Word Referat Osteomielitis - Athiyah Ulya Arif - 70700120037
Word Referat Osteomielitis - Athiyah Ulya Arif - 70700120037
OSTEOMIELITIS
Disusun Oleh:
Athiyah Ulya Arif
70700120037
Pembimbing:
dr. Ariyanto Arief, Sp.OT(K)., M.Kes
NIM : 70700120037
Judul : Osteomielitis
Mengetahui,
Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................................ii
KATA PENGANTAR.....................................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iv
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
BAB II...............................................................................................................................2
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................2
2.1 Definisi...............................................................................................................2
2.2 Epidemiologi......................................................................................................2
2.3 Etiologi...............................................................................................................3
2.4 Klasifikasi..........................................................................................................4
2.5 Osteomielitis Hematogen Akut...........................................................................5
2.6 Osteomielitis Hematogen Subakut....................................................................12
2.7 Osteomielitis Kronik........................................................................................14
2.8 Pemeriksaan Radiologi.....................................................................................17
2.9 Tatalaksana.......................................................................................................18
2.10 Integrasi Keislaman..........................................................................................22
BAB III............................................................................................................................24
KESIMPULAN...............................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................25
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Osteomielitis adalah peradangan tulang yang biasanya disebabkan oleh
infeksi bakteri. Penyakit ini dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan tahapan perjalanan
penyakitnya, yakni tahap akut dan kronik. Osteomyelitis akut paling sering
disebabkan oleh Staphylococcus aureus sebagai agen infeksinya.1
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Osteomyelitis berasal dari kata osteon (tulang) dan muelinos (sumsum) yang
berarti infeksi sumsum tulang. Osteomielitis adalah suatu proses inflamasi akut
ataupun kronis dari tulang dan struktur-struktur disekitarnya akibat infeksi dari
kuman-kuman piogenik. Beberapa literatur menyebutkan bahwa osteomyelitis
merupakan proses inflamasi pada sumsum tulang (cavitas medullaris) yang
kemudian dapat menyebar sampai ke cortex dan periosteum. Pus dan edema yang
terbentuk di cavita medullaris inilah yang kemudian akan menekan periosteum
sehingga menimbulkan obstruksi pembuluh darah, iskemi maupun nekrosis
sebagai dasar patomekanisme osteomyelitis.2
2.2 Epidemiologi
Insiden keseluruhan osteomielitis di Amerika Serikat sebagian besar tidak
diketahui, tetapi laporan menunjukkan 1 dari 675 pasien di rumah sakit AS setiap
tahun atau sekitar 50.000 kasus per tahun. Studi lain menunjukkan insiden
keseluruhan osteomielitis 21,8 kasus per 100.000 orang tiap tahunnya. Insiden
lebih tinggi pada pria untuk alasan yang tidak diketahui tetapi meningkat seiring
bertambahnya usia, terutama karena peningkatan prevalensi faktor komorbiditas
seperti diabetes mellitus dan penyakit pembuluh darah perifer. Juga, peningkatan
ketersediaan tes pencitraan, seperti Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan
skintigrafi tulang telah meningkatkan akurasi diagnostik dan kemampuan untuk
mengkarakterisasi infeksi.3
Osteomyelitis akut dengan penyebaran hematogen lebih sering menyerang
anak-anak karena daerah metafisis (daerah pusat pertumbuhan tulang pada anak)
memiliki vaskularisasi yang banyak dan rentan terhadap trauma. Lebih dari 50%
kejadian osteomyelitis pada anak terjadi pada pasien kurang dari 5 tahun. Pasien
biasanya menunjukkan gejala-gejala sistemik meliputi demam, iritabilitas selama
2 minggu. Selain itu, didapatkan gejala lokalis seperti eritem, bengkak, dan
2
kekakuan (tenderness) pada tulang yang mengalami infeksi. Osteomyelitis kronis
jarang terjadi pada anak.
Osteomyelitis kronis dapat terjadi akibat fraktur terbuka, bakterimia, atau
infeksi perkontinuitatum dari jaringan lunak sekitar tulang. Pada operasi elektif
post fraktur tertutup, osteomyelitis kronis terjadi pada 1 – 5% pasien, dan 3 – 50%
pada pasienpasien dengan fraktur terbuka. Sebanyak 10 – 30% pasien
osteomyelitis akut berlanjut menjadi kronis. Osteomyelitis melalui penyebaran
hematogen (bakterimia) dapat terjadi di vertebrae, tulang panjang, pelvis, maupun
klavikula dan risikonya meningkat apabila terdapat underlying disease seperti
diabetes mellitus, keganasan atau gagal ginjal. Angka kejadian osteomyelitis
kronis akibat infeksi perkontinuitatum dari jaringan lunak sekitar tulang
meningkat seiring dengan meningkatnya prevalensi ulkus diabetikum (neuropati
dan vaskulopati diabetikum). Manifestasi klinis osteomyelitis kronis dapat
meliputi nyeri kronis, luka persisten, buruknya penyembuhan luka, malaise, dan
demam.
2.3 Etiologi
Bakteri piogenik penyebab osteomyelitis bergantung pada usia pasien.
Staphylococcus aureus merupakan bakteri patogen yang paling sering menjadi
penyebab osteomyelitis (akut maupun kronis) dengan penyebaran hematogen pada
dewasa. Streptococcus β hemolithicus grup A dan Streptococcus pneumonia
merupakan bakteri patogen tersering yang menyebabkan osteomyelitis pada anak,
Streptococcus β hemolithicus grup A merupakan pakteri penyebab tersering pada
bayi baru lahir. Staphylococcus epidermidis, Pseudomonas aeruginosa, dan
Escherichia coli juga bisa menyebabkan osteomyelitis namun dengan angka
kejadiannya jarang. Jamur dan mikobakterium biasanya dapat menyebabkan
osteomyelitis pada individu dengan defisiensi sistem imun.3,4
3
maupun antibiotik. Selain itu, Staphylococcus aureus merupakan bakteri dengan
laju metabolisme yang rendah sehingga mudah resisten terhadap antibiotik.3,4
2.4 Klasifikasi
Beberapa sistem klasifikasi telah digunakan untuk mendeskripsikan
ostemielitis. Sistem tradisional membagi infeksi tulang menurut durasi dari
timbulnya gejala : akut, subakut, dan kronik. Osteomielitis akut diidentifikasi
dengan adanya onset penyakit dalam 7-14 hari. Infeksi akut umumnya
berhubungan dengan proses hematogen pada anak. Namun, pada dewasa juga
dapat berkembang infeksi hematogen akut khususnya setelah pemasangan
prosthesa dan sebagainya.4
4
2.5 Osteomielitis Hematogen Akut4,7
Osteomielitis hematogen akut merupakan infeksi tulang dan sumsum tulang
akut yang disebabkan oleh bakteri piogen dimana mikroorganisme berasal dari
fokus di tempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah. Kelainan ini sering
ditemukan pada anak-anak dan sangat jarang pada orang dewasa. Diagnosis yang
sangat penting oleh karena prognosis tergantung dari pengobatan yang tepat dan
segera.
2.5.1 Etiologi
- Staphylococcus aureus hemolitikus (koagulasi positif) sebanyak 90% dan
jarang oleh Streptokokkus hemolitikus
- Haemophilus influenza (5-50%) pada anak umur dibawah 4 tahun
- Organisme lain seperti B. Coli, B. Aerogenus kapsulata, Pneumokokkus,
Salmonella typhii, Pseudomonas aerogenus, Proteus mirabilis, Brucella,
dan bakteri anaerob yaitu Bakteroides fragilis
2.5.2 Faktor predisposisi
- Umur; terutama mengenai bayi dan anak-anak
- Jenis kelamin; lebih sering pada laki-laki daripada wanita dengan
perbandingan 4:1
- Trauma; hematoma akibat trauma pada daerah metafisis, merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya osteomielitis hematogen akut
- Lokasi; osteomielitis hematogen akut sering terjadi di daerah metafisis
karena daerah ini merupakan daerah aktif tempat terjadinya pertumbuhan
tulang
- Nutrisi; lingkungan dan imunitas yang buruk serta adanya fokus infeksi
sebelumnya (seperti bisul, tonsilitis) merupakan faktor predisposisi
osteomielitis hematogen akut.
2.5.3 Patologi dan patogenesis
1. Penyebaran umum
- Melalui sirkulasi darah berupa bakteremia dan septikemia
5
- Melalui embolus infeksi yang menyebabkan infeksi multifokal pada
daerah-daerah lain.
2. Penyebaran lokal
- Sub-periosteal abses akibat penerobosan abses melalui periost
- Selulitis akibat abses subperiosteal menembus sampai di bawah kulit
- Penyebaran ke dalam sendi sehingga terjadi artritis septik
- Penyebaran ke medula tulang sekitarnya sehingga sistem sirkulasi dalam
tulang terganggu. Hal ini menyebabkan kematian tulang lokal dengan
terbentuknya tulang mati yang disebut sekuestrum.
6
Gambar 2.1 Gambar skematis perjalanan penyakit osteomielitis
a. Fokus infeksi pada tulang akan berkembang dan pada tahap ini
menimbulkan edema periosteal dan pembengkakan jaringan lunak
b. Fokus kemudian semakin berkembang membentuk jaringan eksudat
inflamasi yang selanjutnya terjadi abses subperiosteal serta selulitis di
bawah jaringan lunak
c. Selanjutnya terjadi elevasi periosteum di atas daerah lesi, infeksi
menembus periosteum dan terbentuk abses pada jaringan lunak dimana
abses dapat mengalir keluar melalui sinus pada permukaan kulit. Nekrosis
tulang akan menyebabkan terbentuknya sekuestrum dan infeksi akan
berlanjut ke dalam kavum medula.
7
menyebabkan tekanan dalam tulang bertambah. Peninggian tekanan dalam tulang
mengakibatkan terganggunya sirkulasi dan timbul trombosis pada pembuluh darah
tulang yang akhirnya menyebabkan nekrosis tulang. Disamping proses yang
disebutkan di atas, pembentukan tulang baru yang ekstensif terjadi pada bagian
dalam periosteum sepanjang diafisis (terutama pada anak-anak) sehingga
terbentuk suatu lingkungan tulang seperti peti mayat yang disebut involocrum
dengan jaringan sekuestrum di dalamnya. Proses ini terlihat jelas pada akhir
minggu kedua. Apabila pus menembus tulang, maka terjadi pengaliran pus
(discharge) dari involocrum keluar melalui lubang yang disebut kloaka atau
melalui sinus pada jaringan lunak dan kulit.
Pada tahap selanjutnya penyakit akan berkembang menjadi osteomielitis
kronik. Pada daerah tulang kanselosa, infeksi dapat terlokalisir serta diliputi oleh
jaringan fibrosa yang membentuk abses tulang kronik yang disebut abses Brodie.
Berdasarkan umur dan pola vaskularisasi pada daerah metafisis dan epifisis,
Trueta membagi proses patologis pada osteomielitis akut atas tiga jenis, yaitu :
1. Bayi
Adanya pola vaskularisasi foetal yang menyebabkan penyebaran infeksi
dari metafisis dan epifisis dapat masuk ke dalam sendi, sehingga seluruh tulang
termasuk persendian dapat terkena. Lempeng epifisis biasanya lebih resisten
terhadap infeksi.
2. Anak
Dengan terbentuknya lempeng epifisis serta osifikasi yang sempurna,
risiko infeksi pada epifisis berkurang oleh karena lempeng epifisis merupakan
barier terhadap infeksi. Selain itu, tidak ada hubungan vaskularisasi yang
berarti antara metafisis dan epifisis. Infeksi pada sendi hanya dapat terjadi bila
ada infeksi intra-artikuler.
3. Dewasa
Osteomielitis akut pada orang dewasa sangat jarang terjadi oleh karena
lempeng epifisis telah hilang. Walaupun infeksi dapat menyebar ke epifisis,
namun infeksi intra-artikuler sangat jarang terjadi. Abses subperiosteal juga
sulit terjadi karena periost melekar erat dengan korteks.
8
2.5.4 Gambaran klinis
Gambaran klinis osteomielitis hematogen tergantung dari stadium
patogenesis dari penyakit. Osteomielitis hematogen akut berkembang secara
progresif atau cepat. Pada keadaan ini mungkin dapat ditemukan adanya infeksi
bakterial pada kulit dan saluran napas bagian atas. Gejala lain dapat berupa nyeri
yang konstan pada daerah infeksi, nyeri tekan dan terdapat gangguan fungsi
anggota gerak yang bersangkutan.
Secara klinis, penderita memiliki gejala dan tanda dari inflamasi akut.
Nyeri biasanya terlokalisasi meskipun bisa juga menjalar ke bagian tubuh lain di
dekatnya. Sebagai contoh, apabila penderita mengeluhkan nyeri lutut, maka sendi
panggul juga harus dievaluasi akan adanya arthritis. Penderita biasanya akan
menghindari menggunakan bagian tubuh yang terkena infeksi.
Gejala-gejala umum timbul akibat bakteremia dan septikemia berupa
panas tinggi, menggigil, malaise serta nafsu makan yang berkurang pada anak.
9
pemeriksaan titer antibodi anti-Staphylococcus. Dan dilakukan
pemeriksaan kultur darah untuk menentukan jenis bakterinya (50% positif)
dan diikuti dengan uji sensitivitas. Juga harus diperiksa adanya penyakit
anemia sel sabit yang merupakan jenis osteomielitis yang jarang.
- Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan
infeksi oleh bakteri Salmonella.
- Pemeriksaan biopsi
Dilakukan pada tempat yang dicurigai.
2.5.7 Pemeriksaan radiologis
- Pemeriksaan foto polos dalam sepuluh hari pertama, tidak ditemukan
kelainan radiologik yang berarti dan mungkin hanya ditemukan
pembengkakan jaringan lunak. Seminggu setelah itu dapat ditemukan
adanya lesi radiolusen dan elevasi periosteal. Sklerosis reaktif tidak
ditemukan karena hanya terjadi pada infeksi kronis. Gambaran destruksi
tulang dapat terlihat setelah sepuluh hari (2 minggu) berupa rarefaksi
tulang yang bersifat difus pada daerah metafisis dan pembentukan tulang
baru di bawah periosteum yang terangkat.
10
99m
- Pemeriksaan radioisotop dengan technetium akan memperlihatkan
penangkapan isotop pada daerah lesi. Dengan menggunakan teknik label
87m
leukosit dilakukan scanning dengan gallium yang mempunyai afinitas
11m
terhadap leukosit dimana indium menjadi positif.
2.5.8 Tatalaksana
- Istirahat dan pemberian analgetik untuk menghilangkan nyeri
- Pemberian cairan intravena dan kalau perlu transfusi darah
- Istirahat lokal dengan bidai atau traksi
- Pemberian antibiotik secepatnya sesuai dengan penyebab utama yaitu
Staphylococcus aureus sambil menunggu hasil biakan kuman. Antibiotik
diberikan selama 3-6 minggu dengan melihat keadaan umum dan laju
endap darah pasien. Antibiotik tetap diberikan hingga 2 minggu setelah
laju endap darah normal.
- Drainase bedah. Apabila setelah 24 jam pengobatan lokal dan sistemik
antibiotik gagal (tidak ada perbaikan keadaan umum), maka dapat
dipertimbangkan drainase bedah (Chirurgis). Pada drainase bedah, pus
subperiosteal dievakuasi untuk mengurangi tekanan intraoseus kemudian
dilakukan pemeriksaan biakan kuman. Drainase dilakukan selama
beberapa hari dengan menggunakan cara NaCl dan dengan antibiotik.
2.5.9 Komplikasi
- Septikemia
Dengan makin tersedianya obat-obat antibiotik yang memadai,
kematian akibat septikemia pada saat ini jarang ditemukan.
- Infeksi yang bersifat metastatik
Infeksi dapat bermetastasis ke tulang/sendi lainnya, otak dan paru-
paru, dapat bersifat multifokal dan biasanya terjadi pada penderita dengan
status gizi yang jelek.
- Arthritis supuratif
Arthritis supuratif dapat terjadi pada bayi muda karena lempeng
epifisis bayi (yang bertindak sebagai barier) belum berfungsi dengan baik.
Komplikasi terutama terjadi pada osteomielitis hematogen akut di daerah
11
metafisis yang bersifat intra-kapsuler (misalnya pada sendi panggul) atau
melalui infeksi metastatik.
- Gangguan pertumbuhan
Osteomielitis hematogen akut pada bayi dapat menyebabkan
kerusakan lempeng epifisis yang menyebabkan gangguan pertumbuhan,
sehingga tulang yang terkena akan menjadi lebih pendek. Pada anak yang
lebih besar akan terjadi hiperemi pada daerah metafisis yang merupakan
stimulasi bagi tulang untuk bertumbuh. Pada keadaan ini tulang bertumbuh
lebih cepat dan menyebabkan terjadinya pemanjangan tulang.
- Osteomielitis kronis
Apabila diagnosis dan terapi yang tepat tidak dilakukan, maka
osteomielitis akut akan berlanjut menjadi osteomielitis kronis.
2.5.10 Diagnosa banding
- Selulitis
- Arhritis supuratif akut
- Demam reumatik
- Krisis sel sabit
- Penyakit Gaucher
- Tumor Ewing
2.6.1 Patologi
Biasanya terdapat kavitas dengan batas tegas pada tulang kanselosa dan
mengandung cairan seropurulen. Kavitas dilingkari oleh jaringan granulasi yang
12
terdiri atas sel-sel inflamasi akut dan kronik dan biasanya terdapat penebalan
trabekula.
2.6.4 Diagnosis
13
Osteomielitis subakut memiliki gambaran radiologis yang merupakan
kombinasi dari gambaran akut dan kronis. Seperti osteomielitis akut, maka
ditemukan adanya osteolisis dan elevasi periosteal. Seperti osteomielitis kronik,
maka ditemukan adanya zona sirkumferensial tulang yang sklerotik. Apabila
osteomielitis subakut mengenai diafisis tulang panjang, maka akan sulit
membedakannya dengan Histiositosis Langerhans atau Ewing’s Sarcoma.
2.6.5 Tatalaksana
2.7.1 Etiologi
14
2.7.3 Gambaran klinis
Osteomielitis kronis merupakan hasil dari osteomielitis akut dan subakut
yang tidak diobati. Kondisi ini dapat terjadi secara hematogen, iatrogenik, atau
akibat dari trauma tembus. Infeksi kronis seringkali berhubungan dengan implan
logam ortopedi yang digunakan untuk mereposisi tulang. Inokulasi langsung
intraoperatif atau perkembangan hematogenik dari logam atau permukaan tulang
mati merupakan tempat perkembangan bakteri yang baik karena dapat
melindunginya dari leukosit dan antibiotik. Pada hal ini, pengangkatan implan dan
tulang mati tersebut harus dilakukan untuk mencegah infeksi lebih jauh lagi.
Gejala klinisnya dapat berupa ulkus yang tidak kunjung sembuh, adanya drainase
pus atau fistel, malaise, dan fatigue.
Penderita sering mengeluhkan adanya cairan yang keluar dari luka/sinus
setelah operasi, yang bersifat menahun. Kelainan kadang-kadang disertai demam
dan nyeri lokal yang hilang timbul di daerah anggota gerak tertentu.
2.7.4 Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya sinus, fistel atau sikatriks
bekas operasi dengan nyeri tekan. Mungkin dapat ditemukan sekuestrum yang
menonjol keluar melalui kulit. Biasanya terdapat riwayat fraktur terbuka atau
osteomielitis pada penderita.
2.7.5 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya peningkatan laju endap
darah, leukositosis serta peningkatan titer antibodi anti-Staphylococcus.
Pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas diperlukan untuk menentukan organisme
penyebabnya. CRP dan LED memiliki peran terbatas dalam menentukan
osteomielitis kronis seringkali didapatkan hasil yang normal.
2.7.6 Pemeriksaan radiologis
- Foto polos
Pada foto rontgen dapat ditemukan adanya tanda-tanda porosis dan
sklerosis tulang, penebalan periost, elevasi periosteum dan mungkin
adanya sekusterum
15
Gambar 2.4 Gambar osteomyelitis kronik
- Radioisotop scanning
Radioisotop scanning dapat membantu menegakkan diagnosis
osteomielitis kronik dengan memakai 99mTCHDP.
- CT dan MRI
Pemeriksaan ini bermanfaat untuk membuat rencana pengobatan
serta untuk melihat sejauh mana kerusakan tulang yang terjadi.
2.7.7 Tatalaksana
1. Pemberian antibiotik
Osteomielitis kronik tidak dapat diobati dengan antibiotik semata-mata.
Pemberian antibiotik bertujuan untuk :
- Mencegah terjadinya penyebaran infeksi pada tulang sehat lainnya
- Mengontrol eksaserbasi akut
2. Tindakan operatif
Tindakan operatif dilakukan bila fase eksaserbasi akut telah reda setelah
pemberian dan pemayungan antibiotik yang adekuat. Operasi yang
dilakukan bertujuan untuk :
16
- Mengeluarkan seluruh jaringan nekrotik, baik jaringan lunak maupun
jaringan tulang (sekuestrum) sampai ke jaringan sehat sekitarnya.
Selanjutnya dilakukan drainase dan dilanjutkan irigasi secara kontinyu
selama beberapa hari. Adakalanya diperlukan penanaman rantai
antibiotik di dalam bagian tulang yang infeksi.
- Sebagai dekompresi pada tulang dan memudahkan antibiotik mencapai
sasaran dan mencegah penyebaran osteomielitis lebih lanjut.
2.7.8 Komplikasi
- Kontraktur sendi
- Penyakit amiloid
- Fraktur patologis
- Perubahan menjadi ganas pada jaringan epidermis (karsinoma epidermoid,
ulkus Marjolin)
- Kerusakan epifisis sehingga terjadi gangguan pertumbuhan.
17
2.8.2 Ultrasonografi
Berguna untuk mengidentifikasi efusi sendi dan menguntungkan untuk
mengevaluasi pasien pediatrik dengan suspek infeksi sendi panggul.
2.8.3 Radionuklir
Jarang dipakai untuk mendeteksi osteomielitis akut. Pencitraan ini sangat
sensitif namun tidak spesifik untuk mendeteksi infeksi tulang. Umumnya, infeksi
tidak bisa dibedakan dari neoplasma, infark, trauma, gout, stress fracture, infeksi
jaringan lunak, dan artritis. Namun, radionuklir dapat membantu untuk
mendeteksi adanya proses infeksi sebelum dilakukan prosedur invasif dilakukan.
2.8.4 CT Scan
CT scan dengan potongan koronal dan sagital berguna untuk
mengidentifikasi sequestra pada osteomielitis kronik. Sequestra akan tampak lebih
radiodense dibanding involukrum disekelilingnya.
2.8.5 MRI
MRI efektif dalam deteksi dini dan lokalisasi operasi osteomyelitis.
Penelitian telah menunjukkan keunggulannya dibandingkan dengan radiografi
polos, CT dan scanning radionuklida dan dianggap sebagai pencitraan pilihan.
Sensitivitas berkisar antara 90-100%. Tomografi emisi positron (PET) scanning
memiliki akurasi yang mirip dengan MRI
2.9 Tatalaksana
Osteomielitis akut harus diobati segera. Biakan darah diambil dan pemberian
antibiotika intravena dimulai tanpa menunggu hasil biakan. Karena
Staphylococcus merupakan kuman penyebab tersering, maka antibiotika yang
dipilih harus memiliki spektrum antistafilokokus. Jika biakan darah negatif, maka
diperlukan aspirasi subperiosteum atau aspirasi intramedula pada tulang yang
terlibat. Pasien diharuskan untuk tirah baring, keseimbangan cairan dan elektrolit
dipertahankan, diberikan antipiretik bila demam, dan ekstremitas diimobilisasi
dengan gips. Perbaikan klinis biasanya terlihat dalam 24 jam setelah pemberian
antibiotika. Jika tidak ditemukan perbaikan, maka diperlukan intervensi bedah.
18
Terapi antibiotik biasanya diteruskan hingga 6 minggu pada pasien dengan
osteomielitis. LED dan CRP sebaiknya diperiksa secara serial setiap minggu
untuk memantau keberhasilan terapi. Pasien dengan peningkatan LED dan CRP
yang persisten pada masa akhir pemberian antibiotik yang direncanakan mungkin
memiliki infeksi yang tidak dapat ditatalaksana secara komplit. C-Reactive
Protein (CRP) Adalah suatu protein fase akut yang diproduksi oleh hati sebagai
respon adanya infeksi, inflamasi atau kerusakan jaringan. Inflamasi merupakan
proses dimana tubuh memberikan respon terhadap injury. Jumlah CRP akan
meningkat tajam beberapa saat setelah terjadinya inflamasi dan selama proses
inflamasi sistemik berlangsung. Sehingga pemeriksaan CRP kuantitatif dapat
dijadikan petanda untuk mendeteksi adanya inflamasi/infeksi akut. Berdasarkan
penelitian, pemeriksaan Hs-CRP dapat mendeteksi adanya inflamasi lebih cepat
dibandingkan pemeriksaan Laju Endap Darah (LED). Terutama pada pasien anak-
anak yang sulit untuk mendapatkan jumlah sampel darah yang cukup untuk
pemeriksaan LED.
Sedangkan LED adalah merupakan salah satu pemeriksaan rutin untuk darah.
Proses pemeriksaan sedimentasi (pengendapan) darah ini diukur dengan
memasukkan darah kita ke dalam tabung khusus selama satu jam. Makin banyak
sel darah merah yang mengendap maka makin tinggi LED-nya. Tinggi ringannya
nilai pada LED memang sangat dipengaruhi oleh keadaan tubuh kita, terutama
saat terjadi radang. Nilai LED meningkat pada keadaan seperti kehamilan (35
mm/jam), menstruasi, TBC paru-paru (65 mm/jam) dan pada keadaan infeksi
terutama yang disertai dengan kerusakan jaringan. Jadi pemeriksaan LED masih
termasuk pemeriksaan penunjang yang tidak spesifik untuk satu penyakit. Bila
dilakukan secara berulang laju endap darah dapat dipakai untuk menilai
perjalanan penyakit seperti tuberkulosis, demam rematik, artritis dan nefritis. LED
yang cepat menunjukkan suatu lesi yang aktif, peningkatan LED dibandingkan
sebelumnya menunjukkan proses yang meluas, sedangkan LED yang menurun
dibandingkan sebelumnya menunjukkan suatu perbaikan.
Perbedaan pemeriksaan CRP dan LED:
Hasil pemeriksaan Hs-CRP jauh lebih akurat dan cepat
19
Dengan range pengukuran yang luas, pemeriksaan Hs-CRP sangat baik
dan penting untuk: Mendeteksi Inflamasi/infeksi akut secara cepat (6-7
jam setelah inflamasi)
Hs-CRP meningkat tajam saat terjadi inflamasi dan menurun jika terjadi
perbaikan sedang LED naik kadarnya setelah 14 hari dan menurun secara
lambat sesuai dengan waktu paruhnya.
Pemeriksaan Hs-CRP dapat memonitor kondisi infeksi pasien dan menilai
efikasi terapi antibiotika.
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika, tulang
yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik
diangkat dan daerah itu diiringi secara langsung dengan larutan salin fisiologis
steril. Tetapi antibiotik dianjurkan. Pada osteomielitis kronik, antibiotika
merupakan adjuvan terhadap debridemen bedah. Dilakukan sequestrektomi
(pengangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat mengangkat
sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk memajankan
rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua
tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi
penyembuhan yang permanen. Pada beberapa kasus, infeksi sudah terlalu berat
dan luas sehingga satu-satunya tindakan terbaik adalah amputasi dan pemasangan
prothesa. Bila proses akut telah dikendalikan, maka terapi fisik harian dalam
rentang gerakan diberikan. Kapan aktivitas penuh dapat dimulai tergantung pada
jumlah tulang yang terlibat. Pada infeksi luas, kelemahan akibat hilangnya tulang
dapat mengakibatkan terjadinya fraktur patologis.
Indikasi dilakukannya pembedahan ialah :
1. Adanya sequester
2. Adanya abses
3. Rasa sakit yang hebat
4. Bila mencurigakan adanya perubahan ke arah keganasan (karsinoma
Epidermoid).
20
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau
dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan grafting
dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpengisap untuk mengontrol
hematoma dan mebuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan salin normal
selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dengan pemberian irigasi
ini.
Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus untuk
merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi
dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu otot
diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh).
Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah; perbaikan asupan darah
kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi.
Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan
penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, kemudian
memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat
penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang. Saat yang terbaik
untuk melakukan tindakan pembedahan adalah bila involukrum telah cukup kuat;
mencegah terjadinya fraktur pasca pembedahan.
Kegagalan pemberian antibiotika dapat disebabkan oleh :
1. Pemberian antibiotik yang tidak cocok dengan mikroorganisme penyebabnya
2. Dosis yang tidak adekuat
3. Lama pemberian tidak cukup
4. Timbulnya resistensi
5. Kesalahan hasil biakan
6. Pemberian pengobatan suportif yang buruk
7. Kesalahan diagnostik
8. Pada pasien yang imunokompromaise
21
2.10Integrasi Keislaman
Doa Orang Sakit
22
Pencegahan selalu lebih baik daripada mengobati. Akan tetapi, jika
seseorang sudah terlanjur terkena musibah dalam hal ini adalah suatu
penyakit seperti halnya osteomielitis, maka setiap penyakit pasti ada obatnya.
Seperti yang hadis di bawah ini yang menjelaskan bahwa Allah SWT. tidak
akan menurunkan suatu penyakit tanpa menurunkan obatnya pula.
ِْب د ََوا ُء ال َّدا ِء بَ َرأَ بِإ ِ ْذ ِن هللا ِ ُ فَإ ِ َذا أ،لِ ُك ِّل دَا ٍء َد َوا ٌء
َ صي
Artinya : “Semua penyakit itu ada obatnya. Apabila obat tersebut sesuai
dengan penyakitnya, penyakit tersebut akan sembuh dengan seizin
Allah Azza wa Jalla” (H.R. Muslim).
23
BAB III
KESIMPULAN
Osteomielitis adalah suatu proses inflamasi akut ataupun kronis dari tulang
dan struktur-struktur disekitarnya akibat infeksi dari kuman-kuman piogenik.
Infeksi dalam suatu sistem muskuloskeletal dapat berkembang melalui dua cara,
baik melalui peredaran darah maupun akibat kontak dengan lingkungan luar
tubuh.
Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula
ditemukan pada bayi dan ‘infant’. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak
perempuan (4:1). Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur,
tibia, radius, humerus, ulna, dan fibula. Penyebab osteomielitis pada anak-anak
adalah kuman Staphylococcus aureus (89-90%), Streptococcus (4-7%),
Haemophilus influenza (2-4%), Salmonella typhii dan Eschericia coli (1-2%).
Penatalaksanaannya harus secara komprehensif meliputi pemberian
antibiotika, pembedahan, dan konstruksi jaringan lunak, kulit, dan tulang. Juga
harus dilakukan rehabilitasi pada tulang yang terlibat setelah pengobatan.
24
DAFTAR PUSTAKA
3. Kremers HM, Nwojo ME, Ransom JE, Wood-Wentz CM, Melton LJ,
Huddleston PM. Trends in the epidemiological of osteomyelitis : a
populational-based study, 1969 to 2009. J Bone Joint Surg Am. 2015;97(10):
837-45.
25