Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN OBSERVASI TUMPANGSARI

PROBLEMATIKA REKAYASA BUDIDAYA TANAMAN

Kelompok 8 :

1. Rahayu Sinta Dewi (20200210163)


2. Mustafa Krisnanto (20200210173)
3. Muh Wahyu Nur Hanafi (20200210188)
4. Rizqi Mahdafikia (20200210190)
5. Dwi Septi Nur Amaliah (20200210192)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2021
DATA OBSERVASI
PROBLEMATIKAN REKAYASA BUDIDAYA TANAMAN
TEMA : PENANAMAN DAN SISTEM TANAM

1. Nama Responden : Parmin


2. Alamat : Banjarharjo, Pondokrejo, Kec. Tempel, Kabupaten
Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta
3. Komoditi : Jagung dan kedelai
4. Luas area penanaman : 3500 m2
5. Umur Tanaman : 75 hari

6. Teknologi Budidaya :
a. Bahan tanam Jagung
- Asal/Sumberbenih : pertanian pertiwi
- Jenis (varietas/ klon) : jagung varietas Nasa 29, kedelai dena 1 (tahan naungan)
b. Penanaman dan Sistem Pertanaman
- Sistem tanam : polikultur
- Jarak tanam : jagung 40 x 13 cm , jarak tanam kedelai 30 cm x 10 cm.
- Waktu tanam : Sore hari pada musim hujan. Jagung dan kedelai ditanam
bersamaan
- Cara dan alat tanam : Konvensional
- Pola tanam (pergiliran tanaman) dalam 1 tahun : 1x
c. Pemeliharaan
- Pengairan : Dari hujan
- Pemupukan :
1. Dosis pemupukan tanaman jagung 250 kg/ha Urea + 1 t/ha pupuk organik.

2. Dosis pemupukan kedelai 200 kg/ha Urea + 100 kg/ha Phonska + 2,5 t/ha
pupuk organik.

- Pengendalian OPT : Penyakit yang sering muncul adalah busuk batang dan
hawar pada tanaman jagung. Untuk pencegahan penyakit digunakan Dithane M-
45 dengan konsentrasi 2 g/l air, penyemprotan dilakukan pada saat tanaman
berumur 4 dan 8 minggu setelah tanam.
d. Panen : Hasil (kg/kw/luas tanam) : Kedelai 1,445 t/ha
: Jagung 4,609 t/ha
e. Pasca panen /pengolahan : Hasil olahan (kg/kw/luas tanam)
Lampiran : foto lahan + tanaman
MENGHITUNG PRODUKTIFITAS LAHAN SISTAN TUMPANGSARI NILAI
KESETARAAN LAHAN (NKL) :
= (HA/MA + HB/MB )
HA : hasil tumpangsari tanaman A
MA : hasil monokultur tanaman A
HB : hasil tumpangsari tanaman B
MB : hasil monokultur tanaman B
NKL = 1, sama monokultur
NKL < 1, total hasil < monokultur, tumpangsari tidak efektif
NKL > 1, total hasil > monokultur, tumpangsari efektif meningkatkan
Hasil, missal 1,25 : meningkatkan hasil dan penggunaan lahan
25 %
 Jagung
Tumpang sari : 4,609 t/ha
Monokultur : 5,252 t/ha
 Kedelai
Tumpang sari : 1,445 t/ha
Monokultur : 1,822 t/ha
HA HB
NKL : +
MA MB
4,609 1,445
+
5,252 1,822
= 1,67

KASUS
Pak Parmin memiliki lahan sawah yang ditanami jagung dan kedelai dengan menggunakan
sistem tanam tumpangsari. Jagung yang digunakan oleh Pak Parmin adalah varietas Nasa 29 dan
kedelai varietas Dena 1. Jagung dan kedelai ditanam sore hari pada musim hujan dan ditanam
pada waktu bersamaan. Jarak tanam yang digunakan untuk jagung adalah 40 x 13 cm dimana
setiap 4 baris kedelai disela dengan 2 baris tanaman jagung. dan untuk kedelai 30 x 10 cm. Pak
Parmin melakukan pemeliharaan seperti pemupukan dan pengendalian OPT dengan baik. Hasil
dari jagung tumpangsari milik Pak Parmin mendapatkan hasil yang lebih tinggi daripada sistem
tanam monokultur. Akan tetapi, pada parameter kedelai, jumlah cabang dan jumlah polong
sistem tanam tumpangsari menunjukkan jumlah lebih sedikit daripada kedelai yang ditanam
dengan sistem monokultur. Sehingga pada kedelai yang menerapkan sistem tanam tumpangsari
menunjukkan hasil yang lebih rendah daripada sistem tanam monokultur.

IDENTIFIKASI MASALAH
Sistem tanam Tumpangsari yang dilakukan Pak Parmin berhasil mendapatkan hasil yang lebih
menguntungkan dari jagung, tetapi pada parameter kedelai, jumlah cabang dan jumlah polong
sistem tanam tumpangsari menunjukkan jumlah lebih sedikit daripada kedelai yang ditanam
dengan sistem monokultur dan mendapatkan hasil yang lebih sedikit dari kedelai.

TINJAUAN PUSTAKA
A. Tumpangsari
 Pengertian
Tumpangsari merupakan salah satu strategi meningkatkan efisiensi lahan dengan
melakukan pola tanam multicropping. Tumpangsari menata lahan agar bisa menanam lebih dari
satu komoditas pada lahan dan waktu yang sama. Utamanya pola tanam tumpangsari adalah
untuk meningkatkan produktivitas persatuan luas (Aminah et al., 2014). Pemanfaatan lahan
dengan sistem tumpang sari menyebabkan pemanfaatan sumber daya lebih efisien terutama
cahaya, air, dan hara. Namun perlu dikaji lebih jauh pengaruh kompetisi pemanfataan
sumberdaya tersebut pada hasil dan perkembangan tanaman. Menanam secara tumpang sari
dapat meningkatkan pendapatan usaha tani karena penanaman dengan pola ini penggunaan
sarana produksi lebih efisien sehingga akan mengurangi biaya produksi daripada penggunaan
pola tanam monokultur (Tri 2016)
Tumpangsari jagung dengan kedelai diyakini baik dan meningkatkan hasil lahan karena
kedelai merupakan tanaman leguminosa yang mampu memfiksasi nitrogen dari udara sedangkan
jagung merupakan tanaman yang efisien dalam penggunaan air, titik kompensasi CO 2 rendah
serta titik kompensasi cahaya yang relatif tinggi serta kedelai diketahui mampu menyumbang
unsur nitrogen untuk jagung (Coolman dan Hoyt, 1993)
Untuk mendapatkan pertumbuhan dan hasil yang optimum dari tanaman tumpangsari,
dapat dilakukan dengan mengatur jarak tanam atau kerapatan tanaman. Pengaturan jarak tanam
dan populasi tanaman sangat menentukan pertumbuhan dan hasil tanaman per satuan luas tanam.
Semakin rapat jarak tanam atau semakin padat populasi, semakin besar persaingan dalam
pemanfaatan faktor tumbuh.
 Keuntungan dan Kekurangan Tumpangsari
Kelebihan tersebut diantaranya adalah: 1) Efesiensi tenaga lebih mudah dicapai karena
persiapan tanam, pengerjaan tanah, pemeliharaan, pemupukan dan pemungutannya lebih mudah
dimekanisir, 2) Banyaknya tanaman per hektar mudah diawasi dengan mengatur jarak tanam
diantara dan dibalik barisan, menghasilkan produktivitas lebih banyak, 3) Perhatian lebih dapat
dicurahkan untuk tiap jenis tanaman sehingga tanaman yang ditanam dapat dicocokkan dengan
iklim, kesuburan dan tekstur tanah, 4) Resiko kegagalan panen berkurang, 5) Kemungkinan
merupakan bentuk yang memberikan produksi tertinggi karena penggunaan tanah dan sinar
matahari lebih efisien (Maheda, 2015).
Sistem tumpangsari tidak hanya memiliki kelebihan namun mempunyai kelemahan
diantaranya: 1) Persaingan dalam unsur hara pola tanam tumpangsari, akan terjadi persaingan
dalam menyerap unsur hara antar tanaman yang ditanam, 2) Pemilihan komoditas, permintaan
pasar pada pola tanam tumpangsari, tidak selalu tanaman yang menjadi tanaman tumpangsari
memiliki permintaan yang tinggi, sedangkan untuk memilih tanaman tumpangsari yang cocok
untuk di tumpangsarikan dengan tanaman utama, merupakan usaha yang tidak mudah karena
diperlukan wawasan yang lebih luas lagi, 3) Memerlukan tambahan biaya dan perlakuan, untuk
dapat melaksanakan pola tanam tumpangsari secara baik perlu diperhatikan beberapa faktor
lingkungan yang mempunyai pengaruh diantaranya ketersediaan air, kesuburan tanah, sinar
matahari dan hama penyakit. Tanaman kedelai yang dinaungi atau ditumpangsarikan akan
mengalami penurunan hasil.
 Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL)
Keuntungan dan kerugian tanaman yang ditimbulkan dari pola tanam tumpangsari dengan
monokultur dapat dievaluasi dari Nilai Kesetaraan Lahan (NKL) (Prasetyo dkk., 2009). Nilai
kesetaraan lahan lebih dari 1, menunjukkan keuntungan (Yuwariah, 2011). Sistem tumpangsari
jagung dan kedelai dari berbagai kultivar kedelai pada berbagai waktu tanam secara keseluruhan
lebih menguntungkan dari pada sistem monokulturnya.
B. Jagung
 Pengertian
Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman semusim yang menyelesaikan satu siklus hidupnya
selama 80 hingga 150 hari. Jagung dalam satu siklus hidupnya memerlukan dua fase
pertumbuhan yaitu fase vegetatif dan fase generatif. Tanaman jagung merupakan tanaman pokok
peringkat ke dua setelah padi. Biji jagung kaya akan karbohidrat. Kandungan karbohidrat dapat
mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. jagung merupakan tanaman tegak dan muda
terlihat sebagaimana sorgum dan tebu namun tidak seperti padi dan gandum.
 Syarat Tumbuh
Tanaman jagung dapat tumbuh baik pada daerah yang beriklim sedang hingga subtropik
atau tropis yang basah dan di daerah yang terletak antara 0- 50°LU hingga 0-400 LS. Tanaman
jagung menghendaki penyinaran matahari yang penuh dan suhu yang diinginkan berkisar 21-
34°C akan tetapi bagi pertumbuhan tanaman yang ideal memerlukan suhu optimum 23-27°C
(Budiman 2016). Tanaman jagung membutuhkan sinar matahari penuh, suhu optimum antara
26°C-30°C, curah hujan yang dikehendaki 8 -200 mm/bulan dengan curah hujan yang optimal
adalah 1200-1500 mm/tahun.
Menurut Barnito (2009) tanaman jagung dapat tumbuh pada semua jenis tanah dengan
memiliki tingkat keasaman pH tanah antara 5,5-7,5 dengan pH optimal yang diinginkan berkisar
5,5-6,5. Menurut Wirosoedarmo dkk. (2011). Tanaman jagung menghendaki tanah kaya unsur
hara. Tanaman jagung membutuhkan unsur hara terutama nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium
(K) dalam jumlah yang banyak.
 Tumpangsari Jagung
Jagung sangat cocok untuk ditumpangsarikan dengan kedelai. Jenis tanaman pangan
dengan tanaman leguminosa yang dapat menjadi pilihan untuk dikembangkan dengan pola tanam
tumpangsari, contohnya adalah jagung dengan kedelai. Pemilihan tanaman penyusun dalam
tumpangsari senantiasa didasarkan pada perbedaan karakter morfologi dan fisiologi antara lain
kedalaman dan distribusi sistem perakaran, bentuk tajuk, laju fotosintesis, pola serapan unsur
hara sehingga diperoleh suatu karakteristik pertumbuhan, perkembangan dan hasil tumpangsari
yang bersifat sinergis (Gomez, 1983; Palaniappan, 1985). Dengan penanaman tumpangsari
leguminosa dengan tanaman pangan akan memberikan beberapa keuntungan seperti
meningkatkan kandungan nitrogen dalam tanah sebab leguminosa dapat memfiksasi N udara
dengan bantuan bakteri Rhizobium yang ada pada bintil akar.
Penerapan tumpang sari jagung dengan kedelai menggunakan cara tanam jagung baris
ganda. Jarak tanam yang digunakan untuk jagung adalah 40 x 13 cm dimana setiap 4 baris
kedelai disela dengan 2 baris tanaman jagung. dan untuk kedelai 30 x 10 cm. Salah satu upaya
yang dilakukan untuk mendapatkan hasil optimum adalah dengan mengatur jarak tanam dan
populasi tanaman. Secara umum, kepadatan tanaman anjuran adalah 66.667 tanaman/ha. Ini
dapat dicapai dengan jarak tanam antarbaris 75 cm, dan 20 cm dalam barisan dengan satu
tanaman per rumpun, atau jarak antarbaris 40 cm dengan dua tanaman per rumpun. Jika
penanaman dilakukan dengan cara tanam legowo, agar populasi tanaman tetap berkisar antara
66.000-71.000 tanaman/ha, maka jarak tanam yang diterapkan adalah (100-50) cm x 20 cm
dengan 1 tanaman/lubang atau (100-50) cm x 40 cm dengan 2 tanaman/lubang. Jarak tanam
(100-40) cm x 20 cm dengan 1 tanaman/lubang atau (100-40) cm x 40 cm dengan 2
tanaman/lubang (Bahua et. al., 2015).
C. Kedelai
 Pengertian
Kedelai merupakan tanaman semusim, berupa semak rendah, tumbuh tegak dan
bercabang termasuk dalam famili leguminoseae sub-famili papilionideae. Umurnya berkisar
antara 88 sampai 100 hari bergantung pada varietas dan lingkungan tempat dimana ditanam.
Bentuk biji kedelai pada umumnya bulat lonjong tetapi ada yang bundar atau bulat pipih.
 Syarat Tumbuh
Di Indonesia kedelai dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik. Pada pH tanah 5,8 – 7 tanaman
ini dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah asalkan drainase dan aerasi tanah cukup baik,
disamping itu tanaman kedelai merupakan salah satu tanaman yang peka terhadap pH rendah
(Margarettha, 2002). Tanaman kedelai juga berproduksi dengan baik pada dataran rendah sampai
900 m dpl, dan mampu beradaftasi didataran tinggi sampai + -1.200 m dpl. Kedelai tumbuh baik
pada daerah yang memiliki curah hujan 100-400 mm/bulan, dengn suhu yang cocok antara 23 C
– 30OC, serta kelembaban antara 60 – 70 %.
 Tumpangsari Kedelai
Kedelai memiliki umur panen yang relatif pendek (71-90 hari), dan telah tersedia varietas unggul
kedelai yang toleran naungan (Dena 1) sehingga cocok untuk ditumpangsarikan dengan jagung.
Dalam budidaya kedelai tumpangsari dengan jagung, varietas kedelai hendaknya memiliki satu
atau lebih karakter, sebagai berikut :
a. Genjah (umur panen <80 hari)
b. toleran kekeringan
c. toleran naungan

ANALISIS MASALAH
Berdasarkan kasus Pak Parmin yang telah diidentifikasi permasalahannya yaitu hasil dari kedelai
yang ditumpangsarikan lebih sedikit dapada hasil kedelai monokultur. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut :
1. Pengaruh sistem tanam tumpangsari
Tanaman kedelai dengan sistem tanam tumpangsari memiliki hasil yang lebih sedikit
dibandingkan ketika menggunakan sistem tanam monokultur. Hal ini terjadi karena
adanya kompetisi antar tanaman. Kedelai yang merupakan tanaman C3 memiliki
kemampuan kompetisi rendah dibandingkan jagung sehingga terdapat penurunan
keragaan agronomi dan hasil akibat perlakuan sistem tanam tumpang sari. Sesuai dengan
penelitian Prasad dan Brook (2005) bahwa tumpangsari menurunkan hasil kedelai
dibandingkan dengan monokultur. Oleh karena itu dalam perlakuan sistem tanam
tumpangsari perlu dipilih kultivar kedelai yang memiliki kemampuan fiksasi nitrogen
lebih tinggi dan tahan naungan untuk meningkatkan hasil kedelai. Hal ini sejalan dengan
hasil penelitian Turmudi, 2002 yang menunjukkan bahwa kedelai memberikan respon
yang berbeda antar varietas karena perlakuan sistem tanam tumpang sari. Varietas yang
berpotensi memperoleh hasil yang tinggi adalah varietas tahan naungan. Kedelai varietas
Dena 1 termasuk varietas yang toleran naungan namun bentuk interaksi saling
menguntungkan antar jenis tanaman juga ditentukan oleh kompabilitas karakteristik dari
kedua jenis tanaman dan fase pertumbuhan saat berinteraksi.
Kemampuan kedelai dalam berkompetisi dengan tanaman lain cukup rendah hal ini dapat
dilihat dari hasil analisa pengaruh perlakuan sistem tanam terhadap hasil menunjukkan
perlakuan monokultur memberikan produktivitas yang nyata lebih tinggi daripada
produktivitas kedelai yang ditanam dengan sistem tumpang sari. Hal ini disebabkan oleh
persaingan unsur hara, air dan cahaya untuk proses fotosintesis. Dengan demikian
keragaman hasil kedelai yang ditanam tumpang sari tidak sebaik kedelai yang ditanam
monokultur.
2. Jarak tanam
Berdasarkan kasus diatas, diketahui bahwa jarak tanam yang digunakan untuk jagung
adalah 40 x 13 cm dimana setiap 4 baris kedelai disela dengan 2 baris tanaman jagung.
dan untuk kedelai 30 x 10 cm. Dikatakan bahwa jarak tanam yang semakin rapat akan
menurunkan jumlah polong bernas tanaman.
3. Waktu tanam
Pak Parmin melakukan penanaman jagung dan kedelai pada waktu yang bersamaan
sehingga jumlah polong pada kedelai sedikit. Waktu tanam berpengaruh sangat nyata
terhadap presentase polong berisi, sedang jumlah baris dan interaksi antara keduanya
berpengaruh tidak nyata.

PEMBAHASAN
1. Pengaruh sistem tanam tumpangsari
Pemanfaatan lahan dengan tumpang sari mengakibatkan adanya pengaruh pada
keragaan pertumbuhan baik kedelai maupun jagung. Kedelai yang ditanam tumpangsari
kerapatannya jauh lebih tinggi sehingga tanaman cenderung lebih tinggi karena kedelai
mengalami kondisi etiolasi. Menurut Lakitan, 2004 dan Buhaira, 2007 tanaman yang
ternaungi cenderung tumbuh lebih tinggi akibat usaha tanaman tersebut untuk
mendapatkan cahaya matahari dan memenuhi kebutuhan fotosintesis.
Usaha untuk meningkatkan produktivitas lahan persatuan luas dapat dilakukan
dengan berbagai cara, salah satu diantaranya adalah dengan penentuan pola tanam yang
tepat sesuai lingkungan setempat disamping penerapan teknik budidaya yang baik seperti
penggunaan bibit unggul, penggunaan pupuk secara tepat baik waktu dan dosis,
pengendalian hama terpadu serta pengelolaan air secara efisien. Penerapan salah satu
bentuk pola tanam (tanam ganda) haruslah dapat memenuhi persyaratan teknis,
ekonomis, dan aspek sosial daerah/lokasi. Selain hal tersebut maka sebagai pertimbangan
lain dengan menyesuaikan pola penyebaran curah hujan pada suatu daerah, disarankan
sebaiknya dengan pola curah hujan satu puncak diusahakan dengan menggunakan pola
tanam campuran atau pola tanaman sisipan.
2. Jarak Tanam
Penerapan tumpang sari jagung dengan kedelai menggunakan cara tanam jagung baris
ganda. Jarak tanam yang digunakan untuk jagung adalah 40 x 13 cm dimana setiap 4
baris kedelai disela dengan 2 baris tanaman jagung. dan untuk kedelai 30 x 10 cm. Jika
penanaman dilakukan dengan cara tanam legowo, agar populasi tanaman tetap berkisar
antara 66.000-71.000 tanaman/ha, maka jarak tanam yang diterapkan adalah (100-50) cm
x 20 cm dengan 1 tanaman/lubang atau (100-50) cm x 40 cm dengan 2 tanaman/lubang.
Jarak tanam (100-40) cm x 20 cm dengan 1 tanaman/lubang atau (100-40) cm x 40 cm
dengan 2 tanaman/lubang (Bahua et. al., 2015).
3. Waktu Tanam
Penanaman kedelai 10 hari lebih awal dari jagung menjadi faktor penting untuk
memperoleh hasil kedelai yang tinggi. Sebaiknya kedelai ditanam 10 hari sebelum tanam
jagung. Karena pada waktu tanam 10 hari sebelum tanam jagung, periode terjadinya
persaingan lebih pendek dibandingkan dengan waktu tanam secara bersamaan. Dengan
tingkat periode persaingan yang pendek tersebut maka menampakkan tingkat produksi
yang lebih baik pada waktu tanam 10 hari sebelum tanam jagung dibandingkan dengan
waktu tanam lainya.
4. NKL
Manfaat agronomis sistem tumpang sari dievaluasi dengan menghitung nisbah kesetaraan
lahan (NKL). Hasil kajian di lokasi yang beriklim kering menunjukkan angka NKL
tumpang sari antara kedelai dan jagung lebih dari 1 yakni 1,67. Nilai NKL 1,67
menunjukkan bahwa terdapat keuntungan produksi menggunakan sistem tumpangsari
pada perlakuan ini sebesar 67 % daripada monokultur. Artinya sistem tumpang sari
mampu meningkatkan produktivitas lahan sehingga lebih efisien dan optimal daripada
sistem monokultur.
KESIMPULAN
1. Usaha untuk meningkatkan produktivitas lahan persatuan luas dapat dilakukan dengan
berbagai cara, salah satu diantaranya adalah dengan penentuan pola tanam yang tepat
sesuai lingkungan setempat disamping penerapan teknik budidaya yang baik seperti
penggunaan bibit unggul, penggunaan pupuk secara tepat baik waktu dan dosis,
pengendalian hama terpadu serta pengelolaan air secara efisien.
2. Jarak tanam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 45 HST dan panjang
tongkol. Namun berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman umur 15 dan 30 HST,
diameter pangkal batang umur 15, 30 dan 45 HST, jumlah tongkol dan berat tongkol.
Pertumbuhan dan hasil tanaman jagung terbaik dijumpai pada jarak tanam 20 x 100 cm.
3. Penanaman kedelai 10 hari lebih awal dari jagung menjadi faktor penting untuk
memperoleh hasil kedelai yang tinggi. Sebaiknya kedelai ditanam 10 hari sebelum tanam
jagung.
DAFTAR PUSTAKA
Mardian, I., Suriadi, A., & Barat, L. (2020). Optimalisasi Lahan dengan Usaha Tani
Tumpangsari Kedelai dan Jagung Pada Lahan Sawah Beriklim Kering Kabupaten Bima.
978–979.
Kristiono, A., Muzaiyanah, S., Adi, D., Elisabeth, A., & Harsono, A. (2020). Produktivitas
Tumpangsari Kedelai dengan Jagung pada Akhir Musim Hujan di Lahan Kering Beriklim
Kering. 197–210.
Yuwariah, Y., Ruswandi, D., & Irwan, A. W. (2018). Pengaruh pola tanam tumpangsari jagung
dan kedelai terhadap pertumbuhan dan hasil jagung hibrida dan evaluasi tumpangsari di
Arjasari Kabupaten Bandung. Kultivasi, 16(3), 514–521.
https://doi.org/10.24198/kultivasi.v16i3.14377
Zakaria, F. (2019). Pola Tanam Tumpangsari Jagung dan Kedelai. In Journal of Chemical
Information and Modeling (Vol. 53, Issue 9).

Anda mungkin juga menyukai