Anda di halaman 1dari 21

MATA KULIAH

LEADERSHIP INNOVATION

TUGAS KELOMPOK
FOCUS GROUP DISCUSSION BUDAYA YANG PERLU DITINGGALKAN
DALAM ERA DISRUPTIVE

Dosen:
Dr. dr. A. Indahwaty Sidin, MHSM

Oleh:
Kelompok 2
Achmad Anshar K022211006
Muhammad Mauliddin K022211007
Yulianti Wirawan K022211008
Andi Bau Susilowati AR. K022211009
Magfira Al Habsyi K022211010

PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI RUMAH SAKIT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
Tradisional Leadership

Pemimpin tradisional menghadapi berbagai tantangan yang terkait dengan


tenaga kerja milenial, kecerdasan emosional, keamanan, kepemimpinan elektronik,
lingkungan kerja virtual, globalisasi, dan peran wanita (Avolio et al., 2009). Para
pemimpin yang mempraktikkan teori kepemimpinan tradisional dihadapkan pada
penggunaan teori-teori usang yang dikembangkan sebelum perubahan masyarakat
saat ini dan kemajuan teknologi dan globalisasi (Bennis 2013; Latham, 2014).
Praktik teori kepemimpinan tradisional tidak memungkinkan untuk beradaptasi
dengan perubahan dan oleh karena itu membatasi tindakan pemimpin (Torres &
Reeves, 2014).

Max Weber adalah orang pertama yang mendefinisikan kepemimpinan


tradisional. Dia menggambarkan tiga gaya kepemimpinan: karismatik, birokratis dan
tradisional. Kepemimpinan tradisional didefinisikan sebagai gaya di mana kekuasaan
diberikan kepada pemimpin berdasarkan tradisi masa lalu. Contoh saat ini adalah raja,
diktator, dan banyak pemimpin bisnis saat ini. Di masa lalu, hampir semua pemimpin
dianggap tradisional dan kekuasaan mereka terikat pada pemimpin masa lalu mereka.
Banyak dari para pemimpin ini mewarisi kekuasaan mereka dari para pendahulu
mereka. Saat ini, para pemimpin tradisional naik ke tampuk kekuasaan melalui
organisasi-organisasi besar.
Kepemimpinan tradisional modern berawal dari revolusi industri ketika para
pekerja dipimpin oleh seorang manajer yang memiliki otoritas penuh. Banyak
kepemimpinan tradisional meminjam konsepnya dari militer dan membentuk tipe
kepemimpinan "top down". Jenis kepemimpinan ini menempatkan manajer di puncak
dan pekerja di anak tangga terbawah kekuasaan. Manajer membuat keputusan tentang
pekerjaan dan mengeluarkan perintah atau arahan tentang bagaimana pekerjaan
diselesaikan.
Dewasa ini, kepemimpinan tradisional dikenal sebagai tipe kepemimpinan
'top down'. Ini mencerminkan pendekatan otoriter dan menempatkan siapa yang
pernah berada di puncak tangga secara otomatis dan membiarkan orang itu
mengeluarkan perintah dan memberi perhatian. Militer, polisi dan pemadam
kebakaran adalah penggambaran yang sangat baik tentang bagaimana kepemimpinan
tradisional bekerja dalam pengaturan modern. Contoh lain adalah kekuatan yang
dimiliki oleh bisnis yang dijalankan keluarga, semakin tinggi saham yang dimiliki
keluarga, keputusan dan bisnis menjadi lebih otokratis. Namun pada intinya,
kepemimpinan tradisional di dunia modern hanya mendikte kediktatoran dan
nepotisme

Sifat Kepemimpinan Tradisional

Beberapa ciri kepemimpinan tradisional adalah kemampuan untuk

menggunakan kekuasaan dan pengaruh untuk memimpin. Kemampuan membuat

keputusan dan kemauan untuk bertindak juga merupakan keterampilan penting bagi

pemimpin tradisional. Pengikut setia pada posisi dan apa yang diwakilinya daripada

siapa yang kebetulan memegang jabatan tertentu. Ciri-ciri kepemimpinan tradisional

lainnya adalah kemampuan untuk mengambil tindakan dan memberikan energi untuk

mewujudkan tujuan dan sasaran. Semua upaya diarahkan untuk mencapai apa yang

diharapkan dan hasil adalah bukti keberhasilan yang paling penting.

Kepemimpinan tradisional datang dengan banyak masalah. Pemimpin yang

menyukai gaya ini sangat tertutup dan jarang menerima ide baru dan lebih suka

mendominasi orang yang terkadang bisa sangat sewenang-wenang. Seorang

pemimpin yang diatur dalam cara lama memimpin tidak akan menyadari perubahan

dan masalah dalam tim atau organisasinya. Kita mengharapkan sebuah tim dipimpin
secara tradisional agar sering berganti, mereka selalu lambat dan hampir tidak pernah

bereaksi terhadap masalah apa pun. 

Pola dan perilaku Traditional Leadership

 Pemimpin tradisional membuat keputusan tanpa mempertimbangkan atau


memanfaatkan pengetahuan yang terkadang lebih unggul dari mereka yang
melapor kepada mereka.
 Mereka mengikuti model menyalahkan dan tanggung jawab outsourcing atas
keputusan dan pilihan mereka yang salah kepada orang lain.
 Mereka melampiaskan emosi negatif, frustrasi dan kemarahan mereka dengan
meledak, berteriak atau tidak bersedia untuk percakapan yang konstruktif.
 Mereka merasa berhak atas perlakuan khusus, gaji besar, dan bonus besar
yang merusak prinsip keadilan dan mencabut hak tenaga kerja.
 Mereka mengelola orang dengan sikap yang sama seperti mereka mengelola
tugas – dengan sedikit fokus pada membangun hubungan saling percaya dan
memberdayakan. 
 Mereka mengharapkan staf mereka untuk mempertaruhkan hidup mereka
untuk maju di tempat kerja, menekan dan membuat mereka merasa bersalah
untuk mematuhinya. 

Gaya kepemimpinan tradisional

1. Kepemimpinan transaksional

Northouse (2013) mendefinisikan kepemimpinan transaksional sebagai pertukaran

sederhana antara pemimpin dan pengikut untuk mencapai tujuan, memberikan

promosi, bonus, atau pertukaran transaksional lainnya untuk kinerja. Kepemimpinan

transaksional adalah proses pertukaran antara pengikut dan pemimpin (McCleskey,


2014; Rowold, 2014). Kepemimpinan transaksional sebagai gaya berpusat pada

otoritas dan legitimasi yang ditetapkan dalam organisasi (Hargis, Watt, & Piotrowski,

2011). Fokus gaya kepemimpinan transaksional berpusat pada tugas, kinerja, tujuan

berorientasi tugas, dan umumnya difokuskan pada operasi sehari-hari dalam

organisasi (Lord, Day, Zaccaro, Avolio & Eagly, 2017).

2. Kepemimpinan Transformasional

Kepemimpinan transformasional didefinisikan sebagai metode di mana para

pemimpin dalam arti mengubah diri mereka sendiri, dan melalui perubahan perilaku

dan tindakan mereka terhubung dan berinteraksi dengan pengikut mereka

menciptakan tingkat yang lebih tinggi dari motivasi, moralitas, dan pada akhirnya

hasil kinerja (Lord et al., 2017) . Kepemimpinan transformasional juga telah

didefinisikan sebagai menerapkan dinamika ganda antara pemimpin dan pengikut

untuk mencapai hasil organisasi (Alsaeedi & Male, 2013).

Gaya kepemimpinan ini mencoba untuk membiarkan bawahan dan pengikut merasa

bahwa mereka memiliki tujuan bersama yang perlu dicapai. Juga, para pemimpin
transformasional sering berpikir atau berasumsi bahwa orang-orang di bawah mereka

akan selalu setuju dengan ide-ide mereka dan menjadi termotivasi sepanjang

waktu. Ini menjadi kemunduran karena akan ada situasi di mana perubahan harus

dilakukan.

3. Teori Orang Hebat

Sebuah pendahulu untuk studi formal kepemimpinan adalah teori Great Man. Teori

The Great Man tidak serta merta didasarkan pada penelitian tetapi lebih pada

pendapat dan perspektif pribadi zaman. The Great Man Theory berhipotesis bahwa
pemimpin itu dilahirkan dan bukan dibuat, maka ada pepatah “A born leader” (Allio,

2013; Cawthon, 1996). Teori Great Man adalah asumsi bahwa hanya individu tertentu

yang memiliki karakteristik dan sifat yang diperlukan yang akan memberdayakan

mereka untuk menjadi pemimpin (Bass & Bass, 2008). Teori The Great Man dan ahli

teori sifat percaya bahwa individu dilahirkan dengan sifat-sifat kepemimpinan

tertentu dan bahwa sifat-sifat ini tidak dapat dipelajari atau diperoleh melalui

pendidikan atau pelatihan (Northouse, 2013).

Teori Great Man tidak memiliki dasar ilmiah dan validitas empiris. Ini lebih

merupakan gagasan spekulatif. Kelemahan besar Teori Orang Hebat, terlepas dari

ketidakmungkinan sifat-sifat yang melekat, adalah keyakinan yang tidak masuk akal

bahwa beberapa orang menjadi pemimpin yang hebat dan sukses terlepas dari situasi

lingkungan mereka. The Great Man Theory ditolak oleh banyak ahli teori modern dan

bahkan oleh beberapa pemimpin sendiri.

4. Kepemimpinan Jalan-Tujuan

Kepemimpinan Path-Goal didasarkan pada teori bahwa pengikut diberikan tujuan


melalui penghargaan nilai, dan para pemimpin memberikan metode, atau jalan

terbaik, untuk mencapai tujuan (Hughes, Curphy & Ginnett, 2015).

Tipe kepemimpinan Path-Goal Theory sudah ketinggalan zaman karena tidak

demokratis. Metode itu bisa gagal jika pemimpinnya memiliki kekurangan, pemimpin

itu mungkin tidak rasional dan bertindak berdasarkan khayalan. Jika ada terlalu

banyak ketergantungan pada pemimpin, sistem dapat runtuh jika sesuatu terjadi pada

pemimpin.
 

5. Kepemimpinan yang Melayani

Kepemimpinan yang melayani lebih terfokus pada sifat dan karakteristik daripada

pada teori kepemimpinan yang didefinisikan dan diterima (Focht & Ponton, 2015).

Kepemimpinan yang melayani belum diterima secara luas dan juga belum ada

definisi yang seragam dan disepakati tentang kepemimpinan yang melayani (Neubert,

Hunter & Tolentino, 2016). Dikembangkan dan diperkenalkan oleh Robert Greenleaf

pada tahun 1970-an, kepemimpinan yang melayani diidentifikasi oleh Greenleaf

sebagai pemimpin yang ingin membantu orang lain, keyakinan bahwa "pemimpin

yang melayani adalah yang utama" dan bahwa pemimpin melayani dengan cara yang

memungkinkan pengikut untuk bebas, lebih bijaksana, lebih sehat, lebih mandiri, dan

menarik pengikut untuk menjadi pelayan (Liden, Wayne, Chenwei & Meuser, 2014).

 Ada beberapa industri di mana kepemimpinan yang melayani tidak sesuai. Misalnya,

seorang pemimpin militer tidak akan efektif karena dia tidak memiliki kekuatan untuk

membuat keputusan cepat – keputusan hidup atau mati yang dapat berdampak serius
pada rakyatnya. 

6. Otoritarian - Kepemimpinan Otokratis

Salah satu gaya kepemimpinan yang paling awal didirikan, mungkin yang pertama,

bisa dibilang adalah gaya otoriter, yang dipraktikkan oleh pemimpin otokratis (Flynn,

2015). Pemimpin otokratis telah didefinisikan sebagai orang yang berpikiran tertutup,

berorientasi pada kekuasaan, mengendalikan, dan dalam beberapa konteks dianggap

sebagai contoh kepemimpinan transaksional (Bass, 2008; Giltinane, 2013). Pemimpin

otoriter atau otokratis digambarkan sebagai orang yang sombong dan suka
memerintah, dan mereka mendapatkan kendali atas pengikut dengan aturan, tuntutan,

ancaman, dan hukuman (Flynn, 2015).

 Di antara semua kekuatan dan kelemahan kepemimpinan otokratis yang diakui,

mungkin salah satu yang paling menonjol adalah bahwa gaya kepemimpinan ini dapat

menyebabkan karyawan membenci pemimpin mereka dan bahkan organisasi

mereka. Lingkungan tempat kerja yang otokratis biasanya tidak ramah terhadap

inovasi atau pemikiran di luar kotak, dan ini dapat membuat pekerja merasa

terhambat secara intelektual. Hal ini juga dapat berarti bahwa kebutuhan pribadi

pekerja terabaikan, menyebabkan mereka merasa bahwa atasan mereka tidak peduli

dengan mereka sebagai individu.

7. Kepemimpinan Laissez-faire

Tidak seperti apa yang dianggap sebagai praktik kepemimpinan tradisional,

kepemimpinan laissez-faire umumnya didefinisikan sebagai gaya kepemimpinan

penghindaran non-transaksional dan pasif (Bass, 1985, 2014; Avolio & Bass, 1991).

Laissez-faire bisa dibilang gaya kepemimpinan yang paling sedikit dipelajari karena
tidak adanya perilaku kepemimpinan tradisional (Sudha, Shahnawaz & Farhat, 2016;

Yang, 2015). Pemimpin Laisse-Faire biasanya tidak hadir, terlepas, dan melepaskan

tanggung jawab mereka kepada bawahan (Bass, 1985; Yang, I. (2015). 

Pemimpin Laissez-faire biasanya tidak mengarahkan atau menggunakan otoritas

dengan pengikut mereka, dan tidak membuat keputusan terkait dengan operasi sehari-

hari, sehingga memungkinkan pengikut untuk mengelola diri mereka sendiri dan

memecahkan kesulitan yang dihadapi (Bhatti et al., 2012). Biasanya, laissez-faire

bukanlah gaya kepemimpinan yang direkomendasikan, dan tidak disarankan dalam


lingkungan organisasi di mana pengikut tidak memiliki kemampuan atau

keterampilan untuk memecahkan masalah, mengelola, atau beroperasi secara mandiri.

Milenial Leadership
Menjadi pemimpin yang berkualitas membutuhkan pemahaman tentang siapa
yang Anda pimpin. Tenaga kerja saat ini terdiri dari beberapa generasi, masing-
masing dengan preferensinya sendiri dalam cara mereka ingin dikelola . Milenial
adalah generasi terbesar dalam angkatan kerja saat ini. Milenial telah menantang gaya
kepemimpinan tradisional dengan memiliki nilai dan harapan yang berbeda dari para
pemimpin mereka. Komunikasi, membangun hubungan, dan pemberdayaan adalah
beberapa komponen kunci dalam gaya kepemimpinan yang disukai kaum milenial.

Milenial dengan cepat menjadi populasi yang paling banyak dalam Angkatan
kerja dan dalam peran kepemimpinan. Menurut penilitian oleh Pew Research Center
pada tahun 2030 “semua anggota generasi Baby Boom akan mencapai usia pension
65 dengan rata-rata 10.000 Baby Boomer mencapai usia pensiun setiap hari antara
sekarang dan nanti. Sebaliknya, pada tahun 2014 milenial sudah mewakili mayoritas
Angkatan kerja dengan lebih dari setengannya memegang peran manajemen.

Banyak organisasi masih berjuang untuk mencari tahu bagaimana mereka


dapat menerapkan rencana pengembangan kepemimpinan milenial. Saat mencoba
menentukan cara menumbuhkan generasi millennial sebagai pemimpin, Anda harus
memahami apa yang diinginkan generasi millennial dari tempat kerja dan dari
pemimpin mereka saat ini.

1. Kembangkan program bimbingan


Membuat koneksi dan jaringan penting bagi milenium, jadi mencocokkan mereka
dengan seorang mentor adalah cara yang bagus untuk menumbuhkan inspirasi dan
keterlibatan. Memberi mereka seseorang yang dapat mereka kunjungi untuk
mendapatkan umpan balik atau saran dapat membantu mereka membuat
keputusan karier yang lebih baik untuk maju.Namun, ada manfaat tambahan yang
disebut pendampingan terbalik. Dengan mencocokkan karyawan dengan
karyawan milenial, masing-masing bisa saling belajar. Interaksi yang
dipersonalisasi ini membantu karyawan baru belajar bagaimana menambah nilai
bagi organisasi, tetapi juga memungkinkan mentor untuk berlatih mengajar dan
melatih dengan karyawan baru.
2. Menjadi pelatih
Milenial tidak mencari bos yang memerintah, mengontrol, atau mengelola
mikro. Mereka mencari seseorang yang dapat melatih mereka, seseorang yang
berbagi nilai-nilai mereka, seseorang yang menghargai mereka, dan seseorang
yang akan membantu membangun kekuatan mereka. Cari tahu apa yang
menginspirasi mereka dan apa yang mereka sukai.
3. Fokus pada komunikasi
Milenial ingin didengar dan dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Mereka
menghargai transparansi dan komunikasi terbuka. Membiarkan mereka menjadi
bagian dari percakapan dan memberi mereka panduan yang jelas sejak dini
memungkinkan mereka untuk membayangkan peran apa yang dapat mereka isi di
masa depan.
4. Berikan umpan balik dan pengakuan
Ulasan tahunan perlahan akan memudar karena milenium lebih suka umpan balik
secara teratur.Dengan memberikan umpan balik secara teratur, milenium akan
belajar akuntabilitas dan cara mengukur kesuksesan dalam organisasi Anda
dengan lebih baik.Jangan lupa untuk memberikan pujian atau pengakuan atas
pekerjaan yang dilakukan dengan baik. Ini juga dapat membantu mengembangkan
kebiasaan dan keterampilan yang menjadi pemimpin hebat.
5. Ingat bahwa satu ukuran tidak cocok untuk semua
Fleksibilitas adalah kunci ketika bekerja dengan generasi wirausaha yang paham
teknologi ini.Mereka ingin menyesuaikan pembelajaran dan jalur karier
mereka dengan apa yang cocok untuk mereka, apakah itu melalui gaya belajar
yang berbeda, jam kerja yang fleksibel, atau keseimbangan kehidupan
kerja. Seperti disebutkan di atas, mereka ingin tumbuh melalui bimbingan, tetapi
pelatihan online juga merupakan faktor penting dalam pengembangan mereka
secara keseluruhan.

Berikut adalah beberapa prinsip utama yang memandu apa yang dicari oleh
generasi milenial dalam diri seorang pemimpin:

1. Penugasan peran berbasis misi


2. Pengakuan kehidupan di luar pekerjaan
3. Perhatian sebagai individu, bukan kelompok
4. Dorongan untuk bekerja menuju sesuatu yang lebih besar dari diri mereka
sendiri

Kebutuhan kaum milenial di tempat kerja didorong oleh keinginan untuk


menemukan tujuan dan pemenuhan hidup. Sebuah bisnis harus menyelaraskan
misinya dengan misi yang melayani tujuan yang lebih besar dan mengubah hidup
daripada sekadar menjual produk atau layanan ke pasar. Para pemimpin harus
mendefinisikan setiap peran yang diberikan kepada seorang milenial berdasarkan misi
ini agar mereka dapat menemukan pemenuhan.

Gaya kepemimpinan milenial

Seiring dengan cara memimpin mereka, penting untuk menganalisis apa yang dibawa

kaum milenial sebagai pemimpin itu sendiri. Apakah mereka berbeda dengan


pemimpin tradisional? Berikut adalah beberapa keterampilan yang ditawarkan kaum

milenial sebagai pemimpin.

1. Milenial lebih bersedia untuk berbicara.


Pemimpin tradisional mempertahankan cara organisasi dalam melakukan
sesuatu. Pemimpin milenium cenderung lebih bersedia untuk berbicara
tentang bidang ketidakpuasan dan menantang cara lama dalam melakukan
sesuatu.
2. Generasi Milenial lebih menyukai pendekatan kerja tim dibandingkan
manajemen yang otoritatif.
Salah satu nilai terpenting yang dipegang oleh kaum milenial adalah
kebutuhan mereka untuk membangun hubungan. Para pemimpin milenial
lebih suka menggunakan pendekatan tim dibandingkan pendekatan
individualistis untuk mencapai tujuan dan misi organisasi. Pemimpin
milenium akan mencari pendapat tim mereka sebelum membuat keputusan
besar.
3. Milenial sebagai pemimpin mencari tujuan dan pemenuhan.
Nilai-nilai keluarga dan tujuan individu adalah aspek kunci dari gaya
kepemimpinan milenial. Para pemimpin milenial merangkul karyawan mereka
yang bekerja dari rumah, menyadari bahwa karyawan dapat melayani
keluarga mereka dan tetap memenuhi kebutuhan bisnis. 

TIPE KEPEMIMPINAN “QUANTUM - LEADERSHIP”


Dalam situasi yang semakin kompleks dan percepatan perubahan - yang
diantaranya memuncak menjadi sebuah krisis – sudah selayaknya jika dipakai sebagai
sudut pandang baru dalam memandang konsep kepemimpinan. “Situasional”
mengandung makna banyaknya variabel tak terkontrol yang dihadapi seorang
pemimpin, sehingga seorang pemimpin tidak dapat berpegang kaku k epada
asumsiasumsi situasi krisis menuntut peran yang lebih besar dari pemimpin, bukan
sekadar agar dapat membawa organisasi keluar dari kemelut, tetapi mampu menjadi
pemain tangguh di masa depan ketika krisis telah berhasil dilalui. Untuk itulah
diperlukan konsep kepemimpinan yang handal seperti tertuang dalam konsep
Quantum Leadership, yang tidak hanya mengulas leadership belaka, tetapi juga
memberi tempat kepada self leadership dan followership tertentu dalam menggunakan
dalil-dalil kepemimpinan dan harus beradaptasi. Situasi yang kompleks seperti dalam
sebuah krisis akan memperbanyak variabel-variabel yang tidak terkontrol.

Sementara itu terjadi pergeseran dari kepemimpinan yang mengandalkan


otoritas menjadi kepemimpinan yang menekankan partisipasi dan koordinasi.
Berubahnya orientasi budaya perusahaan juga menuntut berubahnya tipe
kepemimpinan, yang terangkum dalam Quantum Leadership. Quantum Leadership
merupakan konsep kepemimpinan yang berorientasi masa depan, yang dapat
“melihat, bermimpi dan mengarahkan”, “mengubah” dan “menggerakkan” bawahan
ke arah tujuan yang telah direncanakan. Untuk “mengarahkan”, seorang Quantum
Leader memerlukan visionary supervision , yaitu adanya dream achievement,
strategic comprehension, process & result orientation, systematic analyses, dan
constructive anticipation.

Pendekatan ini harus didukung oleh partisipasi yang tinggi dan rasa tertantang
untuk meraih impian di masa depan. Untuk “mengubah” dilakukan positive nurturing
berupa nurturing personal & work related performance yang bertujuan membentuk
professional attitude. Positive nurturing ini dapat terlaksana jika didukung oleh
positive persuasion, emphatic dan mutually benefecial partnership. Sedangkan untuk
“menggerakkan” bawahan dilakukan dengan menghidupkan inner driver mereka
yang berlandaskan motivation & self organization dengan sasaran managerial &
technical accomplishment secara berkesinambuangan dan didukung oleh rasa saling
mempercayai (trust), dalam domain attitude, ability, maupun judgement.
Dengan demikian peran seorang Quantum Leader memiliki dimensi yang
cukup luas dengan perannya yang multifaset, yaitu sebagai direction setter,
counselor, career maker, change agent, charger, dan confidence builder.

Dalam konsep Quantum Leadership yang mengandalkan partisipasi ini,


followership merupakan dua sisi yang tak terpisahkan dari leadership. Karena
leadership yang dibicarakan bukan hanya satu leader, tetapi banyak leader, yang
dalam struktur organisasi berperan ganda sebagai leader sekaligus follower. Atau
setidaknya pemimpin bagi diri sendiri (self leader) Quantum Followership
mengutamakan kesatuan gerak, kecepatan tindakan dan keberanian menerima
tantangan melalui efektifitas koordinasi dan partisipasi dengan tujuan mencapai stake
holders’ wealth. Dengan demikian peran followership dalam konsep Quantum
Leadership adalah sebagai source of information, feedback provider, dan sebagai
partner untuk menjalankan fungsinya sebagai strategic implementor dan menjalankan
peran gandanya sebagai pemimpin.

TIPE KEPEMIMPINAN “SUPER - LEADERSHIP”


Untuk dapat mengetahui tipe kepemimpinan “Super Leadership”, maka dapat
dilihat dengan membandingkannya terhadap tipe kepemimpinan lainnya yang selama
ini kita kenal, didahului oleh tipe Strongman, Transactor, Visionary Hero, dan
selanjutnya SuperLeader.
The Strongman, merupakan tipe pemimpin yang menggunakan kewenangan
yang dimilikinya untuk mempengaruhi yang lain, umumnya karyawan tunduk atau
patuh karena takut. Jika pekerjaan tidak berhasil seperti yang diperintahkan, maka
bentukbentuk hukuman yang signifikan akan diberikan terhadap karyawan yang
bersalah.
Kebanyakan perilaku dari pemimpin yang demikian ini yakni memimpin dengan
instruksi, perintah, sasaran-sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, memimpin
dengan ancaman, intimidasi, dan teguran/cercaan. Tipe pemimpin seperti ini sangat
sering menggunakan perintah atau instruksi dan tidak toleran terhadap penyimpangan
dari cara yang telah ditentukan. Kebanyakan mereka dipandang tidak memperhatikan
citra (image), dan kurang mendorong inisiatif dan kreatifitas. Kerugian yang mungkin
dapat ditimbulkan dengan tipe pemimpin yang strongman ini adalah dapat
menimbulkan respon negatif dalam jangka pendek, serta pada kondisi jangka panjang
dapat menghancurkan, terutama ketika kreativitas sebagai elemen yang diperlukan
untuk mencapai kesuksesan tidak mendapatkan peluang yang sesuai.
The Transactor, adalah tipe kepemimpinan yang lebih mengutamakan
pertukaran hubungan dengan yang lain. Pemimpin dengan tipe ini mempengaruhi
melalui dispensasi upah/gaji. Seringkali perilakunya memberikan penghargaan
pribadi atau materi yang diberikan kepada karyawan untuk mengembalikan upaya,
kinerja dan loyalitasnya kepada pemimpin. Para pengikut dari pemimpin yang
transactor, senantiasa memakai pertimbangan atau perhitungan dalam melakukan
tugas-tugasnya. Mereka akan menyatakan bahwa saya akan melakukan apa yang dia
mau sepanjang dihargai. Kepemimpinan transactor adalah tipe kepemimpinan yang
klasik, tipe kepemimpinan yang demikian ini sangat menghormati waktu dan banyak
ditemukan di perusahaan dunia saat ini. Sampai saat ini kepemimpinan transactor
secara luas masih dipraktekkan dibanyak perusahaan, di mana tipe ini dikombinasikan
dengan kepemimpinan Visionary Hero, tetapi masih lebih bertipe kepemimpinan
strongman. Tipe kepemimpinan ini akan lebih efektif di dalam jangka waktu pendek.
Dengan kata lain, bahwa pada saat dan tempat tertentu, kepemimpinan transactor
memiliki suatu kebaikan.
The Visionary Hero, merupakan tipe kepemimpinan yang dipandang paling
populer saat ini. Pemimpin yang memiliki tipe kepemimpinan ini akan menjadi
pemimpin yang menggairahkan dan karismatik sehingga dapat memberikan inspirasi
dan motivasi kepada orang lain. Tipe ini dicirikan dengan kemampuannya untuk
menciptakan motivasi yang tinggi dan menarik visi masa depan. Pemimpin ini
memiliki kapasitas untuk menggerakkan orang lain mencapai visi. Pandangan orang
terhadap tipe ini sangat positif, dalam arti bahwa tipe ini dapat membangkitkan
semangat orang lain untuk mencapai suatu tujuan. Kekuatan pemimpin ini sebenarnya
didasarkan atas kemampuannya untuk melahirkan suatu komitmen dengan para
pengikutnya terhadap visi dan pribadi pemimpin. Pemimpin menggunakan perilaku
seperti memformulasi dan mengkomunikasikan visi, menasehati, memberikan
inspirasi, memberi persuasi, dan menantang terhadap adanya status-quo. Dalam
pengertian lain bahwa perilakunya digunakan untuk menjelaskan, bahwa tipe
pemimpin ini sebenarnya adalah seorang pemimpin yang bertipe “transformational”
dan “charismatic”.
The SuperLeaders, adalah tipe kepemimpinan yang mengarahkan orang lain
untuk memimpin dirinya sendiri. Tipe pemimpin seperti ini dikenal juga sebagai
pemimpin yang memberdayakan orang lain (empowerment). Pemimpin menjadi
“super” karena memiliki kekuatan dan kearifan terhadap semua orang dengan
membantu para karyawan untuk mampu melepaskan diri dari belenggu
ketidakmampuan menyalurkan seluruh kemampuan dari pengikut dengan baik.
SuperLeader melipatgandakan kekuatan yang dimiliki melalui kekuatan orang lain.
Tugas dari tipe pemimpin ini adalah membantu para karyawan untuk
mengembangkan ketrampilan Self Leadership-nya untuk disumbangkan sepenuhnya
kepada organisasi. Superleader mendorong pengikutnya untuk mau berinisiatif,
bertanggungjawab, memiliki rasa percaya diri, mampu menyusun sasarannya sendiri,
berpikir positif terhadap peluang yang ada, dapat menyelesaikan persoalan sendiri.
SuperLeader akan mendorong yang lain untuk mengambil tanggungjawab daripada
memberikan perintah. Satu tantangan bagi superLeadership adalah ia harus menjamin
akan kebutuhan informasi dan pengetahuan untuk melatih karyawan menjadi Self
Leadership. Masa lalu, posisi seorang pemimpin secara tidak langsung menjadi
sorotan, tetapi dengan SuperLeadership sorotan kemudian beralih kepada para
karyawan, karena justru karyawanlah lebih diharapkan untuk banyak mengambil
peran pemimpin. Oleh karena itu para karyawan akan cenderung lebih diharapkan
memiliki komitmen dan rasa kepemilikan yang luar biasa terhadap pekerjaannya.
Dari gambaran tipe-tipe kepemimpinan di atas seringkali muncul pertanyaan,
kirakira tipe kepemimpinan yang paling baik diantara sekian banyak tipe ?. Satu hal
yang perlu dipahami bahwa sebenarnya masing-masing tipe kepemimpinan memiliki
keuntungan sendiri-sendiri. Seluruh tipe ini dapat digunakan untuk mempengaruhi
orang lain. Namun perlu dicatat bahwa hanya SuperLeadershiplah yang memiliki
perspektif jangka panjang yang mengkonsentrasikan diri pada pengembangan para
karyawan. Memimpin orang lain untuk memimpin diri sendiri adalah hal tantangan
yang paling utama bagi kepemimpinan di era yang hiperkompetisi.

Daftar Praktek, Sikap, Kebiasaan dan Rutinitas yang Perlu


Ditinggalkan

NO Praktek/Sikap/Kebiasaan/Rutinitas Aksi Simbolik


yang perlu ditinggalkan
1 Menegur/memarahi staf didepan umum Menyampaikan kritik secara
privasi dan memberikan masukan
yang membangun
2 Tidak transparansi, menyimpan dan Membangun keterbukaan dengan
menutup kondisi maupun pencapaian menyampaikan
rumah sakit ke bawahan kondisi/pencapaian hasil kinerja
kepada karyawan setiap 3 bulan
sekali dalam rapat umum rumah
sakit.
3 Direktur arogan, diktator dan sombong Direktur harus rendah hati,
membangun komunikasi yang
baik dengan staf, melibatkan staf
dalam pengambilan keputusan dan
memperhatikan karyawan dengan
baik.
4 Manajer memberi kritik tanpa solusi Diskusi bersama bawahan mencari
bagaimana cara agar pekerjaan bisa pokok permasalahan dan solusi
menjadi lebih baik terbaik untuk mengatasinya.
5 Memberi hukuman kepada staf yang Membangun budaya keselamatan
melakukan kesalahan terkait insiden dalam pelayanan RS tidak dengan
keselamatan pasien hukuman. Namun membangun
budaya dengan memberikan
pemahaman dan kesadaran akan
pentingnya keselamatan pasien
dan berdiskusi bersama untuk
mecari akar permasalahan agar
peristiwa tersebut tidak terjadi lagi
6 Prinsip kepemimpinan “biar lambat asal Di era disruptive rumah sakit
selamat” dituntut untuk bisa tanggap
dengan cepat terhadap perubahan
zaman, adaptive dan inovatif agar
bisa tetap survive. Perubahan
kebijakan yang sangat cepat
memerlukan gaya
kepemimpianan quantum
leadership yang dapat dengan
cepat beradaptasi , fleksible dalam
melakukan perubahan-perubahan
yang tepat.
7 Penilaian staf secara subjektif Penilaian kinerja melalui indikator
penilaian, menggunakan tools
dengan prinsip SMART (specific,
measurable, achievable,realistic,
time-sensitive)
8 Budaya bekerja hanya untuk Membangun budaya kerja yang
mendapatkan upah dari hati, penuh kasih, melayani
dan menumbuhkan rasa memiliki
terhadap rumah sakit yang akan
berdampak pada peningkatkan
kinerja dan pencapaian visi misi
bersama.
9 Pemimpin yang bersikap cuek Membangun kepemimpinan yang
melayani, menjadi pendengar
yang baik, berempati, dan
berkomitmen. Memperhatikan
bawahan dengan baik, mengerti
kebutuhan mereka sehingga
tercipta hubungan
10 Pemimpin mengambil keputusan Membangun kepemimpinan yang
berdasarkan kehendak pribadi partisipatif dimana seluruh staf
diajak dan diikutsertakan dalam
pengambilan keputusan.
11 Pemimpin Gila Hormat Membangun budaya bahwa
organanisasi satu tubuh dimana
tidak ada yang lebih penting
namun semua semua harus
berkerja sesuai dengan fungsinya
masing-masing sebagai satu
tubuh. Pemimpin memberi contoh
teladan untuk saling menyapa.
12 Pemimpin yang mencari keuntungan Kepemimpinan yang baik adalah
pribadi, pelit, dan tidak mau berkorban pemimpin mengutamakan
kepentingan bersama bukan
kepentingan pribadi. Mencari
solusi dan menentukan kebijakan
untuk kepentingan banyak orang.
Transparansi dalam pembagian
jasa medik.

Referensi

1. _______. 1998. Quantum Leadership. Materi Pelatihan the Jakarta Consulting


Group.
2. _______. 1998. Visi Global Para Pemimpin: Sinkretisme Peradaban. Jakarta: PT
Elexmedia Komputindo.
3. Burns, Greg. 1995. The Secrets of Team Facilitation. Training & Development.
4. D’Aveni, R.A. 1994, Hypercompetition, Toronto, Canada: The Free Press,
MacMillan.
5. Garvin, David A. 2000. Learning in Action: A Guide to Putting The Learning
Orgaization to work. Boston, Massachusetts: Harvard Business School Press.
6. Manz, Charles C & Henry P Sims Jr. 2001. The SuperLeadership: Leading
Others to Lead Themselves, San Francisco: NY: Berret-Koehler Publisher, Inc.
7. Meyer, Crishtopher. 1994. How The Right Measures Help Team Excel. Harvard
Business Review.
8. Prusan L and Cohen Don. 2001. How to Invest in Social Capital. Harvard
Business Review.
9. Sisco Rebecca. 1993. What to Teach Team Leader. Training.
10. Susanto, A. B. 1997. Manajemen Aktual: Topik-Topik Aktual Manajemen dalam
Riak Perubahan. Jakarta: PT Grasindo.

11. Post,Jenifer. What Does Modern Leadership Really Mean. Waltham:


Bussiness.com. Available from : Millennials and Modern Leadership Styles -
business.com (www-business-com.translate.goog)
12. Milian,Victorio. How Millennial Leadership is Changing the Way Businesses
Run. Spark. Available from :https://www-
adpcom.translate.goog/spark/articles/2021/02/how-millennial-leadership-is-
changing-the-way-businesses-run.aspx?
_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=nui,sc
13. Suyanto,Umar Yeni. 2019. transformational leadership: millennial leadership
style in industry 4.0.  Vol. 9 No. 1 (2019): April DOI: 10.22219/jmb.v9i1.9437
14. Albanese,Jason. 2018. Four Ways Millennials Are Transforming Leadership.
Available from :https://www-inc-com.translate.goog/jason-albanese/four-ways-
millennials-are-transforming-leadership.html?
_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=nui,op,sc1
15. Spencer,Angie. 2020. How to Tackle Millennial Leadership Development. Mar 12,
2020. Available from : https://www-bizlibrary-com.translate.goog/blog/employee-
development/millennial-leadership-development/?
_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=nui,op,sc

16. Tait,Brain. 2020. Traditional Leadership Vs. Servant Leadership. Forbes Coaches
Council .

17. Heise,Angela. 2019. Why the Traditional Leadership Style Doesn't Work
Anymore.
18. Tapi,Carl. 2020. 8 Traditional Leadership Style That Do Not Work At All.
https://www-thehumancapitalhub-com.translate.goog/articles/8-Traditional-
Leadership-Styles-That-Do-Not-Work-At-All

Anda mungkin juga menyukai