunia semestinya berdampak
pada keseimbangan harga karet alam di Indonesia. Batas-batas geografis lokasi pasar
karet alam akan menjadi sangat penting dalam mengukur permintaan dan
penawaran, pembentukan harga dan struktur kompetisi yang terjadi antar masing-
masing negara. Hal ini disebabkan karena jauh dekatnya suatu lokasi pasar terhadap
pasar lainnya akan menimbulkan biaya transfer yang berbeda ditiap pasar sehingga
akan berdampak pada harga yang diterima oleh konsumen maupun harga yang
ditawarkan oleh produsen(Simatupang dkk., 1988).

Fluktuasi harga bisa menyebabkan instabilitas, dan karenanya patut dicari penyebab
dan pemecahannya. Salah satu informasi penting yang bisa membantu persoalan
fluktuasi adalah informasi tentang integrasi pasar. Khususnya yang terkait dengan
harga karet alam, keterkaitan harga domestik dan harga dunia patut dicermati, agar
bisa memberi antisipasi yang benar terhadap upaya perbaikan nasib
petani(Elwamendri, 2000).

Informasi harga dan kemungkinan substitusi produk antar pasar selalu berpengaruh
terhadap perilaku penjual dan pembeli. Transmisi dan pemanfaatan informasi
diantara berbagai pasar dapat mengakibatkan harga dari komoditas tertentu
bergerak secara bersamaan di berbagai pasar tersebut. Kondisi ini menunjukkan
keberadaan integrasi pasar yang merupakan salah satu indikator penting efisiensi
sistem pemasaran (Heytens, 1986 dalam Adiyoga et al, 2006).
Penelurusan keberadaan integrasi pasar karet alam di Indonesia dengan
internasional tentunya akan memberikan gambaran mengenai dampak
perkembangan harga yang diterima oleh petani di Indonesia, karena apabila pasar
karet alam Indonesia tidak terintegrasi dengan pasar internasional, maka
perkembangan harga di pasar internasional (kenaikan/penurunan harga) belum
tentu berdampak nyata terhadap petani karet alam di Indonesia. Dengan demikian,
pengukuran integrasi pasar karet alam di Indonesia dan Internasional dapat
memberikan informasi penting menyangkut cara kerja pasar yang dapat berguna
untuk memperbaiki kebijakan liberalisasi pasar, memantau pergerakan harga,
melakukan peramalan harga dan memperbaiki kebijakan investasi infrastruktur
pemasaran karet alam untuk kepentingan kesejahteraan petani karet alam
di Indonesia(Simatupang dkk., 1988).

Pembentukan harga keseimbangan di pasar internasional bergantung dengan


permintaan dan penawaran di masing-masing negara yang melakukan perdagangan.
Harga keseimbangan relatif yang dibentuk tidak serta merta terjadi secara langsung,
namun terjadi dalam jangka waktu yang lama sesuai dengan penyesuaian dengan
nilai tukar dan kesepakatan yang terjadi antara negara yang melakukan
perdagangan. Kurva di bawah ini memperlihatkan proses terciptanya harga komoditi
relatif ekuilibrium dengan adanya perdagangan yang ditinjau dari analisis
keseimbangan parsial (Maklumat,  2005).

Grafik 2.1 Harga Komoditif Relatif Ekuilibrilium Setelah Perdagangan (Salvatore, 1997)

Grafik 2.1 Harga Komoditif Relatif Ekuilibrilium Setelah Perdagangan (Salvatore,


1997)

Sesuai dengan asumsi dasar perdagangan internasional yakni negara yang


melakukan perdagangan terdiri dua negara dan komoditi yang diperdagangkan
homogen (satu jenis) maka Gambar 4 memperlihatkan pembentukan harga komoditi
relatif ekuilibrium setelah perdagangan. Grafik di atas pada panel (a)
memperlihatkan adanya perdagangan internasional, dimana Negara 1 akan
berproduksi dan konsumsi di titik A berdasarkan harga relatif
komoditi X sebesar P1, sedangkan panel (b) menjelaskan Negara 2 akan berproduksi
dan berkonsumsi di titik A’ berdasarkan harga relatif P3(Maklumat,  2005).
Ketika harga yang berlaku berada diatas P1 maka Negara 1 akan memproduksi
komoditi X lebih banyak daripada tingkat permintaan produksi. Kelebihan produksi
itu selajutnya akan diekspor (bagian a) ke Negara 2. Di lain pihak, jika harga yang
berlaku lebih kecil daripada P3, maka Negara 2 akan mengalami peningkatan
permintaan sehingga tingkatnya lebih tinggi ketimbang produksi domestiknya. Hal
ini akan mendorong Negara 2 untuk mengimpor kekurangan kebutuhannya atas
komoditas X dari Negara 1(Maklumat,  2005).

KEBIJAKAN PEMERINTAH
Sebagaimana diketahui bahwa keberadaan karet di tengah masyarakat Indonesia
berdampak signifikan terhadap kehidupannya. Berawal dari ketertarikan terhadap
keberhasilan yang dicapai oleh perusahaan-perusahaan Belanda dalam
mengusahakan komoditas ekspor ini, masyarakat Indonesia, khususnya di Sumatra
dan Kalimantan, mulai mengusahakan tanaman yang disadap getahnya ini. Pada
awalnya hanya diusahakan dalam areal yang terbatas di antara tanaman-tanaman
lainnya, namun lambat laun mulai diusahakan di areal tersendiri dan dalam skala
yang cukup besar.

Kebijakan pemerintah dalam memperbaiki kualitas serta untuk


tetap mempertahankan pangsa pasar karet alam Indonesia di internasional
diperbaharui secara terus menerus. Kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan oleh
pemerintah yakni: a) SK Menteri Pertanian No: 701/Kpts/AP 830/10/1987 yang
direvisi oleh SK Menteri Pertanian No: 350/Kpts/TP 830/5/1989 dan SK Menteri
Perdagangan No. 184/14/VI/1988, tentang perbaikan perbaikan mutu lateks kebun,
sheet angin, slab tipis dan lumb segar. b), SK Menperindag No.
616/Mpp/Kep/10/1999, tentang tataniaga dan standarisasi bokar yang mewajibkan
bokar (crumb rubber) membeli bokar dari pedagang yang memiliki SIUP (Surat Ijin
Usaha Perdagangan) dan bokar yang memenuhi standar SNI 06 – 2047 – 1998)
(Budiman, 1974).

Tab

el 1.2 Standar Karet Alam Indonesia

Perdagangan multilateral yang cenderung mengarah lebih terbuka, menawarkan


peluang sekaligus tantangan dari negara-negara lain dalam meningkatkan daya saing
maupun bentuk-bentuk kerjasama multilateral antar negara. Kepentingan Indonesia
sebagai pihak produsen karet alam terbesar kedua di dunia setelah Thailand,
memberikan landasan bagi Indonesia untuk menjadi salah satu anggota dari
kerjasama dunia.

Melihat begitu besar dan luasnya pengaruh positif perkebunan karet bagi
perekonomian bangsa dan masyarakat Indonesia, setelah merdeka pemerintah
melakukan upaya untuk menata sistem perkebunan karet di dalam negeri. Sebagai
langkah awal, pemerintah Orde Lama yang dipimpin oleh Presiden Soekarno
menasionalisasi perusahaan-perusahaan perkebunan milik Belanda yang banyak
tersebar di Sumatra, Jawa, dan Kalimantan, seperti di Sumatra Utara, Jambi,
Sumatra Selatan, Bengkulu dan berbagai wilayah di Pulau Jawa dan Kalimantan
Selatan. Setelah melakukan pengambilalihan, selanjutnya pemerintah mengambil
kebijakan untuk menata perusahaan-perusahaan perkebunan karet tersebut agar
hasil yang didapatkan menjadi lebih baik untuk membantu perekonomian bangsa
yang baru merdeka pada saat itu. Kebijakan penataan perusahaan-perkebunan karet
ini dimulai tahun 1958 pada masa Orde Lama dengan adanya Perusahaan
Perkebunan Negara Baru atau yang dikenal dengan PPN Baru untuk membiayai
upaya perebutan Irian Barat yang saat itu masih dikuasai oleh Belanda. Di antara
langkah penting yang dilakukan pemerintah saat itu adalah mengganti seluruh
manajemen perusahaan dengan orang-orang Indonesia(Loo, 1980)

Kebijakan penataan perkebunan karet yang telah dimulai pada masa Orde Lama
dilanjutkan kembali pada masa Orde Baru pada dasawarsa 1967-1977. Satu aspek
yang membedakan sistem penataan dan pengelolaan perkebunan karet di masa Orde
Baru dengan di masa sebelumnya adalah penataan perkebunan karet dilakukan
secara lebih komprehensif dengan memasukkan perkebunan karet rakyat dalam
pengaturan pemerintah. Jika di masa Orde Lama perkebunan karet disamaratakan,
baik yang dikelola oleh perusahaan maupun yang dikelola secara mandiri oleh
rakyat, tetapi di masa Orde Lama perkebunan karet rakyat mendapatkan porsi
tersendiri. Pemerintahan yang dipimpin oleh Soeharto ini mengambil kebijakan
pengelolaan perkebunan karet dengan membaginya menjadi: Perkebunan Besar
dengan sistem manajemen Perseroan Terbatas Perkebunan (PTP) dan Perkebunan
Rakyat dengan sistem Perkebunan Inti rakyat atau PIR(Budiman, 1974)

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Karet merupakan komoditas unggulan yang memiliki pasar cukup cerah di pasar
internasional. Produksi karet Indonesia banyak didukung oleh perkebunan rakyat,
sehingga karet memiliki arti yang penting sebagai sumber devisa, penyerap tenaga
kerja, dan sebagai sumber pendapatan petani. Pengembangan agribisnis karet di
Indonesia, perlu memperhatikan hal-hal berikut:

1. bantuan dari pemeritah pusat maupun daerah agar perkembangan karet bisa lebih
opyimal daripada sekarang

2. menigkatan investasi dalam pengolahan perkebunan karet yang ada di Indonesia


3. menigkatkan teknologi yaitu untuk meningkatkan hasil produksi karet tersebut dan
bisa mengolah karet menjadi barang ag dapat menambah nilai jual komuditas
perkebunan karet tersebut
SARAN

Indonesia seharusnya memanfaatkan momentum peningkatan penawaran karet


alam dunia dengan upaya perbaikan produktivitas. Upaya peningkatan produktivitas
dilakukan melalui penanaman kembali dan peremajaan perkebunan karet.
Pengaktifan kembali pendanaan untuk perkebunan karet baik dari bank dan non
bank. Menekankan pada pengembangan industri hilir untuk menghasilkan barang
jadi seperti sarung tangan, kabel dan pipa karet, sol sandal/sepatu, alat kesehatan
dan sebagainya. Pengembangan industri hilir ini diharapkan dapat meningkatkan
nilai tambah produk olahan karet alam.

Perbaikan teknologi produksi dan pengolahan industri karet alam melalui lembaga
penunjang seperti litbang dan dinas perkebunan. Perbaikan teknologi akan dapat
mengurangi biaya pengolahan sehingga petani dapat memperoleh keuntungan yang
lebih besar. Indonesia lebih menetapkan Cina sebagai negara tujuan ekspor karet
alam Indonesia. Langkah perluasan ekspor ke Cina dilakukan dengan meningkatkan
distribusi produk, meningkatkan komposisi produk dan pertumbuhan ekspor karet
alam yang tinggi ke Negara Cina.

Pemerintah (Khususnya BI) sebaiknya menjaga nilai tukar Rupiah dalam posisi yang
stabil, sehingga dapat memberikan harga yang wajar dan kontinuitas usaha karet
alam yang digarap oleh pihak swasta maupun petani karet karena guncangan nilai
tukar Rupiah dapat memberikan damapak yang negatif bagi harga ekspor karet
Indonesia. Pemberlakukan kuota ekspor karet alam dapat dilakukan jika produksi
karet alam domestik dan dunia berlebihan dengan tujuan untuk menstabilkan
maupun meningkatkan harga di pasar internasional.

Kerjasama multilateral karet alam diantara negara produsen utama lainnya


seharusnya diperkuat lagi, sehingga Indonesia sebagai negara produsen kedua
terbesar dapat sebagai penentu harga di pasar internasional dan bukan sebagai
penerima harga, namun dengan mempertimbangkan aspek persaingan sehat di
antara masing-masing pasar.

DAFTAR PUSTAKA

Angraeni, P. 2004. Indentifikasi Dampak Penerapan AFTA Terhadap Nilai


Ekspor dan Impor Harga Komoditi Karet Indonesia-ASEAN. Skripsi. Jurusan Ilmu
Sosial Ekonomi- Pertanian Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Anonim. 2013.  Kebijakan Perkebunan Karet Rakyat


Indonesia. <http://roedijambi.wordpress.com/2012/10/24/kebijakan-perkebunan-
karet- rakyat- di-indonesia/> Diakses tanggal 22 April 2013.

Anonim. 2013. Karet. <http://id.wikipedia.org/wiki/karet> Diakses tanggal 22


April 2013.
Anwar, C. 2005. Prospek Karet Alam Indonesia : Suatu Analisis Integrasi Pasar
dan Keragaan Ekspor. Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Sekolah Pasca
Sarjana, Bogor.

Bank Indonesia (BI), 2007. Laporan Neraca Pembayaran Indonesia. BI, Jakarta.

Bernando, F.R. dkk.  2012. Commodities: Insight. Jurnal Bank Mandiri 1:1-4

Budiman, S. 1974. Jenis-jenis Karet Alam dan Karet Sintesis. Kursus


Teknologi Karet. Balai Penelitian Perkebunan Bogor, Bogor.

Canjels, E. 2002. Measuring Market


Integration. http://homepage.newschool.edu/ measuring- market-integration.html  
Diakses tanggal 22 April 2013.

Elwamendri. 2000. Perdagangan Karet Alam Antara Negara Produsen Utama


dan Amerika Serikat. Tesis. Program Pascasarjana IPB, Bogor.

Indonesian Rubber Research Institute (IRRI). 2006. Priority Integration


Sector Specialist–Rubber Based Products (Pss – Rubber-Based), The
ASEAN Secretariat – UNDPPartnership Project 2006. Bogor Research Center
for Rubber Technology, Bogor.

Lipsey, Richard G. 1987. Pengantar Mikroekonomi terjemahan Economics


7th Edition. Jaka Wisana dkk. Binarupa Aksara, Jakarta.

Loo, T. G. 1980. Tuntunan Praktis Mengelola Karet Alam. Penerbit Kintta, Jakarta.

Maklumat, I. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Ekspor


Karet Alam Indonesia. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi-
Pertanian Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Simatupang, P dan J. Situmorang. 1988. Integrasi Pasar dan Keterkaitan harga


Karet Indonesia dengan Singapura. Jurnal Agro Ekonomi,  7: 12-29

Sumarmadji, dkk. 2003. Prosiding Konferensi Agribisnis Karet Menunjang


Industri Lateks dan Kayu 2003. Pusat Penelitian Karet. Lembaga Riset
Perkebuanan Perkebunan Indonesia,  Medan.

Anda mungkin juga menyukai