Anda di halaman 1dari 29

9BAGIAN BEDAH REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN 22 Oktober 2021


DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ALAUDDIN MAKASSAR

OSTEOMIELITIS

Disusun Oleh:
Athiyah Ulya Arif
70700120037

Pembimbing:
dr. Ariyanto Arief, Sp.OT(K)., M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Athiyah Ulya Arif

NIM : 70700120037

Judul : Osteomielitis

Telah menyelesaikan tugas Referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada


Bagian Bedah Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar

Makassar, 22 Oktober 2021

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Ariyanto Arief, Sp.OT(K)., M.Kes

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kehadirat


Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya kepada kita semua
bahwa dengan segala keterbatasan yang penulis miliki akhirnya penulis dapat
menyelesaikan Referat “Osteomielitis” Departemen Bedah Program Pendidikan
Profesi Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar.
Keberhasilan penyusunan laporan ini adalah berkat bimbingan, kerja sama,
serta bantuan moril dan materil dari berbagai pihak yang telah diterima penulis
sehingga segala rintangan yang dihadapi selama penulisan dan penyusunan
laporan ini dapat terselesaikan dengan baik.

Makassar, 22 Oktober 2021


Penulis

Athiyah Ulya Arif


70700120037

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................................ii
KATA PENGANTAR.....................................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iv
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
BAB II...............................................................................................................................2
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................2
2.1 Definisi...............................................................................................................2
2.2 Epidemiologi......................................................................................................2
2.3 Etiologi...............................................................................................................3
2.4 Klasifikasi..........................................................................................................4
2.5 Osteomielitis Hematogen Akut...........................................................................5
2.6 Osteomielitis Hematogen Subakut....................................................................12
2.7 Osteomielitis Kronik........................................................................................14
2.8 Pemeriksaan Radiologi.....................................................................................17
2.9 Tatalaksana.......................................................................................................18
2.10 Integrasi Keislaman..........................................................................................22
BAB III............................................................................................................................24
KESIMPULAN...............................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................25

iv
BAB I

PENDAHULUAN
Osteomielitis adalah peradangan tulang yang biasanya disebabkan oleh
infeksi bakteri. Penyakit ini dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan tahapan perjalanan
penyakitnya, yakni tahap akut dan kronik. Osteomyelitis akut paling sering
disebabkan oleh Staphylococcus aureus sebagai agen infeksinya.1

Berdasarkan rute infeksinya, osteomyelitis akut dapat dibagi menjadi 2


jenis, yaitu hematogenik dan eksogenik. Infeksi tulang pada anak-anak terutama
terjadi secara hematogenik, meskipun kasus akibat sekunder dari trauma yang
penetratif, pembedahan, ataupun infeksi pada daerah yang terkena juga pernah
dilaporkan. Osteomyelitis hematogenik banyak ditemukan pada anak-anak
terutama tulang panjang yang kaya pembuluh darah, terutama ekstremitas bawah.
Pada orang dewasa, penyebaran hematogenik lebih sering mengenai corpus
vertebrae lumbal daripada di tempat lain.2

Mortalitas osteomyelitis terjadi sekitar 5-25% dan ada pula yang


melaporkan hingga 40% pada era sebelum antibiotik ditemukan. Sekarang,
mortalitas telah mencapai angka 0%. Sedangkan morbiditas mencapai angka 5%
menjadi komplikasi. Komplikasinya antara lain adalah arthritis septik, kerusakan
jaringan lunak sekitar, keganasan, amiloidosis sekunder, dan fraktur patologis.2

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Osteomyelitis berasal dari kata osteon (tulang) dan muelinos (sumsum) yang
berarti infeksi sumsum tulang. Osteomielitis adalah suatu proses inflamasi akut
ataupun kronis dari tulang dan struktur-struktur disekitarnya akibat infeksi dari
kuman-kuman piogenik. Beberapa literatur menyebutkan bahwa osteomyelitis
merupakan proses inflamasi pada sumsum tulang (cavitas medullaris) yang
kemudian dapat menyebar sampai ke cortex dan periosteum. Pus dan edema yang
terbentuk di cavita medullaris inilah yang kemudian akan menekan periosteum
sehingga menimbulkan obstruksi pembuluh darah, iskemi maupun nekrosis
sebagai dasar patomekanisme osteomyelitis.2

2.2 Epidemiologi
Insiden keseluruhan osteomielitis di Amerika Serikat sebagian besar tidak
diketahui, tetapi laporan menunjukkan 1 dari 675 pasien di rumah sakit AS setiap
tahun atau sekitar 50.000 kasus per tahun. Studi lain menunjukkan insiden
keseluruhan osteomielitis 21,8 kasus per 100.000 orang tiap tahunnya. Insiden
lebih tinggi pada pria untuk alasan yang tidak diketahui tetapi meningkat seiring
bertambahnya usia, terutama karena peningkatan prevalensi faktor komorbiditas
seperti diabetes mellitus dan penyakit pembuluh darah perifer. Juga, peningkatan
ketersediaan tes pencitraan, seperti Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan
skintigrafi tulang telah meningkatkan akurasi diagnostik dan kemampuan untuk
mengkarakterisasi infeksi.3
Osteomyelitis akut dengan penyebaran hematogen lebih sering menyerang
anak-anak karena daerah metafisis (daerah pusat pertumbuhan tulang pada anak)
memiliki vaskularisasi yang banyak dan rentan terhadap trauma. Lebih dari 50%
kejadian osteomyelitis pada anak terjadi pada pasien kurang dari 5 tahun. Pasien
biasanya menunjukkan gejala-gejala sistemik meliputi demam, iritabilitas selama
2 minggu. Selain itu, didapatkan gejala lokalis seperti eritem, bengkak, dan
2
kekakuan (tenderness) pada tulang yang mengalami infeksi. Osteomyelitis kronis
jarang terjadi pada anak.
Osteomyelitis kronis dapat terjadi akibat fraktur terbuka, bakterimia, atau
infeksi perkontinuitatum dari jaringan lunak sekitar tulang. Pada operasi elektif
post fraktur tertutup, osteomyelitis kronis terjadi pada 1 – 5% pasien, dan 3 – 50%
pada pasienpasien dengan fraktur terbuka. Sebanyak 10 – 30% pasien
osteomyelitis akut berlanjut menjadi kronis. Osteomyelitis melalui penyebaran
hematogen (bakterimia) dapat terjadi di vertebrae, tulang panjang, pelvis, maupun
klavikula dan risikonya meningkat apabila terdapat underlying disease seperti
diabetes mellitus, keganasan atau gagal ginjal. Angka kejadian osteomyelitis
kronis akibat infeksi perkontinuitatum dari jaringan lunak sekitar tulang
meningkat seiring dengan meningkatnya prevalensi ulkus diabetikum (neuropati
dan vaskulopati diabetikum). Manifestasi klinis osteomyelitis kronis dapat
meliputi nyeri kronis, luka persisten, buruknya penyembuhan luka, malaise, dan
demam.

2.3 Etiologi
Bakteri piogenik penyebab osteomyelitis bergantung pada usia pasien.
Staphylococcus aureus merupakan bakteri patogen yang paling sering menjadi
penyebab osteomyelitis (akut maupun kronis) dengan penyebaran hematogen pada
dewasa. Streptococcus β hemolithicus grup A dan Streptococcus pneumonia
merupakan bakteri patogen tersering yang menyebabkan osteomyelitis pada anak,
Streptococcus β hemolithicus grup A merupakan pakteri penyebab tersering pada
bayi baru lahir. Staphylococcus epidermidis, Pseudomonas aeruginosa, dan
Escherichia coli juga bisa menyebabkan osteomyelitis namun dengan angka
kejadiannya jarang. Jamur dan mikobakterium biasanya dapat menyebabkan
osteomyelitis pada individu dengan defisiensi sistem imun.3,4

Staphylococcus aureus merupakan bakteri patogen mayoritas penyebab


osteomyelitis. Staphylococcus aureus dapat diinternalisasi oleh osteoblas dan sel
endotel secara in vitro dan bertahan di dalam sel tersebut dari sistem imun tubuh

3
maupun antibiotik. Selain itu, Staphylococcus aureus merupakan bakteri dengan
laju metabolisme yang rendah sehingga mudah resisten terhadap antibiotik.3,4

2.4 Klasifikasi
Beberapa sistem klasifikasi telah digunakan untuk mendeskripsikan
ostemielitis. Sistem tradisional membagi infeksi tulang menurut durasi dari
timbulnya gejala : akut, subakut, dan kronik. Osteomielitis akut diidentifikasi
dengan adanya onset penyakit dalam 7-14 hari. Infeksi akut umumnya
berhubungan dengan proses hematogen pada anak. Namun, pada dewasa juga
dapat berkembang infeksi hematogen akut khususnya setelah pemasangan
prosthesa dan sebagainya.4

Durasi dari osteomielitis subakut adalah antara 14 hari sampai 3 bulan.


Sedangkan osteomielitis kronik merupakan infeksi tulang yang perjalanan
klinisnya terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini berhubungan dengan adanya
nekrosis tulang pada episentral yang disebut sekuester yang dibungkus
involukrum.4

Klasifikasi osteomielitis yang paling banyak digunakan dalam literatur


medis dan dalam praktik klinis dikemukakan oleh Waldvogel et al dan Cierny et
al. Sistem klasifikasi oleh Waldvogel yang mengkategorisasikan infeksi
muskuloskeletal berdasarkan etiologi dan kronisitasnya : hematogen, penyebaran
kontinyu (dengan atau tanpa penyakit vaskular) dan kronik. Penyebaran infeksi
hematogen dan kontinyu dapat bersifat akut meskipun penyebaran kontinyu
berhubungan dengan adanya trauma atau infeksi lokal jaringan lunak yang sudah
ada sebelumnya seperti ulkus diabetikum.5

Cierny-Mader mengembangkan suatu sistem staging untuk osteomielitis


yang diklasifikasikan berdasarkan penyebaran anatomis dari infeksi dan status
fisiologis dari penderitanya. Stadium 1 – medular, stadium 2 – korteks superfisial,
stadium 3 – medular dan kortikal yang terlokalisasi, dan stadium 4 – medular dan
kortikal difus.6

4
2.5 Osteomielitis Hematogen Akut4,7
Osteomielitis hematogen akut merupakan infeksi tulang dan sumsum tulang
akut yang disebabkan oleh bakteri piogen dimana mikroorganisme berasal dari
fokus di tempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah. Kelainan ini sering
ditemukan pada anak-anak dan sangat jarang pada orang dewasa. Diagnosis yang
sangat penting oleh karena prognosis tergantung dari pengobatan yang tepat dan
segera.

2.5.1 Etiologi
- Staphylococcus aureus hemolitikus (koagulasi positif) sebanyak 90% dan
jarang oleh Streptokokkus hemolitikus
- Haemophilus influenza (5-50%) pada anak umur dibawah 4 tahun
- Organisme lain seperti B. Coli, B. Aerogenus kapsulata, Pneumokokkus,
Salmonella typhii, Pseudomonas aerogenus, Proteus mirabilis, Brucella,
dan bakteri anaerob yaitu Bakteroides fragilis
2.5.2 Faktor predisposisi
- Umur; terutama mengenai bayi dan anak-anak
- Jenis kelamin; lebih sering pada laki-laki daripada wanita dengan
perbandingan 4:1
- Trauma; hematoma akibat trauma pada daerah metafisis, merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya osteomielitis hematogen akut
- Lokasi; osteomielitis hematogen akut sering terjadi di daerah metafisis
karena daerah ini merupakan daerah aktif tempat terjadinya pertumbuhan
tulang
- Nutrisi; lingkungan dan imunitas yang buruk serta adanya fokus infeksi
sebelumnya (seperti bisul, tonsilitis) merupakan faktor predisposisi
osteomielitis hematogen akut.
2.5.3 Patologi dan patogenesis

Penyebaran osteomielitis terjadi melalui dua cara, yaitu:

1. Penyebaran umum
- Melalui sirkulasi darah berupa bakteremia dan septikemia
5
- Melalui embolus infeksi yang menyebabkan infeksi multifokal pada
daerah-daerah lain.
2. Penyebaran lokal
- Sub-periosteal abses akibat penerobosan abses melalui periost
- Selulitis akibat abses subperiosteal menembus sampai di bawah kulit
- Penyebaran ke dalam sendi sehingga terjadi artritis septik
- Penyebaran ke medula tulang sekitarnya sehingga sistem sirkulasi dalam
tulang terganggu. Hal ini menyebabkan kematian tulang lokal dengan
terbentuknya tulang mati yang disebut sekuestrum.

Teori terjadinya infeksi pada daerah metafisis yaitu:

1. Teori vaskuler (Trueta)


Pembuluh darah pada daerah metafisis berkelok-kelok dan membentuk
sinus-sinus sehingga menyebabkan aliran darah menjadi lebih lambat. Aliran
darah yang lambat pada daerah ini memudahkan bakteri berkembang biak.
2. Teori fagositosis (Rang)
Daerah metafisis merupakan daerah pembentukan sistem retikulo-
endotelial. Bila terjadi infeksi, bakteri akan di fagosit oleh sel-sel fagosit matur
di tempat ini. Meskipun demikian, di daerah ini terdapat juga sel-sel fagosit
imatur yang tidak dapat memfagosit bakteri sehingga beberapa bakteri tidak
difagositer dan berkembang biak di daerah ini.
3. Teori trauma
Bila trauma artifisial dilakukan pada binatang percobaan maka akan terjadi
hematoma pada daerah lempeng epifisis. Dengan penyuntikan bakteri secara
intravena, akan terjadi infeksi pada daerah hematoma tersebut.

6
Gambar 2.1 Gambar skematis perjalanan penyakit osteomielitis
a. Fokus infeksi pada tulang akan berkembang dan pada tahap ini
menimbulkan edema periosteal dan pembengkakan jaringan lunak
b. Fokus kemudian semakin berkembang membentuk jaringan eksudat
inflamasi yang selanjutnya terjadi abses subperiosteal serta selulitis di
bawah jaringan lunak
c. Selanjutnya terjadi elevasi periosteum di atas daerah lesi, infeksi
menembus periosteum dan terbentuk abses pada jaringan lunak dimana
abses dapat mengalir keluar melalui sinus pada permukaan kulit. Nekrosis
tulang akan menyebabkan terbentuknya sekuestrum dan infeksi akan
berlanjut ke dalam kavum medula.

Patologi yang terjadi pada osteomielitis hematogen akut tergantung pada


umur, daya tahan penderita, lokasi infeksi serta virulensi kuman. Infeksi terjadi
melalui aliran darah dari fokus tempat lain dalam tubuh pada fase bakteremia dan
dapat menimbulkan septikemia. Embolus infeksi kemudian masuk ke dalam
juksta epifisis pada daerah metafisis tulang panjang. Proses selanjutnya terjadi
hiperemia dan edema di daerah metafisis disertai pembentukan pus. Terbentuknya
pus dalam tulang dimana jaringan tulang tidak dapat berekspansi akan

7
menyebabkan tekanan dalam tulang bertambah. Peninggian tekanan dalam tulang
mengakibatkan terganggunya sirkulasi dan timbul trombosis pada pembuluh darah
tulang yang akhirnya menyebabkan nekrosis tulang. Disamping proses yang
disebutkan di atas, pembentukan tulang baru yang ekstensif terjadi pada bagian
dalam periosteum sepanjang diafisis (terutama pada anak-anak) sehingga
terbentuk suatu lingkungan tulang seperti peti mayat yang disebut involocrum
dengan jaringan sekuestrum di dalamnya. Proses ini terlihat jelas pada akhir
minggu kedua. Apabila pus menembus tulang, maka terjadi pengaliran pus
(discharge) dari involocrum keluar melalui lubang yang disebut kloaka atau
melalui sinus pada jaringan lunak dan kulit.
Pada tahap selanjutnya penyakit akan berkembang menjadi osteomielitis
kronik. Pada daerah tulang kanselosa, infeksi dapat terlokalisir serta diliputi oleh
jaringan fibrosa yang membentuk abses tulang kronik yang disebut abses Brodie.
Berdasarkan umur dan pola vaskularisasi pada daerah metafisis dan epifisis,
Trueta membagi proses patologis pada osteomielitis akut atas tiga jenis, yaitu :
1. Bayi
Adanya pola vaskularisasi foetal yang menyebabkan penyebaran infeksi
dari metafisis dan epifisis dapat masuk ke dalam sendi, sehingga seluruh tulang
termasuk persendian dapat terkena. Lempeng epifisis biasanya lebih resisten
terhadap infeksi.
2. Anak
Dengan terbentuknya lempeng epifisis serta osifikasi yang sempurna,
risiko infeksi pada epifisis berkurang oleh karena lempeng epifisis merupakan
barier terhadap infeksi. Selain itu, tidak ada hubungan vaskularisasi yang
berarti antara metafisis dan epifisis. Infeksi pada sendi hanya dapat terjadi bila
ada infeksi intra-artikuler.
3. Dewasa
Osteomielitis akut pada orang dewasa sangat jarang terjadi oleh karena
lempeng epifisis telah hilang. Walaupun infeksi dapat menyebar ke epifisis,
namun infeksi intra-artikuler sangat jarang terjadi. Abses subperiosteal juga
sulit terjadi karena periost melekar erat dengan korteks.

8
2.5.4 Gambaran klinis
Gambaran klinis osteomielitis hematogen tergantung dari stadium
patogenesis dari penyakit. Osteomielitis hematogen akut berkembang secara
progresif atau cepat. Pada keadaan ini mungkin dapat ditemukan adanya infeksi
bakterial pada kulit dan saluran napas bagian atas. Gejala lain dapat berupa nyeri
yang konstan pada daerah infeksi, nyeri tekan dan terdapat gangguan fungsi
anggota gerak yang bersangkutan.
Secara klinis, penderita memiliki gejala dan tanda dari inflamasi akut.
Nyeri biasanya terlokalisasi meskipun bisa juga menjalar ke bagian tubuh lain di
dekatnya. Sebagai contoh, apabila penderita mengeluhkan nyeri lutut, maka sendi
panggul juga harus dievaluasi akan adanya arthritis. Penderita biasanya akan
menghindari menggunakan bagian tubuh yang terkena infeksi.
Gejala-gejala umum timbul akibat bakteremia dan septikemia berupa
panas tinggi, menggigil, malaise serta nafsu makan yang berkurang pada anak.

2.5.5 Pemeriksaan fisik


Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya nyeri tekan lokal,
gangguan pergerakan sendi oleh karena adanya pembengkakan sendi dan
gangguan akan bertambah berat bila terjadi spasme lokal. Edema dan eritema
jarang ditemukan. Gangguan pergerakan sendi juga dapat disebabkan oleh efusi
sendi atau infeksi sendi (arthritis septik).
Pada orang dewasa lokalisasi infeksi biasanya pada daerah vertebra
torako-lumbal yang terjadi akibat torakosentesis atau akibat prosedur urologis dan
dapat ditemukan adanya riwayat diabetes melitus, malnutrisi, adiksi obat-obatan
atau pengobatan dengan imunosupresif, oleh karena itu riwayat yang disebutkan
di atas perlu ditanyakan.
2.5.6 Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah ditemukan peningkatan sel darah putih
hingga 30.000 disertai peningkatan laju endap darah dan CRP. Dilakukan

9
pemeriksaan titer antibodi anti-Staphylococcus. Dan dilakukan
pemeriksaan kultur darah untuk menentukan jenis bakterinya (50% positif)
dan diikuti dengan uji sensitivitas. Juga harus diperiksa adanya penyakit
anemia sel sabit yang merupakan jenis osteomielitis yang jarang.
- Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan
infeksi oleh bakteri Salmonella.
- Pemeriksaan biopsi
Dilakukan pada tempat yang dicurigai.
2.5.7 Pemeriksaan radiologis
- Pemeriksaan foto polos dalam sepuluh hari pertama, tidak ditemukan
kelainan radiologik yang berarti dan mungkin hanya ditemukan
pembengkakan jaringan lunak. Seminggu setelah itu dapat ditemukan
adanya lesi radiolusen dan elevasi periosteal. Sklerosis reaktif tidak
ditemukan karena hanya terjadi pada infeksi kronis. Gambaran destruksi
tulang dapat terlihat setelah sepuluh hari (2 minggu) berupa rarefaksi
tulang yang bersifat difus pada daerah metafisis dan pembentukan tulang
baru di bawah periosteum yang terangkat.

Gambar 2.2 Gambar osteomielitis hematogen akut


- Pemeriksaan ultrasonografi dapat dilakukan untuk memeperlihatkan
adanya efusi pada sendi.

10
99m
- Pemeriksaan radioisotop dengan technetium akan memperlihatkan
penangkapan isotop pada daerah lesi. Dengan menggunakan teknik label
87m
leukosit dilakukan scanning dengan gallium yang mempunyai afinitas
11m
terhadap leukosit dimana indium menjadi positif.
2.5.8 Tatalaksana
- Istirahat dan pemberian analgetik untuk menghilangkan nyeri
- Pemberian cairan intravena dan kalau perlu transfusi darah
- Istirahat lokal dengan bidai atau traksi
- Pemberian antibiotik secepatnya sesuai dengan penyebab utama yaitu
Staphylococcus aureus sambil menunggu hasil biakan kuman. Antibiotik
diberikan selama 3-6 minggu dengan melihat keadaan umum dan laju
endap darah pasien. Antibiotik tetap diberikan hingga 2 minggu setelah
laju endap darah normal.
- Drainase bedah. Apabila setelah 24 jam pengobatan lokal dan sistemik
antibiotik gagal (tidak ada perbaikan keadaan umum), maka dapat
dipertimbangkan drainase bedah (Chirurgis). Pada drainase bedah, pus
subperiosteal dievakuasi untuk mengurangi tekanan intraoseus kemudian
dilakukan pemeriksaan biakan kuman. Drainase dilakukan selama
beberapa hari dengan menggunakan cara NaCl dan dengan antibiotik.
2.5.9 Komplikasi
- Septikemia
Dengan makin tersedianya obat-obat antibiotik yang memadai,
kematian akibat septikemia pada saat ini jarang ditemukan.
- Infeksi yang bersifat metastatik
Infeksi dapat bermetastasis ke tulang/sendi lainnya, otak dan paru-
paru, dapat bersifat multifokal dan biasanya terjadi pada penderita dengan
status gizi yang jelek.
- Arthritis supuratif
Arthritis supuratif dapat terjadi pada bayi muda karena lempeng
epifisis bayi (yang bertindak sebagai barier) belum berfungsi dengan baik.
Komplikasi terutama terjadi pada osteomielitis hematogen akut di daerah

11
metafisis yang bersifat intra-kapsuler (misalnya pada sendi panggul) atau
melalui infeksi metastatik.
- Gangguan pertumbuhan
Osteomielitis hematogen akut pada bayi dapat menyebabkan
kerusakan lempeng epifisis yang menyebabkan gangguan pertumbuhan,
sehingga tulang yang terkena akan menjadi lebih pendek. Pada anak yang
lebih besar akan terjadi hiperemi pada daerah metafisis yang merupakan
stimulasi bagi tulang untuk bertumbuh. Pada keadaan ini tulang bertumbuh
lebih cepat dan menyebabkan terjadinya pemanjangan tulang.
- Osteomielitis kronis
Apabila diagnosis dan terapi yang tepat tidak dilakukan, maka
osteomielitis akut akan berlanjut menjadi osteomielitis kronis.
2.5.10 Diagnosa banding
- Selulitis
- Arhritis supuratif akut
- Demam reumatik
- Krisis sel sabit
- Penyakit Gaucher
- Tumor Ewing

2.6 Osteomielitis Hematogen Subakut4,7


Kelainan ini dapat ditemukan di beberapa negara dengan insidens yang
hampir sama dengan osteomielitis akut. Gejala osteomielitis hematogen subakut
lebih ringan oleh karena organisme penyebabnya kurang purulen dan penderita
lebih resisten. Osteomielitis hematogen subakut biasanya disebabkan oleh
Staphylococcus aureus dan umumnya berlokasi di bagian distal femur dan
proksimal tibia.

2.6.1 Patologi

Biasanya terdapat kavitas dengan batas tegas pada tulang kanselosa dan
mengandung cairan seropurulen. Kavitas dilingkari oleh jaringan granulasi yang

12
terdiri atas sel-sel inflamasi akut dan kronik dan biasanya terdapat penebalan
trabekula.

2.6.2 Gambaran klinis

Infeksi subakut biasanya berhubungan dengan pasien pediatrik. Infeksi ini


biasanya disebabkan oleh organisme dengan virulensi rendah dan tidak memiliki
gejala.

Osteomielitis hematogen subakut biasanya ditemukan pada anak-anak dan


remaja. Gambaran klinik yang dapat ditemukan adalah atrofi otot, nyeri lokal,
sedikit pembengkakan dan dapat pula penderita menjadi pincang. Terdapat rasa
nyeri pada daerah sekitar sendi selama beberapa minggu atau mungkin berbulan-
bulan. Suhu tubuh penderita biasanya normal.

2.6.3 Pemeriksaan laboratorium

Leukosit umumnya normal, tetapi laju endap darah meningkat.

2.6.4 Diagnosis

Dengan foto x-ray biasanya ditemukan kavitas berdiameter 1-2 cm


terutama pada daerah metafisis dari tibia dan femur atau kadang-kadang pada
daerah diafisis tulang panjang.

Gambar 2.3 Gambar osteomyelitis hematogen subakut

13
Osteomielitis subakut memiliki gambaran radiologis yang merupakan
kombinasi dari gambaran akut dan kronis. Seperti osteomielitis akut, maka
ditemukan adanya osteolisis dan elevasi periosteal. Seperti osteomielitis kronik,
maka ditemukan adanya zona sirkumferensial tulang yang sklerotik. Apabila
osteomielitis subakut mengenai diafisis tulang panjang, maka akan sulit
membedakannya dengan Histiositosis Langerhans atau Ewing’s Sarcoma.

2.6.5 Tatalaksana

Pengobatan yang dilakukan berupa pemberian antibiotik yang adekuat


selama 6 minggu. Apabila diagnosis ragu-ragu, maka dapat dilakukan biopsi dan
kuretase.

2.7 Osteomielitis Kronik4,7


Osteomielitis kronis umumnya merupakan lanjutan dari osteomielitis akut
yang tidak terdiagnosis atau tidak diobati dengan baik. Osteomielitis kronis dapat
juga terjadi setelah fraktur terbuka atau setelah tindakan operasi pada tulang.

2.7.1 Etiologi

Bakteri penyebab osteomielitis kronis terutama oleh Staphylococcus


aureus (75%) atau E.coli, Proteus, Pseudomonas. Staphylococcus epidermidis
merupakan penyebab utama osteomielitis kronik pada operas-operasi ortopedi
yang menggunakan implan.

2.7.2 Patologi dan patogenesis

Infeksi tulang dapat menyebabkan terjadinya sekuestrum yang


menghambat terjadinya resolusi dan penyembuhan spontan yang normal pada
tulang. Sekuestrum ini merupakan benda asing bagi tulang dan mecegah
terjadinya penutupan kloaka (pada tulang) dan sinus (pada kulit). Sekuestrum
diselimuti oleh involocrum yang tidak dapat keluar/dibersihkan dari medula
tulang kecuali dengan tindakan operasi. Proses selanjutnya terjadi destruksi dan
sklerosis tulang yang dapat terlihat pada foto rontgen

14
2.7.3 Gambaran klinis
Osteomielitis kronis merupakan hasil dari osteomielitis akut dan subakut
yang tidak diobati. Kondisi ini dapat terjadi secara hematogen, iatrogenik, atau
akibat dari trauma tembus. Infeksi kronis seringkali berhubungan dengan implan
logam ortopedi yang digunakan untuk mereposisi tulang. Inokulasi langsung
intraoperatif atau perkembangan hematogenik dari logam atau permukaan tulang
mati merupakan tempat perkembangan bakteri yang baik karena dapat
melindunginya dari leukosit dan antibiotik. Pada hal ini, pengangkatan implan dan
tulang mati tersebut harus dilakukan untuk mencegah infeksi lebih jauh lagi.
Gejala klinisnya dapat berupa ulkus yang tidak kunjung sembuh, adanya drainase
pus atau fistel, malaise, dan fatigue.
Penderita sering mengeluhkan adanya cairan yang keluar dari luka/sinus
setelah operasi, yang bersifat menahun. Kelainan kadang-kadang disertai demam
dan nyeri lokal yang hilang timbul di daerah anggota gerak tertentu.
2.7.4 Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya sinus, fistel atau sikatriks
bekas operasi dengan nyeri tekan. Mungkin dapat ditemukan sekuestrum yang
menonjol keluar melalui kulit. Biasanya terdapat riwayat fraktur terbuka atau
osteomielitis pada penderita.
2.7.5 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya peningkatan laju endap
darah, leukositosis serta peningkatan titer antibodi anti-Staphylococcus.
Pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas diperlukan untuk menentukan organisme
penyebabnya. CRP dan LED  memiliki peran terbatas dalam menentukan
osteomielitis  kronis seringkali didapatkan hasil yang normal.
2.7.6 Pemeriksaan radiologis
- Foto polos
Pada foto rontgen dapat ditemukan adanya tanda-tanda porosis dan
sklerosis tulang, penebalan periost, elevasi periosteum dan mungkin
adanya sekusterum

15
Gambar 2.4 Gambar osteomyelitis kronik
- Radioisotop scanning
Radioisotop scanning dapat membantu menegakkan diagnosis
osteomielitis kronik dengan memakai 99mTCHDP.
- CT dan MRI
Pemeriksaan ini bermanfaat untuk membuat rencana pengobatan
serta untuk melihat sejauh mana kerusakan tulang yang terjadi.
2.7.7 Tatalaksana

Pengobatan osteomielitis kronik terdiri atas :

1. Pemberian antibiotik
Osteomielitis kronik tidak dapat diobati dengan antibiotik semata-mata.
Pemberian antibiotik bertujuan untuk :
- Mencegah terjadinya penyebaran infeksi pada tulang sehat lainnya
- Mengontrol eksaserbasi akut
2. Tindakan operatif
Tindakan operatif dilakukan bila fase eksaserbasi akut telah reda setelah
pemberian dan pemayungan antibiotik yang adekuat. Operasi yang
dilakukan bertujuan untuk :

16
- Mengeluarkan seluruh jaringan nekrotik, baik jaringan lunak maupun
jaringan tulang (sekuestrum) sampai ke jaringan sehat sekitarnya.
Selanjutnya dilakukan drainase dan dilanjutkan irigasi secara kontinyu
selama beberapa hari. Adakalanya diperlukan penanaman rantai
antibiotik di dalam bagian tulang yang infeksi.
- Sebagai dekompresi pada tulang dan memudahkan antibiotik mencapai
sasaran dan mencegah penyebaran osteomielitis lebih lanjut.
2.7.8 Komplikasi
- Kontraktur sendi
- Penyakit amiloid
- Fraktur patologis
- Perubahan menjadi ganas pada jaringan epidermis (karsinoma epidermoid,
ulkus Marjolin)
- Kerusakan epifisis sehingga terjadi gangguan pertumbuhan.

2.8 Pemeriksaan Radiologi4,7


2.8.1 Foto polos
Pada osteomielitis awal, tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan
radiograf. Setelah 7-10 hari, dapat ditemukan adanya area osteopeni, yang
mengawali destruksi cancellous bone. Seiring berkembangnya infeksi, reaksi
periosteal akan tampak, dan area destruksi pada korteks tulang tampak lebih jelas.
Osteomielitis kronik diidentifikasi dengan adanya detruksi tulang yang masif dan
adanya involukrum, yang membungkus fokus sklerotik dari tulang yang nekrotik
yaitu sequestrum.
Infeksi jaringan lunak biasanya tidak dapat dilihat pada radiograf kecuali
apabila terdapat oedem. Pengecualian lainnya adalah apabila terdapat infeksi yang
menghasilkan udara yang menyebabkan terjadinya ‘gas gangrene’. Udara pada
jaringan lunak ini dapat dilihat sebagai area radiolusen, analog dengan udara usus
pada foto abdomen.

17
2.8.2 Ultrasonografi
Berguna untuk mengidentifikasi efusi sendi dan menguntungkan untuk
mengevaluasi pasien pediatrik dengan suspek infeksi sendi panggul.
2.8.3 Radionuklir
Jarang dipakai untuk mendeteksi osteomielitis akut. Pencitraan ini sangat
sensitif namun tidak spesifik untuk mendeteksi infeksi tulang. Umumnya, infeksi
tidak bisa dibedakan dari neoplasma, infark, trauma, gout, stress fracture, infeksi
jaringan lunak, dan artritis. Namun, radionuklir dapat membantu untuk
mendeteksi adanya proses infeksi sebelum dilakukan prosedur invasif dilakukan.
2.8.4 CT Scan
CT scan dengan potongan koronal dan sagital berguna untuk
mengidentifikasi sequestra pada osteomielitis kronik. Sequestra akan tampak lebih
radiodense dibanding involukrum disekelilingnya.
2.8.5 MRI
MRI efektif dalam deteksi dini dan lokalisasi operasi osteomyelitis.
Penelitian telah menunjukkan keunggulannya dibandingkan dengan radiografi
polos, CT dan scanning radionuklida dan dianggap sebagai pencitraan pilihan.
Sensitivitas berkisar antara 90-100%. Tomografi emisi positron (PET) scanning
memiliki akurasi yang mirip dengan MRI

2.9 Tatalaksana
Osteomielitis akut harus diobati segera. Biakan darah diambil dan pemberian
antibiotika intravena dimulai tanpa menunggu hasil biakan. Karena
Staphylococcus merupakan kuman penyebab tersering, maka antibiotika yang
dipilih harus memiliki spektrum antistafilokokus. Jika biakan darah negatif, maka
diperlukan aspirasi subperiosteum atau aspirasi intramedula pada tulang yang
terlibat. Pasien diharuskan untuk tirah  baring, keseimbangan cairan dan elektrolit
dipertahankan, diberikan antipiretik bila demam, dan ekstremitas diimobilisasi
dengan gips. Perbaikan klinis biasanya terlihat dalam 24 jam setelah pemberian
antibiotika. Jika tidak ditemukan perbaikan, maka diperlukan intervensi bedah.

18
Terapi antibiotik biasanya diteruskan hingga 6 minggu pada pasien dengan
osteomielitis. LED dan CRP sebaiknya diperiksa secara serial setiap minggu
untuk memantau keberhasilan terapi. Pasien dengan peningkatan LED dan CRP
yang persisten pada masa akhir pemberian antibiotik yang direncanakan mungkin
memiliki infeksi yang tidak dapat ditatalaksana secara komplit. C-Reactive
Protein (CRP) Adalah suatu protein fase akut yang diproduksi oleh hati sebagai
respon adanya infeksi, inflamasi atau kerusakan jaringan. Inflamasi merupakan
proses dimana tubuh memberikan respon terhadap injury. Jumlah CRP akan
meningkat tajam beberapa saat setelah terjadinya inflamasi dan selama proses
inflamasi sistemik berlangsung. Sehingga pemeriksaan CRP kuantitatif dapat
dijadikan petanda untuk mendeteksi adanya inflamasi/infeksi akut. Berdasarkan
penelitian, pemeriksaan Hs-CRP dapat mendeteksi adanya inflamasi lebih cepat
dibandingkan pemeriksaan Laju Endap Darah (LED). Terutama pada pasien anak-
anak yang sulit untuk mendapatkan jumlah sampel darah yang cukup untuk
pemeriksaan LED.
Sedangkan LED adalah merupakan salah satu pemeriksaan rutin untuk darah.
Proses pemeriksaan sedimentasi (pengendapan) darah ini diukur dengan
memasukkan darah kita ke dalam tabung khusus selama satu jam. Makin banyak
sel darah merah yang mengendap maka makin tinggi LED-nya. Tinggi ringannya
nilai pada LED memang sangat dipengaruhi oleh keadaan tubuh kita, terutama
saat terjadi radang. Nilai LED meningkat pada keadaan seperti kehamilan (35
mm/jam), menstruasi, TBC paru-paru (65 mm/jam) dan pada keadaan infeksi
terutama yang disertai dengan kerusakan jaringan. Jadi pemeriksaan LED masih
termasuk pemeriksaan penunjang yang tidak spesifik untuk satu penyakit. Bila
dilakukan secara berulang laju endap darah dapat dipakai untuk menilai
perjalanan penyakit seperti tuberkulosis, demam rematik, artritis dan nefritis. LED
yang cepat menunjukkan suatu lesi yang aktif, peningkatan LED dibandingkan
sebelumnya menunjukkan proses yang meluas, sedangkan LED yang menurun
dibandingkan sebelumnya menunjukkan suatu perbaikan.
Perbedaan pemeriksaan CRP dan LED:
 Hasil pemeriksaan Hs-CRP jauh lebih akurat dan cepat
19
 Dengan range pengukuran yang luas, pemeriksaan Hs-CRP sangat baik
dan penting untuk: Mendeteksi Inflamasi/infeksi akut secara cepat (6-7
jam setelah inflamasi)
 Hs-CRP meningkat tajam saat terjadi inflamasi dan menurun jika terjadi
perbaikan sedang LED naik kadarnya setelah 14 hari dan menurun secara
lambat sesuai dengan waktu paruhnya.
 Pemeriksaan Hs-CRP dapat memonitor kondisi infeksi pasien dan menilai
efikasi terapi antibiotika.
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika, tulang
yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik
diangkat dan daerah itu diiringi secara langsung dengan larutan salin fisiologis
steril. Tetapi antibiotik dianjurkan. Pada osteomielitis kronik, antibiotika
merupakan adjuvan terhadap debridemen bedah. Dilakukan sequestrektomi
(pengangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat mengangkat
sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk memajankan
rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua
tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi
penyembuhan yang permanen. Pada beberapa kasus, infeksi sudah terlalu berat
dan luas sehingga satu-satunya tindakan terbaik adalah amputasi dan pemasangan
prothesa. Bila proses akut telah dikendalikan, maka terapi fisik harian dalam
rentang gerakan diberikan. Kapan aktivitas penuh dapat dimulai tergantung pada
jumlah tulang yang terlibat. Pada infeksi luas, kelemahan akibat hilangnya tulang
dapat mengakibatkan terjadinya fraktur patologis.
Indikasi dilakukannya pembedahan ialah  :

1. Adanya sequester
2. Adanya abses
3. Rasa sakit yang hebat
4. Bila mencurigakan adanya perubahan ke arah keganasan (karsinoma
Epidermoid).

20
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau
dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan grafting
dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpengisap untuk mengontrol
hematoma dan mebuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan salin normal
selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dengan pemberian irigasi
ini.
Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus untuk
merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi
dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu otot
diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh).
Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah; perbaikan asupan darah
kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi.
Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan
penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, kemudian
memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat
penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang. Saat yang terbaik
untuk melakukan tindakan pembedahan adalah bila involukrum telah cukup kuat;
mencegah terjadinya fraktur pasca pembedahan.
Kegagalan pemberian antibiotika dapat disebabkan oleh :
1. Pemberian antibiotik yang tidak cocok dengan mikroorganisme penyebabnya
2. Dosis yang tidak adekuat
3. Lama pemberian tidak cukup
4. Timbulnya resistensi
5. Kesalahan hasil biakan
6. Pemberian pengobatan suportif yang buruk
7. Kesalahan diagnostik
8. Pada pasien yang imunokompromaise

21
2.10Integrasi Keislaman
Doa Orang Sakit

Artinya : “Tuhanku, Tuhan manusia, hilangkanlah penyakit. Berikanlah


kesembuhan karena Kau adalah penyembuh. Tiada yang dapat
menyembuhkan penyakit kecuali Kau dengan kesembuhan yang tidak
menyisakan  rasa nyeri,” (HR. Bukhari, no. 5742; Muslim, no. 2191)

Doa di atas menjelaskan bahwa hanya kepada Allah-lah kita dapat


memohon akan kesembuhan. Ketika kita terkena suatu penyakit, contohnya
seperti osteomielitis, hal yang harus kita lakukan adalah rajin berobat karena
setiap penyakit ada obatnya dan dengan pengobatan yang cepat dan rajin akan
mempercepat penyembuhan dan dapat mencegah terhadap komplikasi lebih
lanjut. Selain berobat, yang dapat kita lakukan adalah senantiasa meminta
kesehatan dan kesembuhan kepada sang Maha Pencipta.

Setiap Penyakit Ada Obatnya

Etiologi osteomielitis salah satunya ialah infeksi mikroorganisme. Seperti


yang kita ketahui proses infeksi dapat terjadi jika seseorang tidak menjaga
imunnya dengan baik, makan dan minum sembarangan, serta tidak menjaga
kebersihan. Oleh karena itu, islam telah menganjurkan kepada umat muslim
agar senantiasa menjaga kebersihan, memakan makanan yang halal dan baik
agar dapat terhindar dari banyak penyakit termasuk Osteomielitis. Rasulullah
SAW. bersabda bahwa “Kebersihan sebagian dari iman” (HR Muslim), oleh
karena itu, sangat penting bagi setiap individu untuk selalu menjaga
kebersihan agar dapat terhindar dari banyak penyakit infeksius.

22
Pencegahan selalu lebih baik daripada mengobati. Akan tetapi, jika
seseorang sudah terlanjur terkena musibah dalam hal ini adalah suatu
penyakit seperti halnya osteomielitis, maka setiap penyakit pasti ada obatnya.
Seperti yang hadis di bawah ini yang menjelaskan bahwa Allah SWT. tidak
akan menurunkan suatu penyakit tanpa menurunkan obatnya pula.

ِ‫ْب د ََوا ُء ال َّدا ِء بَ َرأَ بِإ ِ ْذ ِن هللا‬ ِ ُ‫ فَإ ِ َذا أ‬،‫لِ ُك ِّل دَا ٍء َد َوا ٌء‬ 
َ ‫صي‬
Artinya : “Semua penyakit itu ada obatnya. Apabila obat tersebut sesuai
dengan penyakitnya, penyakit tersebut akan sembuh dengan seizin
Allah Azza wa Jalla” (H.R. Muslim).

‫َما أَ ْنزَ َل هللاُ دَا ًء إِالَّ أَ ْن َزل لَهُ ِشفَا ًء‬


Artinya : “Allah tidaklah menurunkan suatu penyakit, melainkan akan
menurunkan pula obat untuk penyakit tersebut ” (H.R. Bukhari).

23
BAB III

KESIMPULAN

Osteomielitis adalah suatu proses inflamasi akut ataupun kronis dari tulang
dan struktur-struktur disekitarnya akibat infeksi dari kuman-kuman piogenik.
Infeksi dalam suatu sistem muskuloskeletal dapat berkembang melalui dua cara,
baik melalui peredaran darah maupun akibat kontak dengan lingkungan luar
tubuh.
Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula
ditemukan pada bayi dan ‘infant’. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak
perempuan (4:1). Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur,
tibia, radius, humerus, ulna, dan fibula. Penyebab osteomielitis pada anak-anak
adalah kuman Staphylococcus aureus (89-90%), Streptococcus (4-7%),
Haemophilus influenza (2-4%), Salmonella typhii dan Eschericia coli (1-2%).
Penatalaksanaannya harus secara komprehensif meliputi pemberian
antibiotika, pembedahan, dan konstruksi jaringan lunak, kulit, dan tulang. Juga
harus dilakukan rehabilitasi pada tulang yang terlibat setelah pengobatan.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Roy M, Somerson JS, Kerr KG, Conroy JL. Pathophysiology and


pathogenesis of osteomyelitis. Intech. 2012; 18 (2): 3-16.

2. Baltensperger, M., G. K. Eyrich. Osteomyelitis of the Jaws. 2009.

3. Kremers HM, Nwojo ME, Ransom JE, Wood-Wentz CM, Melton LJ,
Huddleston PM. Trends in the epidemiological of osteomyelitis : a
populational-based study, 1969 to 2009. J Bone Joint Surg Am. 2015;97(10):
837-45.

4. Chairuddin, M. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Osteomielitis akut dan


kronik. Makassar : CV.Wiyasana. 2012.

5. Waldvogel FA, Medoff G, Swartz MN. Osteomyelitis: a review


of clinical features, therapeutic considerations and unusual aspects. N
Engl J Med. 1970;282:198-266,316-22.

6. Cierny G 3rd, Mader JT, Penninck JJ. A clinical staging system


for adult osteomyelitis. Contemp Orthop. 1985;10:17-37.

7. Sjamsuhidajat R, De Jong W, Editors. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-


De Jong. Sistem Organ dan Tindak Bedahnya. 4th ed. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2017.

25

Anda mungkin juga menyukai