Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

MATERI PAI
MEMAHAMI FIQH MUAMALAH DI MA DAN PEMBELAJARANNYA
Diajukan untuk melengkapi tugas mata kuliah pendidikan pra sekolah

DISUSUN OLEH :

Nama :1. MITA ARISKA ( 900.19.263 )


2. NASRULLAH ( 900.19.293 )
3. MAYA NUR ATIKA ( 900.19.248 )
4. SEKAR MUSTIKA ( 900.18.339 )
5. M. RHEYHAN FRADANA ( 900.19.276 )

DOSEN PENGAMPU : Wawan Arbani, S.Pd.I, M.Pd.I

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


V-B Reg.Pagi
STAI AL ISHLAHIYAH BINJAI
2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyanyang.
Penulis panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta
inayah-NyA kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah
Materi Pai dengan judul “Memahami Muamalah di MA dan Pembelajarannya”

Makalah ini sudah penulis susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari
berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini.

Terlepas dari segala hal tersebut,Penulis sadar sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya penulis
dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar penulis dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi untuk pembaca.

Binjai,  November 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...............................................................................1
B. Rumusan Masalah…......................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Menjelaskan Hukum Islam Tentang Muamalah ............................................2
B. Menjelasakan Hukum Islam Tentang Kepemilikan ......................................4
C. Menjelaskan Konsep Perekonomian Dalam Islam Dan Hikmahnya .............6
D. Menjelasakan Hukum Islam Tentang Pelepasan Dan Perubahan Harta
Beserta Hikmahnya .......................................................................................6
E. Menjelasakan Hukum Islam Tentang Wakalah Dan Sulhu
Beserta Hikmahnya .....................................................................................11
F. Menjelaskan Hukum Islam Tentang Daman Dan Kafalah ........................... 13
G. Menjelaskan Hukum Riba,Bank Dan Asuransi ........................................... 17

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ................................................................................................. 22

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini perkembangan teknologi sudah semakin berkembang, sehingga cara
berfikir manusia juga semakin maju seiring dengan perkembangan zaman. Hal ini
berimplikasi pada proses keberagamaan seseorang terutama dalam masalah fiqh yang
meliputi fiqh ibadah dan fiqh mu’amalah. Hal ini tidak terlepas dari aspek tauhid atau
akidah (keyakinan) yang sangat berpengaruh pada dua hal tersebut.
Nilai-nilai fiqh ibadah dapat diimplementasikan dalam ranah fiqh mu’amalah yang
merupakan hubungan antara manusia dalam usaha mendapatkan alat-alat kebutuhan
jasmaniyah dengan cara sebaik-baiknya sesuai dengan ajaran dan tuntutan agama Islam.
Mu’amalah dapat bersifat umum mencakup semua kegiatan yang dilakukan oleh setiap
muslim untuk mendapat kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Di antara mu’malah
yang dilakukan dan dibutuhkan manusia adalah jual beli, pernikahan, dan lain-lain.
Berbicara masalah fiqh berarti berbicara masalah pemahaman. Dalam pemahaman
fiqh seseorang bisa berbeda-beda pendapat sesuai dengan mazhab yang dianut. Maka
dalam hal ini penulis juga memperkenalkan empat mazhab yang terkenal dalam Islam
sekalipun masih banyak mazhab yang lain. Di antaranya, mazhab hanafi, mazhab maliki,
mazhab syafi’i, dan mazhab hanbali dan sumber hukum beserta metode ijtihadnya.
Berdasarkan uraian tersebut, begitu pentingnya kajian fiqh Islam dalam konteks
kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara untuk menciptakan kehidupan
yang aman, damai, tenang dan tertram, selamat dunia dan akhirat. Selain itu, menciptakan
kehidupan yang Islami di kalangan dosen, karyawan dan mahasiswa Pendiikan Agaman
Islam pada khususnya dan seluruh civitas STAI Sekolah Tinggi Agama Islam Syekh H.A
Halim Hasan AL-Islahiyah Binjai pada umumnya.
B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan Hukum Islam Tentang Muamalah
2. Menjelasakan Hukum Islam Tentang Kepemilikan
3. Menjelaskan Konsep Perekonomian Dalam Islam Dan Hikmahnya
4. Menjelasakan Hukum Islam Tentang Pelepasan Dan Perubahan Harta Beserta Hikmahnya
5. Menjelasakan Hukum Islam Tentang Wakalah Dan Sulhu Beserta Hikmahnya
6. Menjelaskan Hukum Riba,Bank Dan Asuransi
7. Menjelaskan Hukum Islam Tentang Daman Dan Kafalah
1

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. HUKUM ISLAM TENTANG FIGH MUAMALAH
a. Hukum Islam Tentang Figh Muamalah
Muamalah pada dasarnya boleh (mubah). Kebolehan muamalah berdasarkan kaidah
ushul fiqh sebagai berikut1:
‫األصل في المعامالت هو الحل حتى يقوم دليل على المنع‬.‫حة‬. 􀁓 ‫األصل في المعامالت اإل‬
“Pada dasarnya muamalah itu boleh, Atau kaidah lain, pada dasarnya
muamalah itu halal hingga ada dalil yang tegak untuk melarangnya”.
Muamalah yang dilakukan untuk mewujudkan kemasalahatan. Sebagaimana Djuwain
mengatakan dengan mengutip pendapat Ibnu Taimiyyah yang mengatakan:
“Syariah diturunkan untuk mewujudkan kemaslahatan,
menyempurnakan, mengeliminasi, mereduksi kerusakan, memberikan alternatif
pilihan terbaik di antara beberapa pilihan, memberikan nilai masalahat yang
maksimal diantara beberapa maslahat, dan menghilangkan nilai kerusakkan
yang lebih besar dengan menanggung kerusakan yang lebih kecil.”
Kaidah Ushul al-Fiqh:
“Pada dasarnya setiap muamalah itu mewujudkan keadilan, menjaga
kemaslahatan antara dua belah pihak dan menghilangkan kemadharatan dari
keduanya”.
Menetapkan harga kompetitif adalah menetapkan harga yang lebih rendah yang tidak
mungkin bisa diperoleh kecuali dengan menurunkan biaya produksi dengan meniadakah
unsur penimbunan, gharar (penipuan) dan makelar (simsar).
Sebagai dasar hukum dalam sebuah hadis Nabi SAW:
‫عن سعيد بن المسيب يحدث أن معمرا قال قال رسول هلل صلى هلل عليه وسلم من‬
)‫احتكر فهو خاطئ (رواه مسلم‬
“Dari Abi Sa’id bin al-Musayyab menceritakan bahwa Ma’mar berkata,
Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang menimbun (suatu barang atau
makanan) maka ia telah berbuat dosa”. (HR. Muslim).
Islam melarang seorang melakukan intervensi terhadap akad atau jual beli
yang sedang dilakukan oleh orang lain. Sebagaimana sabda Nabi SAW:

1
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm.
xviii-xxiii.
2

5
‫عن أبي هريرة رضي هلل عنه قال 􀂉 ى رسول هلل صلى هلل عليه وسلم أن يبيع حاضر لباد‬
)‫وال تناجشوا وال يبيع الرجل على بيع أخيه وال يخطب على خطبة أخيه (رواه البخاري‬
“Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah SAW melarang orang kota membeli
barang dagangan orang desa dengan cara mengintervensi. Dan janganlah
seseorang membeli (barang dagangan) yang sudah dibeli oleh saudaranya dan
janganlah meminang (seorang perempuan) yang sudah dipinang oleh
saudaranya”.(HR. Al-Bukhari).
Islam mengajarkan kepada umatnya agar tidak melakukan kedzaliman, keserakahan
kepada orang lain dengan mementingkan dirinya sendiri. Sebagaimana sabda Nabi SAW:
“Dari Ibnu Umar ra, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:”Muslim itu
saudara bagi muslim yang lain, jangan mendzalimi, dan tidak menggantungkan
diri kepadanya. Barang siapa memenuhi kebutuhan saudaranya niscaya Allah
akan mencukupi kebutuhannya, dan barang siapa yang meringankan beban
seorang muslim niscaya Allah akan meringankan bebannya dari beban-beban
hari Kiamat, dan barang siapa yang menutup aib seorang muslim niscaya Allah
akan menutup aib (yang ada pada dirinya) pada hari Kiamat”. (Muttafaqun
‘Alaih).
Toleransi merupakan karakateristik dari ajaran Islam yang direalisasikan dalam
dimensi kehidupan muamalah, seperti politik, ekonomi dan hubungan kemasyarakatan.
Khusus dalam transaksi finansial, nilai ini bisa diwujudkan dengan mempermudah transaksi
bisnis tanpa harus memberatkan pihak yang terkait.Karena Allah SWT akan memberikan
rahmat kepada orang yang mempermudah transaksi jual beli. Selain itu, kelenturan dan
transaksi itu bisa diberikan kepada debitur yang sedang mengalami kesulitan finansial, karena
bisnis yang dijalankan sedangan mengalami resesi. Melakukan re-scheduling piutang yang
telah jatuh tempo, kemudian disesuaikan dengan kemapamanan finansial yang diproyeksikan.
Di samping itu, tetap membuka peluang bagi para pembeli yang ingin membatalkan transaksi
jual beli, karena terdapat indikasi ketidakbutuhannya terhadap objek transaksi (inferior
product).
Kejujuran merupakan bekal utama untuk meraih keberkahan. Namun, kata jujur tidak
semudah mengucapkan, sangat berat memegang prinsip ini dalam kehidupan. Seseorang bisa
meraup keuntungan yang berlimpah dengan lipstick kebohongan dalam bertransaksi.
Sementara, orang jujur harus menahan dorongan materialisme dari cara-cara yang tidak
semestinya. Perlu perjuangan keras dalam membumikan kejujuran dalam setiap langkah
3

6
kehidupan. Rasulullah SAW selalu mengapresiasi kepada pedagang yang jujur dan
amanah, sebagaimana dalam sabda-Nya:
“Dari Abu Sa’id, dari Nabi SAW bersabda: “Pedagang yang jujur lagi amanah
itu nanti akan bersama para Nabi, para Shiddiqin dan para Syuhada”.(HR. Al-
Tirmidzi)
b. Ruang Lingkup Mu’amalah
Ruang lingkup mu’malah dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Ruang lingkup Mu’amalah Adabiyah
Ruang lingkup mu’amalah yang bersifat adabiyah adalah ijab dan kabul, saling
meridhai, tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak, hak dan kewajiban, kejujuran
pedagang, tidak ada penipuan, tidak ada pemalsuan, dan tidak ada penimbunan dan
segala sesuatu yang bersumber dari indera manusia yang kaitannya dengan
pendistribusian harta dalam hidup bermasyarakat.
2. Ruang lingkup Mu’amalah Madiyah
Ruang lingkup mu’amalah madiyah adalah masalah jual beli (al-Bai’ wa al-
Tijarah), gadai (al-Rahn), jaminan dan tanggungan (kafalah dan dhaman), perseroan
atau perkongsian (al-Syirkah), perseroan harta dan tenaga (al- Mudharabah), sewa
menyewa (al-Ijarah), pemberian hak guna pakai (al-‘Ariyah), barang titipan (al-
Wadhi’ah), barang temuan (al-Luqathah), garapan tanah (al-Muzara’ah), sewa
menyewa tanah (al-Mukhabarah), upah (ujrah al- ‘Amal), gugatan (syuf’ah),
sayembara (al-Ji’alah), pembagian kekayaan bersama (al-Qismah), pemberian
(hibah), hadiah (al-Hadiyah) pembebasan (al-Ibra),

B. HUKUM ISLAM TENTANG KEPEMILIKAN


a. Pengertian konsep kepemilikan dalam Islam
Dalam fiqh muamalah Milk didefenisikan sebagai Kekhususan terhadap pemilik suatu
barang menurut syara’ untuk bertindak secara bebas bertujuan mengambil manfaatnya selama
tidak ada penghalang syar’i. Makna yang sama juga dijelaskan oleh Rawwas Qal’ah Jie
bahwa kepemilikan berarti hubungan syariah antara manusia dengan sesuatu (harta) yang
memberikan hak mutlak kepada orang itu untuk melakukan pemanfaatan (tasharruf) atas
sesuatu itu dan mencegah orang lain untuk memanfaatkannya.2Apabila seseorang telah
memiliki suatu benda yang sah menurut syara’, maka orang tersebut bebas bertindak terhadap

2
Rawwas Qal’ah Jie, Mu‟jam Lughah Al Fuqaha`, h. 352
4

7
benda tersebut, baik akan dijual maupun akan digadaikan, baik dia sendiri maupun dengan
perantara orang lain3. Menurut istilah milik dapat didefinisikan “suatu ikhtishas yang
menghalangi yang lain, menurut syariat yang membenarkan pemilik ikhtishas itu untuk
bertindak terhadap barang miliknya sekehendaknya kecuali ada penghalang.4 Sedangkan
Wahbah al Zuhaily mendefenisikan bahwa milk adalah Milk adalah keistimewaan
(ikhtishash) terhadap sesuatu yang menghalangi orang lain darinya dan pemiliknya bebas
melakukan tasharruf secara langsung kecuali ada halangan syar’i5. Bebereapa defenisi milk
tersebut terdapat dua istishash atau keistimewaan yang diberikan oleh syara’ kepada pemilik
harta, diantaranya :
1) Keistimewaan dalam menghalangi orang lain untuk memanfaatkannya tanpa kehendak
atau izin pemiliknya.
2) Keistimewaan dalam bertasarruf. Tasarruf adalah : “Sesuatu yang dilakukan oleh
seseorang berdasarkan iradah (kehendak) nya dan syara’ menetapkan batasnya beberapa
konsekwensi yang berkaitan dengan hak”6.
Oleh sebab itu, milkiyah (pemilikan) seseorang mempunyai keistimewaan berupa
kebebasan dalam bertasarruf (berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu) kecuali ada
halangan tertentu yang diakui oleh syara’. Kata halangan di sini adalah sesuatu yang
mencegah orang yang bukan pemilik suatu barang untuk mempergunakan atau memanfaatkan
dan bertindak tanpa persetujuan lebih dahulu dari pemiliknya.7 Menurut hukum dasar harta
sah dimiliki, kecuali harta yang telah dipersiapkan untuk umum, misalnya wakaf dan fasilitas
umum. Dalam hal ini ada tiga macam model kepemilikan yaitu :
1) Kepemilikan penuh, yaitu kepemilikan pada benda terkait sekaligus hak memanfaatkan.
2) Hak memiliki saja, tanpa hak memanfaatkan (misalnya rumah yang dikontrakkan).
3) Hak menggunakan saja atau disebut kepemilikan hak guna (si pengontrak). Dalam artian
kepemilikan hak disini tidak boleh digunakan untuk hal-hal yang menyebabkan adanya
pelanggaran.8

3
Yusuf Qordawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Jakarta : Gema Insani Pers, 1997, h.
70
4
Mustafa Ahmad al-Zarqa’, al Madkhal al Fiqh al „Amm, Beirut: Jilid I, Darul Fikr,
1968, h. 240
5
Wahbah al Zuhaily, al Fiqh al Islamy wa Adillatuh, Juz 4, h. 57
6
Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Konstektual, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2002, h. 55
7
Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2000, h.5
8
M. Faruq an Nabahan, Sistem Ekonomi Islam, Yogyakarta : UII Press, 2000, h. 39
5

8
C. KONSEP PEREKONOMIAN DALAM ISLAM DAN HIKMAHNYA
Allah SWT menciptakan manusia sebagai makhluk sosial, manusia satu dengan
manusia yang lain saling membutuhkan, baik dengan jalan tolong menolong dalam urusan
kemasyarakatan, tukar menukar barang maupun jual beli.
Dalam ekonomi Islam, penumpukan kekayaan oleh sekelompok orang dihindarkan
dan secara otomatis tindakan untuk memindahkan aliran kekayaan kepada
anggota masyarakat harus dilaksanakan.
Sistem ekonomi Islam merupakan sistem yang adil, berupaya menjamin kekayaan
tidak terkumpul hanya kepada satu kelompok saja, tetapi tersebar ke seluruh masyarakat
Islam memperbolehkan seseorang mencari kekayaan sebanyak mungkin. Islam
menghendaki adanya persamaan, tetapi tidak menghendaki penyamarataan. Kegiatan 
ekonomi harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak terlalu banyak harta dikuasai pribadi.
Di dalam bermuamalah, Islam menganjurkan untuk mengatur muamalah di antara sesama 
manusia atas dasar amanah, jujur, adil, dan memberikan kemerdekaan bermuamalah serta
jelas-jelas bebas dari unsur riba.
Islam melarang terjadinya pengingkaran dan pelanggaran larangan-larangan dan
menganjurkan untuk memenuhi janji serta menunaikan amanat. Oleh sebab itu agama 
Islam mengatur seluruh tata kehidupan manusia termasuk muamalat yang didalamnya
menyinggung banyak persoalan interaksi manusia dengan manusia seperti pelaksanaan
perekonomian yang terjadi di masyarakat seperti jual beli, syirkah, mukhabarah, mudharabah
dan lain-lain.

D. HUKUM ISLAM TENTANG PELEPASAN DAN PERUBAHAN HARTA


BESERTA HIKMAHNYA
a. Hibah
1. Pengertian dan Hukum Hibah
Hibah adalah akad pemberian harta milik seseorang kepada orang lain diwaktu ia
hidup tanpa adanya imbalan sebagai tanda kasih sayang. Firman Allah SWT. :
“Dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-
orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta
dan (memerdekakan) hamba sahaya” (QS. Al Baqarah : 177).
Memberikan Sesutu kepada orang lain, asal barang atau harta itu halal termasuk
perbuatan terpuji dan mendapat pahala dari Allah SWT. Untuk itu hibah hukumnya mubah.
6

9
Sabda Nabi SAW. :“Dari Khalid bin Adi, sesungguhnya Nabi Muhammad SAW. telah
bersabda, : “Barang siapa yang diberi oleh saudaranya kebaikan dengan tidak berlebih-
lebihan dan tidak ia minta, hendaklah diterima (jangan ditolak). Sesungguhnya yang
demikian itu pemberian yangdiberikan Allah kepadanya” (HR. Ahmad).
2. Rukun dan Syarat Hibah
a. Pemberi Hibah (Wahib)
Syarat-syarat pemberi hibah (wahib) adalah sudah baligh, dilakukan atas dasar
kemauan sendiri, dibenarkan melakukan tindakan hukum dan orang yang berhak
memiliki barang.
b. Penerima Hibah (Mauhub Lahu)
Syarat-syarat penerima hibah (mauhub lahu), diantaranya :
Hendaknya penerima hibah itu terbukti adanya pada waktu dilakukan hibah. Apabila
Tidak ada secara nyata atau hanya ada atas dasar perkiraan, seperti janin yang masih dalam
kandungan ibunya maka ia tidak sah dilakukan hibah kepadanya.
c. Barang yang dihibahkan (Mauhub)
Syarat-syarat barang yang dihibahkan (Mauhub), diantaranya : jelas terlihat wujudnya,
barang yang dihibahkan memiliki nilai atau harga, betul-betul milik pemberi hibah dan
dapat dipindahkan status kepemilikannya dari tangan pemberi hibah kepada penerima
hibah.
d. Akad (Ijab dan Qabul),
misalnya si penerima menyatakan “saya hibahkan atau kuberikan tanah ini
kepadamu”, si penerima menjawab, “ya saya terima pemberian saudara”.
3. Macam-macam Hibah
Hibah dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu :
1. Hibah barang adalah memberikan harta atau barang kepada pihak lain yang mencakup
materi dan nilai manfaat harta atau barang tersebut, yang pemberiannya tanpa ada
tendensi (harapan) apapun. Misalnya menghibahkan rumah, sepeda motor, baju dan
sebagainya
2. Hibah manfaat, yaitu memberikan harta kepada pihak lain agar dimanfaatkan harta
atau barang yang dihibahkan itu, namun materi harta atau barang itu tetap menjadi
milik pemberi hibah. Dengan kata lain, dalam hibah manfaat itu si penerima hibah
hanya memiliki hak guna atau hak pakai saja. Hibah manfaat terdiri dari hibah
berwaktu (hibah muajjalah) dan hibah seumur hidup (al-amri). Hibah muajjalah dapat
7

10
juga dikategorikan pinjaman (ariyah) karena setelah lewat jangka waktu tertentu,
barang yang dihibahkan manfaatnya harus dikembalikan.
4. Mencabut Hibah
Jumhur ulama berpendapat bahwa mencabut hibah itu hukumnya haram, kecualii
hibahorang tua terhadap anaknya, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW.
ِ ‫ب ِهبَةً فَيَرْ ِج ُع فِ ْيهَا إِالَّ ْال َوالِ ِدفِ ْي َمايُع‬
:‫ْطىلِ َولَ ِد ِه‬ َ َ‫ْطى َع ِطيَّةًأَوْ يَه‬
ِ ‫الَيَ ِحلُّ لِ َرج ٍُل ُم ْسلِ ٍم أَ ْن يُع‬
“Tidak halal seorang muslim memberikan suatu barang kemudian ia tarik kembali,
kecuali seorang bapak kepada anaknya” (HR. Abu Dawud). Sabda Rasulullah SAW. :
“Orang yang menarik kembali hibahnya sebagaimana anjing yang muntah lalu
dimakannya kembali muntahnya itu”  (HR. Bukhari Muslim).
Hibah yang dapat dicabut, diantaranya sebagai berikut :
a. Hibahnya orang tua (bapak) terhadap anaknya, karena bapak melihat bahwa mencabut itu
demi menjaga kemaslahatan anaknya.
b. Bila dirasakan ada unsur ketidak adilan diantara anak-anaknya, yang menerima hibah..
c. Apabila dengan adanya hibah itu ada kemungkinan menimbulkan iri hati dan fitnah dari
pihak lain.
5. Hikmah Hibah
Adapun hikmah hibah adalah :
a. Menumbuhkan rasa kasih sayang kepada sesama
b. Menumbuhkan sikap saling tolong menolong
c. Dapat mempererat tali silaturahmi
d. Menghindarkan diri dari berbagai malapetaka

b. Shadaqah dan Hadiah


1. Pengertian dan Dasar Hukum Shadaqah dan Hadiah
Shadaqah adalah akad pemberian harta milik seseorang kepada orang lain tanpa
adanya imbalan dengan harapan mendapat ridla Allah SWT. Sementara hadiah adalah akad
pemberian harta milik seseorang kepada orang lain tanpa adanya imbalan sebagai
penghormatan atas suatu prestasi. Shadaqah itu tidak hanya dalam bentuk materi, tetapi juga
dalam bentuk tindakan seperti senyum kepada orang lain termasuk shadaqah. Hal ini sesuai
dengan Sabda Rasulullah SAW.
“Tersenyum dihadapan temanmu itu adalah bagian dari shadaqah”(HR. Bukhari). Hukum
hadiah-menghadiahkan dari orang Islam kepada orang diluar Islam atau sebaliknya adalah
8

11
boleh karena persoalan ini termasuk sesuatu yang berhubungan dengan sesama manusia
(hablum minan naas).
2. Hukum shadaqah dan Hadiah
a. Hukum shadaqah adalah sunah
b. Hukum hadiah adalah mubah artinya boleh saja dilakukan dan boleh ditinggalkan. Sabda
Rasulullah SAW. :“Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW.telah bersabda sekiranya saya
diundang untuk makan sepotong kaki binatang, undangan itu pasti saya kabulkan, begitu
juga kalau potongan kaki binatang dihadiahkan kepada saya tentu saya terima” (HR.
Bukhari).
3. Perbedaan antara Shadaqah dan Hadiah
a. Shadaqah ditujukan kepada orang terlantar, sedangkan hadiah ditujukan kepada orang yang
berprestasi.
b. Shadaqah untuk membantu orang-orang terlantar memenuhi kebutuhan pokoknya,
sedangkan hadiah adalah sebagai kenang-kenangan dan penghargaan kepada orang yang
dihormati.
c. Shadaqah adalah wajib dikeluarkan jika keadaan menghendaki sedangkan hadiah
hukumnya mubah (boleh).
4. Syarat Shadaqah dan Hadiah
a. Orang yang memberikan shadaqah atau hadiah itu sehat akalnya dan tidak dibawah
perwalian orang lain. Hadiah orang gila, anak-anak dan orang yang kurang sehat jiwanya
(seperti pemboros) tidak sah shadaqah dan hadiahnya.
b. Penerima haruslah orang yang benar-benar memerlukan karena keadaannya yang terlantar.
c. Penerima shadaqah atau hadiah haruslah orang yang berhak memiliki, jadi shadaqah atau
hadiah kepada anak yang masih dalam kandungan tidak sah.
d. Barang yang dishadaqahkan atau dihadiahkan harus bermanfaat bagi penerimanya.
5. Rukun Shadaqah dan Hadiah
a. Pemberi shadaqah atau hadiah.
b. Penerima shadaqah atau hadiah.
c. Ijab dan Qabul artinya pemberi menyatakan memberikan, penerima menyatakan suka.
d. Barang atau Benda (yang dishadaqahkan/dihadiahkan).
6. Hikmah Shadaqah dan Hadiah
- Hikmah Shadaqah
a. Menumbuhkan ukhuwah Islamiyah
9

12
b. Dapat menghindarkan dari berbagai bencana
c. Akan dicintai Allah SWT.
- Hikmah Hadiah
a. Menjadi unsur bagi suburnya kasih sayang
b. Menghilangkan tipu daya dan sifat kedengkian. Sabda Nabi Muhammad SAW. :
“Saling hadiah-menghadiahkan kamu, karena dapat menghilangkan tipu daya dan
kedengkian” (HR. Abu Ya’la). Dan hadis riwayat Dailami: “Hendaklah kamu saling
memberi hadiah, karena ia akan mewariskan kecintaan dan menghilangkan kedengkian-
kedengkian” (HR. Dailami).
c.Wakaf
1. Pengertian Wakaf
Wakaf yaitu memberikan suatu benda atau harta yang dapat diambil manfaatnya
untuk digunakan bagi kepentingan masyarakat menuju keridhaan Allah SWT.
2. Rukun Wakaf
a. Orang yang memberikan wakaf (wakif)
b. Orang yang menerima wakaf (maukuf lahu)
c. Barang yang diwakafkan (maukuf)
d. Ikrar penyerahan (akad)
3. Syarat wakaf
a. Orang yang memberikan wakaf berhak atas perbuatan itu dan atas dasar kehendak sendiri.
b. Orang yang mnerima wakaf jelas, baik berupa organisasi atau perorangan.
c. Barang yang akan diwakafkan berwujud nyata pada saat diserahkan.
d. Jelas ikrarnya dan penyerahannya, lebih baik tertulis dalam akte notaris sehingga jelas dan
tidak akan menimbulkan masalah dari pihak keluarga yang memberikan wakaf.
4. Macam-macam Wakaf
Wakaf dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a. Wakaf Ahly (wakaf khusus), ysiyu wakaf yang khusus diperuntukkan bagi orang-orang
tertentu, seorang atau lebih, baik ada ikatan keluarga atau tidak. Misalnya wakaf yang
diberikan kepada seorang tokoh masyarakat atau orang yang dihormati.
b. Wakaf Khairy (wakaf untuk umum), yaitu wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan
umum. Mislanya wakaf untuk masjid, pondok pesantren dan madrasah.

10

13
E. HUKUM ISLAM TENTANG WAKALAH DAN SULHU BESERTA HIKMAHNYA
WAKALAH dan SULHU
a. Wakalah
1. Pengertian Wakalah
Wakalah menurut bahasa artinya mewakilkan, sedangkan menurut istilah yaitu
mewakilkan atau menyerahkan pekerjaan kepada orang lain agar bertindak atas nama orang
yang mewakilkan selama batas waktu yang ditentukan.
2. Hukum Wakalah
Asal hukum wakalah adalah mubah, tetapi bisa menjadi haram bila yang dikuasakan
itu adalah pekerja yang haram atau dilarang oleh agama dan menjadi wajib kalau
terpaksa harus mewakilkan dalam pekerjaan yang dibolehkan oleh agama. Allah SWT.
Berfirman:
ْ َ‫فَا ْب َعثُوْ اأَ َح َد ُك ْم بِ َو ِرقِ ُك ْم هَ ِذ ِه إِل‬
‫ىال َم ِد ْينَ ٍ•ة‬
”Maka suruhlah salah seorang diantara kamu ke kota dengan membawa uang perakmu
ini” (Q.S Al-Kahfi: 19) Ayat tersebut menunjukkan kebolehan mewakilkan sesuatu pekerjaan
kepadaorang lain Rasulullah SAW. Bersabda “Dari Abu Hurairah ra.berkata : “Telah
mewakilkan Nabi SAW kepadaku untuk memelihara zakat fitrah dan beliau telah memberi
Uqbah bin Amr seekor kambing agar dibagikan kepada sahabat beliau” (HR.Bukhari).
Kebolehan mewakilkan ini pada umumnya dalam masalah muamalah. Misalnya
mewakilkan jual beli, menggadaikan barang, memberi shadaqah / hadiah dan lain-lain.
Sedangkan dalam bidang ‘Ubudiyah ada yang boleh dan ada yang dilarang. Yang boleh
misalnya mewakilkan haji bagi orang yang sudah meninggal atau tidak mampu secara fisik,
mewakilkan memberi zakat, menyembelih hewan kurban dan sebagainya. Sedangkan yang
tidak boleh adalah mewakilkan Shalat dan Puasa serta yang berkaitan dengan itu seperti
wudhu.
3. Rukun dan Syarat Wakalah
a. Orang yang mewakilkan atau memberi kuasa, syaratnya: Ia mempunya wewenang terhadap
urusan tersebut.
b. Orang yang mewakilkan atau yang diberi kuasa, syaratnya: baligh dan berakal sehat.
c. Masalah atau urusan yang dikuasakan: syaratnya jelas dan dapat dikuasakan.
d. Akad (ijab kabul). Syaratnya dapat dipahami oleh orang yang diberi kuasa
4. Syarat Pekerjaan yang dapat diwakilkan
1. Pekerjaan tersebut diperbolehkan agama.
11

14
2. Pekerjaan tersebut milik pemberi kuasa.
3. Pekerjaan tersebut dipahami oleh orang yang diberi kuasa.
5. Habisnya Akad Wakalah
a. Salah satu pihak meninggal dunia
b. Jika salah satu pihak menjadi gila
c. Pemutusan dilakukan orang yang mewakilkan dan diketahui oleh orang yang diberi
wewenang
d. Pemberi kuasa keluar dari status kepemilikannya.
6. Hikmah Wakalah
a. Dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan cepat sebab tidak semua orang
mempunyai kemampuan dapat menyelesaikan pekerjaan tertentu dengan sebaik-baiknya.
Misalnya tidak setiap orang yang qurban hewan dapat menyembelih hewan qurbannya,
tidak semua orang dapat belanja sendiri dan lain-lain.
b. Saling tolong menolong diantara sesama manusia. Sebab semua manusia membutuhkan
orang lain
c. Timbulnya saling percaya mempercayai diantara sesama manusia. Memberikan kuasa pada
orang lain merupakan bukti adanya kepercayaan pada pihak lain.
b. Sulhu
1. Pengertian Sulhu
Sulhu menurut bahasa artinya damai, sedangkan menurut istilah yaitu perjanjian
perdamaian diantara dua pihak yang berselisih. Sulhu dapat juga diartikan perjanjian untuk
menghilangkan dendam, persengketaan atau permusuhan (memperbaiki hubungan kembali).
As – sulhu menurut bahasa arab bermakna memutus pertengkaran, perselisihan, atau
perdamaian. Sulhu menurut Hasbi Ash – Shiddiqie dalam bukunya Pengantar Fiqh
Muammalah adalah:
‘’Akad yang disepakati dua orang yang bertengkar dalam hak untuk melaksanakan sesuatu
dengan akad itu bisa dapat hilang perselisihan.”
Berdasarkan pengertian diatas, dapat kita pahami bahwa sulhu adalah akad yang
bertujuan untuk mengakhiri perselisihan atau persengketaan. Contohnya, penunduh
mengklaim mempunyai hak terhadap tertuduh dan tertuduh mengakuinya tidak kenal
dengannya. Kemudian, penuduh berdamai dengan tertuduh dengan sebagian dari haknya pada
tertuduh untuk mengjindari perselisihan. Adapun sumpah diharuskan terjadi penolakan dari
salah satu pihak.
12

15
2. Hukum Sulhu
Hukum sulhu atau perdamaian adalah wajib, sesuai dengan ketentuan-ketentuan atau
perintah Allah SWT, didalam Al-Qur’an :
 “Dan apabila dua golongan orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara
keduanya..’’. (QS. Al Hujurat: 9)
‫َوالصُّ ْل ُح خَ ْي ٌر‬
“Perdamaian itu amat baik” (QS. An Nisa’ : 128).
3. Rukun dan Syarat Sulhu
a. Mereka yang sepakat damai adalah orang-orang yang sah melakukan hukum.
b. Tidak ada paksaan.
c. Masalah-masalah yang didamaikan tidak bertentangan dengan prinsip Islam.
d. Jika dipandang perlu, dapat menghadirkan pihak ketiga. Seperti yang disintir dalam Al
Qur’an An Nisa’ : 35.
4. Macam-macam Sulhu
Dari segi orang yang berdamai, sulhu macamnya sebagai berikut :
a. Perdamaian antar sesama muslim
b. Perdamaian antar sesama muslim dengan non muslim
c. Perdamaian antar sesama Imam dengan kaum bughat (Pemberontak yang tidak mau tunduk
kepada imam).
d. Perdamaian antara suami istri.
e. Perdamaian dalam urusan muamalah dan lain-lain.
5. Hikmah Sulhu
a. Dapat menyelesaikan perselisihan dengan sebaik-baiknya. Bila mungkin tanpa campur
tangan pihak lain.
b. Dapat meningkatkan rasa ukhuwah / persaudaraan sesama manusia.
c. Dapat menghilangkan rasa dendam, angkara murka dan perselisihan diantara sesama.
d. Menjunjung tinggi derajat dan martabat manusia untuk mewujudkan keadilan.

F. HUKUM ISLAM TENTANG DAMAN DAN KAFALAH BESERTA HIKMAHNYA


a. Dhaman
1. Pengertian Dhaman
Dhaman dari segi bahasa berarti tangungan atau jaminan. Dhammandari segi istilah
adalah suatu ikrar atau lafadz yang disampaikan berupa perkataan atau perbuatan untuk
13

16
menjamin pelunasan hutang seseorang. Dengan demikian, kewajiban membayar hutang atau
tanggungan itu berpindah dari orang yang berhutang kepada orang yang menjamin pelunasan
hutangnya.
2. Dasar Hukum Dhaman
Dhaman hukumnya boleh dan sah dalam arti diperbolehkan oleh syariat Islam, selama
tidak menyangkut kewajiban yang berkaitan dengan hak-hak Allah.
Firman Allah Swt. QS Yusuf ayat 72
‫ير َوأَن َ۠ا بِ ِهۦ زَ ِعي ٌم‬ ِ ِ‫ص َوا َع ْٱل َمل‬
ٍ ‫ك َولِ َمن َجٓا َء بِ ِهۦ ِح ْم ُل بَ ِع‬
۟ ُ‫قَال‬
ُ ‫وا نَ ْفقِ ُد‬
Terjemah Arti: Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang
dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku
menjamin terhadapnya".
Sabda Rosulullah SAW :
Penghutang hendaklah mengembalikan pinjamannya dan penjamin hendaklah membayar”
(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Sesungguhnya ada jenazah yang dibawa ke hadapan Nabi saw. lalu para sahabat
berkata:”Ya Rasulullah kami mohon jenazah ini dishalatkan!”, Tanya Nabi: “Adakah harta
pusaka yang ditinggalkan?”, Jawab sahabat:”Tidak”, lalu Nabi Tanya lagi:”Apakah ia punya
hutang?”, jawab sahabat:”Punya, ada tiga dinar”, kemudian Nabi bersabda:” Shalatkan
temanmu itu!”, lantas Abu Qatadah ra. berkata:”Ya Rasulullah, Shalatkanlah ia dan saya
yang menjamin hutangnya!”. Kemudian Nabi saw. menshalatkannya” (HR Bukhori)
3. Syarat dan Rukun Dhamman
-Rukun Dhamman antara lain:
a. Penjamin (damin)
b. Orang yang dijamin hutangnya (mahmu ‘anhu)
c. Penagih yang mendapat jaminan
d. Lafal atau ikrar
-Adapun syarat dhaman antara lain:
a. Syarat penjamin adalah :
1) Dewasa (baligh)
2) Berakal (tidak gila atau waras)
3) Atas kemauan sendiri (tidak terpaksa)
4) Orang yang diperbolehkan membelanjakan hartanya
5) Mengetahui jumlah atau kadar hutang yang dijamin
14

17
b. Syarat orang yang dijamin, yaitu orang yang berdasarkan hukum diperbolehkan untuk
membelanjakan harta
c. Syarat orang yang menagih hutang, dia diketahui keberadaannya oleh orang yang
menjamin
d. Syarat harta yang dijamin antara lain:
1) Diketahui jumlahnya
2) Diketahui ukurannya
3) Diketahui kadarnya
4) Diketahui keadaannya
5) Diketahui waktu jatuh tempo pembayaran.
e. Syarat lafadz (ikrar) yaitu dapat dimengerti yang menunjukkan adanya jaminan serta
pemindahan tanggung jawab dalam memenuhi kewajiban pelunasan hutang dan
jaminan ini tidak dibatasi oleh sesuatu, baik waktu atau keadaan tertentu.
b. Kafalah
1. Pengertian Kafalah
Kafalah menurut bahasa berarti menanggung.
Firman Allah Swt. Dalam Q.S Ali Imran ayat 37 :‫ا‬
“......Dan Dia (Allah) menjadikan Zakarya sebagai penjamin (Maryam)”
Menurut istilah arti kafalah adalah menanggung atau menjamin seseorang untuk dapat
dihadirkan dalam suatu tuntutan hukum di Pengadilan pada saat dan tempat yang ditentukan.
Sedangkan menurut Abdul Rahman Ghazaly dkk, Kafalah menurut istilah didefinisikan oleh
ulama sebagai berikut:
a. Menurut Hasby Ash Shiddiqie
“Menggabungkan Dzimmah (tanggung jawab) kepada dzimmah yang lain dalam
penagihan”
b. Menurut Madzhab Syafi’i
“Akad yang menetapkan hak pada tanggungan (beban) yang lain atau menghadirkan zat
benda yang dibebankan atau menghadirkan badan oleh orang yang berhak
menghaadirkannya.”
c. Menurut Hanafiyah
“Proses penggabungan tanggungan kafiil menjadi tanggung ashiil dalam tuntutan
permintaan dengan materi atau utang atau barang atau pekerjaan”.
Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kafalah/dhamman adalah
15

18
transaksi yang menggabungkan dua tanggungan (beban) untuk memenuhi kewajiban baik
berupa hutang, uang, barang, pekerjaan, maupun badan.
2. Dasar Hukum Kafalah
Dasar hukum kafalah Kafalah disyaratkan Allah SWT, terbukti dengan firman-Nya,
dalam Q.S yusuf ayat 72 : dan siapa yang dapat mengembalikan piala raja, maka ia akan
memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan Aku menjamin terhadapnya".
Dalam sebuah riwayat juga dijelaskan, “Bahwa Nabi SAW. Pernah menjamin sepuluh dinar
dari seseorang laki-laki yang oleh penagih ditetapkan untuk menagih sampai sebulan, maka
hutang sejumlah itu dibayar kepada penagih” (HR.Ibnu Majah).
Serta Sabda Rasulullah SAW :
“Penjamin adalah orang yang berkewajiban membayar”. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
3. Syarat dan Rukun Kafalah
Di dalam buku fiqih muamalat karya Abdul Rohman dkk, adapun syarat dan rukun
kafalah diantaranya :
a. Kafiil, yang dimaksud adalah orang yang berkewajiban melakukan tanggungan (makhful
bihi). Orang yang bertindak sebagai kafiil diisyaratkan adalah orang yang dewasa(baligh),
berakal, berhak penuh untuk bertindak dalam urusan hartanya, dan rela dengan kafalah.
Kafiil tidak boleh orang gila dan juga anak kecil. Sekalipun ia telah dapat membedakan
sesuatu (tamyiz). Kafiil juga dapat disebut dhamin (orang yang menjamin), zaim
(penanggung jawab), hamiil (orang yang menanggung beban berat) atau qobiil (orang yang
menerima).
b. Makful anhu (ashiil), yaitu orang yang berhutang. Yaitu orang yang ditangggung. Tidak
disyaratkan baligh, berakal, kehadiran, dan kerelaannya dengan kafalah.
c. Makhful lahu, yaitu orang yang memberi hutang (berpiutang). Disyaratkan diketahui dan
dikenal oleh orang yang menjamin. Hal ini supaya lebih mudah dan disipln.
d. Makhful bihi, yaitu sesuatu yang dijamin berupa orang atau barang atau pekerjaan yang
wajib dipenuhi oleh orang yang keadaannya ditanggung (ashiil/makhful anhu).
e. Lafadz, yaitu lafal yang menunjukkan arti menjamin.Apabila lafadz kafalah telah
dinyatakan maka hal itu mengikat kepada utang yang akan diselesaikan. Artinya, utang
tersebut wajib dilunasi oleh kafiil secara kontan atau kredit.
4. Macam-macam Kafalah
Kafalah terbagi menjadi dua macam, yaitu kafalah jiwa dan kafalah harta. Kafalah
jiwa dikenal pula dengan sebutan dhammul wajhi (tanggungan muka), yaitu adanya
16

19
kewajiban bagi penanggung untuk menghadirkan orang yang ditanggung kepada yang ia
janjikan tanggungan (makful lahu). Seperti ucapan :”Aku jamin dapat mendatangkan Ahmad
dalam persidangan nanti”. Ketentuan ini boleh selama menyangkut hak manusia, namun bila
sudah berkaitan dengan hak-hak Allah tidak sah kafalah, seperti menanggung / mengganti
dari had zina, mencuri dan qishas.
5. Berakhirnya Kafalah
Kafalah berakhir apabila kewajiban dari penanggung sudah dilaksanakan dengan baik
atau si makful lahu membatalkan akad kafalah karena merelakannya.
c. Hikmah Dhaman dan Kafalah
Hikmah yang dapat diambil dari kafalah adalah sebagai berikut:
1. Adanya unsur tolong menolong antar sesama manusia.
2. Orang yang dijamin (ashiil) terhindar dari perasaan malu dan tercela.
3. Makful lahu akan terhindar dari unsur penipuan.

Sedangkan Hikmah dhaman sebagai berikut:


1. Munculnya rasa aman dari peminjam (penghutang).
2. Munculnya rasa lega dan tenang dari pemberi hutang
3. Terbentuknya sikap tolong menolong dan persaudaraan
4. Menjamin akan mendapat pahala dari Allah SWT.

G. HUKUM ISLAM TENTANG RIBA, BANK DAN ASURANSI


A. Praktik Dan Hukum Riba
1. Pengertian Dan Hukum Riba
Riba menurut bahasa berarti al- ziyadah (tambahan). Menurut istilah riba adalah
suatu bentuk pembayaran tanpa ada ganti / imbalan sebagai syarat terjadinya transaksi jual
utang-piutang atau pinjaman-meminjam.
Memberikan utang dengan syarat adanya tambahan merupakan praktik eksploitasi
(pemerasan) si kaya terhadap si miskin.
2. Macam-macam Riba
Riba (nilai lebih) yang diharamkan dalam proses pinjam-meminjam atau dalam
utang-piutang tersebut macam-macamnya sebagai berikut :
a. Riba fadhi, yaitu menukarkan dua jenis barang yang kuintansinya sama tetapi kualitasnya
berbeda
17

20
b. Riba qardh, yaitu menarik keuntungan dari barang yang dipinjamkan atau diutangkan
c. Riba nasa’ (nasi’ah) yaitu riba yang terjadi karena adanya penundaan waktu pembayaran
dengan menetapkan adanya dua harga yaitu harga kontan atau harga yang dinaikan karena
pembayaran tertunda.
3. Hikmah Dilarangnya Riba
Allah mengharamkan riba tentu banyak hikmahnya, antara lain disebabkan :
a. Riba dapat mengkikis sifat belas kasih dan rasa kemanusiaan serta dapat menimbulkan
permusuhan antara sesama manuisa
b. Riba dapat memupuk sifat enak sendiri, mementingkan diri sendiri, dan memperkaya diri
tanpa upaya yang wajar, Rela melihat ornag lain menderita.
c. Riba dapat menjaukan diri dari Allah
d. Riba sebagai salah satu bentuk penjahatan manusia terhadap manusia lainnya
4. Menjauhi Praktik Riba
Praktik riba dalam bentuk apa pun pasti membawakan madharat (kesulitan) dan
mafsadat (kerusakan) bagi pihak –pihak yang mempraktikkannya karenanya Allah
mengharamkan riba.
B. Praktik Dan Hukum Bank
1. Pengertian Dan Tujuan Bank
Yang dimaksud bank ialah sebuah lembaga keuangan uang bergerak menghimpun
dana dari masyarakat dan kemudian dana tersebut disalurkan kepada yang memerlukan
dengan system bunga. Tujuan bank ialah untuk membantu masyarakat yang memerlukan,
baik berupa uang maupun barang berharga lainnya.
2. jenis-jenis bank
a. Bank primer, yaitu bank yang mempunyai fungsi sebagai perantara dan dapat juga
menciptakan serta menghancurkan uang.
b. Bank sekunder, yaitu bank yang berfungsi sebagai perantara saja.
Dilihat dari fungsi, tugas dan operasionalnya bank juga dapat dikelompokkan :
a. Bank Sentral ,yaitu sebuah bank milik negara sebai sendi perekonomian pmerintah
b. Bank Umum, yaitu bank yang mengumpulkan dananya terutama dalam bentuk simpanan
dan deposito
c. Bank Pembangunan, yaitu bank yang menerima simpanan dalam bentuk deposito atau
mengeluarkan surat-surat berharga berjangka menengah dan panjang dapat dinegosiasikan
d. Bank Dagang, yaitu sebuah bank dengan tujuan selain melakukan usaha bank pada
18

21
umumnya juga menyediakan kredit bagi pengusaha-pengusaha nasional untuk
mengembangkan usahanya
e. Bank Tabungan, (Tabungan Post), yaitu suatu bank yang berusaha mendorong masyarakat
untuk menabung uangnya berupa “current account” (bentuk pencatatan/laporan pemasukan
dan pengeluaran )
f. Bank Hipotik, yaitu sebuah bank yang melakukan karya pembangunan dan kemakmuran
dengan suatu jaminan
g, Bank Asuransi Agraria, yaitu sebuah bank yang memberikan pinjaman.
h. Bank Pertanian-bank tani yaitu sebuah bank yang memberikan pinjaman kepada para
petani untuk mengembangkan usaha dan memenuhi kebutuhan mereka
j. Bank Industri, yaitu bank yang memberi layanan peminjaman untuk kepentingan
perindustrian dan pertambangan
Dilihat dari penerapan system bunga dan landasan administrasinya , bank dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu:
a. Bank Konvensional (Convensional Bank) yaitu sebuah lembaga keuangan yang fungsi
utamanya menghimpun dana untuk salurkan kepada yang memerlukan
b. Bank Islam, yaitu sebuah lembaga keuangan yang menjalankan operasinya menurut hukum
syariat islam
3. Hukum Bank Dan Perbandingan Antara Bank Dengan Riba
a. Persamaannnya, bahwa keduanya sama-sama merupakan tambahan pembayaran atas
pinjaman sesuai dengan ketentuan atau kesepakatan antara pihak yang meminjam dengan
pihak yang memberikan pinjaman
b. Perbedaan , kegiatan yang dilakukan bank tidak hanya memberikan pinjaman tetapi juga
menerima simpanan.
4. Bank Yang Sesuai Syariat Islam
Yang dimaksud dengan bank yang sesuai dengan syariat islam adalah bank yang
praktik operasionalnya didasarkan kepada al-quran dan al –hadist
5. Produk-Produk Bank Syariah
Bank islam menggunakan beberapa cara yang bersih dari unsur riba, antara lain
sebagaimana dibawah ini;
a. wadiah (titipan uang, barang, dan surat-surat berharga atau deposito)
b. mudharabah kerjasama antara pemilik mofal dengan pelaksanaan atas dasar perjanjian
profit dan sharing)
19

22
c. musyarakah / syirkah (persekutuan antara pihak bank dengan pengusaha dalam saham pada
usaha patungan )
d. murabahah (jual beli barang dengan tambahan harta atau cost plis atas dasar harga
pembelian yang pertama secara jujur)
e. qardl hasan (pinjaman yang baik atau bank memberikan pinjaman tanpa bunga )

C. PRAKTIK HUKUM DAN ASURANSI


1. Pengertian Dan Tujuan Asuransi
Dalam kitab undang-undangan hukum dagang (KUHD) Pasal 246 dinyatakan bahwa
asuransi ialah sebagai bentuk persetujuan dimana pihak yang menjamin berjanji kepada pihak
yang dijamin untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian, yang
mungkin akan diderita oleh pihak yang dijamin
Pada umumnya tujuan asuransi ini adalah untuk kemaslahatan dan kepentingan
bersama melalui semacam iuran yang dikoordinir oleh asurator
2. Asuransi Yang Islami
Asuransi pada umumnya termasuk kajian ijtihadiyah, sebab didalam al –quran dan
sunnah tidak ditemukan hukumnya secara eksplisit.
Dalam buku masail fiqhiyah karangan masjfuk zuhdi dinyatakan bahwa dikalangan
ulama dan cendikiawan muslim terdapat empat pendapat mengenai hukum asuransi ini ;
a. pendapat pertama mengharamkan segala bentuk asuransi yang sekarang ini , termasuk
asuransi jiwa dasar yang digunakan antara lain ialah :
- asuransi pada hakikatnya sama dengan judi
- mengandung unsur tidak jelas dan tidak pasti
- mengandung unsur riba
- mengandung unsur eksploitasi
- premi-premi yang telah dibayarkan oleh para pemegang polis
- asuransi termasuk akad sharfi, jualbeli atau tukar menukar mata uang tidak dengan tunai
- hidup dean mati manusia dijadikan objek bisnis, yang berarti mendahului takdir tuhan
b. pendapat kedua menyatakan kebolehannya semua asuransi dalam praktik sekarang ini
alasan yang mereka pakai antara lain:
- tidak ada nask alquran dan hadist melarang asuransi
- adanya kesepakatan /kerelaan kedua belah pihak
- saling menguntungkan kedua belah pihak
20

23
- mengandung unsur kepentingan umum
- asuransi termasuk akad mudharabah
- asuransi termasuk koperasi
- diqiyaskan (analogi) dengan system pension, seperti taspen
c. pendapat ketiga membolehkan asuransi yang bersifat sosial dan mengharamkan yang
bersifat kormesial
d. pendapat keempat menganggap asuransi sebagai syubhat karena tidak ada dalil syari’i yang
secara jelas mengharamkan dan menghalalkannya.

21

24
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Muamalah pada dasarnya boleh (mubah). Kebolehan muamalah berdasarkan kaidah
ushul fiqh. Muamalah yang dilakukan untuk mewujudkan kemasalahatan. Islam melarang
seorang melakukan intervensi terhadap akad atau jual beli
yang sedang dilakukan oleh orang lain. Islam mengajarkan kepada umatnya agar tidak
melakukan kedzaliman, keserakahan kepada orang lain dengan mementingkan dirinya
sendiri. Toleransi merupakan karakateristik dari ajaran Islam yang direalisasikan dalam
dimensi kehidupan muamalah, seperti politik, ekonomi dan hubungan kemasyarakatan.
Khusus dalam transaksi finansial, nilai ini bisa diwujudkan dengan mempermudah transaksi
bisnis tanpa harus memberatkan pihak yang terkait.Karena Allah SWT akan memberikan
rahmat kepada orang yang mempermudah transaksi jual beli.
Hukum Bank Dan Perbandingan Antara Bank Dengan Riba
a. Persamaannnya, bahwa keduanya sama-sama merupakan tambahan pembayaran atas
pinjaman sesuai dengan ketentuan atau kesepakatan antara pihak yang meminjam dengan
pihak yang memberikan pinjaman
b. Perbedaan , kegiatan yang dilakukan bank tidak hanya memberikan pinjaman tetapi juga
menerima simpanan
Bank Yang Sesuai Syariat Islam
Yang dimaksud dengan bank yang sesuai dengan syariat islam adalah bank yang
praktik operasionalnya didasarkan kepada al-quran dan al –hadist

22

25
DAFTAR PUSTAKA
Rohmansyah, S.Th.I, M. Hum ,2017 figh ibadah dan figh muamalah, yogyakarta LP3M
Muhammadiyah yogyakarta.
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm.
xviii-xxiii.
Maisarah leli, konsep harta dan kepemilikan dalam prespektif islam (pasaman barat, 2019)
Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Konstektual, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2002, h. 55
M. Faruq an Nabahan, Sistem Ekonomi Islam, Yogyakarta : UII Press, 2000, h. 39

26

Anda mungkin juga menyukai