Kognitif adalah semua aktivitas mental yang membuat suatu individu mampu
menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu peristiwa, sehingga individu
tersebut mendapatkan pengetahuan setelahnya.
Kognitif ini erat sekali dengan tingkat kecerdasan seseorang. Contoh kognitif bisa
ditunjukkan ketika seseorang sedang belajar, membangun sebuah ide, dan memecahkan
masalah.
1. Tahap Sensori-Motor
2. Tahap Pre-Operasional
3. Tahap Operasional Konkret
4. Tahap Operasional Formal
Tahapan-tahapan ini harus dilalui satu persatu untuk mendapatkan apa yang dinamakan
Kecerdasan Penuh Manusia.
1. Tahap Sensori-Motor
Tahap sensori-motor dimulai sejak usia 0-2 tahun. Pada tahap ini, kita
mengembangkan pengalaman melalui 5 panca indera. Otak akan merekam semua yang
dilihat, didengar, dibau, dirasa, dan disentuh. Pertama, kita mulai dari reflek sederhana
kemudian akan mengembangkan perilaku-perilaku umum. Sejak usia 4 bulan, kita menjadi
perhatian dengan bagian tubuh kita sendiri dan ketika lebih besar lagi, kita belajar untuk
memainkan beberapa benda di sekitar kita secara sadar. Pada tahap ini, kita mengembangkan
ingatan dalam mengerjakan sesuatu, atau dalam terminologi Piaget adalah kemampuan
realisasi objek permanen (permanensi objek).
Sebelum itu, ibu akan memberitahu kita sebuah objek (misalnya boneka), kemudian
disembunyikan, dan kita mengira itu hilang. Setelah kita mengetahui bahwa objek tersebut
masih ada walaupun kita tidak melihatnya. jika kita sangat ingin mengekplorasi lebih banyak,
kita bisa bergerak, kita belajar untuk duduk, merangkak, berdiri, berjalan, bahkan berlari.
Hal-hal ini akan meningkatkan mobilitas fisik sehingga meningkatkan perkembangan
kognitif, tapi kita masih berpusat pada diri kita sendiri (ego-sentrik). Artinya kita masih
melihat seluruh dunia dari sudut pandang kita sendiri.
2. Tahap Pre-Operasional
permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang
secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori
Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari
tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan
tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan
kata-kata.
Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut
pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti
mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan
semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Tahap Operasional Konkret dimulai pada usia 7-11 tahun. Pada masa itu, kita
mendapati bahwa ada alasan dibalik segala sesuatu. Kita mengembangkan kemampuan
berpikir logis, seperti Kemampuan Mengurutkan Objek dalam urutan tertentu. Kemampuan
lainnya ialah kemampuan penalaran induktif. Contohnya, ketika kita mendapati seseorang
suka makan biskuit, kita membuat kesimpulan dan generalisasi bahwa setiap orang juga suka
makan biskuit.
Kemampuan Klasifikasi Operasi. Otak kita belajar untuk mengatur kembali seluruh
pemahaman yang didapatkan kemudian mengklasifikasikannya, kemudian membuat
kerangka operasi mental yang konkret. Pada tahap ini, sekarang kita memahami bahwa kita
dapat melakukan sesuatu yang berkebalikan dengan sesuatu yang berkebalikan pula.
Misalnya, ketika kita menekan tombol saklar lampu pada bagian bawah, maka lampu akan
hidup; agar lampu mati, kita tinggal menekan kebalikannya, yakni tombol bagian atas.
Kita sangat senang dengan kemampuan mental baru ini. Kita gunakan dalam
percakapan, aktivitas, bahkan ketika kita belajar menulis, termasuk belajar di sekolah.
Hasilnya, kita mengetahui kemampuan diri kita dengan lebih baik lagi. Kita mulai menyadari
bahwa pemikiran kita, perasaan kita itu unik dan berbeda dengan orang lain. Karena itu,
sekarang kita jadi tertarik untuk mencoba kemampuan lain, yakni mencoba berada dalam
posisi orang lain atau pemikiran orang lain.
Teori Perkembangan Kognitif Piaget terakhir ialah Tahap Operasional Formal yang
dimulai usia 12 tahun ke atas. Ketika kita beranjak remaja, kita jadi lebih formal dalam
melakukan sesuatu. Karena kita memiliki kemampuan untuk berpikir lebih rasional tentang
konsep yang abstrak dan peristiwa dengan hipotesis. Contoh hipotesis ialah “jika aku tendang
bola ke dinding dengan keras, kemudian memantul kembali terkena kepala ku, pasti rasanya
sakit”.
Kemampuan berpikir kita yang lebih tinggi ini membawa kita untuk memahami
konsep yang abstrak seperti kesuksesan dan kegagalan, rasa cinta dan kebencian. Kita mampu
menggali lebih-dalam identitas diri sendiri (“Siapa aku?”, “Apa cita-cita ku?”) dan moralitas
diri (membedakan baik dengan buruk). Kita juga semakin memahami kenapa seseorang
berperilaku seperti mereka berperilaku (mereka nakal, mereka baik, mereka hedonis, mereka
sederhana). Sehingga pada akhirnya kita dapat menjadi seseorang yang mawas diri dan welas
asih.
Otak kita sekarang dapat melakukan cara berpikir deduktif, artinya kita dapat
membandingkan dua pernyataan dan menyimpulkan secara generalisasi logisnya.
Kemampuan mental baru ini memberi kita kesempatan untuk merancang kehidupan secara
sistematis dan mampu membuat prioritas. Kita dapat membuat asumsi tentang peristiwa yang
tidak berhubungan dengan kenyataan. Kita dapat melakukan kegiatan berpikir mendalam
layaknya seorang filsuf yang “berpikir” tentang “apa itu berpikir”.
Konsep selanjutnya yang dikemukakan oleh Vygotsky adalah scaffolding yang artinya adalah
mengubah level dukungan. Scaffolding disini adalah tekhnik yang digunakan dalam membantu anak
memecahkan masalahnya. Jika dirasa anak telah berhasil memecahkan masalahnya secara mandiri
atau kompetensi yang diperoleh anak telah meningkat, bimbingan yang diberikan bisa dikurangi.
Teori Vygotsky menekankan peran fundamental dari interaksi sosial dalam perkembangan
kognisi (Vygotsky, 1978), karena dia sangat yakin bahwa komunitas memainkan peran sentral dalam
proses "membuat makna." Tidak seperti gagasan Piaget bahwa perkembangan anak-anak harus
mendahului pembelajaran mereka, Vygotsky berpendapat, "belajar adalah aspek yang perlu dan
universal dari proses pengembangan yang terorganisir secara budaya, fungsi psikologis manusia
khususnya" (1978, hlm. 90). Dengan kata lain, pembelajaran sosial cenderung mendahului (yaitu,
datang sebelum) perkembangan.