Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

Disusun Oleh

DIKI STIAWAN
2021207209027

PRODI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
LAMPUNG
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

A. Kasus / Masalah Utama


Gangguan sensori Persepsi : Halusinasi
1. Pengertian
Halusinasi adalah terjadinya penglihatan, suara, sentuhan, bau , maupun rasa tanpa stimulus
eksternal terhadap organ-organ indera ( Fontaine,2019)
Halusinasi merupakan suatu bentuk persepsi atau pengalaman indera dimana tidak terdapat
stimulasi terhadap reseptor-reseptornya, halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah yang
mungkin meluputi salah satu dari kelima panca indera (Towsend,2019).
Halusinasi adalah distorsi persepsi palsu yang terjadi pada respo neurobiologis yang maladaptif,
klien mengalami distorsi sensori yang nyata dan meresponnya, namun dalam halusinasi stimulus
internal dan eksternal tidak dapat diidentifikasi (Stuart,2019).
Halusinasi merupakan perubahan dalam jumlah dan pola stimulus yang diterima disertai dengan
penurunan berlebih distorsi atau kerusakan respon beberapa stimulus (NANDA-I 2019-2021)
Halusinasi merupakan suatu gejala gangguan jiwa dimana klien merasakan suatu stimulus yang
sebenarnya tidak ada. Klien mengalami perubahan sendiri persepsi ; merasakan sensasi palsu
berupa suara, pengelihatan, pengecapan, perasaan, atau penciuman. Salah satu manifestasi yang
timbul adalah halusinasi tidak dapat memenuhi kehidupannya sehari-hari. Halusinasi merupakan
salah satu dari sekian banyak bentuk pisikopatologi yang paling parah dan membingungkan.
2. Jenis Halusinasi
a. Halusinasi pendengaran
Menurut Stuart (2019), pada klien halusinasi dengar tanda dan gejala dapat di karakteristik
mendengar bunyi atau suara, paling sering dalam bentuk suara, rentang suara dari suara
sederhana atau suara yang jelas, suara tersebut membicarakan tentang pasien, sampai
percakapan yang komplet antara dua orang atau lebih seperti orang yang berhalusinasi.
Suara yang didengar dapat berupa perintah yang memberitahu pasien untuk melakukan
sesuatu, kadang-kadang dapat membahayakan atau mencedera.
Halusinasi dengar merupakan gejala mayoritas yang sering dijumpai pada pasien
skizofrenia. Hasil penelitian Nayani dan David ( 2016, dalam Birchwood 2019)
menunjukkan bahwa isi halusinasi pendengaran 84 % berupa perintah untuk melakukan
sesuatu, 77% mengkritik individu, 70% menghina klien, 66% mengancam, 61%
membicarakan tentang orang lain, 53% mendebat klien , 48% menyenagkan klien, 41%
menanyakan sesuatu dan 40% menertawakan klien. Halusinasi dengar harus menjadi fokus
perhatian kita bersama karena halusinasi dengar apabila tidak ditangani secara baik dapat
menimbulkan resiko terhadap keamanan diri klien sendiri, orang lain dan juga lingkungan
sekitaran.
b. Halusinasi penciuman
Pada halusinasi penciuman isi halusinasi dapat berupa klien mencium aroma atau bau
tertentu seperti urine atau feces atau bau yang bersifat lebih umum atau bau busuk atau bau
yang tidak sedap ( Cancro & Lehman, 2014 dalam Videbeck 2018).
c. Halusinasi penglihatan
Pada klien yang mengalami halusinasi penglihatan , isi dari halusinasi berupa melihat
bayangan yang sebenarnya tidak ada sama seklai, misalnya cahaya atau orang yang telah
meninggal atau mungkin sesuatu yang bentuknya menakutkan ( Cancro & Lehman, 2014
dalam Videbeck 2018).
d. Halusinasi pengecapan
Pada halusinasi pengecapan , isi halusinasi berupa klien mengecap rasa yang tetap ada
dalam mulut atau perasaan bahwa makanan terasa seperti sesuatu yang lain. Rasa tersebut
dapat berupa rasa logam atau pahit, dapat berupa rasa busuk, tak sedap dan anyir seperti
darah, urine dan feces (Stuart & Laraia, 2015 ; Stuart 2019).
e. Halusinasi perabaan
Isi halusinasi perabaan adalah klien merasakan sensasi seperti aliran listrik yang menjalar ke
seluruh tubuh atau binatang kecil yang merayap di kulit ( cancro & Lehman, 2014 dalam
Videbeck 2018)
f. Halusinasi Chenesthetik
Halusinasi chenesthetik klien akan merasa fungsi tubuh seperti darah berdenyut melalui
vena dan arteri, mencerna makanan atau bentuk urin ( Videbeck2018; Stuart 2019).

g. Halusinasi Kinesteteik
Terjadi ketika klien tidak bergerak tetapi melaporkan sensasi gerakan tubuh, gerakan tubuh
yang tidak lazim seperti melayang di atas tanah. Sensasi gerakan sambil berdiri tak bergerak
( Videbeck 2018; Stuart 2019).
 Jenis Halusinasi serta Ciri Objektif dan Subjektif Klien yang Mengalami
Halusinasi
Jenis halusinasi Data Objektif Data Subjektif
Halusinasi  Bicara atau tertawa  Mendengar suara –
Dengar sendiri. suara atau kegaduhan.
( klien mendengar  Marah – marah  Mendengar suara
suara / bunyi yang tanpa sebab. yang mengajak
tidak ada  Mendekatkan bercakap-cakap.
hubungannya telinga ke arah  Mendengar suara
dengan stimulus tertentu. menyuruh melakukan
yang nyata /  Menutup telinga. sesuatu yang
lingkungan ) berbahaya.

Halusinasi  Menunjuk-nunjuk Melihat bayangan, sinar,


Penglihatan ke arah tertentu. bentuk geometris, kartun,
( klien melihat  Ketakutan pada melihat hantu, atau monster.
gambaran yang sesuatu yang tidak
jelas / samar jelas.
terhadap adanya
stimulus yang
nyata dari
lingkungan dan
orang lain tidak
melihatnya ).
Halusinasi  Mengendus-endus Membaui bau-bauan seperti
Penciuman seperti sedang bau darah, urine, feses, dan
( klien mencium membaui bau-bauan terkadang bau-bau tersebut
suatu bau yang tertentu. menyenangkan bagi klien.
muncul dari  Menutup hidung.
sumber tertentu
tanpa stimulus
yang nyata ).
Halusinasi  Sering meludah. Merasakan rasa seperti darah,
pengecapan  Muntah. urine, atau feses.
( klien merasakan
sesuatu yang tidak
nyata, biasanya
merasakan rasa
makanan yang
tidak enak ).
Halusinasi Menggaruk-garuk  Mengatakan ada
Perabaan permukaan kulit serangga di permukan
( klien merasakan kulit.
sesuatu pada  Merasa seperti
kulitnya tanpa ada tersengat listrik.
stimulus yang
nyata ).
Halusinasi Memegang kakinya yang Mengatakan badannya
Kinestetik dianggapnya bergerak melayang di udara.
( klien merasa sendiri.
badan nya
bergerak dalam
suatu ruangan atau
anggota badan nya
bergerak ).
Halusinasi Memegang badannya yang Mengatakan perutnya
Viseral di anggapnya berubah menjadi mengecil setelah
( perasaan tertentu bentuk dan tidak normal minum soft drink.
timbul dalam seperti biasanya.
tubuhnya ).

Sumber: Stuart dan Sundeen (2018)

3. Fase Halusinasi
a. Comforting ( Halusinasi menyenangkan, cemas ringan)
Klien yang berhalusinasi mengalami emosi yang intense seperti cemas, kesepian, rasa
bersalah, dan takut dan mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk
menghilangkan kecemasan.
Perilaku yang dapat diobservasi :
1) Tersenyum lebar, menyeringai tetapi tampak tidak tepat
2) Menggerakkan bibir tanpa membuat suarapengerakan mata yang cepat
3) Respon verbal yang lambat seperti asyik
4) Diam dan tampak asyik
b. Comdemning ( halusinasi menjijikan, cemas sedang)
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Klien yang berhalusinasi mulai merasa
kehilangan control dan mungkin berusaha menjauhkan diri serta merasa malu dengan
adanya pengalaman sensori tersebut dan menarik diri dari orang lain.
Perilau yang dapat diobservasi :
1) Ditandai dengan peningkatan kerja system saraf autonomic yang menunjukan
kecemasan misalnya terdapat peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah
2) Rentang perhatian menjadi sempit
3) Asyik dengan pengalaman sendori dan mungkin kehilangan kemampuan untuk
membedakan halusinasi dengan realitas
c. Controlling (pengalam sensori berkuasa, cemas berat)
Klien yang berhalusinasi menyerah untuk mencoba melawan pengalaman halusinasinya. Isi
halusinasi bisa menjadi menarik/ memikat.
Perilaku yang dapat diobservasi :
1) Arahan yang diberikan halusinasi tidak hanya dijadikan objek saja oleh klien tetapi
mungkin akan diikuti/dituruti
2) Klien mengalami kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Rentang perhatian hanya dalam beberapa detik atau menit
4) Tampak tanda kecemasan berat seperti berkeringan , tremor, tidak mampu mengikuti
peritah

d. Conquering ( melebur dalam pengaruh halusinasi, panic)


Pengalaman sensori bisa mengancam jika klien tidak mengikuti perintah dari halusinasi.
Halusinasi mungkin berakhir dalam waktu empat jam atau sehari bila tidak ada intervensi
terapeutik.
Perilaku yang dapat diobservasi :
1) Perilaku klien tampak seperti dihantui teror dan panic
2) Potensi kuat untuk bunuh diri dan membunuh orang lain
3) Aktifitas fisik yang digambarkan klien menunjukkan isi dari halusinasi misalnya klien
melakukan kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonia
4) Klien tidak dapat berespon pada arahan kompleks
5) Klien tidak dapat berespon pada lebih dari satu orang
4. Rentang respon neurobiologi

Rentang Respon Neurobiologis


Respon Adaptif R. Maladaptif

1. Kadang proses
1. Pikiran Logis 1. Gangguan
pikir terganggu
2. Persepsi Akurat proses pikir
2. Ilusi
3. Emosi (waham)
3. Emosi
konsisten 2. Halusinasi
4. Perilaku tidak
dengan 3. RPK
biasa
pengalaman 4. Perilaku tidak
5. Menarik diri
4. Perilaku sesuai terorganisir
5. Isolasi sosial

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Biologis
Menurut Videbeck (2018), faktor biologi yang dapat menyebabkan terjadinya skizofrenia
yaitu :
1) Genetik
Secara genetik ditemukan perubahan pada kromosom 5 dan 6 yang mempredisposisikan
individu mengalami skizofrenia (Copel, 2017). Sedangkan Buchanan dan Carpenter
(2014, dalam Stuart &Laraia, 2015; Stuart, 2019) menyebutkan bahwa kromosom yang
berperan dalam menurunkan skizofrenia adalah kromosom 6. Sedangkan kromosom lain
yang juga berpean adalah kromosom 4,8,15,dan 22, Craddock et al (2016 dalam Stuart,
2019). Penelitian juga menemukan gen GAD 1 yang bertanggungjawab memproduksi
GABA, dimana pada klien skizofrenia tidakdapat meningkat secara normal sesuai
perkembangan pada daerah frontal, dimana bagian ini berfungsi dalam proses berfikir
dan pengambilan keputusan Hung et al, (2017 dalam Stuart, 2019).
Penelitian yang paling penting memusatkan pada penelitian anak kembar yang
menunjukkan anak kembar identik berisiko mengalami skizofrenia sebesar 50%,
sedangkan pada kembar non identik/ fraternal berisiko 15% mengalami skizofrenia,
angka ini meningkat sampai 35% jika kedua orangtua biologis menderita skizofrenia
(Cancro & Lehman, 2014; Videbeck, 2018; Stuart,2019). Semua penelitian ini
menunjukkan bahwa faktor genetik hanya sebagian kecil penyebab terjadinya
skizofrenia dan ternyata masih ada faktor lain yang juga berperan sebagai faktor
penyebab terjadinya skizofrenia.
 Neuroanatomi
Penelitian menunjukkan kelainan anatomi, fungsional dan neurokimia di otak klien
skizofrenia hidup dan postmortem, penelitian menunjukkan bahwa kortek
prefrontal dan sistem limbik tidak sepenuhnya berkembang pada di otak klien
dengan skizofrenia. Penurunan volume otak mencerminkan penurunan baik materi
putih dan materi abu-abu pada neuron akson (Kuroki et al, 2016; Higgins, 2017
dalam Stuart, 2019). Hasil pemeriksaan Computed Tomography (CT) dan
Magnetic Resonance Imaging (MRI), memperliatkan penurunan volume otak pada
individu dengan skizofrenia, temuan ini memperlihatkan adanya keterlambatan
perkembangan jaringan otak dan atropi. Pemeriksaan Positron Emission
Tomography (PET)menunjukkan penurunan aliran darah ke otak pada lobus frontal
selama tugas perkembangan kognitif pada individu dengan skizofrenia. Penelitian
lain juga menunjukkan terjadinya penurunan volume otak dan fungsi otak yang
abnormal pada area temporalis dan frontal (Videbeck, 2018). Perubahan pada
kedua lobus tersebut belum diketahui secara pasti penyebabnya.
Keadaan patologis yang terjadi pada lobus temporalis dan frontalis berkolerasi
dengan terjadinya tanda-tanda positif dan negatif dari skizofrenia. Copel (2017)
menyebutkan bahwa tanda-tanda positif skizofrenia seperti psikosi disebabkan
karena fungsi otak yang abnormal pada lobus temporalis. Sedangkan tanda-anda
negatif seperti tidak memiliki kemauan untuk motivasi dan anhedonia disebabkan
oleh fungsi otak yang abnormal pada lobus frontalis.
Hal ini sesuai dengan Sadock dan Sadock (2017 dalam Towsend, 2019) yang
menyatakan bahwa fungsi utama lobus frontalis adalah aktivasi motorik,
intelektual, perencanaan konseptual, aspek kepribadian, aspek produksi bahasa.
Sehingga apabila terjadi gangguan pada lobus frontalis, maka akan terjadi
perubahan pada aktivitas motorik, gangguan intelektual, perubahan kepribadian
dan juga emosi yang tidak stabil. Sedangkan fungsiutam adari lobus temporalis
adalah pengaturan bahasa, ingatan dan juga emosi. Sehingga gangguan yang terjadi
pada korteks temporalis dan nukleus-nukleus limbik yang berhubungan pada lobus
temporalis akan menyebabkan timbulnya gejala halusinasi.

2) Neurokimia
Penelitian di bidang neurotransmisi telah memperjelas hipotetsi disregulasi pada
skizofrenia, gangguan terus menerus dalam satu atau lebih neurotransmiter atau
neuromodulator mekanisme pengaturan homeostatic menyebabkan neurotransmisi
tidak stabil atau tidak menentu. Teori ini menyatakan bahwa area mesolimbik
overaktif terhadap dopamine, sedangkan area prefrontal mengalami hipoaktif
sehingga terjadi ketidakseimbangan antara sistem neurotransmiter dopamine dan
serotonin serta yang lain (Stuart, 2019). Pernyataan ini memberi arti bahwa
neurotransmitter mempunyai peranan yang penting menyebabkan terjadinya
skizofrenia.
Beberapa referensi menunjukkan bahwa neurotransmiter yang bereperan
menyebabkan skizofrenia adalah dopamin dan serotonin. Satu teori yang terkenal
memperlihatkan dopamin sebagai faktor penyebab, ini dibuktikan dengan obat-
obatan yang menyekat reseptor dopamin pascasinaptik mengurangi gejala gejala
psikotik dan pada kenyataan nya semakin efektif obat tersebut dalam
mengurangigejala skizofrenia. Sedangkan serotonin berfungsi sebagai modulasi
dopamine, yang membantu mengontrol kelebihan dopamine, beberapa peneliti
yakin bahwa kelebihan serotonin itu sendiri bereperan dalam perkembangan
skizofrenia, ini dibuktikan dengan penggunaan obat antipsikotik atipikal seperti
klozapin (clorazil) yang merupakan antagonis dopamine dan serotonin. Penelitian
menunjukkan bahwa klozapin dapat menghasilkan penurunan gejala psikotik
secara dramatis dan mengurangi tanda-tanda negatif skizofrenia (O’Connor, 2018;
Marder, 2014 dalam Videbeck, 2018).
adanya overload reuptake neurotransmiter dopamin dan serotonin mengakibatkan
kerusakan komunikasi antar sel otak, sehingga jalur penerima dan pengiriman
informasi di otak terganggu. Keadaan inilah yang mengakibatkan informasi tidak
dapat diproses sehingga terjadi kerusakan dalam persepsi yang berkembang
menjadi halusinasi dan kesalahan dalam membuat kesimpulan yang berkembang
menjadi delusi.

3) Imunovirologi
Sebuah penelitian untuk menemukan “virus Skizofrenia” telah berlangsung (Torrey
et al, 2017; alman et al, 2018). Bukti campuran menunjukkan bahwa paparan
prenatal terhadap virus influenza, terutama selama trimester pertama, mungkin
menjadi salah satu faktor penyebab skizofrenia pada beberapa orang tetapi tidak
pada orang lain (Brown et al, 2014). Teori ini didukung oleh temuan riset yang
memperlihatkan lebih banyak orang dengan skiofrenia lahir di musim dingin atau
awal musim semi dan di daerah perkotaan (Van Os et al, 2014). Temuan ini
menunjukkan musim potensial dan tempat lahir dampak terhadap resiko untuk
skizofrenia. Infeksi virus lebih sering terjadi pada tempat-tempat keramaian dan
musim dingin dan awal musing semi dan dapat terjadi in utero atau pada anak usia
dini pada beberapa orang yang rentan (Gallagher et al, 2017; Velling et al, 2018
dalam Stuart, 2019)

b. Psikologis
Awal terjadinya skizofrenia difokuskan pada hubungan dalam keluarga yang mempengaruhi
perkembangan gangguan ini, teori awal menunjukkan kurangnya hubungan antara orangtua
dan anak, serta disfungsi sistem keluarga sebagai penyebab skizofrenia. Dalam penelitian
lain, beberapa anak dengan skizofrenia menunjukkan kelainan halus yang meliputi
perhatian, koordinasi, kemampuan sosaial, fungsi neuromotordan respon emosional jauh
sebelum mereka menunjukkan gejala yang jelas dari skizofrenia (Schiffman et al, 2014
dalam Stuart, 2019). Hal di atas dukung oleh Sinaga., (2017) yang menyebutkan bahwa
lingkungan emosional yang tidak stabil mempunyai resiko yang besar terhadap
perkembangan skizofrenia, pada masa kanak disfungsi situasi sosial seperti trauma masa
kecil, kekerasan, hostilitas dan huungan interpersonal yang kurang hangat diterima oleh
anak sangat mempengaruhi perkembangan neurologikal anak sehingga lebih rentan
mengalami skizofrenia dikemudian hari.
Berdasarkan Stuart dan Laraia (2015) faktor psikologis yang dapat mempengaruhi adalah
tingkat intelegensi, kemampuan verbal, moral, kepribadian, pengalaman masa lalu, konsep
diri dan motivasi. Selain itu faktor penyebab terjadinya skizofrenia berdasarkan teori
interpersonal berpendapat bahwa s skizofrenia muncul akibat hubungan disfungsional pada
masa kehidupan awal dan masa remaja, skizofrenia terjadi akibat ibu yang cemas atau ayah
yang jauh dan suka mengonbtrol (Torrey, 2015 dalam Videbeck, 2018). Halini memberiarti
bahwa anak akan belajar pada orangtua nya yang mengalami skizofrenia dan akan
mempraktekkan apa yang dilihatnya setelah ia besar dalam setiap ia mengalami masalah.

c. Sosial Budaya
sosial budaya yang dapat menyebabkan terjadinya skizofrenia adalah adanya double bind
didalam keluarga dan konflik dalam keluarga. Torrey (2015 dalam Videbeck , 2018)
menyebutkan bahwa salah satu faktor sosial yang dapat menyebabkan terjadinya skizofrenia
adalah asnya disfungsi dalam pengasuhan anak maupun dinamika keluarga.
Seaward (2017, dalam Videbeck 2018) menyebutkan bahwa fakor budaya dan sosial dapat
menyebabkan terjadinya skizofrenia adalah karena tidak adanya penghasilan, adanya
kekerasan , tidak memiliki tempat tinggal, kemiskinan dan diskriminasi ras, golongan , usia
maupun jenis kelamin.
2. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus halusinasi diakibatkan gangguan umpan balik di otak yang mengatur jumlah
dan waktu dalam proses informasi. Stimulasi pemglihatan dan pendengaran pada awalnya di
saring oleh hipotalamus dan dikirim untuk diproses oleh lobus frontal dan bila informasi yang
disampaikan terlalu banyak pada suatu waktu atau jika informasi tersebut salah, lobus frontal
mengirimkan pesan overload ke ganglia basal dan di ingatkan lagi hipotalamus untuk
mmeperlambat transmisi ke lobus frontal. Penurunan fungsi dari lobus frontal menyebabkan
gangguan pada proses umpan balik dalam penyampaian informasi yang menghasilkan proses
informasi overload ( Stuart & Laraia 2015 ; Stuart 2019). Selain itu , penurunan pintu
mekanisme / gatting proses ini ditunjukkan dengan ketidakmampuan individu dalam memilih
stimuli secara selektif ( Hong et al, 20127 dalam Stuart 2019).

3. Penilaian Terhadap Stressor


Penilaian terhadap stressor merupakan penilaian individeu ketika mengalami stressor yang
datang. Menurut Sinaga (2017), faktor biologis, psikososial dan lingkungan saling berintegrasi
datu sama lain pada saat individu mengalami stress sedangkan individu sendiri memilki
kerentanan (diatesis), yang jika diaktifkan oleh pengaruh stress maka akan menimbulkan gejala
skizofrenia. Berdasarkan Stuart dan Laraia (2015), penilaian terhadap stressor terdiri dari respon
kognitif, afektif, fisiologis, perilaku dan sosial. Hal ini memberikan arti bahwa apabila individu
mengalami suatu stressor maka ia akan merespon stressor maka ia akan merespon stressor
tersebut dan akan tampak melalui tanda dan gejala yang muncul.

4. Sumber Koping
Berdasarkan Stuart dan Laraia (2015), sumber koping merupakan hal yang penting dalam
membantu klien dalam mengatasi stressor yang dihadapinya. Sumber koping tersebut meliputi
aset ekonomi, sosial support, nilai dan kemampuan individu mengatasi masalah. Apabila
individu mempunyai sumber koping yang adekuat maka ia akan mampu beradaptasi dan
mengatasi stressor yang ada.
Keluarga merupakan salah satu sumber koping yang dibutuhkan individu ketika mengalami
stress. Hal terseut sesuai dengan Videbeck (2018) yang menyatakan bahwa keluarga memang
merupakan salah satu sumber pendukung yang utama dalam penyembuhan klien skizofrenia.
Psikosis atau skizofrenia adalah penyakit menakutkan dan sangat menjengkelkan yang
memerlukan penyesuaian baik bagi klien dan keluarga. Proses penyesuaian psikotik terdiri dari
empat fase : (1) disonansi kognitif (psikosis aktif), (2) pencapaian wawasan, (3) stabilitas dalam
semua aspek kehidupan (ketetapan kognitif), dan (4) bergerak terhadap prestasi kerja atau
tujuan pendidikan. Proses multifase penyesuaian dapat berlangsung 3 sampai 6 tahun (Moller,
2016 dalam Stuart,2019) :
a) Efikasi/ Kemanjuran pengobatan untuk secara konsisten mengurangi gejala dan
menstabilkan disonansi kognitif setelah episode pertama memakan waktu 6 sampai 12
bulan.
b) Awal penegenalan diri/ insight sebagai proses mandiri melakukan pemeriksaan realitas
yang dapat diandalkan. Pencapaian keterampilan ini memakan waktu 6 sampai 18 bulan
dan tergantung pada keberhasilan pengobatan dan dukungan yang berkelanjutan.
c) Setelah mencapai pengenalan diri/ insight, proses pencapaian kognitif meliputi keteguhan
melanjutkan hubungan interpersoanl normal dan reengaging dalam kegiatan yang sesuai
dengan usia yang berkaitan dengansekolah dan bekerja. Fase ini berlangsung 1 sampai 3
tahun.
d) Ordinariness/ kesiapan kembali seperti sebelum sakit ditandai dengan kemampuan untuk
secara konsisten dan dapat diandalkan dan terlibat dalam kegiatan yang sesuai dengan usia
lengkap dari kehidupan sehari-hari mencerminkan tujuan prepsychosis. Fase ini
berlangsung minimal 2 tahun. Sumber daya keluarga, seperti pemahaman orang tua
terhadap penyakit, keuangan, ketersediaan waktu dan energi, dan kemampuan untuk
menyediakan dukungan yang berkelanjutan, mempengaruhi jalannya penyesuaian
pospsychotic.

5. Mekanisme Koping
Menurut Stuart & Laraia, 2015 ; Stuart, 2019), pada klien skizofrenia, klien berusaha untuk
melindungi dirinya dan pengalaman yang disebabkan oleh penyakitnya. Klien akan melakukan
regresi untuk mengatasi kecemasan yang dialaminya, melakukan proyeksi sebagai usaha untuk
menjelaskan persepsinya dan menarik diri yang berhubungan dengan masalah membangun
kepercayaan dan keasyikan terhadap pengalaman internal.
C. POHON MASALAH
1. Pohon Masalah

Resiko perilaku Kekerasan

Gangguan Sensori Persepsi:


Halusinasi

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah

2. Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji

NO DATA YANG PERLU DIKAJI MASALAH


1  Data subjektif : Halusinasi
Pasien mengatakan :
1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan
2) Mendengar suara yang mengajak
bercakap-cakap
3) Mendengar suara menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya
4) Melihat bayangan, sinar, bentuk
geometris, bentuk kartun, melihat hantu
atau monster
5) Mencium bau-bauan seperti bau darah,
urin, feses, kadang-kadang bau itu
menyenangkan
6) Merasakan rasa seperti darah, urin atau
feses
7) Merasa takut atau senang dengan
halusinasinya
 Data objektif :
1) Bicara atau tertawa sendiri
2) Marah-marah tanpa sebab
3) Mengarahkan telinga ke arah tertentu
4) Menutup telinga
5) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
6) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
7) Mencium sesuatu seperti membaui bau-
bauan tertentu
8) Menutup hidung
9) Sering meludah
10) Muntah
11) Mengaruk-garuk permukaan kulit

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko perilaku kekerasan
2. Gangguan sensori persepsi : Halusinasi
3. Isolasi sosial
4. Harga diri rendah
E. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN (TULIS SESUAI DENGAN MASALAH UTAMA)
Dengan Diagnosa Keperawatan : Gangguan sensori persepsi : Halusinasi

Perencanaan
No Rasional
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
1 Pasien Mampu : Setelah 4x pertemuan, SP 1
1) Mengontrol pasien dapat menjelaskan 1) Membantu pasien mengenal 1) Mencari tahu apa yan g terjadi ketika pasien
halusinasi dengan tentang: halusinasi ( isi, frekuensi, waktu halusinasi.
cara menghardik. 1) Cara Menghardik terjadinya, situasi pencetus, perasaan
2) Mengontrol 2) Cara minum obat (6 saat terjadi halusinasi)
halusinasi dengan Benar) 2) Menjelaskan cara mengontrol 2) Memberi pengetahuan
cara minum obat 3) Bercakap-cakap halusinasi : hardik, obat, bercakap-
(6 Benar) dengan orang lain. cakap, melakukan kegiatan harian
3) Mengontrol 4) Melakukan Kegiatan 3) Mengajarkan pasien mengontrol 3) Memberikan latihan praktik langsung untuk
halusinasi dengan Harian. halusinasi dengan cara menghardik mencegah datangnya halusinasi
cara bercakap- halusinasi
cakap dengan 4) Masukan oada jadwal kegiatan untuk 4) Mengontrol/evaluasi apa saja yang sudah
orang lain. latihan menghardik pasien lakukan.
SP 2
4) Mengontrol
1) Evaluasi kegiatan menghardik, beri 1) Membandingkan hasil dan harapan.
halusinasi dengan
pujian
cara melakukan
2) Latih cara mengontrol halusinasi' 2) Memberikan latihan praktik langsung untuk
kegiatan harian.
mencegah datangnya halusinasi.
3) Latih cara mengontrol halusinasi 3) Memberikan latihan praktik langsung untuk
dengan obat ( jelaskan 5 benar : jenis, mencegah datangnya halusinasi.
guna, dosis, frekuensi,
cara,kontinuitas minum obat)
4) Masukan pada jadwal kegiatan untuk 4) Mengontrol/evaluasi apa saja yang sudah
latihan menghardik dan minum obat pasien lakukan.
SP 3
1) Evaluasi kegiatan harian menghardik 1) Membandingkan hasil dan harapan.
dan obat, beri pujian
2) Latih cara mengontrol halusinasi 2) Memberikan latihan praktik langsung
bercakap-cakap saat terjadi halusinasi untukmencegah datangnya halusinasi.
3) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk 3) Mengontrol/evaluasi apa saja yang sudah
latihan menghardik, minum obat dan pasien lakukan.
bercakap-cakap.
SP 4
1) Evaluasi kegiatan harian menghardik, 1) Membandingkan hasil dan harapan.
minum obat dan bercakap-cakap, beri
pujian
2) Latih cara mengontrol halusinasi 2) Memberikan latihan praktik langsung
dengan melakukan kegiatan harian untukmencegah datangnya halusinasi.
(mulai 2 kegiatan)
3) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk 3) Mengontrol/evaluasi apa saja yang sudah
latihan menghardik, minum obat, pasien lakukan.
bercakap-cakap dan kegiatan harian.
2 Keluarga mampu Setelah 4x pertemuan SP 1
merawat anggota keluarga mampu 1) Diskusikan masalah yang dirasakan 1) Mengetahui masalah yang dirasakan dalam
keluarga yang meneruskan melatih dalam merawat klien merawat klien.
mengalami pasien dan mendukung 2) Jelaskan pengertian, tanda dan gejala 2) Memberi pengetahuan.
masalah gangguan agar kemampuan dan proses terjadinya halusinasi
persepsi sensori : mengontrol halusinasinya 3) Jelaskan cara merawat halusinasi 3) Memberi pengetahuan.
halusinasi meningkat. 4) Latih cara merawat halusinasi : hardik 4) Memberi latihan praktik langusng dalam
mengontrol halusinasi.
5) Anjurkan membantu klien sesuai 5) Mengontrol apa-apa saja yang pasien
jadwal dan memberi pujian lakukan untuk latihannya
SP 2
1) Evaluasi kegiatan keluarga dalam 1) Membandingkan hasil dan harapan.
merawat/melatih klien menghardik,
beri pujian
2) Jelaskan 6 benar cara memberikan 2) Memberi pengetahuan.
obat
3) Latih cara memberikan/ membimbing 3) Memberi latihan praktik langusng dalam
minum obat. mengontrol halusinasi.
4) Anjurkan membantu klien sesuai 4) Mengontrol apa-apa saja yang pasien
jadwal dan memberi pujian lakukan untuk latihannya
SP 3
1) Evaluasi kegiatan keluarga dalam 1) Membandingkan hasil dan harapan.
merawat/melatih klien menghardik
dan memberikan obat, beri pujian
2) Jelaskan cara bercakap-cakap dan 2) Memberi pengetahuan.
melakukan kegiatan untuk mengontrol
halusinasi
3) Latih dan sediakan waktu bercakap- 3) Memberi latihan praktik langusng dalam
cakap dengan klien terutama pada saat mengontrol halusinasi.
halusinasi
4) Anjurkan membantu klien sesuai 4) Mengontrol apa-apa saja yang pasien
jadwal dan memberikan pujian lakukan untuk latihannya
SP 4
1) Evaluasi kegiatan keluarga dalam 1) Membandingkan hasil dan harapan.
merawat/ melatih klien menghardik,
memberikan obat, dan bercakap-
cakap, beri pujian
2) Jelaskan follow up ke RSJ/PKM, 2) Memberi pengetahuan.
tanda kambuh, rujukan
3) Anjurkan membantu klien sesuai 3) Mengontrol apa-apa saja yang pasien
jadwal dan memberikan pujian lakukan untuk latihannya

Terapi Tindakan Keperawatan Spesialis


1. Terapi infivisu : Terapi perilaku
2. Terapi kelompok :Psikoedukasi kelompok
3. Terapi keluarga : Terapi Triangel.
4. Terapi komunitas : Assertive community therapy (ACT)
Rencana Tindakan Medis/ psikofarmadinamika :
a. Anti Psikotik :
1. Chlorpromazine ( Promactile, Largactile)
2. Haloperidol ( Haldol, srenace, Lodomer)
3. Stelazine
4. Clozapine (Clozaril)
5. Risperidone ( Risperidal)
b. Anti parkinson :
1. Trihexyphenidile
2. Arthan
DAFTAR PUSTAKA

Depkes. (2014). Standar Pedoman Jiwa


Nurjanah, Intisari. 2011. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta : Momedia
Fik-Ui (2014). Standar Asuhan Keperawatan: Spesialis Keperawatan Jiwa. Workshops Ke- 7,
Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Jakarta.
Perry, Potter. 2015. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta. EGC
Stuart, G.W., And Laraia (2015), Principles And Practice Of Psychiaatric Nursing, (7th Ed.) St.
Louis : Mosby Year Book.
Stuart, G.W. (2019). Principles And Pratice Of Psichiatric Nursing. ( 9th Ed.) St. Louis : Mosby
Suliswati, Dkk (2015). Konsep Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai