2 Rumusan Masalah
pula petani karet, pendapatan yang mereka peroleh akan menujukkan bagaimana kehidupan
ekonomi petani karet tersebut. Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi pendapatan
petani karet seperti, luas lahan ,harga karet, jumlah pekerja dan tingkat pendidikan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah antara lain sebagai
berikut :
1. Seberapa besar pengaruh luas lahan terhadap pendapatan petani karet di Kecamatan
Berdasarkan dengan penjelasan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian
Harapan dari penelitian ini adalah dapat memberikan sejumlah manfaat bagi
1. Bagi Penulis
Andalas Padang, serta sebagai masukan kepada petani karet di Kecamatan Bonjol
2. Bagi Pembaca
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan bagi pemerintah daerah
mulai dari tingkat Provinsi sampai ke tempat Desa dalam menyusun kebijakan
3. Bagi Penelitian Selanjutnya Hasil penelitian ini di harapkan menjadi salah satu
referensi bagi penelitian selanjutnya, terutama yang mengkaji topik yang sama.
BAB II
PEMBAHASAN
PRODUKSI
Karet adalah polimer hidrokarbon yang terkandung pada lateks beberapa jenis
tumbuhan. Indonesia merupakan produsen karet alam terbesar kedua di dunia
setelah Thailand dengan produksi rata-rata 2,2 juta ton setiap tahunnya atau 26
persen dari total produksi karet alam dunia. Produksi karet Thailand mencapai 2,8
juta ton per tahun (33%), sedangkan Malaysia dengan produksi sebesar 1,1 juta ton
per tahun atau 13 persen dari total dunia merupakan produsen terbesar ketiga di
dunia. Hampir separuh produksi karet alam dunia dikonsumsi oleh tiga negara
utama, masing-masing Cina dengan daya serap pasar sekitar 22 persen, diikuti AS
sebesar 16 persen, dan Jepang 10 persen(BI, 2007).
Indonesia memiliki perkebunan karet rakyat yang terbesar di dunia sebesar 3,3 juta
hektar (ha) yang terdiri dari 84 persen milik rakyat, dan 16 persen perusahaan besar.
Total produksi pada tahun 2005 adalah 2.27 juta ton, kedua yang tertinggi di dunia
setelah Thailand. Pada tahun 2015 dan 2020 diproyeksikan Indonesia menghasilkan
3.5 juta ton 3.8 juta ton karet alam (BI , 2007).
Distribusi perkebunan karet alam milik rakyat berdasarkan daerah tingkat propinsi
diuraikan dalam di bawah ini(Indonesian Rubber Research Institute (IRRI), 2006):
T
abel 1.1 Produksi dan luasan perkebunan karet di Indonesia Berdasarkan Provinsi(Tahun 2005).
Produksi karet alam dunia tahun 2012 diperkirakan mencapai 11,5 juta ton atau
tumbuh 5,2% (yoy). Dengan konsumsi karet alam global yang diperkirakan tumbuh
lebih rendah dibandingkan produksinya yaitu 2,7% (yoy) maka persediaan karet
alam global tahun ini diperkirakan akan mengalami surplus sebesar 153 ribu ton,
dimana tahun sebelumnya mengalami defisit sebesar -106 ribu ton((Bernando dkk.,
2012).
Grafik 1.1 Produksi Karet Alam IndonesiaDampak fenomena iklim La Nina yang
diperkirakan tidak akan sekuat tahun sebelumnya menjadi salah satu faktor
peningkatan produksi karet. Produksi karet Thailand diperkirakan tumbuh 5% tahun
ini, naik dari 3% tahun lalu. Selain itu, banjir besar di Thailand yang terjadi akhir
tahun 2011 ternyata tidak mempengaruhi signifikan produksi karet Thailand karena
lokasi banjir yang berbeda dengan sentra produksi karet. Harga karet di tahun 2012
diperkirakan bergerak lebih rendah dibandingkan tahun 2011(Bernando dkk., 2012).
Produksi karet alam Indonesia diperkirakan meningkat menjadi 3,2 juta ton pada
2012 atau tumbuh 7% (yoy) sama seperti pertumbuhan tahun lalu. Pemerintah
menyampaikan ada beberapa program yang telah dijalankan pemerintah selama ini
dalam merealisasikan kenaikan produksi karet. Program itu antara lain mendorong
kegiatan intensifikasi di kalangan petani dan memberikan bantuan bibit karet yang
ditujukan bagi peremajaan tanaman yang telah berusia 20-25 tahun(Bernando dkk.,
2012).
Grafik 1.2 Pangsa Produksi Karet Alam Global
Apabila ditinjau dari sisi luas perkebunan karet, Indonesia memiliki lahan kebun
karet terluas di dunia yaitu 3,5 juta ha sementara Thailand memiliki luas kebun 2,8
juta ha. Namun demikian, produktivitas kebun karet Indonesia masih sangat rendah
(937 kg/ha/tahun) dibandingkan dengan Thailand (1725 kg/ha/tahun). Kebun karet
di Indonesia sebagian besar (85%) dimiliki oleh rakyat dan pengelolaannya masih
belum dilakukan secara optimal sehingga berpengaruh kepada produktivitas kebun
karet nasional yang masih rendah(Bernando dkk., 2012).
Pada tingkat teknologi tertentu, fungsi produksi karet dirumuskan sebagai berikut:
Q=q(A,L,Z)
Keterangan:
Jika harga masing-masing untuk harga faktor lahan, tenaga kerja dan faktor-faktor
produksi lainya adalah PA, PL, PZ , maka persamaan biaya total dapat dirumuskan
menjadi:
C= PA*A+PL*L+PZ*Z+C0
Π= PQ*Q-C
Dimana:
Π: Keuntungan
P: Harga karet
Faktor-faktor produksi merupakan peubah sndogen sedangkan harga karet (PQ) dan
harga faktor faktor (PA, PL, PZ) merupakan peubah eksogen. Sehingga fungsi
permintaan faktor dapat dirumuskan sebagai berikut:
AD=a(PQ ,PA ,PL, PZ)
Dimana AD, LD, ZD merupakan permintaan akan faktor lahan, tenaga kerja dan
faktor-faktor lainya.
Konsumsi karet alam global didominasi oleh kawasan Asia. Konsumsi karet alam
India dan Cina pada tahun 2012 diperkirakan tumbuh 4% (yoy), sementara Jepang
tumbuh 3% (yoy). Sementara pertumbuhan konsumsi karet lebih lambat
diperkirakan terjadi di Uni Eropa, tahun 2012 hanya diperkirakan sebesar 0,1%,
Amerika Serikat juga diperkirakan hanya tumbuh konsumsinya 1% pada 2012. Pada
tahun 2011 penjualan kendaraan bermotor di Cina tumbuh sebesar 11,2% (yoy),
pertumbuhan penjualan otomotif di Jepang -15,1% (yoy), Uni Eropa -8,7% (yoy)
kemudian di Amerika Serikat sebesar 14,3% (yoy) pada periode yang sama(Bernando
dkk., 2012).
Dimana:
Jika dimisalkan fungsi produksi dari industri ban yang menggunakan bahan baku
karet alam dan input lainya adalah sebagai berikut((Anwar,. 2005):
Dimana:
It : jumlah output yang diproduksi oleh industri ban yang menggunakan karet alam
sebagai input tahun t
Persamaan permintaan karet alam merupakan fungsi yang dapat ditulis sebagai
berikut:
Dimana:
PIKt : harga input karet alam tahun t,
ESR(YX)=a*X/Y
ELR(XY)=ESR(XY)/1-b
Dimana:
Dalam kaitanya dengan penawaran, maka ada dua konsep elastisitas yaitu elastisitas
harga dan elastisitas harga silang. Elastisitas harga atas penawaran adaah angka
yang menunjukkan besarnya persentase perubahan jumlah suatu barabg yang
ditawarkan akibat perubahan harga barang lain.
PEMASARAN KARET
Sebagian besar karet alam Indonesia ditujukan ke pasar ekspor (~ 90%) sedangkan
sisanya untuk kebutuhan bahan baku berbagai industri dalam negeri. Jenis karet
alam yang paling banyak diekspor Indonesia adalah Crumb Rubber (~80%). Pangsa
pasar ekspor karet terbesar Indonesia pada tahun 2010 adalah Amerika Serikat
(23%), Cina (18%) dan Jepang(13%). Selama 10 tahun terakhir ekspor karet alam
Indonesia ke AS menunjukkan tren menurun sementara tren ekspor karet alam
Indonesia ke Cina cenderung meningkat. Gabungan Perusahaan Karet Indonesia
memperkirakan volume ekspor karet Indonesia tahun 2012 dapat mencapai 2,79 juta
ton, naik 6,1% (yoy) dibandingkan tahun 2011 sebesar 2,63 juta ton(Bernando dkk.,
2012).
Berdasarkan data GAPKINDO, industri crumb rubber di Indonesia saat ini hanya
beroperasi dengan utilisasi di bawah 70% dari kapasitas terpasang. Hal tersebut
diakibatkan oleh semakin sulitnya mendapatkan bahan olah karet (bokar) karena
adanya penambahan pabrik crumb rubber. Peningkatan produktivitas perkebunan
karet khususnya milik rakyat mutlak dilakukan untuk mengejar kebutuhan pabrik
crumb rubber yang tinggi.
Grafi
k 1.4 Perkembangan Harga Rill Karet Alam di Pasar Internasional, Indonesia dan thailand(1969-2003)
(IRSG).
Grafik 1.5 Kurva Supply dan Demand Pasar Potensial Surplus dan Pasar Potensial
Defisit(Tomek dan Robinson, 1990)
Grafik di atas menunjukkan apabila tidak terjadi perdagangan maka harga yang
terjadi adalah Px dipasar X dan PY1 dipasar Y dimana Px < PY1. Surplus dipasar X
(ESX) akan mendorong pelaku pasar dipasar tersebut menjual kelebihan
persediaanya kepasar lain, sedangkan pelaku pasar di pasar Y akan mendatangkan
komoditi dari pasar lain untuk memenuhi kelebihan permintaan (EDY1) dipasar Y.
(Pasar X) dan Excess Demand (Pasar Y) dalam Hubungan Perdagangan(Tomek dan Robinson, 1990)
Pendapatan devisa dari komoditi ini pada semester pertama tahun 2006 mencapai
US$ 2.0 milyar sedangkan pada triwulan pertama tahun 2007 terjadi peningkatan
ekspor karet alam yang mencapai USD1,03 miliar atau tumbuh 9,9 persen yang
volume ekspornya mencapai 581 ribu ton dengan pertumbuhan sebesar 2,2 persen
(BI, 2007). Pada akhir tahun 2007, nilai total ekspor karet alam mencapai USD 4,9
miliar, sedangkan peningkatan ekspor karet terbesar terjadi pada Februari 2008
sebesar 144,4 juta dollar AS(Bernando dkk., 2012).
Grafik 1.8 Pangsa Pasar Ekspor Karet Alam Indonesia di Beberapa Negara Tujuan Utama
Penting dan strategisnya komoditi karet alam ini tidak hanya dirasakan oleh negara-
negara produsen karet alam, seperti Indonesia, Vietnam, India, Thailand dan
Malaysia, tetapi juga dirasakan oleh negara-negara konsumen maupun pengimpor.
Negara-negara konsumen mempunyai kepentingan yang kuat akan kesinambungan
pasokan karet alam sebagai bahan baku industri strategis, seperti industri ban
otomotif, industri peralatan militer, industri sarana medis (sarung tangan, kondom)
dan lain-lain. Disatu pihak, negara-negara produsen menginginkan harga yang
tinggi, namun di lain pihak negara-negara konsumen menginginkan harga yang
rendah. Oleh karena itu, keseimbangan antara produksi karet alam (yang dipasok
oleh negara-negara produsen) dengan konsumsi (untuk kebutuhan industri di
negara-negara konsumen), sangat menentukan terciptanya harga yang saling
menguntungkan bagi kedua belah pihak (negara produsen dan negara konsumen)
(Tarigan, 2001).
Grafik 1.9 Perkembangan volume ekspor Indonesia ke Negara Tujuan Utama(BPS, 2007).
Pada grafik diatas ditunjukkan bahwa pergerakan ketiga kurva harga karet alam
memiliki pergerakan yang sama dari tahun 1969 sampai dengan tahun 1988, namun
pada tahun berikutnya pola dari masing-masing kurva harga tersebut menunjukkan
tren yang berbeda. Pada tahun 1989 harga riil karet alam Thailand mengalami
kenaikan yang ekstrim sebesar US$ 636.3/ton, dimana pada tahun 1989 sebesar US$
531/ton menjadi US$ 1168/ton. Harga ini hampir menyamai harga dipasar
internasional, sedangkan harga riil ekspor karet alam Indonesia tetap mengikuti tren
harga di pasar internasional(Bernando dkk., 2012).
Selain itu, karet alam yang diekspor oleh Indonesia sebesar 90 persen dari total
produksinya merupakan produk bahan baku, sehingga permintaan dunia atas
produk ini akan bergantung terhadap permintaan industri berbahan dasar karet
alam. Sementara itu, perkembangan industri berbahan dasar karet alam akan sangat
bergantung terhadap permintaan atas produk jadi berbahan dasar karet alam,
dengan demikian gejolak permintaan dunia atas produk jadi berbahan dasar karet
alam semestinya berdampak terhadap volume dan harga ekspor karet alam
Indonesia. Implikasinya adalah kekuatan Indonesia dalam penetapan harga di pasar
internasional menjadi lemah karena tidak hanya ditentukan oleh harga ditingkat
konsumen industri tapi juga ditentukan oleh harga dikonsumen akhir produk jadi
yang berbahan dasar karet alam(Angraeni, 2004).
Perdagangan internasional terjadi karena adanya perbedaan penawaran dan
permintaan antara suatu negara dengan negara lain, setiap negara tidak dapat
menghasilkan suatu komoditas yang diburtuhkan oleh rakyat. Secara rafis
mekanisme penawaran dan permintaan dapat dgambarkan pada kurva dibawah ini.
Dimana kurva permintaan dan penawaran dinegara A yaitu SA dan DA sedangkan di
negara B yaitu SB dan DB serta SW dan DW dipasar dunia(Anwar,. 2005):
Dimana:
Ekspor karet alam Indonesia menjangkau banyak negara tujuan diberbagai belahan
dunia yang terpisah secara geografis. Namun, jika diamati berdasarkan kuantitas
ekspor ke negara tujuan, Indonesia terkonsentrasi hanya pada beberapa negara
tertentu saja. Negara-negara ini merupakan importir utama dan juga negara yang
melakukan perdagangan secara kontinu. Pergerakan harga karet alam antara negara-
negara yang menjadi produsen dan konsumen karet alam utama dunia dapat
menjadi stimulus aktif antara pasar yang melakukan perdagangan(Tarigan, 2001).
Fluktuasi harga bisa menyebabkan instabilitas, dan karenanya patut dicari penyebab
dan pemecahannya. Salah satu informasi penting yang bisa membantu persoalan
fluktuasi adalah informasi tentang integrasi pasar. Khususnya yang terkait dengan
harga karet alam, keterkaitan harga domestik dan harga dunia patut dicermati, agar
bisa memberi antisipasi yang benar terhadap upaya perbaikan nasib
petani(Elwamendri, 2000).
Informasi harga dan kemungkinan substitusi produk antar pasar selalu berpengaruh
terhadap perilaku penjual dan pembeli. Transmisi dan pemanfaatan informasi
diantara berbagai pasar dapat mengakibatkan harga dari komoditas tertentu
bergerak secara bersamaan di berbagai pasar tersebut. Kondisi ini menunjukkan
keberadaan integrasi pasar yang merupakan salah satu indikator penting efisiensi
sistem pemasaran (Heytens, 1986 dalam Adiyoga et al, 2006).
Penelurusan keberadaan integrasi pasar karet alam di Indonesia dengan
internasional tentunya akan memberikan gambaran mengenai dampak
perkembangan harga yang diterima oleh petani di Indonesia, karena apabila pasar
karet alam Indonesia tidak terintegrasi dengan pasar internasional, maka
perkembangan harga di pasar internasional (kenaikan/penurunan harga) belum
tentu berdampak nyata terhadap petani karet alam di Indonesia. Dengan demikian,
pengukuran integrasi pasar karet alam di Indonesia dan Internasional dapat
memberikan informasi penting menyangkut cara kerja pasar yang dapat berguna
untuk memperbaiki kebijakan liberalisasi pasar, memantau pergerakan harga,
melakukan peramalan harga dan memperbaiki kebijakan investasi infrastruktur
pemasaran karet alam untuk kepentingan kesejahteraan petani karet alam
di Indonesia(Simatupang dkk., 1988).
Grafik 2.1 Harga Komoditif Relatif Ekuilibrilium Setelah Perdagangan (Salvatore, 1997)
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Sebagaimana diketahui bahwa keberadaan karet di tengah masyarakat Indonesia
berdampak signifikan terhadap kehidupannya. Berawal dari ketertarikan terhadap
keberhasilan yang dicapai oleh perusahaan-perusahaan Belanda dalam
mengusahakan komoditas ekspor ini, masyarakat Indonesia, khususnya di Sumatra
dan Kalimantan, mulai mengusahakan tanaman yang disadap getahnya ini. Pada
awalnya hanya diusahakan dalam areal yang terbatas di antara tanaman-tanaman
lainnya, namun lambat laun mulai diusahakan di areal tersendiri dan dalam skala
yang cukup besar.
Tab
Melihat begitu besar dan luasnya pengaruh positif perkebunan karet bagi
perekonomian bangsa dan masyarakat Indonesia, setelah merdeka pemerintah
melakukan upaya untuk menata sistem perkebunan karet di dalam negeri. Sebagai
langkah awal, pemerintah Orde Lama yang dipimpin oleh Presiden Soekarno
menasionalisasi perusahaan-perusahaan perkebunan milik Belanda yang banyak
tersebar di Sumatra, Jawa, dan Kalimantan, seperti di Sumatra Utara, Jambi,
Sumatra Selatan, Bengkulu dan berbagai wilayah di Pulau Jawa dan Kalimantan
Selatan. Setelah melakukan pengambilalihan, selanjutnya pemerintah mengambil
kebijakan untuk menata perusahaan-perusahaan perkebunan karet tersebut agar
hasil yang didapatkan menjadi lebih baik untuk membantu perekonomian bangsa
yang baru merdeka pada saat itu. Kebijakan penataan perusahaan-perkebunan karet
ini dimulai tahun 1958 pada masa Orde Lama dengan adanya Perusahaan
Perkebunan Negara Baru atau yang dikenal dengan PPN Baru untuk membiayai
upaya perebutan Irian Barat yang saat itu masih dikuasai oleh Belanda. Di antara
langkah penting yang dilakukan pemerintah saat itu adalah mengganti seluruh
manajemen perusahaan dengan orang-orang Indonesia(Loo, 1980)
Kebijakan penataan perkebunan karet yang telah dimulai pada masa Orde Lama
dilanjutkan kembali pada masa Orde Baru pada dasawarsa 1967-1977. Satu aspek
yang membedakan sistem penataan dan pengelolaan perkebunan karet di masa Orde
Baru dengan di masa sebelumnya adalah penataan perkebunan karet dilakukan
secara lebih komprehensif dengan memasukkan perkebunan karet rakyat dalam
pengaturan pemerintah. Jika di masa Orde Lama perkebunan karet disamaratakan,
baik yang dikelola oleh perusahaan maupun yang dikelola secara mandiri oleh
rakyat, tetapi di masa Orde Lama perkebunan karet rakyat mendapatkan porsi
tersendiri. Pemerintahan yang dipimpin oleh Soeharto ini mengambil kebijakan
pengelolaan perkebunan karet dengan membaginya menjadi: Perkebunan Besar
dengan sistem manajemen Perseroan Terbatas Perkebunan (PTP) dan Perkebunan
Rakyat dengan sistem Perkebunan Inti rakyat atau PIR(Budiman, 1974)
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Karet merupakan komoditas unggulan yang memiliki pasar cukup cerah di pasar
internasional. Produksi karet Indonesia banyak didukung oleh perkebunan rakyat,
sehingga karet memiliki arti yang penting sebagai sumber devisa, penyerap tenaga
kerja, dan sebagai sumber pendapatan petani. Pengembangan agribisnis karet di
Indonesia, perlu memperhatikan hal-hal berikut:
1. bantuan dari pemeritah pusat maupun daerah agar perkembangan karet bisa lebih
opyimal daripada sekarang
Perbaikan teknologi produksi dan pengolahan industri karet alam melalui lembaga
penunjang seperti litbang dan dinas perkebunan. Perbaikan teknologi akan dapat
mengurangi biaya pengolahan sehingga petani dapat memperoleh keuntungan yang
lebih besar. Indonesia lebih menetapkan Cina sebagai negara tujuan ekspor karet
alam Indonesia. Langkah perluasan ekspor ke Cina dilakukan dengan meningkatkan
distribusi produk, meningkatkan komposisi produk dan pertumbuhan ekspor karet
alam yang tinggi ke Negara Cina.
Pemerintah (Khususnya BI) sebaiknya menjaga nilai tukar Rupiah dalam posisi yang
stabil, sehingga dapat memberikan harga yang wajar dan kontinuitas usaha karet
alam yang digarap oleh pihak swasta maupun petani karet karena guncangan nilai
tukar Rupiah dapat memberikan damapak yang negatif bagi harga ekspor karet
Indonesia. Pemberlakukan kuota ekspor karet alam dapat dilakukan jika produksi
karet alam domestik dan dunia berlebihan dengan tujuan untuk menstabilkan
maupun meningkatkan harga di pasar internasional.
DAFTAR PUSTAKA
Bank Indonesia (BI), 2007. Laporan Neraca Pembayaran Indonesia. BI, Jakarta.
Bernando, F.R. dkk. 2012. Commodities: Insight. Jurnal Bank Mandiri 1:1-4
Loo, T. G. 1980. Tuntunan Praktis Mengelola Karet Alam. Penerbit Kintta, Jakarta.