Anda di halaman 1dari 22

Nama : SADDAM AMRULLAH

Kelas : 21MN3

Judul : Memahami Berbagai Pendekatan Di Dalam Metodologi Studi Islam

A . Pendekatan studi islam yaitu cara kerja agar seseorang mudah memahami islam dengan


menyeluruh. Dan pendekatan adalah cara pandang atau paradigma  yang terdapat dalam bidang studi
ilmu yang digunakan untuk memahami agama.Adapun pendekatan studi islam yaitu:

1. Pendekatan antropologis
Yaitu upaya dlm memahami agama dengan cara melihat  keagamaan yg bertumbuh dan
berkembang pada masyarakat
2. Pendekatan sosiologis
Yaitu upaya dlm memahami agama dengan cara meningkatkan kemampuan manusia untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya.
3. Pendekatan teologis
Yaitu sebuah upaya untuk memahami eksistensi tuhan, dan sebagai konsep nilai-nilai ketuhanan
yang terkontruksi dengan baik sehingga terjadi sebuah agama atau aliran kepercayaan.
 Pendekatan filosofis
Filosofis yaitu proses studi tentang kependidikan yang didasari dengan nilai-nilai ajaran islam
menurut konsep cinta terhadap kebenaran.
Filosofis (arti rasional) ukuran benar dan salahnya ditentukan dengan penilaian akal, apakah bisa
diterima oleh akal atau tidak.
 Pendekatan historis (sejarah) yaitu upaya memahami agama dengan menumbuhkan
perenungan untuk memperoleh hikmah dengan cara mempelajari sejarah nilai-nilai islam yang
berisikan kisah dan perumpamaan.
 Pendekatan psikologis : Manusia hidup sangat dipengaruhi pada perilaku, dan psikologi
mendapatkan porsi lebih banyak dan hampir semua aspek kehidupan umat. Psikologi memiliki
kapasitas yang kompleks pada masyarakat dalam memecahkan masalah umat manusia.
Pengaruh psikologi dalam kehidupan, seperti di bidang hukum, pendidikan, diskriminasi,
berbagai penyimpangan norma yang terjadi dalam masyarakat. Hal ini dapat dijelaskan dengan
psikologi dan sesuai cara kerja pada berbagai ragam masalah. Sebagai sebuah disiplin ilmu,
psikologi banyak diharapkan dapat menjelaskan adanya fenomena-fenomena atau problem-
problem umat manusia, khususnya umat Muslim. Untuk itu, perlunya melakukan integrasi
antara Psikologi dan Islam yakni dengan cara, Psikologi berguna sebagai pisau analisis masalah-
masalah umat Islam; dan Islam digunakan sebagai pisau analisis untuk menilai konsep-konsep
Psikologi. Pendekatan Psikologi dalam kajian Islam ini tidak lepas dari berbagai sumber Islam
yang digunakan untuk membantu menganalisis suatu kondisi. Psikologi berwawasan Islami
kurang lebih disebut seperti itu. Hal ini diharapkan berbagai masalah keislaman ketika dikaji
dengan pendekatan psikologi, akan memberikan solusi yang bermanfaat bagi  kehidupan
manusia masa depannya nanti.

B. Perbedaan dalam metodologi islam


 Perbedaan psikologis dalam metodologi islam
Yaitu:
(i) Perbedaan cara pandang dan gaya hidup : psikologi perkembangan modern
yang dikenal bersifat sekular.Hal ini merupakan implikasi penting dari
paradigma dasar dan metodologi yang diterapkan didalamnya yang lebih banyak
bersifat materialistis
(ii) Kritik metodologi psikologi perkembangan : selain perbedaan cara pandang
,berbagai kritik terhadap psikologi perkembangan modern juga dapat dilakukan
dengan menunjukkan pentingnya umat islam untuk mengembangkan
metodologi tersendiri dalam mengkaji psikologi perkembngan islami
 Perbedaan sosiologis dalam metodologi islam
I. impulan Selama ini umat Islam banyak memahami agama hanya melalui
pendekatan secara teologi normatif tanpa dilengkapi dengan pendekatan lain,
sehingga agama hanya dijadikan sekedar lambang kesolehan, mengklaim
dirinya sebagai yang paling benar dan memandang paham orang lain keliru dan
seterusnya. Tetapi sebaliknya, jika umat Islam dalam memahami agama
menggunakan pendekatan teologis dilengkapi dengan menggunakan
pendekatan lain seperti antropologis, sosiologis, psikologis, historis,
kebudayaan dan pendekatan filosofis yang secara operasional konseptual dapat
memberikan jawaban terhadap masalah yang timbul. Melalui pendekatan
sosiologis agama akan dapat dipahami dengan mudah karena agama sendiri
diturunkan untuk kepentingan sosial.
 Perbedaan filosofis dalam metodologi islam
a) Pada dasarnya filsafat adalah berpikiran untuk memecahkan masalah atau
pertanyaan dan menjawab suatu persoalan, namun demikian tidak semua
berpikir untuk memecahkan dan menjawab suatu permasalahan dapat disebut
filsafat. Dimaksud filsafat disini adalah berpikir secara sistematis, radikal dan
universal. Di samping itu, filsafat mempunyai bidang (objek yang dipikirkan)
sendiri, yaitu bidang atau permasalahan yang bersifat filosofis yakni bidang
yang terletak di antara dunia ketuhanan yang ghaib dengan dunia ilmu
pengetahuan yang nyata. Dengan demikian filsafat yang menjembatani
kesenjangan antara masalah-masalah yang bersifat keagamaan semata-mata
dengan masalah yang bersifat ilmiah
 Perbedaan teologis dalam metodologi islam
1. Dengan demikian, pendekatan normatif mempunyai cakupan yang sangat luas.
Sebab seluruh pendekatan yang digunakan oleh ahli usul fikih (ushūliyyīn), ahli
hukum islam (fuqāha), ahli tafsir (mufassirīn) dan ahli hadits (muhaddithīn) ada
hubungannya dengan aspek legal-formal serta ajaran islam dari sumbernya
termasuk pendekatan normatif (Khoiruddin Nasution, 2007: 153). Ada juga yang
menggunakan pendekatan juridis dan membedakannya dengan normatif.
Maksud pendekatan juridis adalah pendekatan yang menggunakan ukuran
perundang-undangan. Pembedaan ini sah adanya, meskipun kedua istilah ini
juga boleh digunakan untuk menunjukkan maksud yang sama.

DAFTAR PUSTAKA
https://www.kompasiana.com/wardatutwardatut0398/5dbfec22d541df35a17074f4/pende
katan-study-islam

http://ejournal.kopertais4.or.id/madura/index.php/elfurqania/article/view/2300

https://difarepositories.uin-suka.ac.id/7/1/Psikologi Pendidikan Islami.pdf

https://ejournal.iai-tribakti.ac.id/index.php/tribakti/article/download/191/153/

http://repository.uinsu.ac.id/8643/1/METODOLOGI STUDY ISLAM - final.pdf

https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/turast/article/download/360/237
NAMA : SADDAM AMRULLAH

KELAS : 21MN3

JUDUL : MENULUSURI KONSEP DAN KARAKTERISTIK AGAMA SEBAGAI JALAN


MENUJU KEBAHAGIAN

A. PENGERTIAN KETUHANAN
Tuhan dalam bahasa Arab disebut ilaah yang berarti ”ma’bud” (yang disembah). Perkataan ilah yang
diterjemahkan sebagai ”Tuhan” dalam Al-Quran dipakai untuk menyatakan berbagai objek yang
digunakan untuk menyebut pribadi atau tunggal (mufrad), ganda (mutsanna), atau banyak (jama’).
Selain itu Tuhan dalam arti Ilaah dapat pula berwujud benda yang nyata dan memaksakan untuk harus
tunduk padanya. Contoh seperti pribadi Fir’aun yang menyebut dirinya sebagai Tuhan atau penguasa
yang dipatuhi dan dipuja. Firman Allah dalam Al-Quran yakni : Dan berkata Fir'aun: "Hai pembesar
kaumku, aku tidak mengetahui Tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah Hai Haman untukku tanah
liat[1124] kemudian buatkanlah untukku bangunan yang Tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan
Musa, dan Sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa Dia termasuk orang-orang pendusta".(Q.S. Al-
Qasas : 38) Berdasarkan konsep Islam Tuhan adalah Dzat Yang Maha Esa. Esa dalam arti tidak ada sekutu
dengan Dia. Konsep Islam ini mengajarkan suatu kalimat ”la ilaaha illa Allah”`.Artinya : ”Tidak Ada Tuhan
Selain Allah” Kalimat ini menununjukkan ke Esaan Allah yang kemudian dijelaskan dengan firmanNya”.
(Q.S. Al – Ikhlas : 1) : Katakanlah bahwa Allah itu Esa.

1.konsep dan karakteristik

 Bahagia sering dikaitkan dengan sukses-sukses duniawi


 Rasa bahagia berhubungan dengan suasana hati,yakni dengan suasana hati yng sehat sedangkan
Susana hati hanya bisa diciptakan melalui iman dan mengikuti petunjuk Al-Qur’an dan As-
Sunnah
 Menurut Al-alusi bahagia adalah perasaan senang dan gembira karena bisa mencapai keinginan
atau cita-cita yang dituju dan diimpikan

I. Bagaimana agama menjamin kebahagiaan


 Dalam kitab mizanul amal ,al-ghazali menyebutkan bahwa assa’adah(bahagia) terbagi 2
yaitu hakiki dan majasi.Kebahagian hakiki adalah kebahagian dapat dari iman,ilmu dan
amal.Dan kebaagiaan majasi adalah kebahagiaan dapat dari duniawi dari orang beriman
dan tidak beriman
 Ibnu qayyim al-jauziah berpandapat kebahagiaan itu adalah perasaan senang dan
tentram karena hati sehat dan berfungsi dengan baik.
2.Alasan manusia harus beragama dan membahagiakan manusia dengan agama

Manusia membutuhkan agama di dalam kehidupannya, yaitu sebagai pegangan hidup baik untuk
kehidupan di dunia maupun di akherat kelak. Sudah barang tentu agar semuanya itu dapat dicapai maka
ia harus dapat menjaga keseimbangan antara dua kebutuhan, yaitu kebutuhan jasmani dan kebutuhan
rohani. Kebutuhan rohani (agama) mengandung dua dimensi, yaitu hubungan vertikal (hubungan
manusia dengan pencipta) dan hubungan horizontal (hubungan manusia dengan sesama mahkluk Tuhan
lainnya). Hidup beragama itu adalah fitrah,karna itu manusia merasakan nikmat,nyaman,an dan tenang.
Sedangkan tanpa agama manusia akan mengalami ketidaktenangan,ketidaknyamanan dan tidak tentram
dan tidak dalam kebahagiaan.

3.Sumber tentang pemikiran agama sebagai jalan menuju kebahagiaan

Secara teologis,beragama itu adalah fitrah. Jika manusia hidup sesuai  dengan  fitrahnya, maka
ia akan bahagia. Sebaliknya, jika ia hidup  tidak  sesuai  dengan  fitrahnya, maka ia tidak akan
bahagia. Secara historis, pada sepanjang sejarah hidup manusia, beragama itu merupakan
kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki.  Banyak buku membicarakan atau mengulas kisah
manusia mencari Tuhan. Umpamanya buku yang ditulis oleh Ibnu Thufail. Buku ini menguraikan
bahwa kebenaran bisa  ditemukan manakala ada keserasian antara akal  manusia dan wahyu.
Dengan  akalnya, manusia mencari Tuhan dan bisa sampai kepada Tuhan. Namun,
penemuannya itu  perlu konfirmasi dari Tuhan melalui wahyu, agar ia dapat menemukan yang
hakiki dan akhirnya ia bisa berterima kasih kepada Tuhan atas segala nikmat  yang  diperolehnya
terutama nikmat bisa  menemukan Tuhan dengan akalnya itu.
 

Secara horizontal, manusia butuh berinteraksi dengan sesamanya dan lingkungannya  baik flora
maupun fauna. Secara vertikal manusia lebih butuh berinteraksi dengan Zat yang menjadi sebab
ada dirinya. Manusia dapat wujud/  tercipta bukan oleh dirinya sendiri, namun oleh yang lain.
Yang menjadi sebab wujud manusia tentulah harus   Zat Yang Wujud  dengan  sendirinya
sehingga  tidak membutuhkan yang lain. Zat yang wujud dengan sendirinya  disebut  wujud 
hakiki, sedangkan suatu  perkara  yang wujudnya  tegantung  kepada yang lain sebenarnya tidak
ada/ tidak  berwujud.

Kalau perkara itu mau disebut ada (berwujud), maka adalah wujud idh?f?. Wujud idh?f? sangat
tergantung kepada wujud  hakiki. Itulah  sebabnya, manusia yang sebenarnya adalah wujud idh?
f? yang sangat membutuhkan Zat yang berwujud secara hakiki, itulah  Allah. Jadi, manusia
sangat membutuhkan Allah. Allahlah yang menghidupkan, mematikan, memuliakan,
menghinakan, mengayakan,memiskinkan, dan Dialah Allah Yang Zahir Yang Batin, dan Yang
Berkuasa atas segala sesuatu.

4.Membangun argumen tentang tauhidullah sebagai salah satu-satunya model beragama


yang benar

Sebagaimana  telah diketahui  bahwa  misi  utama  Rasulullah saw., seperti halnya rasul-rasul
yang sebelum beliau adalah mengajak manusia kepada Allah. L?il?ha illall?hitulah landasan
teologis agama yang  dibawa  oleh  Rasulullah  dan  oleh  semua  para nabi  dan  rasul. Makna
kalimat tersebut adalah “Tidak ada Tuhan kecuali Allah;”  “Tidak ada  yang berhak  disembah 
kecuali  Allah;” “Tidak  ada  yang  dicintai kecuali Allah;” “Tidak  ada  yang berhak  dimintai
tolong/bantuan kecuali Allah;” “Tidak ada yang harus dituju kecuali Allah;” “Tidak ada yang 
harus  ditakuti  kecuali  Allah;” “Tidak  ada  yang  harus  diminta ridanya kecuali Allah”. Tau??
dull?h menempatkan  manusia  pada  tempat yang  bermartabat,  tidak  menghambarkan  diri 
kepada  makhluk  yang lebih  rendah  derajatnya daripada manusia.  Manusia  adalah  makhluk
yang  paling  mulia dan paling  sempurna  dibanding  dengan  makhluk-makhluk  Allah  yang 
lain.  Itulah  sebabnya, Allah memberikan  amanah kepada  manusia.  Manusia   adalah   roh  
alam,  Allah menciptakan  alam  karena  Allah  menciptakan  manusia  sempurna (insan kamil).
 

Tau??dull?h adalah barometer kebenaran agama-agama sebelum  Islam. Jika  agama samawi
yang dibawa oleh nabi-nabi sebelum  Muhammad saw.masih tau??dull?h, maka  agama  itu 
benar, dan seandainya agama nabi-nabi sebelum Muhammad saw.itu sudah tidak tau??dull?h
yakni  sudah  ada  syirik,  unsur  menyekutukan  Allah, maka  dengan  terang  benderang  agama
itu  telah melenceng, salah, dan sesat-menyesatkan. Agama yang dibawa para nabi pun
namanya Islam.
 

5.Esensi dan urgensi terhadap tauhid mencapai suatu kebahagiaan

Menurut Islam, semua ajaran yang diturunkan kepada para nabi memiliki esensi yang sama yaitu
pengetahuan tentang tauhid dan keesaan Allah SWT. Namun, kebanyakan umat menyalahartikan ajaran
tersebut. Bahkan, ajaran para nabi dicampuradukkan dengan hal-hal berbau takhayul.

Sebagai seorang muslim, kita dituntut untuk merealisasikan tauhid dalam kehidupan kita sehari-hari,
karena tauhid merupakan ajaran dasar Islam yang di atasnya dibangun syariat-syariat agama. Dalam
ajaran Islam, yang dimaksud dengan tauhid adalah keyakinan akan keesaan Allah swt. Sebagai Tuhan
yang telah menciptakan, memelihara, dan menentukan segala sesuatu yang ada di alam ini .

DAFTAR PUSTAKA

http://www.mampirlah.com/teknik-informatika/makalah-bagaimana-agama-
menjamin-kebahagiaan.html

https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-
nusantara/16/01/06/o0inwd301-tauhid-esensi-dalam-islam

https://onlinelearning.uhamka.ac.id/pluginfile.php/396739/mod_resource/conte
nt/1/ppt%20urgensi%20Tauhid%20selasa%2007.00%2020%20april.pptx

https://www.cram.com/flashcards/agama-bagaimana-agama-menjamin-
kebahagiaan-8111086
https://www.cram.com/flashcards/agama-bagaimana-agama-menjamin-
kebahagiaan-8111086

http://eprints.ums.ac.id/16686/2/BAB_I.pdf

https://www.scribd.com/document/458670337/Konsep-dan-Karakteristik-
Agama-sebagai-Jalan-menuju-Tuhan-dan-Kebahagiaan
NAMA : SADDAM AMRULLAH

KELAS : 21MN3

MATKUL : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

MATERI : MEMAHAMI IMPLEMENTASI AGAMA DALAM KEHIDUPAN

IKHSAN

A. PENGERTIAN IKHSAN
Ikhsan adalah seseorang yang menyembah Allah seolah-olah ia melihat-Nya, dan jika ia
tidak mampu membayangkan melihat-Nya, maka orang tersebut membayangkan bahwa
sesungguhnya Allah melihat perbuatannya.Ihsan adalah lawan dari isa'ah (berbuat
kejelekan), yaitu seorang manusia mencurahkan kebaikan dan menahan diri untuk tidak
mengganggu orang lain. Mencurahkan kebaikan kepada hamba-hamba Allah dengan harta,
ilmu, kedudukan, dan badannya.
B. PROSES INTERNALISASI NILAI-NILAI AGAMA
Proses internalisasi ada tiga tahapan yaitu :
1. Tahapan transformasi nilai yaitu guru sekedar menginformasikan nilai-nilai yang
baik dan nilai yang kurang baik kepada peserta didik, yang semata-mata merupakan
komunikasi verbal, seperti berbohong merupakan perbuatan yang tidak baik
2. Tahap transaksi nilai yaitu tahap penanaman nilai dengan jalan melakukan
komunikasi dua arah atau interaksi antar peserta didik dengan guru bersifat
interaksi timbal balik. Dalam tahap ini guru tidak hanya menyajikan informasi
tentang nilai yang baik dan yang buruk, tetapi juga terlibat untuk melaksanakan dan
memberikan respon yang sama tentang nilai itu, yakni menerima dan mengamalkan
nilai-nilai tersebut
3. Tahap transiternalisasi yaitu tahap ini transinternalisasi nilai ini jauh lebih dalam dari
pada sekedar transaksi. Dalam tahap ini penampilan pendidikan dihadapkan peserta
didiknya bukan lagi pada sisi fisiknya, melainkan lebih kepada sikap mentalnya
(kepribadiannya).
C. IMPLIKASI KESADARAN
Arti kata implikasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah im.pli.ka.si [n] (1)
keterlibatan atau keadaan terlibat: — manusia sbg objek percobaan atau penelitian
semakin terasa manfaat dan kepentingannya; (2) yg termasuk atau tersimpul; yg
disugestikan, tetapi tidak dinyatakan: apakah ada — dl pertanyaan itu?
Sedangkan Kesadaran yang paling sederhana adalah perasaan atau kesadaran akan
keberadaan internal dan eksternal,[1] meskipun ribuan tahun analisis, definisi, penjelasan
dan perdebatan oleh filsuf dan ilmuwan, kesadaran tetap membingungkan dan menjadi hal
yang kontroversial,[2] tetapi gagasan yang disepakati secara luas tentang topik ini adalah
intuisi bahwa topik tersebut ada.
D. TENTANG TUHAN DALAM KEHIDUPAN
Tuhan dipahami sebagai Roh Mahakuasa dan asas dari suatu kepercayaan.[1] Tidak ada
kesepakatan bersama mengenai konsep ketuhanan, sehingga ada berbagai konsep ketuhanan
meliputi teisme, deisme, panteisme, dan lain-lain. Dalam pandangan teisme, Tuhan merupakan
pencipta sekaligus pengatur segala kejadian di alam semesta. Menurut deisme, Tuhan
merupakan pencipta alam semesta, tetapi tidak ikut campur dalam kejadian di alam semesta.
Menurut panteisme, Tuhan merupakan alam semesta itu sendiri. Para cendekiawan
menganggap berbagai sifat-sifat Tuhan berasal dari konsep ketuhanan yang berbeda-beda.
Yang paling umum, di antaranya adalah Mahatahu (mengetahui segalanya), Mahakuasa
(memiliki kekuasaan tak terbatas), Mahaada (hadir di mana pun), Mahamulia (mengandung
segala sifat-sifat baik yang sempurna), tak ada yang setara dengan-Nya, serta bersifat kekal
abadi. Penganut monoteisme percaya bahwa Tuhan hanya ada satu, serta tidak berwujud
(tanpa materi), memiliki pribadi, sumber segala kewajiban moral, dan "hal terbesar yang dapat
direnungkan".[1] Banyak filsuf abad pertengahan dan modern terkemuka yang mengembangkan
argumen untuk mendukung dan membantah keberadaan Tuhan.[2]
Ada banyak nama untuk menyebut Tuhan, dan nama yang berbeda-beda melekat pada
gagasan kultural tentang sosok Tuhan dan sifat-sifat apa yang dimiliki-Nya. Atenisme pada
zaman Mesir Kuno, kemungkinan besar merupakan agama monoteistis tertua yang pernah
tercatat dalam sejarah yang mengajarkan Tuhan sejati dan pencipta alam semesta,[3] yang
disebut Aten.[4] Kalimat "Aku adalah Aku" dalam Alkitab Ibrani, dan
"Tetragrammaton" YHVH digunakan sebagai nama Tuhan, sedangkan Yahweh,
dan Yehuwa kadang kala digunakan dalam agama Kristen sebagai hasil vokalisasi dari YHWH.
Dalam bahasa Arab, nama Allah digunakan, dan karena predominansi Islam di antara para
penutur bahasa Arab, maka nama Allah memiliki konotasi dengan kepercayaan dan
kebudayaan Islam. Umat muslim mengenal 99 nama suci bagi Allah, sedangkan umat Yahudi
biasanya menyebut Tuhan dengan gelar Elohim atau Adonai (nama yang kedua dipercaya oleh
sejumlah pakar berasal dari bahasa Mesir Kuno, Aten).[5][6][7][8][9] Dalam agama
Hindu, Brahman biasanya dianggap sebagai Tuhan monistis.[10] Agama-agama lainnya memiliki
panggilan untuk Tuhan, di antaranya: Baha dalam agama Baha'i,[11] Waheguru dalam Sikhisme,
[12]
 dan Ahura Mazda dalam Zoroastrianisme.[13]
Banyaknya konsep tentang Tuhan dan pertentangan satu sama lain dalam hal sifat, maksud,
dan tindakan Tuhan, telah mengarah pada munculnya pemikiran-pemikiran
seperti omniteisme, pandeisme,[14][15] atau filsafat Perennial, yang menganggap adanya satu
kebenaran teologis yang mendasari segalanya, yang diamati oleh berbagai agama dalam sudut
pandang yang berbeda-beda, maka sesungguhnya agama-agama di dunia menyembah satu
Tuhan yang sama, tetapi melalui konsep dan pencitraan mental yang berbeda-beda mengenai-
Nya.[16]

DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Tuhan
https://id.wikipedia.org/wiki/Ihsan
https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/Edukasia/article/download/2244/pdf -
:~:text=Internalisasi%20nilai%2Dnilai%20Islam%20adalah,sesama%20manusia%2C%20dan
%20alam%20sekitar
https://lambeturah.id/arti-kata-implikasi-adalah/
https://id.wikipedia.org/wiki/Kesadaran
NAMA : SADDAM AMRULLAH

KELAS : 21MN3

MATKUL : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

JUDUL : MEMAHAMI ALQURAN SEBAGAI INSPIRASI PERADABAN

A.CORAK PENAFSIRAN ALQURAN


Tafsir al-Qur’an merupakan usaha yang dilakukan oleh manusia sesuai kemampuan dan
kompetensinya dalam memahami makna kalam Allah. Pada masa Nabi yang notabene beliau
adalah mufasir tunggal, belum muncul keberagaman corak dalam penafsiran, karena sumber
penafsiran hanya satu yaitu Nabi. Hal ini berbeda dengan masa di mana umat Islam telah
menyebar di berbagai wilayah yang dibarengi dengan terjadinya perkembangan ilmu
pengetahuan dan berkembangnya berbagai aliran madhhab dan pemikiran. Perkembangan
ilmu pengetahuan serta lahirnya berbagai aliran madhhab juga memberikan dampak pada
keberagaman corak penafsiran al-Qur’an. Tulisan ini menelisik akar sejarah dan keberagaman
corak penafsiran. Hasil analisis literatur menunjukkan bahwa sejarah kemunculan dan
keberagaman corak penafsiran lahir bersamaan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan
munculnya berbagai aliran madhhab dalam Islam. Perkembangan ilmu pengetahuan melahirkan
berbagai corak penafsiran seperti corak lughawi>, fiqhi>, falsafi>, su>fi>, ‘ilmi>, dan lain-lain.
Sedangkan lahirnya berbagai aliran madhhab memunculkan corak sunni>, shi>’i>, mu’tazili> dan
lain-lain sesuai dengan ideologi yang dianut oleh mufasir.

Kemunculan dan Keberagaman Corak Penafsiran al-Qur’an


al-Qur’an memang sangat terbuka untuk ditafsirkan (multi interpretable), dan masing-
masing mufasir ketika menafsirkan al-Qur’an biasanya juga dipengaruhi oleh kondisi sosio-
kultural di mana ia tinggal, bahkan situasi politik yang melingkupinya juga berpengaruh baginya.
Di samping itu, ada kecenderungan dalam diri seorang mufasir untuk memahami al-Qur’an
sesuai dengan disiplin ilmu yang ia tekuni, sehingga meskipun objek kajiannya tunggal (yaitu
teks al-Qur’an), namun hasil penafsiran al-Qur’an tidaklah tunggal, melainkan plural. Oleh
karenanya, munculnya corak-corak penafsiran tidak dapat dihindari dalam sejarah pemikiran
umat Islam.7 Keberagaman corak penafsiran merupakan hal positif yang menunjukkan akan
kekayaan khazanah pemikiran umat Islam yang digali dari al-Qur’an. Ini artinya al-Qur’an telah
memberikan andil yang cukup besar dan merestui bagi tumbuh suburnya pluralitas dalam
penafsiran itu sendiri. Karena hampir dalam setiap lini kehidupan, termasuk dalam pemikiran
fiqh, kalam, tasawuf, dan tafsi>r terdapat aliran atau madhhab yang bervariasi.8 Dalam
menyikapi keberagaman corak penafsiran di atas, menurut Abdul Mustaqim, ada beberapa
sikap yang bisa dan mesti diambil. Pertama: kritis dalam melihat produk-produk tafsir tersebut,
apakah ada hidden interest dibalik penafsirannya? Apakah ada penyimpangan dan apakah
penafsirannya didukung oleh argumentasi yang kuat? Kedua: jika memang argumen-argumen
tersebut kuat, maka kita harus menghormati pendapat tersebut, meskipun kita tidak harus
mengikuti.

B. DIALEGTIKA ALQURAN DAN BUDAYA MERUMUSKAN PARADIGMA ALQURAN


Berbicara proses dialektika al-Qur’an dengan realitas Arab berarti menelaah cara teks (al-
Qur’an) berdialog dengan konteks. Namun perlu diketahui, yang dimaksud dengan konteks di
sini bukan sekedar peristiwa yang melatarbelakangi munculnya satu teks, tetapi lebih tepatnya
adalah social-historis masyarakat Arab sebagai tempat turunnya al-Qur'an. Dengan kata lain, al-
Qur'an turun memberi respon terhadap kebudayaan tersebut dengan merekonstruksi dan
dekonstruksi atau al-Qur'an memberikan solusi terhadap problem sosial yang muncul pada saat
itu.(Sodiqin, 2008: 13) Dalam hal ini, turunnya al-Qur'an mengindikasikan ada proses hubungan
timbal balik (resiprokasi) antara wahyu dengan realitas. Artinya, terjadi dialogis antara ayat al-
Qur'an dengan setting sosial-kultural masyarakat Arab sebagai tempat turunnya wahyu. Hal ini
terlihat banyaknya adat istiadat Arab yang terekam dan berdialektis dengan al- Qur'an. Adat
istiadat tersebut meliputi berbagai bidang, baik pranata keagamaan, sosial, ekonomi, politik,
maupun hukum. Dalam beberapa ayatnya, al-Qur'an bersifat apresiatif terhadap budaya yang
ada dengan menegaskan keberlakuannya dan memberikan ketentuan-ketentuan baru di
dalamnya. Dalam hal ini, al-Qur'an menyempurnakan aturan-aturan yang sudah ada sehingga
masyarakat arab dapat melanjutkan kebiasaan tersebut.

Dalam Tafsir Al-Mishbah, Quraish Shihab ketika menafsirkan Surah al-Baqarah ayat 143
menyebutkan bahwa umat Islam dijadikan ummat pertengahan moderat dan teladan, sehingga
dengan demikian keberadaan umat Islam adalah dalam posisi pertengahan. Posisi pertengahan
menjadikan manusia tidak memihak ke kiri dan ke kanan dan dapat dilihat oleh siapapun dalam
penjuru yang berbeda, hal ini mengantarkan manusia berlaku adil dan dapat menjadi teladan
bagi semua pihak. Selanjutnya disebutkan bahwa umat Islam akan menjadi saksi atas perbuatan
manusia dimana ungkapan “litakûnu” menggunakan fi’il mudhâri’ (kata kerja masa datang), hal
tersebut mengisyratkan akan adanya pergulatan pandangan dan pertarungan aneka “isme”.
Namun, pada akhirnya ummatan wasathan inilah yang akan dijadikan rujukan dan saksi tentang
kebenaran dan kekeliruan pandangan dan isme-isme itu.11 Banyaknya persoalan dalam
menemukan sintesa terbaik sebagai umat yang moderat tentu bukan persoalan mudah. Hal ini
dikarenakan sikap moderat tidak hanya ditujukan kepada lingkungan internal Islam, akan tetapi
juga dengan masyarakat di luar Islam. Melacak gambaran sikap moderat yang diajarkan oleh
Islam tentu harus merujuk kepada pegangan utama Islam yakni, Al-Qur’an dan Hadis Nabi
Muhammad saw. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana agar menjadi umat
moderat terhadap agama lain?. Tulisan ini agaknya berupaya menggambarkan Islam moderat
yang dijelaskan melalui dalil-dalil normatif melalui penafsiran para ulama modern Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

https://media.neliti.com/media/publications/269691-moderatisme-islam-
dalam-konteks-keindone-19527712.pdf

https://journal.iainlangsa.ac.id/index.php/at/article/download/732/512

https://core.ac.uk/download/pdf/231325899.pdf
NAMA : SADDAM AMRULLAH

KELAS : 21MN3

MATKUL : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

JUDUL : MEMBANGUN KEPRIBADIAN QURANI

A. PARADIGMA QURANI UNTUK MENGHADAPI KEHIDUPAN MODERN


Secara etimologis kata paradigma dari bahasa yunani yang asal katanya adalah para dan
digma .Para mengandung arti disamping , disebelah , dan keadaan lingkungan . Digma berarti
sudut pandang , teladan ,arketif , dan ideal . Dapat dikatakan bahwa paradigma adalah cara
pandang , cara berpikir , cara berpikir tentang suatu realitas . Adapun secara terminologis
paradigma adalah cara berpikir berdasarkan pandangan yang menyeluruh dan konseptual
terhadap suatu realitas atau suatu permasalahan dengan menggunakan teori-teori ilmiah yang
sudah baku , eksperimen , dan metode keilmuan yang bisa dipercaya . Dengan demikian ,
paradigma qurani adalah cara pandang dan cara berpikir tentang suatu realitas atau suatu
permasalahan berdasarkan al-quran.

B. ALASAN MENGAPA PARADIGMA SANGAT PENTING BAGI KEHIDUPAN


MODERN
Bagi umat islam adalah sumber primer dalam segala segi kehidupan Al-Quran adalah sumber
ajaran teologi , hukum , mistisme , pemikiran , pembaharuan , pendidikan , akhlak dan aspek –
aspek lainnya. Tolak ukur benar / salah, baik / buruk dan indah / jelek Mengapa Paradigma
Qurani sangatlah Penting bagi Kehidupan Modern ?” Al-Quran adalah Al-Quran. Jika mencari
sumber lain dalam menentukan benar / salah, baik / buruk dan indah / jelek, maka seseorang
dianggap tidak konsisten dalam berislam, suatu sikap hipokrit yang dalam pandangan Al-Quran
termasuk sikap tidak terpuji . Untuk apa Al – Quran diturunkan ? Apa tujuan Al-Quran
diturunkan? Yusuf Al-Qadhawi menjelaskan bahwa tujuan diturunkan Al-Quran, yaitu : 1.
Meluruskan Akidah Manusia a) Menegakkan Pokok-Pokok Tauhid b) Mensahihkan Akidah
tentang Kenabian dan Kerasulan 1) Meluruskan akidah atau dapat dikatakan membenarkan
akidah itu mencakup aspek-aspek sebagai berikut : Menjelaskan keperluan manusia terhadap
kenabian dan kerasulan 2) Menjelaskan tugas-tugas para rasuk khususnya dalam hal kabar
gembira dan pemberi peringatan . 3) Menghilangkan keraguan dari persepsi masyarakan silam
tentang penampilan para rasul . 4) Menjelaskan akibat bagi orang-orang yang membenarkan
para rasul dan akibat bagi orang – orang yang mendustaka para rasul c) Meneguhkan keimanan
terhadap akhirat dan keyakinan adanya balasan yang akan diterima di akhirat . Al-Quran
telah menetapkan beberapa gaya dalam upaya meneguhkn akidah ini dan
mensahihkan akidah ini

C. Menggali Sumber Historis, Filosofis, Psikologis, Sosiologis dan Pedagogis


tentang Paradigma Qurani untuk kehidupan Modern
Untuk menggali sumber historis , filosofis , psikologis , sosiologis dan padagogis tentang
paradigma qurani yang membawa kemajuan dan kemodernan pada zaman silam , anda dapat
mempelajari peran alquran dalam mewujudkan kemajuan itu . Dalam sejarah peradaban islam
ada suatu masa yang disebut masa keemasan islam. Disebut masa keemasan islam karena umat
islam berada dalam puncak kemajuan dalam berbagai aspek kehidupannnya : ideology, politik,
social budaya, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, pertahanan dan keamanan.
Kebangkitan islam dibagi menjadi 3, yaitu : Kebangkitan pertama terbagi menjadi 2 periode.
Periode pertama , masa rasullulah dan khulafa al-Rasyidun (571-661 M) . Periode kedua adalah
masa umayyah (661-750 M) hingga runtuhnya Baghdad (abad ke-13) sebagai ibukota
kekhalifahan islam yang memberi kontribusi yang tak terperikan bagi peradaban umat islam .

Kebangkitan tersebut pada dasarnya merupakan pembangunan tatanan masyarakat yang lebih
bertuhan (rabbaniyah) dan berkeadaban . Setelah berada di Madinah , rasullulah bersama
khalifah yang arif , bijaksana membangun masyarakat yang beradab dan sangat modern untuk
ukuran saat itu dimana tatanan sosialnya diletakkan diatas altar piagam madinah . Kebangkitan
islam pada saat itu digerakkan oleh semangat meneliti dan mengembangkan ilmu yang saat
tinggi di kalangan umat sehingga melahirkan sains, yang kemudian berhasil memosisikan umat
islam menjadi mediator kebangkitan peradaban kuno dan era sesudahnya . Kebangkitan kedua
terjadi setelah Napoleon Bonaparte melakukan ekspansi ke mesir (1798) yang kemudian
membuka kesadaran baru bagi umat islam untuk bangkit. Ekspedisi ini telah menyulut api islam
untuk bangkit. Kebangkitan kedua ini stressing-nya adalah upaya bangkit melawan dan
melepaskan diri dari kolonialisme barat serta kehendak secara sadar untuk mengambil alih
peradaban modern yang tersembul di barat yang sesungguhnya merupakan milik seluruh umat
manusia termasuk umat islam. Kebangkitan ketiga saat umat islam menyadari bahwa mereka
harus bangkit untuk turut mengambil bagian dalam transformasi dunia menuju globalisasi .
Kalau anda kaji secara mendalam faktor-faktor yang menyebabkan umat islam bisa maju pada
saat itu dan dalam waktu yang amat lama, maka jawabannya tentu saja karena umat islam
menjadikan al-quran sebagai paradigma kehidupan . Al-Quran pada saat itu bukan hanya
dijadikan sebagai sumber ajaran tetapi juga menjadi paradigma dalam pengembangan iptek,
pengembangan budaya , bahkan al-quran dihadirkan untuk mengatasi dan menghadapi
berbagai problem kehidupan umat islam saat itu. Pada segala aspek kehidupan, dan Rasullulah
SAW menjadi role model dalam mengimplementasikan Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari.
Toshihiko Izutsu (1993 : 91-116) mencoba meneliti konsep-konsep etika religious dalam Al-
Quran . Hasil penelitiannya menetapkan ada lima nilai etika yang perlu dikembangkan manusia
yaitu : 1. Murah hati, 2. Keberanian, 3. Kesetiaan, 4. Kejujuran, 5. Kesabaran . Selain masyarakat
muslim menjadikan Al-Quran sebagai paradigma dalam berbagai aspek kehidupan , faktor
penyebab kemajuan pada zaman islam adalah sikap umat islam yang mencintai dan
mementingkan penguasaan iptek tidak mungkin kemajuan dicapai tanpa menguasai iptek .
Sejarah membuktikan para khalifah baik dari dinasti umayyah maupun dinasti abbasiyah. Harun
ArRasyid (786-809), mendorong masyarakat untuk menguasai dan mengembangkan iptek . Al-
Mansur telah memerintahkan penerjemahan bukubuku ilmiah dari bahasa yunani kedalam
bahasa arab . Setiap ilmuwan yang berhasil menerjemahkan suatu karya yang berasal dari
bahasa asing , maka khalifah menghargai karya itu ditimbang dan diganti

dengan emas sesuai berat buku yang ia hasilkan . ini merupakan suatu apresisasi akademis yang
sangat prestisius dan membanggakan . Akibatnya tentu saja semangat keilmuan tumbuh di
tengah kehidupan masyarakat dan masyarakat menjadi belajar. Penghargaan terhadap
seseorang pada saat itu dilihat dan sisi keimanan dan keilmuannya . Banyak masyarakat
memuliakan para ilmuwan dan ulama . Oleh karena itu , ulama dengan ilmu dan akhlaknya
menjadi panutan dalam keseharian . Fatwa para ulama bukan hanya ditaati oleh masyarakat
tetapi juga oleh para raja . Fatwa sifatnya mengikat karena dianggap produk hokum yang
menjadi hokum positif dan juga dihormati dan dijunjung tinggi oleh semua lapisan masyarakat .
perkembangan iptek sangat pesat dan lahirnya pusat-pusat keilmuan dan penelitian diberbagai
kota-kota besar di negara islam . Semarak keilmuan tumbuh ditengah masyarakat , ilmu pun
berkembang dan maju sehingga ilmu menjadi hiasan bagi diri setiap orang .

D. Argumen tentang Paradigma Qurani Sebagai Satu-satunya Model untuk


Menghadapi Kehidupan Modern
Mengapa umat islam mundur sedangkan non-islam maju? Umat Islam mundur karena mereka
meninggalkan ajarannya, sedangkan umat non-islam maju justru karena mereka meninggalkan
ajarannya. Sejalan dengan pemikiran Arselan, para pembaharu sepakat bahwa untuk kemajuan
islam, umat islam harus berkomitmen dengan ajarannya. Adapun ajaran yang dimaksud adalah
ajaran murni al-islam sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an dan sunnah. Bagi umat islam,
untuk maju tidak perlu mengambil sekulerisasi, malah sebaliknya, harus berkomitmen terhadap
ajarannya. Mengapa umat Islam untuk dapat maju tidak perlu mengambil jalan sekulerisasi?
Pertama, karena ajaran islam yang sumbernya Al-Qur’an dan hadist bersifat syumul artinya
mencakup segala aspek kehidupan. Kedua, ajaran islam bersifat rasional, artinya sejalan dengan
nalar manusia sehingga tidak bertentangan dengan iptek. Ketiga, ajaran islam berkarakter
tadamuj yang artinya bertahap dalam penetapan dan implementasinya. Keempat, ajaran islam
tidak banyak beban karena beragama itu memang mudah, dalam arti untuk melaksanakannya
berada dalam batas – batas kemanusiaan, bukan malah sebaliknya. Kelima, ajaran yang
diangkat Al-Qur’an berkarakter I’jaz artinya bahwa redaksi Al-Qur’an dalam mengungkapkan
berbagai persoalan, informasi, kisah selalu dengan gaya bahasa yang singkat, padat, indah
tetapi bermakna, jelas dan menarik. Perlu juga ditambah adanya faktor persesuaian antara akal
dan wahyu. Kebenaran wahyu adalah absolut. Argumen akal tentang kebenaran wahyu tidak
memberikan pengaruh sedikitpun terhadap kebenaran itu. Apabila akal melakukan penalaran
yang valid, maka ia akan sesuai dengan kebenaran wahyu. Kemajuan yang dicapai dengan
keberhasilan pengembangan Iptek tentu akan membawa perubahan yang sangat dahsyat. Bagi
umat islam, kemodernan

tetap harus dikembangkan di atas paradigma Al-Qur’an. Kita maju bersama AlQur’an, tidak ada
kemajuan tanpa Al-Qur’an. Al-Qur’an bukan hanya sebagai sumber inspirasi, tetapi ia adalah
landasan, pedoman paradigma dan guide dalam mengarahkan kemodernan agar dapat
menyejahterakan manusia dunia dan akhirat.

E. Esensi dan Urgensi Paradigma Qurani dalam Menghadapi Kehidupan Modern


kemajuan dan kemodernan yang integral adalah segala sesuatu yang harus diraih dan
merupakan perjuangan yang tak boleh berhenti. Al-Qur’an harus dijadikan Paradigma dalam
melihat dan mengembangkan segala persoalan. Paradigma Qurani dalam pengembangan iptek,
Paradigma Qurani dalam pengembangan budaya, pengembangan ekonomi yang berlandaskan
paradigma Qurani. Paradigma Qurani dalam menyoroti segala persoalan harus tetap menjadi
komitmen umat islam agar umat tidak kehilangan jati dirinya dalam menghadapi tantangan
modernitas. Kehidupan modern yang pada hakikatnya merupakan implementasi kemajuan
Iptek akan memeri manfaat dan terus berkembang untuk membawa kemajuan yang harus
dipandu agar tidak terjebak dalam kehidupan sekularis. Sejarah membuktikan kemunduran
umat islam pada abad kedelapan belas, yang biasa disebut abad stagnasi keilmuan adalah
karena beberapa faktor. Pertama, justru karena umat islam meninggalkan peran Al-Qur’an
sebagai paradigma dalam menghadapi segala persoalan. Kedua, hilangnya semangat ijtihad di
kalangan umat islam. Ketiga, menurut Muhammad Iqal, karena umat islam menerima paham
Yunani mengenai realitas yang dinamis sedangkan jiwa Islam bersifat dinamis dan berkembang.
Keempat, para ilmuan keliru memahami pemikiran Al-Ghazali. Faktor Kelima, karena sikap para
khalifah yang berkuasa pada zaman itu tidak mendukung pengembangan keilmuan karena takut
kehilangan pengaruh yang berakibat terhadap hilangnya kekuasaan mereka. Al-Ghazali sendiri
dengan keras mengecam situasi yang dilihatnya tersebut. “Sesungguhnya kerusakan rakyat
disebabkan oleh kerusakan para pemimpinnya, dan kerusakan para pemimpin disebabkan oleh
kerusakan para ulama. Kerusakan ulama disebabkan oleh cinta harta dan kedudukan. Siapa
yang dikuasai oleh ambisi duniawi, ia tidak akan mampu mengurus rakyat kecil,” Karena sikap
demikian, kehidupan politik umat islam pun, pada abad itu menjadi lemah, pecah dan
berantakan di tengah hegemoni kekhilafahan Islam yang mulai memudar dalam menghadapi
selanjutnya, dunia islam masuk dalam perangkap kolonialisme Barat dan bangsa barat menjadi
penjajah yang menguasai segala aspek di dunia barat.

Paling tidak ada tiga persepsi yang muncul mengenai kondisi umat islam (secara global) pada
saat ini. Pertama, sebagian umat Islam melihat bahwa mereka dalam degradasi yang terus
menerus kebawah, semenjak kedatangan Islam di Madinah. Kedua, sebagian umat Islam
berkeyakinan bahwa sejarah umat Islam berjalan dalam bentuk gelombang, yang terdiri atas
gerakan naik turun, tampak seperti spiral. Ketiga, sebagian lagi umat Islam berkeyakinan bahwa
Islam berada dalam kemajuan yang terus menerus sepanjang zaman. Langkah – langkah untuk
lebih maju agar tidak tertinggal oleh peradaban Barat, kunci sukses dunia Islam tentu saja
adalah kembali kepada AlQur’an 1. Memadukan system pendidikan Islam. 2. Meningkatkan visi
Islam dengan cara mengukuhkan identitas Islam melalui dua tahapan; tahapan pertama yaitu
mewajibkan bidang studi sejarah peradaban islam; tahap kedua yaitu islamisasi ilmu
pengetahuan. 3. Penegasan prinsip – prinsip pengetahuan Islam : a. The unity of Allah b. The
unity of creation c. The unity of truth and knowledge d. The unity if life e. The unity of humanity

DAFTAR PUSTAKA

https://pdfcoffee.com/a-menelusuri-konsep-dan-karakteristik-paradigma-
qurani-untuk-menghadapi-kehidupan-modern-pdf-free.html
NAMA : SADDAM AMRULLAH

KELAS : 21MN3

MATKUL : PENDIDIKAN AGAMA

JUDUL : MEMBUMIKAN ISLAM DI INDONESIA


A.TRANSFORMASI WAHYU DAN IMPLIKASINYA TERHADAP CORAK KEBERAGAMAAN

Wahyu difirmankan untuk memperpendek proses pembacaan terhadap alam. Apabila


manusia diberi kesempatan untuk membaca dan memahami alam dengan segenap potensi
nalar, rasa, dan jiwa yang dimilikinya, ia akan membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai
jawaban final. Namun berkat Wahyu, proses yang panjang dan berliku tersebut dapat disingkat
sedemikian rupa sehingga manusia tidak perlu bersusah payah untuk mendapatkan jawaban
final kehidupan. Wahyu Allah yang terbentang dalam alam geografis dan sosial budaya Arab,
akan ditangkap oleh nabi berkebangsaan Arab dan dibesarkan dalam tradisi intelektual Arab,
otomatis akan menjadi Wahyu yang berbahasa Arab lengkap dengan kultur Arab pada masa
wahyu difirmankan. Contohnya AlQuran sangat dipengaruhi oleh kultur Arab Nabi Muhammad
karena ia diturunkan kepada Nabi Muhammad yang berkebangsaan Arab. Namun seiring
berjalannya waktu dan ruang, Wahyu akan menyesuaikan dengan keadaan budaya pada suatu
tempat dan waktu tertentu sehingga munculnya keberagaman corak pemahaman agama

B.ALASAN PERBEDAAN EKSPRESI DAN PRAKTIK KEBERAGAMAAN

Perbedaan ekspresi dan praktik keberagamaan terjadi karena dua hal dominan yang
mempengaruhi system kehidupan dan system social masyarakat yaitu dari Budaya dan Agama.
Suatu ajaran agama harus menyesuaikan dengan budaya yang berlaku di suatu tempat agar
diterima dengan baik oleh masyarakat. Indonesia merupakan Negara dengan kekayaan budaya
yang tinggi, tentulah agama islam sebagai agama asing di Indonesia harus menyesuaikan
dengan budaya Indonesia yang sangat dihormati dan dilestarikan sejak lama. Sejalan dengan
itu, muncul pertanyaan, bagaimana seharusnya kita mampu memosisikan diri terkait dengan
hubungan agama dan budaya lokal? Hendaknya kita memosisikan keduanya secara
proporsional, jangan sampai kita hanya mengakui nilai-nilai agama sebagai satu-satunya konsep
yang mengarahkan perilaku tanpa peduli pada nilainilai budaya lingkungan sekitar. Sebaliknya,
jangan pula kita hanya berpaku pada budaya dan tradisi tanpa pertimbangan-pertimbangan
yang bersumber dari agama.
C.SUMBER SUMBER MENGENAI PRIBUMISASI ISLAM

 Sumber Historis

Istilah pribumisasi Islam diperkenalkan oleh Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid) sebagai
alternatif dalam upaya pencegahan praktik radikalisme agama. Penghargaan Gus Dur terhadap
metamorfosis Islam Nusantara yang menempatkan Islam secara kontekstual sebagai bagian dari
proses budaya. Kalau boleh disadari, meskipun sedikit terlambat, tempo itu dapat ditempatkan
sebagai cara pandang futuristik Gus Dur perihal Islam Indonesia ke depan agar tidak
terperangkap dalam radikalisme dan terorisme.

 Sumber sosiologis

Penduduk pribumi tampaknya tertarik dengan agama baru tersebut karena beberapa hal,
antara lain: prinsip egalitarian atau kesejajaran manusia pada satu sisi dan corak sufistik yang
mewarnai Islam yang dibawa oleh para dai imigran tersebut pada sisi yang lain. Ketertarikan
tersebut semakin bertambah ketika ajaran-ajaran moral tersebut telah disederhanakan dan
diformulasikan dalam budaya lokal sedemikian rupa sehingga tampak sebagai nilai-nilai yang
telah diakrabi bangsa Indonesia kala itu. Ajaran tentang kesamaan derajat yang dibawa Islam
tentu menarik kalangan pribumi, terutama di kalangan yang selama ini hidup dalam strata atau
kasta rendah yang sering menjadi objek eksploitasi oleh kasta di atasnya. Pada sisi lain, corak
Islam sufistik juga menarik perhatian penduduk pribumi karena adanya titik-titik persamaan
dengan kepercayaan dan agama mereka. Islam sufistik yang sarat dengan ajaran moral dan
kontemplatif tidak begitu asing bagi tradisi masyarakat setempat. Itulah sebabnya, Islam bisa
diterima secara damai oleh penduduk pribumi atau setidaknya bisa hidup berdampingan
dengan agama lain selama berabad-abad.

 Sumber filosofis

pribumisasi Islam didasari oleh paradigma sufistik tentang substansi keberagamaan.


Dalam paradigma sufistik, agama memiliki dua wajah yaitu aspek esoteris (aspek dalam)
dan aspek eksoterik (aspek luar)

 Secara teologis

tauhid bukan sekedar pengakuan atau persaksian bahwa tiada Ilah selain Allah, tapi
pemaknaan terhadap tauhid melampaui dari sekedar pengakuan atas eksistensinya yang
tunggal. Jika kita tarik pemaknaan tauhid dalam ranah realitas ciptaan (makhluk), maka
tauhid berarti pengakuan akan pluralitas atas selain Dia (makhluk-Nya). Hanya Dia yang
tunggal, dan selain Dia adalah plural.
D.Urgensi pribumi islam

Diantara perbedaan praktik ibadah yang kita temukan di masyarakat ada yang bersifat
perbedaanvariatif (ikhtilaf tanawwu’), dalam arti tidak harus salah satunya benar dan yang
lain salah, melainkan kesemuanya boleh jadi benar dan mempunyai dasar. Perbedaan-
perbedaan itu sering kali disebabkan karena perbedaan pemahaman ulama mengenai
suatu teks keagamaan. Adapula yang memang karena Nabi S.A.W. sendiri pernah
melakukan beberapa praktik yang berbeda, sebagai bentuk pemberian keleluasan dan
kelapangan bagi umat. Untuk mengubah praktik yang kita anggap salah, sangat diperlukan
kehati-hatian, setiap sikap dan cara bicara yang bijak, dan pengetahuan yang memadai
mengenai persoalan, jangan sampai salah menimbulkan permusuhan atau perpecahan
diantara umat. Kita tidak perlu terlalu tersibukkan dengan perbedaan yang bersifat
furu’iyah (hal-hal yang bukan pokok). Titik-titik persamaan diantara umat jauh lebih
banyak daripada perbedaaannya. Dalam sholat, kita semua masih mengahadap kiblat yang
sama, menyembah tuhan yang sama. Pada kondisi saat dunia mulai mengarah kepada
peradaban global dan keterbukaan, maka ajaran agama perlu kembali dirujuk untuk
ditransformasikan nilai-nilai luhurnya sehingga dapat memunculkan sebuah pemahaman
agama dan sikap keberagamaan yang bebas dari fanatisme sektarian, stereotip radikal, dan
spirit saling mengafirkan antara sesama umat seagama, atau antara umat yang berbeda
agama. Apabila kita kembali melihat contoh rasul dengan masyarakat madaninya, maka
kita dapati bahwa potensi-potensi konflik akan dapat dielimininasi dengan
mengedepankan persamaan dalam keragaman. Artinya, Islam mengajarkan bahwa
perbedaan itu adalah fitrah (given) dari Tuhan, tetapi dalam menjalani hidup ini hendaknya
kita tidak mempertajam perbedaan tersebut. Sebaliknya, justru kita harus mencari unsur-
unsur persamaan di antara kita. Sebagai ilustrasi, bisa saja kita berbeda suku bangsa, adat,
dan bahasa, tetapi kita harus mengedapankan kesadaran bahwa ada satu persamaan yang
mengikat kita semua, yaitu kesadaran bahwa kita adalah bangsa Indonesia

E. Mendeskripsikan dan Mengkomunikasikan Pribumisasi Islam sebagai Upaya Membumikan


Islam di Indonesia
Belakangan ini muncul tawaran hermeneutika agar dapat dilakukan proses kontekstualisasi
atau pribumisasi Islam di Indonesia khususnya dan di seluruh penjuru dunia umumnya.
Tawaran hermeneutika meliputi tiga metode pembacaan terhadap teks-teks keagamaan (baca
Al-Quran dan al-Hadits). Pertama adalah "pembacaan historis", yaitu upaya untuk
merekonstruksi konteks psiko-sosior historis yang melingkupi turunnya Al-Quran dan
munculnya sunah sehingga diperoleh gambaran yang utuh tentang situasi yang
melatarbelakangi sebuah wacana keagamaan. Kedua "pembacaan eidetik", yaitu pengkajian
secara mendalam teks-teks suci tersebut dengan menerapkan prinsip kajian teks secara
komprehensif. Dan ketiga adalah "pembacaan praksis" .yaitu upaya mentransedenkan gagasan,
nilai, dan prinsip yang terdapat dalam teks suci untuk kemudian diproyeksikan dalam konteks
waktu, geografis, dan sosial-budaya saat ini.

DAFTAR PUSTAKA

https://pdfcoffee.com/bagaimana-membumikan-islam-di-indonesia-3-pdf-
free.html

https://www.scribd.com/document/478829157/Menelusuri-Transformasi-
Wahyu-dan-Implikasinya-terhadap-Corak-Keberagamaan

Anda mungkin juga menyukai