STATUS NEONATAL
TEMPAT LAHIR : RS / RB / RUMAH
DITOLONG OLEH : DR / BIDAN / DUKUN
LAHIR : SPONTAN / SC / VAKUM
SEGERA MENANGIS : YA / TIDAK
BCB / BKB / BLB
SMK / KMK / BMK
BBL : 2600 GRAM
PBL : 47 CM
RIWAYAT IMD :ya
VITAMIN K :ya
STATUS GIZI
MAKANAN :
ASI : PERNAH / TIDAK PERNAH
SAMPAI 1 bulan
EKSKLUSIF / TIDAK EKSKLUSIF
TIDAK PERNAH : KARENA
STATUS IMUNISASI
IMUNISASI BELU 1 2 3 4 BOOSTER BIAS
M 18 BLN – 2
PERN THN
AH
HEPATITIS B √ √ √
POLIO √ √ √ (tidak
dilakuka
n)
BCG √
DTP √ √ √
(tidak
dilakuka
n)
HIB √ √ √ (tidak
dilakuka
n)
CAMPAK √
MMR
PCV
ROTAVIRUS
INFLUENZA
TIFOID
HEPATITIS A
VARISELA
HPV
KEPALA :
RAMBUT : coklat, tidak mudah di cabut
BENTUK :
Normochepal UBUN-UBUN
BESAR : menutup
MUKA : Simetris
MATA : pada status oftalmologi
TELINGA : Tidak ada sekret
HIDUNG : Tidak ada pernapasan cuping hidung
BIBIR :
PUCAT :tidak
SIANOSIS :Tidak ada
LAIN-LAIN :-
MULUT :
GIGI :tidak ada kelainan
CARIES :tidak ada
SEL MULUT :Mukosa gusi hiperemis
TENGGOROK :Nyeri menelan tidak ada
TONSIL :T1/T1
LEHER :
KEL. LIMFE : Tidak ada pembesaran
:
TASBEH :Tidak ada kelainan
THORAKS :
BENTUK :Normal
JANTUNG :
PP :ictus cordis tidak tampak
kiri ICS 4 Linea midclavicularis sinistra PD : Bj I dan II reguler, murmur (-), Gallop
(-)
PARU :
PP :simteris, tidak ada retraksi
PR : Tidak ada massa, gerak napas simetris kiri dan kanan
PD : Vesikuler kanan dan kiri, wheezing (-), ronkhi (-) , murmur (-),
Gallop (-)
ABDOMEN :
PP : Datar, simetris
PR :
LIEN : tidak teraba
HEPAR :tidak teraba
MASSA :tidak
teraba PK : Timpani
LAIN-LAIN :
<-3 SD Berat Badan Sangat Kurang
Status Oftalmologis
O OS
D
Posisi Ortofor
Hirscbergh ia
Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
Lapang pandang Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Visus 6/9 6/9
TIO Palpasi N Palpasi N
Silia dan suprasilia Baik, tumbuh Baik, tumbuh
teratur, teratur,
madarosis (-), madarosis (-),
entropion (-), entropion (-),
ektropion (-) ektropion (-)
Palpepra superior hematom (-), hematom (-),
hiperemis (-) edema hiperemis (-) edema
(- (-
), minimal benjolan ), minimal benjolan
(-) entropion(-), (-) entropion(-),
ektropion (-), ektropion (-),
(-) edema (-) (-) edema (-)
benjolan benjolan
(-) entropion(-) , (-) entropion(-) ,
ektropion (-) sikatrik ektropion (-) sikatrik
(-) (-)
Pasien laki-laki berusia 3 tahun dibawa oleh ibunya ke RSDP Serang dengan
keluhan mata anak tampak kering sejak + 1 bulan SMRS. Awalnya putih mata
berwarna kecoklatan sehingga tampak terlihat kotor. Tbu pasien juga mengatakan
bahwa pasien tidak kuat melihat sinar matahari. Terkadang pasien menangis
mengeluhkan mata nya nyeri. Beberapa hari yang lalu matanya tampak kemerahan.
Ibu juga mengatakan penglihatan sang anak masih baik. Keluhan mata bengkak,
berair, sering belekan, mata seperti berpasir disangkal. Trauma atau cedera pada
mata disangkal.Dalam bulan terakhir ini pasien susah makan, makanan yang diberi
selalu dimuntahkan namun masih mau minum susu formula. Sudah jarang
mengkonsumsi nasi dan lebih sering makan biskuit. pasien merupakan anak
pertama yang diinginkan. Ibu pasien juga mengatakan bahwa anak tidak
mendapatkan imunisasi lengkap karena sering lupa, anak juga tidak perna
mendapatkan vitamin A sebelumnya pada bulan Februari dan Agustus dengan
alasan tidak tahu. Pada pemeriksaan oftalmologis didapatkan visus 6/9, pada
konjungtiva bulbi terdapat injeksi silier (+), kornea keruh dan terdapat sikatrik (+).
Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan tajam penglihatan
- Pemeriksaan segmen anterior
- Pemeriksaan serum retinol
DIAGNOSIS KERJA:
Xeroftalmia
Saran
1.Lebih sering mengkonsumsi buah dan sayur
2. Rutin dibawa ke posyandu agar anak ditimbang secara teratur
dan mendapatkan suplemen kapsul vit A pada bulan Februari dan
Agustus
TATALAKSANA
Pemberian vitamin A 200.000 IU
- LFX 5 ml 1-2 tetes/hari
Prognosis
Ad vitam : dubia
Ad functionam : dubia
Ad sanationam : dubia
DISKUSI :
Xeroftalmia (X) adalah manifestasi kekurangan vitamin A pada mata. X merupakan
penyebab utama kebutuhan pada anak yang sederhana
Epidemiologi
Angka kejadian ini semakin meningkat sejalan dengan ditemukannya berbagai
faktor yang dapat mencetuskan terjadinya xeroftalmia. Faktor- faktor tersebut
diantaranya:
1. Umur
Xeroftalmia paling sering ditemukan pada anak-anak usia pra-sekolah, hal ini
berhubungan dengan kebutuhan vitamin A yang tinggi untuk pertumbuhan. Di
samping itu, anak-anak usia ini sangat rentan oleh infeksi parasit dan bakteri usus
yang dapat mengganggu penyerapan vitamin A di usus.
2. Jenis Kelamin
Beberapa penelitian menyatakan bahwa laki-laki 1,2 – 10 kali lebih rentan untuk
menderita xeroftalmia.
3. Status Fisiologis
Wanita hamil dan wanita menyusui cenderung menderita buta senja atau Bitot’s
Spots karena meningkatnya kebutuhan akan vitamin A. Anak-anak usia sekolah juga
memiliki kecenderungan ini karena tingginya kebutuhan vitamin A untuk
pertumbuhan (adolescent growth spurt).
4. Status Gizi
Xeroftalmia sering kali berhubungan atau didapatkan bersama-sama dengan kondisi
malnutrisi (Kurang Energi Protein).
5. Penyakit Infeksi
Penyakit-penyakit yang mengganggu pencernaan, pengangkutan, penyimpanan,
pengikatan metabolisme vitamin A, dapat menimbulkan manifestasi defisiensi
vitamin A.
Klasifikasi
Menurut WHO
XN = Buta malam
X1A = Xerosis Konjungtiva
X1B = bintik bitot menyertai xerosis konjungtiva X2
= Xerosis
X3A = kerotomalasia dan ulserasi ringan menyertai xerosis kornea
X3B = kerotomalasia dan ulserasi berat menyertai xerosis kornea XS =
jaringan parut pada kornea
XF = Xeroftalmia fundus
Etiologi
Etiologi X dan defisiensi vitamin A pada umumnya:
1. Primer: Intake vitamin A/ Provitamin A yang kurang
2. Sekunder : Gangguan absorpsi
Gangguan konversi provitamin A
Gangguan transportasi
Patofisiologi
Metabolisme Vitamin A
Vitamin A dalam bentuk aktif berupa asam retinoat. Sedangkan secara alami
sumber vitamin A didapatkan dari hewani dalam bentuk pro-vitamin A dan dari
tumbuhan dalam bentuk beta karoten. Dikenal tiga macam karoten yaitu α, β, dan γ-
karoten. β-karoten memilki aktivitas yang paling tinggi. Proses pembentukan vitamin
A dari sumber hewani dan tumbuhan menjadi bentuk aktif (asam retinoat) dapat
diuraikan sebagai berikut :
Absorbsi pro-vitamin A dan karoten di dinding usus halus, kemudian
diubah menjadi retinol
Retinol diangkut ke dalam hepar oleh kilomikron, kemudian di dalam
parenkim hati sebagian dari retinol akan diesterifikasi menjadi retinilpalmitat dan
disimpan dalam sel astelat. Sebagian lagi akan berikatan dengan Retinol Binding
Protein (RBP) dan protein lain yang disebut trasthyretin untuk dibawa ke target sel
Pada target sel, retinol akan berikatan dengan reseptor yang terdapat pada
membran sel ( RBP receptor ) kemudian di dalam sel berikatan
denganretinol binding protein intraseluler, yang akan diubah menjadi asam
retinoat oleh enzim spesifik
Asam retinoat selanjutnya akan memasuki inti sel dan berikatan dengan
reseptor pada inti. Asam retinoat ini berperan dalam transkripsi gen.
Fisiologi penglihatan yang berhubungan dengan vitamin A Salah satu fungsi dari
vitamin A adalah berperan dalam proses penglihatan, dimana retina merupakan
salah satu target sel dari retinol. Retinol yang telah berikatan dengan RBP akan
ditangkap oleh reseptor pada sel pigmen epitel retina, yang akan dibawa ke sel-
sel fotoreseptor untuk pembentukan rodopsin. Rodopsin ini sangat berperan
terutama untuk penglihatan pada cahaya redup. Karena itu tanda dini dari
defisiensi vitamin A adalah rabun senja.
Gejala Klinis
Penatalaksanaan
Tujuan
pengobatan
1. Mengurangi dan menghentikan proses kerusakan mata/kebutaan.
2. Mencapai penyembuhan secara maksimal.
3. Menambah cadangan vitamin A dalam tubuh.
4. Memperbaiki/ mengembalikan pengli
Jenis Tindakan
1. Pemberian Vitamin A berdasarkan WHO untuk usia > 1 tahun
Hari I 200.000 SI Vitamin A secara oral atau 100.000 SI vitamin A
secara IM
Hari II 200.000 SI vitamin A secara oral
1-2 minggu kemudian atau sebelum meninggalkan RS 200.000 SI
vitamin A secara oral.
Untuk usia 6-12 bulan 100.000 SI dan < 6 bulan 50.000 SI per oral. Untuk
pemberian oral digunakan retinol asetat atau palmitat (oily solution)
sedangkan untuk pemberian IM dipakai retinol palmitat (suspensi
aqueous)
2. Pemberian Obat Mata
Pada bercak Bitot tidak memerlukan obat tetes mata, kecuali ada infeksi yang
menyertainya. Obat tetes / salep mata antibiotik tanpa kortikosteroid (tetrasiklin 1%,
Kloramfenikol 0.25-1% dan gentamisin 0.3%) diberikan pada penderita X2,X3A,X3B
dengan dosis 4 x 1 tetes/hari dan berikan juga tetes mata atropin 1% 3 x 1 tetes/hari.
Pengobatan dilakukan sekurang-kurangnya 7 hari sampai semua gejala pada mata
menghilang.
3. Terapi Gizi Medis
Terapi Gizi Medis adalah terapi gizi khusus untuk penyembuhan kondisi atau
penyakit kronis dan luka-luka serta merupakan suatu penilaian terhadap kondisi
pasien sesuai intervensi yang diberikan agar klien serta keluarganya dapat
meneruskan penanganan diet yang telah disusun.
Tujuan :
a. Memberikan makanan yang adekuat sesuai kebutuhan untuk mencapai
status gizi normal.
b. Memberikan makanan tinggi sumber vit. A. untuk mengoreksi kurang
vitamin A.
Pencegahan
Untuk mencegah xeroftalmia dapat dilakukan:
1. Mengenal wilayah yang berisiko mengalami xeroftalmia (faktor sosial
budaya dan lingkungan dan pelayanan kesehatan, faktor keluarga dan
faktor individu)
2. Mengenal tanda-tanda kelainan secara dini
3. Memberikan vitamin A dosis tinggi kepada bayi dan anak secara
periodik, yaitu untuk bayi diberikan setahun sekali pada bulan Februari
atau Agustus (100.000 SI), untuk anak balita diberikan enam bulan sekali
secara serentak pada bulan Februari dan Agustus dengan dosis 200.000
SI.
4. Mengobati penyakit penyebab atau penyerta
5. Meningkatkan status gizi, mengobati gizi buruk
6. Penyuluhan keluarga untuk meningkatkan konsumsi vitamin A /
provitamin A secara terus menerus.
7. Memberikan ASI eksklusif
8. Pemberian vitamin A pada ibu nifas (< 30 hari) 200.000 SI
9. Melakukan imunisasi dasar pada setiap bayi.
Prognosis
pada stadium XN, X1A, X1B, dan X2 adalah baik, dengan
syarat :
- pengobatan harus dilakukan secara dini
- pengobatan harus dilakukan dengan tepat
Sedangkan pada stadium yang lebih lanjut dimana telah terjadi
kerusakan kornea dan dapat menyebabkan kebutaan yang tidak dapat
disembuhkan lagi, maka prognosisnya jauh lebih buruk
Mengetahui,
Dokter Pembimbing Mahasiswa