Kelas : 21MN3
1. Pendekatan antropologis
Yaitu upaya dlm memahami agama dengan cara melihat keagamaan yg bertumbuh dan
berkembang pada masyarakat
2. Pendekatan sosiologis
Yaitu upaya dlm memahami agama dengan cara meningkatkan kemampuan manusia untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya.
3. Pendekatan teologis
Yaitu sebuah upaya untuk memahami eksistensi tuhan, dan sebagai konsep nilai-nilai ketuhanan
yang terkontruksi dengan baik sehingga terjadi sebuah agama atau aliran kepercayaan.
Pendekatan filosofis
Filosofis yaitu proses studi tentang kependidikan yang didasari dengan nilai-nilai ajaran islam
menurut konsep cinta terhadap kebenaran.
Filosofis (arti rasional) ukuran benar dan salahnya ditentukan dengan penilaian akal, apakah bisa
diterima oleh akal atau tidak.
Pendekatan historis (sejarah) yaitu upaya memahami agama dengan menumbuhkan
perenungan untuk memperoleh hikmah dengan cara mempelajari sejarah nilai-nilai islam yang
berisikan kisah dan perumpamaan.
Pendekatan psikologis : Manusia hidup sangat dipengaruhi pada perilaku, dan psikologi
mendapatkan porsi lebih banyak dan hampir semua aspek kehidupan umat. Psikologi memiliki
kapasitas yang kompleks pada masyarakat dalam memecahkan masalah umat manusia.
Pengaruh psikologi dalam kehidupan, seperti di bidang hukum, pendidikan, diskriminasi,
berbagai penyimpangan norma yang terjadi dalam masyarakat. Hal ini dapat dijelaskan dengan
psikologi dan sesuai cara kerja pada berbagai ragam masalah. Sebagai sebuah disiplin ilmu,
psikologi banyak diharapkan dapat menjelaskan adanya fenomena-fenomena atau problem-
problem umat manusia, khususnya umat Muslim. Untuk itu, perlunya melakukan integrasi
antara Psikologi dan Islam yakni dengan cara, Psikologi berguna sebagai pisau analisis masalah-
masalah umat Islam; dan Islam digunakan sebagai pisau analisis untuk menilai konsep-konsep
Psikologi. Pendekatan Psikologi dalam kajian Islam ini tidak lepas dari berbagai sumber Islam
yang digunakan untuk membantu menganalisis suatu kondisi. Psikologi berwawasan Islami
kurang lebih disebut seperti itu. Hal ini diharapkan berbagai masalah keislaman ketika dikaji
dengan pendekatan psikologi, akan memberikan solusi yang bermanfaat bagi kehidupan
manusia masa depannya nanti.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.kompasiana.com/wardatutwardatut0398/5dbfec22d541df35a17074f4/pende
katan-study-islam
http://ejournal.kopertais4.or.id/madura/index.php/elfurqania/article/view/2300
https://ejournal.iai-tribakti.ac.id/index.php/tribakti/article/download/191/153/
https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/turast/article/download/360/237
NAMA : SADDAM AMRULLAH
KELAS : 21MN3
A. PENGERTIAN KETUHANAN
Tuhan dalam bahasa Arab disebut ilaah yang berarti ”ma’bud” (yang disembah). Perkataan ilah yang
diterjemahkan sebagai ”Tuhan” dalam Al-Quran dipakai untuk menyatakan berbagai objek yang
digunakan untuk menyebut pribadi atau tunggal (mufrad), ganda (mutsanna), atau banyak (jama’).
Selain itu Tuhan dalam arti Ilaah dapat pula berwujud benda yang nyata dan memaksakan untuk harus
tunduk padanya. Contoh seperti pribadi Fir’aun yang menyebut dirinya sebagai Tuhan atau penguasa
yang dipatuhi dan dipuja. Firman Allah dalam Al-Quran yakni : Dan berkata Fir'aun: "Hai pembesar
kaumku, aku tidak mengetahui Tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah Hai Haman untukku tanah
liat[1124] kemudian buatkanlah untukku bangunan yang Tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan
Musa, dan Sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa Dia termasuk orang-orang pendusta".(Q.S. Al-
Qasas : 38) Berdasarkan konsep Islam Tuhan adalah Dzat Yang Maha Esa. Esa dalam arti tidak ada sekutu
dengan Dia. Konsep Islam ini mengajarkan suatu kalimat ”la ilaaha illa Allah”`.Artinya : ”Tidak Ada Tuhan
Selain Allah” Kalimat ini menununjukkan ke Esaan Allah yang kemudian dijelaskan dengan firmanNya”.
(Q.S. Al – Ikhlas : 1) : Katakanlah bahwa Allah itu Esa.
Manusia membutuhkan agama di dalam kehidupannya, yaitu sebagai pegangan hidup baik untuk
kehidupan di dunia maupun di akherat kelak. Sudah barang tentu agar semuanya itu dapat dicapai maka
ia harus dapat menjaga keseimbangan antara dua kebutuhan, yaitu kebutuhan jasmani dan kebutuhan
rohani. Kebutuhan rohani (agama) mengandung dua dimensi, yaitu hubungan vertikal (hubungan
manusia dengan pencipta) dan hubungan horizontal (hubungan manusia dengan sesama mahkluk Tuhan
lainnya). Hidup beragama itu adalah fitrah,karna itu manusia merasakan nikmat,nyaman,an dan tenang.
Sedangkan tanpa agama manusia akan mengalami ketidaktenangan,ketidaknyamanan dan tidak tentram
dan tidak dalam kebahagiaan.
Secara teologis,beragama itu adalah fitrah. Jika manusia hidup sesuai dengan fitrahnya, maka
ia akan bahagia. Sebaliknya, jika ia hidup tidak sesuai dengan fitrahnya, maka ia tidak akan
bahagia. Secara historis, pada sepanjang sejarah hidup manusia, beragama itu merupakan
kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki. Banyak buku membicarakan atau mengulas kisah
manusia mencari Tuhan. Umpamanya buku yang ditulis oleh Ibnu Thufail. Buku ini menguraikan
bahwa kebenaran bisa ditemukan manakala ada keserasian antara akal manusia dan wahyu.
Dengan akalnya, manusia mencari Tuhan dan bisa sampai kepada Tuhan. Namun,
penemuannya itu perlu konfirmasi dari Tuhan melalui wahyu, agar ia dapat menemukan yang
hakiki dan akhirnya ia bisa berterima kasih kepada Tuhan atas segala nikmat yang diperolehnya
terutama nikmat bisa menemukan Tuhan dengan akalnya itu.
Secara horizontal, manusia butuh berinteraksi dengan sesamanya dan lingkungannya baik flora
maupun fauna. Secara vertikal manusia lebih butuh berinteraksi dengan Zat yang menjadi sebab
ada dirinya. Manusia dapat wujud/ tercipta bukan oleh dirinya sendiri, namun oleh yang lain.
Yang menjadi sebab wujud manusia tentulah harus Zat Yang Wujud dengan sendirinya
sehingga tidak membutuhkan yang lain. Zat yang wujud dengan sendirinya disebut wujud
hakiki, sedangkan suatu perkara yang wujudnya tegantung kepada yang lain sebenarnya tidak
ada/ tidak berwujud.
Kalau perkara itu mau disebut ada (berwujud), maka adalah wujud idh?f?. Wujud idh?f? sangat
tergantung kepada wujud hakiki. Itulah sebabnya, manusia yang sebenarnya adalah wujud idh?
f? yang sangat membutuhkan Zat yang berwujud secara hakiki, itulah Allah. Jadi, manusia
sangat membutuhkan Allah. Allahlah yang menghidupkan, mematikan, memuliakan,
menghinakan, mengayakan,memiskinkan, dan Dialah Allah Yang Zahir Yang Batin, dan Yang
Berkuasa atas segala sesuatu.
Sebagaimana telah diketahui bahwa misi utama Rasulullah saw., seperti halnya rasul-rasul
yang sebelum beliau adalah mengajak manusia kepada Allah. L?il?ha illall?hitulah landasan
teologis agama yang dibawa oleh Rasulullah dan oleh semua para nabi dan rasul. Makna
kalimat tersebut adalah “Tidak ada Tuhan kecuali Allah;” “Tidak ada yang berhak disembah
kecuali Allah;” “Tidak ada yang dicintai kecuali Allah;” “Tidak ada yang berhak dimintai
tolong/bantuan kecuali Allah;” “Tidak ada yang harus dituju kecuali Allah;” “Tidak ada yang
harus ditakuti kecuali Allah;” “Tidak ada yang harus diminta ridanya kecuali Allah”. Tau??
dull?h menempatkan manusia pada tempat yang bermartabat, tidak menghambarkan diri
kepada makhluk yang lebih rendah derajatnya daripada manusia. Manusia adalah makhluk
yang paling mulia dan paling sempurna dibanding dengan makhluk-makhluk Allah yang
lain. Itulah sebabnya, Allah memberikan amanah kepada manusia. Manusia adalah roh
alam, Allah menciptakan alam karena Allah menciptakan manusia sempurna (insan kamil).
Tau??dull?h adalah barometer kebenaran agama-agama sebelum Islam. Jika agama samawi
yang dibawa oleh nabi-nabi sebelum Muhammad saw.masih tau??dull?h, maka agama itu
benar, dan seandainya agama nabi-nabi sebelum Muhammad saw.itu sudah tidak tau??dull?h
yakni sudah ada syirik, unsur menyekutukan Allah, maka dengan terang benderang agama
itu telah melenceng, salah, dan sesat-menyesatkan. Agama yang dibawa para nabi pun
namanya Islam.
Menurut Islam, semua ajaran yang diturunkan kepada para nabi memiliki esensi yang sama yaitu
pengetahuan tentang tauhid dan keesaan Allah SWT. Namun, kebanyakan umat menyalahartikan ajaran
tersebut. Bahkan, ajaran para nabi dicampuradukkan dengan hal-hal berbau takhayul.
Sebagai seorang muslim, kita dituntut untuk merealisasikan tauhid dalam kehidupan kita sehari-hari,
karena tauhid merupakan ajaran dasar Islam yang di atasnya dibangun syariat-syariat agama. Dalam
ajaran Islam, yang dimaksud dengan tauhid adalah keyakinan akan keesaan Allah swt. Sebagai Tuhan
yang telah menciptakan, memelihara, dan menentukan segala sesuatu yang ada di alam ini .
DAFTAR PUSTAKA
http://www.mampirlah.com/teknik-informatika/makalah-bagaimana-agama-
menjamin-kebahagiaan.html
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-
nusantara/16/01/06/o0inwd301-tauhid-esensi-dalam-islam
https://onlinelearning.uhamka.ac.id/pluginfile.php/396739/mod_resource/conte
nt/1/ppt%20urgensi%20Tauhid%20selasa%2007.00%2020%20april.pptx
https://www.cram.com/flashcards/agama-bagaimana-agama-menjamin-
kebahagiaan-8111086
https://www.cram.com/flashcards/agama-bagaimana-agama-menjamin-
kebahagiaan-8111086
http://eprints.ums.ac.id/16686/2/BAB_I.pdf
https://www.scribd.com/document/458670337/Konsep-dan-Karakteristik-
Agama-sebagai-Jalan-menuju-Tuhan-dan-Kebahagiaan
NAMA : SADDAM AMRULLAH
KELAS : 21MN3
IKHSAN
A. PENGERTIAN IKHSAN
Ikhsan adalah seseorang yang menyembah Allah seolah-olah ia melihat-Nya, dan jika ia
tidak mampu membayangkan melihat-Nya, maka orang tersebut membayangkan bahwa
sesungguhnya Allah melihat perbuatannya.Ihsan adalah lawan dari isa'ah (berbuat
kejelekan), yaitu seorang manusia mencurahkan kebaikan dan menahan diri untuk tidak
mengganggu orang lain. Mencurahkan kebaikan kepada hamba-hamba Allah dengan harta,
ilmu, kedudukan, dan badannya.
B. PROSES INTERNALISASI NILAI-NILAI AGAMA
Proses internalisasi ada tiga tahapan yaitu :
1. Tahapan transformasi nilai yaitu guru sekedar menginformasikan nilai-nilai yang
baik dan nilai yang kurang baik kepada peserta didik, yang semata-mata merupakan
komunikasi verbal, seperti berbohong merupakan perbuatan yang tidak baik
2. Tahap transaksi nilai yaitu tahap penanaman nilai dengan jalan melakukan
komunikasi dua arah atau interaksi antar peserta didik dengan guru bersifat
interaksi timbal balik. Dalam tahap ini guru tidak hanya menyajikan informasi
tentang nilai yang baik dan yang buruk, tetapi juga terlibat untuk melaksanakan dan
memberikan respon yang sama tentang nilai itu, yakni menerima dan mengamalkan
nilai-nilai tersebut
3. Tahap transiternalisasi yaitu tahap ini transinternalisasi nilai ini jauh lebih dalam dari
pada sekedar transaksi. Dalam tahap ini penampilan pendidikan dihadapkan peserta
didiknya bukan lagi pada sisi fisiknya, melainkan lebih kepada sikap mentalnya
(kepribadiannya).
C. IMPLIKASI KESADARAN
Arti kata implikasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah im.pli.ka.si [n] (1)
keterlibatan atau keadaan terlibat: — manusia sbg objek percobaan atau penelitian
semakin terasa manfaat dan kepentingannya; (2) yg termasuk atau tersimpul; yg
disugestikan, tetapi tidak dinyatakan: apakah ada — dl pertanyaan itu?
Sedangkan Kesadaran yang paling sederhana adalah perasaan atau kesadaran akan
keberadaan internal dan eksternal,[1] meskipun ribuan tahun analisis, definisi, penjelasan
dan perdebatan oleh filsuf dan ilmuwan, kesadaran tetap membingungkan dan menjadi hal
yang kontroversial,[2] tetapi gagasan yang disepakati secara luas tentang topik ini adalah
intuisi bahwa topik tersebut ada.
D. TENTANG TUHAN DALAM KEHIDUPAN
Tuhan dipahami sebagai Roh Mahakuasa dan asas dari suatu kepercayaan.[1] Tidak ada
kesepakatan bersama mengenai konsep ketuhanan, sehingga ada berbagai konsep ketuhanan
meliputi teisme, deisme, panteisme, dan lain-lain. Dalam pandangan teisme, Tuhan merupakan
pencipta sekaligus pengatur segala kejadian di alam semesta. Menurut deisme, Tuhan
merupakan pencipta alam semesta, tetapi tidak ikut campur dalam kejadian di alam semesta.
Menurut panteisme, Tuhan merupakan alam semesta itu sendiri. Para cendekiawan
menganggap berbagai sifat-sifat Tuhan berasal dari konsep ketuhanan yang berbeda-beda.
Yang paling umum, di antaranya adalah Mahatahu (mengetahui segalanya), Mahakuasa
(memiliki kekuasaan tak terbatas), Mahaada (hadir di mana pun), Mahamulia (mengandung
segala sifat-sifat baik yang sempurna), tak ada yang setara dengan-Nya, serta bersifat kekal
abadi. Penganut monoteisme percaya bahwa Tuhan hanya ada satu, serta tidak berwujud
(tanpa materi), memiliki pribadi, sumber segala kewajiban moral, dan "hal terbesar yang dapat
direnungkan".[1] Banyak filsuf abad pertengahan dan modern terkemuka yang mengembangkan
argumen untuk mendukung dan membantah keberadaan Tuhan.[2]
Ada banyak nama untuk menyebut Tuhan, dan nama yang berbeda-beda melekat pada
gagasan kultural tentang sosok Tuhan dan sifat-sifat apa yang dimiliki-Nya. Atenisme pada
zaman Mesir Kuno, kemungkinan besar merupakan agama monoteistis tertua yang pernah
tercatat dalam sejarah yang mengajarkan Tuhan sejati dan pencipta alam semesta,[3] yang
disebut Aten.[4] Kalimat "Aku adalah Aku" dalam Alkitab Ibrani, dan
"Tetragrammaton" YHVH digunakan sebagai nama Tuhan, sedangkan Yahweh,
dan Yehuwa kadang kala digunakan dalam agama Kristen sebagai hasil vokalisasi dari YHWH.
Dalam bahasa Arab, nama Allah digunakan, dan karena predominansi Islam di antara para
penutur bahasa Arab, maka nama Allah memiliki konotasi dengan kepercayaan dan
kebudayaan Islam. Umat muslim mengenal 99 nama suci bagi Allah, sedangkan umat Yahudi
biasanya menyebut Tuhan dengan gelar Elohim atau Adonai (nama yang kedua dipercaya oleh
sejumlah pakar berasal dari bahasa Mesir Kuno, Aten).[5][6][7][8][9] Dalam agama
Hindu, Brahman biasanya dianggap sebagai Tuhan monistis.[10] Agama-agama lainnya memiliki
panggilan untuk Tuhan, di antaranya: Baha dalam agama Baha'i,[11] Waheguru dalam Sikhisme,
[12]
dan Ahura Mazda dalam Zoroastrianisme.[13]
Banyaknya konsep tentang Tuhan dan pertentangan satu sama lain dalam hal sifat, maksud,
dan tindakan Tuhan, telah mengarah pada munculnya pemikiran-pemikiran
seperti omniteisme, pandeisme,[14][15] atau filsafat Perennial, yang menganggap adanya satu
kebenaran teologis yang mendasari segalanya, yang diamati oleh berbagai agama dalam sudut
pandang yang berbeda-beda, maka sesungguhnya agama-agama di dunia menyembah satu
Tuhan yang sama, tetapi melalui konsep dan pencitraan mental yang berbeda-beda mengenai-
Nya.[16]
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Tuhan
https://id.wikipedia.org/wiki/Ihsan
https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/Edukasia/article/download/2244/pdf -
:~:text=Internalisasi%20nilai%2Dnilai%20Islam%20adalah,sesama%20manusia%2C%20dan
%20alam%20sekitar
https://lambeturah.id/arti-kata-implikasi-adalah/
https://id.wikipedia.org/wiki/Kesadaran
NAMA : SADDAM AMRULLAH
KELAS : 21MN3
Dalam Tafsir Al-Mishbah, Quraish Shihab ketika menafsirkan Surah al-Baqarah ayat 143
menyebutkan bahwa umat Islam dijadikan ummat pertengahan moderat dan teladan, sehingga
dengan demikian keberadaan umat Islam adalah dalam posisi pertengahan. Posisi pertengahan
menjadikan manusia tidak memihak ke kiri dan ke kanan dan dapat dilihat oleh siapapun dalam
penjuru yang berbeda, hal ini mengantarkan manusia berlaku adil dan dapat menjadi teladan
bagi semua pihak. Selanjutnya disebutkan bahwa umat Islam akan menjadi saksi atas perbuatan
manusia dimana ungkapan “litakûnu” menggunakan fi’il mudhâri’ (kata kerja masa datang), hal
tersebut mengisyratkan akan adanya pergulatan pandangan dan pertarungan aneka “isme”.
Namun, pada akhirnya ummatan wasathan inilah yang akan dijadikan rujukan dan saksi tentang
kebenaran dan kekeliruan pandangan dan isme-isme itu.11 Banyaknya persoalan dalam
menemukan sintesa terbaik sebagai umat yang moderat tentu bukan persoalan mudah. Hal ini
dikarenakan sikap moderat tidak hanya ditujukan kepada lingkungan internal Islam, akan tetapi
juga dengan masyarakat di luar Islam. Melacak gambaran sikap moderat yang diajarkan oleh
Islam tentu harus merujuk kepada pegangan utama Islam yakni, Al-Qur’an dan Hadis Nabi
Muhammad saw. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana agar menjadi umat
moderat terhadap agama lain?. Tulisan ini agaknya berupaya menggambarkan Islam moderat
yang dijelaskan melalui dalil-dalil normatif melalui penafsiran para ulama modern Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
https://media.neliti.com/media/publications/269691-moderatisme-islam-
dalam-konteks-keindone-19527712.pdf
https://journal.iainlangsa.ac.id/index.php/at/article/download/732/512
https://core.ac.uk/download/pdf/231325899.pdf
NAMA : SADDAM AMRULLAH
KELAS : 21MN3
Kebangkitan tersebut pada dasarnya merupakan pembangunan tatanan masyarakat yang lebih
bertuhan (rabbaniyah) dan berkeadaban . Setelah berada di Madinah , rasullulah bersama
khalifah yang arif , bijaksana membangun masyarakat yang beradab dan sangat modern untuk
ukuran saat itu dimana tatanan sosialnya diletakkan diatas altar piagam madinah . Kebangkitan
islam pada saat itu digerakkan oleh semangat meneliti dan mengembangkan ilmu yang saat
tinggi di kalangan umat sehingga melahirkan sains, yang kemudian berhasil memosisikan umat
islam menjadi mediator kebangkitan peradaban kuno dan era sesudahnya . Kebangkitan kedua
terjadi setelah Napoleon Bonaparte melakukan ekspansi ke mesir (1798) yang kemudian
membuka kesadaran baru bagi umat islam untuk bangkit. Ekspedisi ini telah menyulut api islam
untuk bangkit. Kebangkitan kedua ini stressing-nya adalah upaya bangkit melawan dan
melepaskan diri dari kolonialisme barat serta kehendak secara sadar untuk mengambil alih
peradaban modern yang tersembul di barat yang sesungguhnya merupakan milik seluruh umat
manusia termasuk umat islam. Kebangkitan ketiga saat umat islam menyadari bahwa mereka
harus bangkit untuk turut mengambil bagian dalam transformasi dunia menuju globalisasi .
Kalau anda kaji secara mendalam faktor-faktor yang menyebabkan umat islam bisa maju pada
saat itu dan dalam waktu yang amat lama, maka jawabannya tentu saja karena umat islam
menjadikan al-quran sebagai paradigma kehidupan . Al-Quran pada saat itu bukan hanya
dijadikan sebagai sumber ajaran tetapi juga menjadi paradigma dalam pengembangan iptek,
pengembangan budaya , bahkan al-quran dihadirkan untuk mengatasi dan menghadapi
berbagai problem kehidupan umat islam saat itu. Pada segala aspek kehidupan, dan Rasullulah
SAW menjadi role model dalam mengimplementasikan Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari.
Toshihiko Izutsu (1993 : 91-116) mencoba meneliti konsep-konsep etika religious dalam Al-
Quran . Hasil penelitiannya menetapkan ada lima nilai etika yang perlu dikembangkan manusia
yaitu : 1. Murah hati, 2. Keberanian, 3. Kesetiaan, 4. Kejujuran, 5. Kesabaran . Selain masyarakat
muslim menjadikan Al-Quran sebagai paradigma dalam berbagai aspek kehidupan , faktor
penyebab kemajuan pada zaman islam adalah sikap umat islam yang mencintai dan
mementingkan penguasaan iptek tidak mungkin kemajuan dicapai tanpa menguasai iptek .
Sejarah membuktikan para khalifah baik dari dinasti umayyah maupun dinasti abbasiyah. Harun
ArRasyid (786-809), mendorong masyarakat untuk menguasai dan mengembangkan iptek . Al-
Mansur telah memerintahkan penerjemahan bukubuku ilmiah dari bahasa yunani kedalam
bahasa arab . Setiap ilmuwan yang berhasil menerjemahkan suatu karya yang berasal dari
bahasa asing , maka khalifah menghargai karya itu ditimbang dan diganti
dengan emas sesuai berat buku yang ia hasilkan . ini merupakan suatu apresisasi akademis yang
sangat prestisius dan membanggakan . Akibatnya tentu saja semangat keilmuan tumbuh di
tengah kehidupan masyarakat dan masyarakat menjadi belajar. Penghargaan terhadap
seseorang pada saat itu dilihat dan sisi keimanan dan keilmuannya . Banyak masyarakat
memuliakan para ilmuwan dan ulama . Oleh karena itu , ulama dengan ilmu dan akhlaknya
menjadi panutan dalam keseharian . Fatwa para ulama bukan hanya ditaati oleh masyarakat
tetapi juga oleh para raja . Fatwa sifatnya mengikat karena dianggap produk hokum yang
menjadi hokum positif dan juga dihormati dan dijunjung tinggi oleh semua lapisan masyarakat .
perkembangan iptek sangat pesat dan lahirnya pusat-pusat keilmuan dan penelitian diberbagai
kota-kota besar di negara islam . Semarak keilmuan tumbuh ditengah masyarakat , ilmu pun
berkembang dan maju sehingga ilmu menjadi hiasan bagi diri setiap orang .
tetap harus dikembangkan di atas paradigma Al-Qur’an. Kita maju bersama AlQur’an, tidak ada
kemajuan tanpa Al-Qur’an. Al-Qur’an bukan hanya sebagai sumber inspirasi, tetapi ia adalah
landasan, pedoman paradigma dan guide dalam mengarahkan kemodernan agar dapat
menyejahterakan manusia dunia dan akhirat.
Paling tidak ada tiga persepsi yang muncul mengenai kondisi umat islam (secara global) pada
saat ini. Pertama, sebagian umat Islam melihat bahwa mereka dalam degradasi yang terus
menerus kebawah, semenjak kedatangan Islam di Madinah. Kedua, sebagian umat Islam
berkeyakinan bahwa sejarah umat Islam berjalan dalam bentuk gelombang, yang terdiri atas
gerakan naik turun, tampak seperti spiral. Ketiga, sebagian lagi umat Islam berkeyakinan bahwa
Islam berada dalam kemajuan yang terus menerus sepanjang zaman. Langkah – langkah untuk
lebih maju agar tidak tertinggal oleh peradaban Barat, kunci sukses dunia Islam tentu saja
adalah kembali kepada AlQur’an 1. Memadukan system pendidikan Islam. 2. Meningkatkan visi
Islam dengan cara mengukuhkan identitas Islam melalui dua tahapan; tahapan pertama yaitu
mewajibkan bidang studi sejarah peradaban islam; tahap kedua yaitu islamisasi ilmu
pengetahuan. 3. Penegasan prinsip – prinsip pengetahuan Islam : a. The unity of Allah b. The
unity of creation c. The unity of truth and knowledge d. The unity if life e. The unity of humanity
DAFTAR PUSTAKA
https://pdfcoffee.com/a-menelusuri-konsep-dan-karakteristik-paradigma-
qurani-untuk-menghadapi-kehidupan-modern-pdf-free.html
NAMA : SADDAM AMRULLAH
KELAS : 21MN3
Perbedaan ekspresi dan praktik keberagamaan terjadi karena dua hal dominan yang
mempengaruhi system kehidupan dan system social masyarakat yaitu dari Budaya dan Agama.
Suatu ajaran agama harus menyesuaikan dengan budaya yang berlaku di suatu tempat agar
diterima dengan baik oleh masyarakat. Indonesia merupakan Negara dengan kekayaan budaya
yang tinggi, tentulah agama islam sebagai agama asing di Indonesia harus menyesuaikan
dengan budaya Indonesia yang sangat dihormati dan dilestarikan sejak lama. Sejalan dengan
itu, muncul pertanyaan, bagaimana seharusnya kita mampu memosisikan diri terkait dengan
hubungan agama dan budaya lokal? Hendaknya kita memosisikan keduanya secara
proporsional, jangan sampai kita hanya mengakui nilai-nilai agama sebagai satu-satunya konsep
yang mengarahkan perilaku tanpa peduli pada nilainilai budaya lingkungan sekitar. Sebaliknya,
jangan pula kita hanya berpaku pada budaya dan tradisi tanpa pertimbangan-pertimbangan
yang bersumber dari agama.
C.SUMBER SUMBER MENGENAI PRIBUMISASI ISLAM
Sumber Historis
Istilah pribumisasi Islam diperkenalkan oleh Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid) sebagai
alternatif dalam upaya pencegahan praktik radikalisme agama. Penghargaan Gus Dur terhadap
metamorfosis Islam Nusantara yang menempatkan Islam secara kontekstual sebagai bagian dari
proses budaya. Kalau boleh disadari, meskipun sedikit terlambat, tempo itu dapat ditempatkan
sebagai cara pandang futuristik Gus Dur perihal Islam Indonesia ke depan agar tidak
terperangkap dalam radikalisme dan terorisme.
Sumber sosiologis
Penduduk pribumi tampaknya tertarik dengan agama baru tersebut karena beberapa hal,
antara lain: prinsip egalitarian atau kesejajaran manusia pada satu sisi dan corak sufistik yang
mewarnai Islam yang dibawa oleh para dai imigran tersebut pada sisi yang lain. Ketertarikan
tersebut semakin bertambah ketika ajaran-ajaran moral tersebut telah disederhanakan dan
diformulasikan dalam budaya lokal sedemikian rupa sehingga tampak sebagai nilai-nilai yang
telah diakrabi bangsa Indonesia kala itu. Ajaran tentang kesamaan derajat yang dibawa Islam
tentu menarik kalangan pribumi, terutama di kalangan yang selama ini hidup dalam strata atau
kasta rendah yang sering menjadi objek eksploitasi oleh kasta di atasnya. Pada sisi lain, corak
Islam sufistik juga menarik perhatian penduduk pribumi karena adanya titik-titik persamaan
dengan kepercayaan dan agama mereka. Islam sufistik yang sarat dengan ajaran moral dan
kontemplatif tidak begitu asing bagi tradisi masyarakat setempat. Itulah sebabnya, Islam bisa
diterima secara damai oleh penduduk pribumi atau setidaknya bisa hidup berdampingan
dengan agama lain selama berabad-abad.
Sumber filosofis
Secara teologis
tauhid bukan sekedar pengakuan atau persaksian bahwa tiada Ilah selain Allah, tapi
pemaknaan terhadap tauhid melampaui dari sekedar pengakuan atas eksistensinya yang
tunggal. Jika kita tarik pemaknaan tauhid dalam ranah realitas ciptaan (makhluk), maka
tauhid berarti pengakuan akan pluralitas atas selain Dia (makhluk-Nya). Hanya Dia yang
tunggal, dan selain Dia adalah plural.
D.Urgensi pribumi islam
Diantara perbedaan praktik ibadah yang kita temukan di masyarakat ada yang bersifat
perbedaanvariatif (ikhtilaf tanawwu’), dalam arti tidak harus salah satunya benar dan yang
lain salah, melainkan kesemuanya boleh jadi benar dan mempunyai dasar. Perbedaan-
perbedaan itu sering kali disebabkan karena perbedaan pemahaman ulama mengenai
suatu teks keagamaan. Adapula yang memang karena Nabi S.A.W. sendiri pernah
melakukan beberapa praktik yang berbeda, sebagai bentuk pemberian keleluasan dan
kelapangan bagi umat. Untuk mengubah praktik yang kita anggap salah, sangat diperlukan
kehati-hatian, setiap sikap dan cara bicara yang bijak, dan pengetahuan yang memadai
mengenai persoalan, jangan sampai salah menimbulkan permusuhan atau perpecahan
diantara umat. Kita tidak perlu terlalu tersibukkan dengan perbedaan yang bersifat
furu’iyah (hal-hal yang bukan pokok). Titik-titik persamaan diantara umat jauh lebih
banyak daripada perbedaaannya. Dalam sholat, kita semua masih mengahadap kiblat yang
sama, menyembah tuhan yang sama. Pada kondisi saat dunia mulai mengarah kepada
peradaban global dan keterbukaan, maka ajaran agama perlu kembali dirujuk untuk
ditransformasikan nilai-nilai luhurnya sehingga dapat memunculkan sebuah pemahaman
agama dan sikap keberagamaan yang bebas dari fanatisme sektarian, stereotip radikal, dan
spirit saling mengafirkan antara sesama umat seagama, atau antara umat yang berbeda
agama. Apabila kita kembali melihat contoh rasul dengan masyarakat madaninya, maka
kita dapati bahwa potensi-potensi konflik akan dapat dielimininasi dengan
mengedepankan persamaan dalam keragaman. Artinya, Islam mengajarkan bahwa
perbedaan itu adalah fitrah (given) dari Tuhan, tetapi dalam menjalani hidup ini hendaknya
kita tidak mempertajam perbedaan tersebut. Sebaliknya, justru kita harus mencari unsur-
unsur persamaan di antara kita. Sebagai ilustrasi, bisa saja kita berbeda suku bangsa, adat,
dan bahasa, tetapi kita harus mengedapankan kesadaran bahwa ada satu persamaan yang
mengikat kita semua, yaitu kesadaran bahwa kita adalah bangsa Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
https://pdfcoffee.com/bagaimana-membumikan-islam-di-indonesia-3-pdf-
free.html
https://www.scribd.com/document/478829157/Menelusuri-Transformasi-
Wahyu-dan-Implikasinya-terhadap-Corak-Keberagamaan