Anda di halaman 1dari 14

UJIAN AKHIR SEMESTER

EKSISTENSI WANITA DALAM MANAWA DHARMASASTRA

OLEH :

Ni Wayan Eka Damayanti

Semester III

DOSEN :

Drs. JM Agus Wijaya, S.Pd., S.Ag., M.M., M.Si.

SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU

SHANTIKA DHARMA

MALANG

TAHUN AJARAN 2020/2021 DAFTAR ISI


DAFTAR ISI

Sampul Depan .................................................................................................... i

Daftar Isi ............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………… 1

1.1 Latar Belakang............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 2

1.3 Tujuan .......................................................................................................... 2

1.4 Manfaat ........................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………..... 3

2.1 Kedudukan Wanita ...................................................................................... 3

2.1.1 Wanita Sejajar dengan Laki-Laki ............................................................. 3

2.1.2 Wanita Harus dihormati ........................................................................... 4

2.2 Peran Wanita Dalam Kitab Manawa Dharmasastra .................................... 8

2.2.1 Wanita Sebagai Istri ................................................................................. 8

2.2.2 Wanita Sebagai Ibu................................................................................... 9

BAB III PENUTUP ……………………………….……………… ............... 11

3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 11

3.2 Saran. ........................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Agama Hindu mengajarkan bahwa sesungguhnya kedudukan wanita dan laki-laki itu
sejajar, tidak ada konsep yang mengatakan bahwa wanita berasal dari tulang rusuk laki-laki.
Wanita dalam teologi Hindu bukanlah merupakan serbitan kecil dari personifikasi lelaki, tetapi
merupakan suatu bagian yang sama besar, sama kuat, sama menentukan dalam perwujudan
kehidupan yang utuh. Dalam teologi Hindu hal itu dikenal dengan konsep Ardhanareswari, yaitu
simbol Tuhan dalam manifestasi sebagai setengah purusa (laki-laki) dan setengah pradana
(wanita). Konsep ajaran Hindu khususnya dalam Manawa Dharmasastra menempatkan wanita dan
laki-laki pada posisi yang setara karena keduanya tercipta dari Tuhan. Tidak ada yang berada diatas
atau dibawah, keduanya sejajar dan seimbang.
Perlakuan wanita di masyarakat tidaklah seperti yang tertera dalam pustaka suci Manawa
Dharmasastra. Dewasa ini kehormatan wanita kian merosot. Kasus-kasus yang melibatkan wanita
selalu menghiasi pemberitaan berbagai media, mulai dari kasus pemerkosaan, pelecehan seksual,
kekerasan, bahkan pembunuhan.
Akhir-akhir ini terjadi banyak kasus pemerkosaan terhadap wanita yang tidak hanya
terhadap wanita dewasa, bahkan terhadap anak-anak. Hal yang memperburuk kondisi ini adalah
pemerkosaan tidak hanya dilakukan oleh satu orang saja, tetapi oleh sekelompok lakilaki yang
dengan tega melakukan hal tidak senonoh tersebut. Dalam beberapa kasus, juga terjadi
pembunuhan setelah memerkosa korban tersebut.
Berdasarkan beberapa hal yang telah di sebutkan di atas, terdapat suatu perbedaan yang
signifikan mengenai cara pandang seseorang dalam menilai peran dan kedudukan wanita. Hal
tersebut menyebabkan kedudukan dan peran wanita dalam masyarakat menjadi rentan dan
dikalahkan oleh kaum laki-laki. Oleh karena itu, peneliti melakukan sebuah penelitian untuk
meyakinkan dan menyadarkan bahwa kedudukan wanita dan laki-laki itu sejajar, terutama dari sisi
Agama Hindu melalui pustaka suci Manawa Dharmasastra guna mengurangi perilaku-perilaku
yang dapat merendahkan derajat dan harkat seorang wanita.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah kedudukan wanita dalam kitab Manawa Dharmasastra?
2. Bagaimanakah peran wanita dalam kitab Manawa Dharmasastra?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui kedudukan wanita dalam kitab Manawa Dharmasastra.
2. Untuk mengetahui peran wanita dalam kitab Manawa Dharmasastra.

1.4 Manfaat
Penulisan ini dapat menjadi acuan dan menambah wawasan tentang eksistensi wanita
dalam manawa dharmasastra sehingga dapat menghargai wanita dalam kehidupan sehari-hari
khususnya Agama Hindu.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kedudukan Wanita


Wanita selalu menjadi topik yang hangat untuk dibicarakan dan didiskusikan. Dalam
pustaka suci Manawa Dharmasastra wanita ditempatkan sebagai sosok yang ideal dan merdeka
demi sebuah kemuliaan. Demi sebuah peradaban yang mulia, wanita mendapatkan perhatian
khusus, tidak hanya oleh suaminya, tetapi juga oleh kedua belah pihak keluarga. Hal ini penting
karena kaum wanita bagaikan prthiwi (lahan) yang subur dialiri air suci kehidupan. Idealnya,
wanita merupakan tempat yang indah ibarat bunga setaman, lengkap dengan telaga yang dihiasi
bunga teratai, tempat hidup ikan-ikan yang memancarkan kesucian, kesejahteraan dan kedamaian.
Adapun kedudukan wanita yang dominan dibahas dalam pustaka suci Manawa Dharmasastra
yaitu:

2.1.1 Wanita Sejajar dengan Laki-Laki


Wanita dalam teologi Hindu bukanlah serbitan kecil dari personifikasi laki-laki, tetapi
merupakan suatu bagian yang sama besar, sama kuat, sama menentukan dalam perwujudan
kehidupan yang utuh. Menurut Agama Hindu pada hakikatnya laki-laki dan wanita setara, sama-
sama diciptakan oleh Tuhan seperti diungkapkan dalam sloka Manawa Dharmasastra 1. 32 :
Dvidhā kåtvātmano deham
ardhena puruso ‘bhavat
arddhena nārī tasyāṁ sa
virājama sṛjat prabhuh.

Terjemahan: dengan membagi dirinya menjadi sebagian laki-laki dan sebagian


perempuan (ardha nari), ia ciptakan viraja dari bagian wanita itu.

Berdasarkan sloka tersebut wanita dan laki-laki memiliki kedudukan yang sejajar, tidak
ada konsep yang mengatakan bahwa wanita berasal dari tulang rusuk laki-laki. Dalam teologi
Hindu hal itu dikenal dengan konsep Ardhanareswari, yaitu simbol Tuhan dalam manifestasi
sebagai setengah purusa (laki-laki) dan setengah pradana (wanita). Dari pertemuan-Nya yang

3
berpasangan tersebut lahirlah berbagai jenis makhluk yang juga serba berpasangan. Tuhan dalam
aspek dualis atau pasangan tersebut dapat dipahami sebagai konsep kesetaraan gender dalam
Hindu. Konsep ardhanareswari juga terdapat dalam Siwatattwa yaitu simbol Tuhan dalam
manifestasi sebagai setengah purusa dan pradana. Kedudukan purusa disimbolkan dengan Siwa
sedangkan pradana disimbolkan dengan Dewi Uma. Siwa memerankan fungsi maskulin dan
Dewi Uma memerankan fungsi feminim dalam proses penciptaan. Tidak ada sesuatu apapun
yang akan tercipta jika kekuatan purusa dan pradana tidak menyatu. Makna simbolis dari konsep
ardhanareswari adalah menjelasakn lebih rinci tentang kesetaraan kedudukan antara laki – laki
dan wanita, yang juga saling melengkapi satu sama lain.
Secara teologis Hindu tidak ada alasan yang membenarkan adanya diskriminasi dimana
wanita berkedudukan lebih rendah dari laki – laki karena laki – laki dan wanita bersumber dari
satu sumber, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Perbedaan yang terjadi hanyalah dalam hal peranan
dan kerjanya. Satu berperan sebagai jiwa semesta dan satunya lagi berperan sebagai badan
semesta yang dalam terminologi Hindu disebut Purusa dan Prakṛti, asas roh dan materi.
Personifikasi dari dua aspek Tuhan tersebut dalam mitologi Hindu digambarakan sebagai dewa
dan dewi, raja dan ratu. Dewa disebelah kanan dan dewi disebelah kiri. Sebagaimana belahan
bumi atas dan bawah yang keduanya mempunyai tugas, kekuatan yang seimbang guna
tercapainya keharmonisan dalam kehidupan manuasia dan alam ini. Posisi berdampingan secara
sejajar tersebut menyimbolkan keseteraan. Kedua makhluk yang berbeda jenis kelamin ini
memang tidak sama. Perbedaan tersebut adalah untuk saling melengkapi.

2.1.2 Wanita Harus dihormati


Satarupa merupakan wanita pertama yang diciptakan Brahman (Subali, 2008: 53). Akan
tetapi bukan satu – satunya wanita yang meneruskan generasi selanjutnya. Masih banyak wanita
yang diciptakan kemudian, baik oleh para dewa maupun dewi. Wanita terlahir melalui energi
mental Brahman, yakni gabungan energi dari beberapa Dewa. Posisi wanita sangat merdeka.
Wanita juga dilahirkan melalui manisnya madu bunga dan kecemerlangan bintang Revati.
Wanita merupakan mahluk ciptaan Tuhan yang memiliki daya tarik keindahan tersendiri,
maka tidak jarang wanita sebagai simbolis keindahan selain itu wanita juga menjadi lambang
ketulusan dan kasih sayang Ketulusan dan kemuliaan dari sikap lemah lembut dan kasih sayang
wanitalah yang membuat wanita patut dipuji dan dihormati. Penghargaan kepada wanita dalam

4
pustaka suci Hindu sesungguhnya demikian tinggi. Sloka Manawa Dharmasastra menyebutkan
bahwa:
Pitṛbhir bhrātṛiś caitāh
Patibhir devarais tathā
Pūjyā bhūṣayita vyāśca
Bahu kalyāņam īpsubhiḥ
(Manawa Dharmasastra, III.55)
Terjemahan:
wanita harus dihormati dan disayangi oleh
Ayah – ayahnya, kakak – kakaknya, suami dan ipar – iparnya
Yang menghendaki kesejahteraan sendiri.

Berdasarkan sloka tersebut wanita dalam agama Hindu memiliki kedudukan yang istimewa karena
harus dihormati oleh ayah, kakak – kakaknya, suami dan iparnya demi terciptanya kesejahteraan.

Yatra nāryāstu pūjante


Ramante tatra devatāh,
Yatraitā pūjyante
Sarvās tatrāphalaḥ kriyāḥ.
(Manawa Dharmasastra, III.56)
Terjemahan:
Dimana wanita dihormati, disanalah para dewa merasa senang
Tetapi dimana mereka tidak dihormati, tidak ada upacara suci apapun
Yang akan berpahala.

Berdasarkan sloka tersebut, wanita harus dihormati untuk mendapat berkah dari dewa
manakala wanita tidak mendapat tempat yang layak dan tidak diperlakukan secara manusiawi,
maka dari sudut pandang Hindu dipastikan bahwa segala kerja yang diusahakan oleh anggota
keluarga yang bersangkutan tidak akan berpahala.
Dalam kitab Atharwa Veda V.17.3.4 juga disebutkan bahwa “ dimana kehormatan
perempuan dilindungi, bangsa itu akan selamat dan terjamin, bila seorang perempuan tidak

5
dihormati dapat meruntuhkan bangsa itu”. Berdasarkan sloka tersebut untuk mewujudkan bangsa
yang selamat dan terjamin, para wanita harus dijaga kehormatannya.

Śocanti jāmayo yatra


Vinaśyatśu tat kulam,
No śocanti tu yatraitā
Varddhate taṅghi sarvadā.
(Manawa Dharmasastra, III. 57)
Terjemahan:
Dimana warga wanitanya hidup dalam kesedihan,
Keluarga itu cepat akan hancur, tetapi dimana wanita itu
Tidak menderita keluarga itu akan selalu bahagia.

Berdasarkan sloka tersebut untuk mewujudkan keluarga yang bahagia, wanita harus dijaga
kebahagiaannya, wanita tidak boleh bersedih. Apabila wanita dalam hidupnya terus bersedih maka
keluarga akan hancur, tidak akan ada kebahagiaan dalam keluarga. Seperti kisah Mahabharata saat
Dewi Drupadi dilecehkan di depan umum dan dia diliputi kesedihan maka kehancuran terjadi
dalam keluarga Korawa.

Jāmayo yāni gehāni


Śapantya prati pūjitāh,
Tāni kṛtyāhatānīva
Vinaśyanti samantataḥ.
(Manawa Dharmasastra, III. 58)
Terjemahan:
Rumah dimana wanitanya tidak dihormati sewajarnya,
Mengucapkan kata – kata kutukan, keluarga itu akan
Hancur seluruhnya seolah – olah dihancurkan oleh kekuatan gaib.

6
Berdasarkan sloka tersebut, untuk menjaga keutuhan keluarga maka wanita harus
dihormati, tidak boleh mengucapkan kata – kata kutukan terhadap wanita. Jika wanita dalam
sebuah keluarga tidak dihormati dan selalu diberi kata – kata kasar yang menyakiti hati maka
keluarga akan hancur seketika. Untuk membentuk keluarga yang harmonis, anggota keluarga harus
dijaga kebahagiaannya. Menurut ilmu psikologi kebahagiaan akan memberi energi – energi positif,
dan kebahagiaan itu menular, apabila anggota keluarga sudah bahagia maka akan ada energi positif
dalam keluarga dan hal itu akan menular ke anggota keluarga yang lain. Sebuah keluarga akan
cepat hancur jika anggota keluarganya sering bersedih, karena kesedihan menimbulkan energi –
energi negatif yang mempengaruhi buruknya kondisi mental dan fisik seseorang. Jika hal tersebut
terjadi maka keluarga akan hancur.
Tasmādetāh sadā pūjyā
bhūṣaņācchā danā śanaiḥ,
bhūti kāmair narair nityaṁ
sat kāreṣut saveśu ca.
(Manawa Dharmasastra, III. 59)
Terjemahan:
Oleh karena itu, orang yang ingin sejahtera
Harus selalu menghormati wanita pada hari raya
Dengan memberi hadiah perhiasan, pakaian dan makanan

Berdasarkan sloka tersebut, jika ingin sejahtera maka wanita harus selalu dihormati.
Banyak cara yang bisa dilakukan untuk menghormati wanita, salah satunya adalah dengan
memberikan hadiah pada hari – hari tertentu. Banyak tugas yang sudah dilakukan wanita maka
dari itu tidak ada salahnya memberikan hadiah kepada wanita yang merupakan suatu bentuk
penghargaan kepada wanita .
sūkṣmebhyo ‘pi prasaṅge
bhyaḥ striyo rakṣyā viśeṣataḥ,
dvayor hi kulayoḥ śokam
āvaheyur arakṣitāḥ.
(Manawa Dharmasastra IX. 5)

7
Terjemahan:
Wanita, terutama harus dilindungi dari kecenderungan berbuat jahat
bagaimanapun sedih tampaknya, jika mereka tidak dijaga akan
membawa penderitaan kepada kedua belah pihak keluarga.

Berdasarkan sloka tersebut wanita harus dilindungi agar tidak berbuat jahat. Jika wanita
tidak dilindungi maka keluarganya akan menderita.

2.2 Peran Wanita dalam Kitab Manawa Dharmasastra


Dalam Manawa Dharmasastra juga menyebutkan mengenai peran wanita pada keluarga yakni
wanita sebagai istri dan sebagai ibu yang dapat diuraiakan sebagai berikut.
2.2.1 Wanita Sebagai Istri
Setiap wanita yang menikah pasti akan menjadi seorang istri, Sebagai seorang istri
perempuan berperan dalam pengabdiannya kepada suami mereka. Selain itu seorang istri juga
selalu mensupport suaminya baik dalam pekerjaan atau kegiatan lainnya (Lestari, 2016). Dalam
manawa dharmasastra dijelaskan bahwa setiap suami harus memperlakukan istrinya sebaik
mungkin agar istrinya selalu bahagia seperti diungkapkan dalam sloka Manawa Dharmasastra
sebagai berikut.
samtuṣṭo bhāryāyā bhartā
bhartrā bhāryā tathāiva ca,
yasminn eva kule nityaṁ
kalyāṇaṁ na pravartate.
(Manawa Dharmasastra, III. 60)
Terjemahan:
Pada keluarga dimana suami berbahagia
dengan istrinya, demikian pula sang istri
terhadap suaminya, kebahagiaan pasti kekal.

yadi hi strī na roceta


pumāṁsaṁ na pramodayet,
apramodāt pūnaḥ puṁsaḥ

8
prajanaṁ na pravartate.
(Manawa Dharmasastra, III. 61)
Terjemahan:
Karena kalau istri tidak mempunyai wajah berseri
ia tidak akan menarik suaminya, tetapi jika sang istri
tidak tertarik pada suaminya tidak akan ada anak yang lahir.

Striyān tu rocamānāyāṁ
sarvaṁ tad rocate kulam,
tasyām tvarocamānāyāṁ
sarvam eva na rocate.

Terjemahan:
Jika sang istri sealalu berwajah berseri – seri
Seluruh rumah akan bercahaya, tetapi jika ia
Tidak berwajah demikian semuanya akan kelihatan suram

Demikianlah peran wanita sebagai istri dalam kitab Manawa Dharmasastra.

2.2.2 Wanita Sebagai Ibu


Disamping menjadi seorang istri, setelah mempunyai anak ia akan menjadi seorang ibu.
Peran ibu sangat berperan penting dalam pembentukan karakter, dimana seorang anak akan
menirukan apa yang orang tua mereka lakukan, sesuai dengan sloka Manawa Dharmasastra
berikut.

prajānārthaṁ striyaḥ sṛṣtāḥ


samtānārthaṁ ca mānavāḥ
tasmāt sādhāraṇo dharma
śrutau patnyā sahoditaḥ.
(Manawa Dharmasastra, IX.96)

9
Terjemahan:
Untuk menjadi ibu, wanita itu diciptakan dan
untuk menjadi ayah, laki – laki itu diciptakan
upacara keagamaan karena itu ditetapkan
dalam Veda untuk dilakukan oleh suami
bersama dengan istrinya.

Demikianlah peran wanita sebagai ibu dan laki-laki sebagai ayah dalam kitab Manawa
Dharmasastra. Semuanya memiliki peran masing-masing untuk mencapai keharmonisan sehingga
menjadi keluarga yang sukinah.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perempuan pada hakikatnya adalah makhluk Tuhan yang diciptakan dengan keistimewaan.
Wanita dalam Manawa Dharmasastra memiliki kedudukan yang sejajar dengan lakilaki, yang
membedakan wanita dan laki-laki hanya tugas dan fungsinya, perbedaan tersebut yang membuat
wanita dan laki-laki saling melengkapai satu sama lain. Wanita adalah makhluk yang harus dijaga
kehormatannya karena kitab suci Veda khususnya Manawa Dharmasastra menempatkan wanita
pada posisi yang terhormat. Kesejahteraan dalam kehidupan ini tercermin dari kehidupan wanita.
Jika wanita bahagia dan dihormati maka kehidupan akan sejahtera, serta semua makhluk akan
berbahagia. Wanita juga merupakan lambang kesuburan karena dalam Manawa Dharmasastra
kedudukan wanita sebagai Pṛthivī (tanah). 2. Wanita dalam Manawa Dharmasastra berperan
sebagai istri dan sebagai ibu. Wanita sebagai istri harus memiliki wajah yang berseri-berseri agar
suami selalu mencintai istrinya, sehingga tidak berpaling ke wanita lain, wanita harus setia pada
suaminya karena kesetian dalam sebuah rumah tangga adalah yang utama.

3.2 Saran
Adapun saran-saran penulis dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Agar wanita selalu menjaga eksistensi dirinya dalam masyarakat.
2. Agar laki-laki tidak menganggap wanita rendah dan menghargai harkat dan martabat
wanita yang terdapat dalam sastra-sastra Hindu.
3. Kepada akademisi untuk selalu mengkaji teks-teks kitab suci Hindu agar selalu dapat
mengungkap kebenaran dalam Agama Hindu.

11
DAFTAR PUSTAKA

Lestari, D. 2016. Eksistensi Perempuan Dalam Keluarga. MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper)
ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.2.
Pudja, G. M.A dan Tjokorda Rai Sudharta, M.A. 2004. Manawa Dharmasastra. Surabaya:
Paramita
Subali, Ida Bagus. 2008. Wanita Mulia Istana Dewata. Surabaya: Paramita.

12

Anda mungkin juga menyukai