Anda di halaman 1dari 6

UJIAN TENGAH SEMESTER AHLAK DAN TADZIATUN NAFS

“AKHLAK MENURUT PENDEKATAN FILOSOFIS”

DOSEN PENGAMPU : Dr.M.Dahlan R.MA

DISUSUN OLEH :

Afiq Niamillah Mutmainnah N. A Omah Apriani


(201105010224) (201105010221) (201105010132)

Aqbil Satria N. M. Reyhan Kautsar Putri Nadya H.


(20105010128) (201105010651) (201105010120)

Ahmad Kautsar Rahmat Syahroni Sonu Fikrian


(201105010236) (201105010237) (201105010237)

UNIVERSITSAS IBN KHALDUN BOGOR

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Jl. Sholeh Iskandar, RT.01/RW.10, Kedungbadak, Kec. Tanah Sereal, Kota Bogor
BAB I
PENDAHUUAN
1.1 Latar Belakang
Perbuatan manusia ada yang baik dan ada yang buruk. Kadang sebuah perbuatan dianggap baik
oleh seseorang , namun dianggap buruk oleh orang yang berbeda. Untungnya manusia memiliki akal dan
perasaan untuk dapat memilah perbuatan itu baik atau buruk. Pada dasarnya penilaian terhadap suatu
perbuatan adalah relatif, hal ini disebabkan adanya perbedaan tolok ukur yang digunakan untuk
penilaian tersebut. Perbedaan tolok ukur tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan agama,
kepercayaan, cara berpikir, ideologi, lingkungan hidup dan sebagainya.
Perbuatan manusia adalah hasil dari suatu proses psikologi yang banyak seluk beluknya.
Perbuatan tersebut merupakan kolaborasi antara intelek dan kehendak. Apabila intelek mengerti
sebagai sesuatu yang baik, maka muncullah dalam kehendak, rasa senang pada sesuatu tersebut.Tidak
ada aktifitas yang mungkin kecuali dengan maksud kearah suatu tujuan, demi sesuatu yang baik.
Pada hakikatnya akhlak bukanlah perbuatan, melainkan gambaran bagi jiwa yang tersembunyi.
Oleh karenanya dapatlah disebutkan bahwa “akhlak itu adalah nafsiah (bersifat kejiwaan) atau
maknawiyah (sesuatu yang abstrak) dan bentuknya kelihatan; kita namakan muamalah (tindakan) atau
suluk (perilaku), maka akhlak adalah sumber dan perilaku adalah bentuknya. Kemajuan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi yang dialami oleh manusia sekarang ini, tidak sedikit dampak negatifnya
terhadap sikap hidup dan perilakunya; baik ia sebagai manusia yang beragama maupun sebagai makhluk
individu dan sosial. Dampak negatif yang paling berbahaya terhadap
1.2 Rumusan Masalah
1.penegrtian pendekatan
1.3 Tujuan

AHLAK MENURUT PENDEKATAN FILOSOFIS


1. Pengertian Akhlak Menurut Pendektan Filosofis

Filosofis adalah kerangka dalam berfikir kritis untuk mencari solusi dalam berbagai
masalah. Sedangakan Pendekatan filosofis ialah cara pandang untuk menjelaskan sesuatu yang
terlihat dalam konteks filsafat yang mengacu pada hakikat penciptaan manusia. Menurut Filsafat
Pendidikan Islam, manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang setia. Dengan demikian, dalam
tinjauan filosofis al-Quran, manusia merupakan makhluk ciptaan yang diprogramkan untuk
mengabdi kepada Penciptanya. Dalam hubungan dengan hakikat penciptaannya, keberadaan
manusia akan bermakna jika hidupnya sesuai dengan rancangan yang sudah ditetapkan oleh Sang
Khaliq. Ada pedoman dasar demi mengembangkan potensi manusia yang sejalan dengan
Penciptanya1.

Nilai-nilai Ilahiyat dijadikan dasar dan tujuan dalam pengembangan potensi manusia.
Dalam pandangan filsafat pendidikan Islam nilai-nilai Ilahiyat merupakan nilai yang
mengandung kebenaran yang hakiki. Berdasarkan pendekatan filosofis ini, pengembangan
potensi manusia diarahkan pada memenuhi jawaban yang mengacu kepada permasalahan yang
menyangkut pertanyaan tentang untuk apa potensi itu dianugerahkan oleh Penciptanya bagi
kepentingan hidup manusia. Pusat pengembangan potensi manusia harus mengacu pada
pengabdian dalam bentuk mematuhi ketentuan dan pedoman Allah selaku Pencipta.

2. Karakteristik Pendekatan Filosofis


1) Logika (argumen rasional yang membuat seseorang menjadi lebih kritis dan cermat)
2) Metafisika (pertanyaan yang paling mendasar)
3) Epistimologi (cara mengetahui sesuatu yang belum diketahui seperti sumber dari sesuatu)
4) Etika (cara pendekatan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang kewajiban, keadilan)

3. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam

Ibnu Miskawaih mengemukan beberapa konsep tentang manusia dan akhlak, yang
pertama ialah konsep manusia yang memandang manusia sebagai makhluk yang memiliki
macam-macam daya. Menurutnya dalam diri manusia ada tiga daya, yaitu daya ber-nafsu sebagai

1
248 Hj. Siti Chodijah , Pendidikan Menurut Filsafat Pendidikan Islam Cendekia Vol. 9 No. 2 Juli–Desember 2011
daya terendah; daya berani sebagai daya pertengahan, dan daya berpikir sebagai daya tertinggi.
Yang kedua ialah konsep akhlak pemikiran yang akan mendasari bidang pendidikan. Konsep
akhlak yang ditawarkannya berdasar pada doktrin jalan tengah. Yang ketiga adalah konsep
pendidikan bertolak dari dasar pemikiran tersebut, Ibnu Miskawaih membangun konsep
pendidikan yang bertumpu pada pendidikan akhlak. Di sini terlihat jelas bahwa dasar pemikiran
Ibn Miskawaih ada pada dalam bidang pendidikan akhlak.

Tujuan pendidikan akhlak yang dirumuskan Ibnu Miskawaih adalah terwujudnya sikap
batin yang mampu mendorong secara spontan untuk melahirkan semua perbuatan yang bernilai
baik sehingga mencapai kesempurnaan dan memperoleh kebahagiaan sejati dan sempurna.
Untuk materi pendidikan akhlak secara umum Ibnu Miskawaih menghendaki agar semua sisi
kemanusiaan mendapatkan materi didikan yang memberi jalan bagi tercapainya tujuan
pendidikan. Materi-materi dimaksud oleh Ibnu Miskawaih di-abdikan pula sebagai bentuk
pengabdian kepada Allah SWT. Pendidik dan anak didik memegang peranan penting dalam
keberlangsungan kegiatan pengajaran dan pendidikan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Perbedaan anak didik dapat menyebabkan terjadinya perbedaan materi, metode, pendekatan dan
sebagainya.

Pengembangan ini diarahkan pada nilai-nilai batin, dengan harapan dapat menumbuhkan
kesadaran bahwa segala potensi yang dimiliki merupakan nikmat dari Allah. Akhlak dalam
filosofis islam berupaya memadukan antara wahyu dan akal, antara aqidah dan hikmah, antara
agama dan filsafat; dan berupaya menjelaskan kepada manusia bahwa wahyu tidak bertentangan
dengan akal, akidah jika diterangi dengan sinar filsafat akan menetap di dalam jiwa dan akan
kokoh di hadapan lawan, dan agama jika bersandar dengan filsafat akan menjadi filosof
sebagaimana filsafat menjadi religius.

4. Filosofis Akhlak Menurut Ibnu Miskawaih

Ibnu Miskawaih dikenal sebagai bapak akhlak Islam. Ia telah merumuskan dasar-dasar
akhlak di dalam kitabnya Tahdzib al-Akhlak wa Tathir al- Araq (pendidikan budi dan
pembersihan akhlak). Nilai-nilai pendidikan menurutnya ialah terwujudnya pribadi yang
berakhlak, berwatak dan berperilaku luhur, atau berbudi pekerti mulia. Untuk mencapai nilai-
nilai ini harus melalui pendidikan dan untuk melaksanakan pendidikan perlu mengetahui watak
manusia. Pemikiran Miskawaih tentang akhlak banyak dipengaruhi oleh pemikiran para
pendahulunya baik dari filosof Yunani dan muslim, seperti Plato, Aristoteles, al-Kindi, al- Farabi
dan al-Razi. Pemikiran Miskawaih tentang akhlak ini menjadi sumber primer bagi penulis kitab-
kitab akhlak yang datang belakangan seperti Nashiruddin al- Thusi yang porsi kajian etikanya
kebanyakan diambil dari kitab Tahzib al- Akhlak, Jalaluddin al-Dawwani yang pada gilirannya
terpengaruh dari karya al-Thusi, dan Imam al-Ghazali2.

Menurut Ibnu Miskawaih tentang al-Khulq (watak) ialah suatu kondisi bagi jiwa yang
mendorong untuk melahirkan tingkah laku tanpa pikir dan pertimbangannyang mendalam.
Kondisi ini terbagi dua, pertama, ada yang alami seperti sifat pada seorang manusia yang mudah
terpengaruh/bereaksi oleh suatu hal yang sederhanan(Ibnu Miskawaih, 1997). Kedua, tercipta
melalui kebiasaan dan latihan. Awalnya keadaan ini terjadi karena pemikiran, namun karena
terus menerus dilakukan maka terbentuklah sebuah karakter atau akhlak. Ibnu Miskawaih
menolak pandangan orang orang Yunani yang mengatakan bahwa akhlak manusia tidak dapat
berubah. Bagi Ibnu Miskawaih akhlak yang tercela bisa berubah menjadi akhlak yang terpuji
dengan jalan pendidikan dan latihan-latihan, karena pada hakikatnya syariat agama bertujuan
untuk mengokohkan dan memperbaiki akhlak manusia.3

5. Filosofis Akhlak menurut Al-Ghazali

Mengenai filsafat Akhlak Al-Ghazali dapat dilihat pada teori tasawufnya dalam buku
Ihya ‘Ulumuddin. Tujuan pokok dari akhlak Al-Ghazali adalah agar manusia sejauh
kesanggupannya meniru perangai dan sifat-sifat ketuhanan seperti pengasih, pemaaf, dan sifat-
sifat yang disukai Tuhan seperti jujur, sabar, dan sebagainya. Al-Ghazali menganggap Tuhan
sebagai pencipta yang aktif berkuasa, yang memelihara, dan menyebarkan rahmat bagi sekalian
alam. Berbeda dengan prinsip filsafat klasih Yunani yang menganggap bahwa Tuhan sebagai
kebaikan yang tertinggi, tetapi pasif menanti, dan menganggap materi sebagai pangkal
keburukan sama sekali. Bagi al-Ghazali, tasawuf bukanlah suatu hal yang berdiri sendiri
terpisah dari syari’at, terlihat dalam isi ajaran yang termuat dalam kitab Ihya’ nya yang
merupakan perpaduan harmonis antara fiqh, tasawuf dan ilmu kalam yang berarti kewajiban
agama haruslah dilaksanakan guna mencapai tingkat kesempurnaan. Dalam melaksanakan

2
Syarifuddin Elhayat, FILSAFAT AKHLAK PERSFEKTIF IBNU MISKAWAIH, jurnal uisu.ac.id, Hal. (51-52), 2019
3
Jurnal Taushiah FAI UISU Vol. 9 No.2 Juli-Desember 2019
haruslah dengan penuh rasa yakin dan pengertian tentang makna-makna yang terkandung di
dalamnya4.

4
Pancawahana : Jurnal Studi Islam Institut Agama Islam Negri Madura (1 April 2019).

Anda mungkin juga menyukai