Anda di halaman 1dari 72

KONSEP BATU GINJAL

FORMAT PENGKAJIAN DEVISI DOENGUS

KELOMPOK / KELAS : 14 / 4D

ANGGOTA :

1. REZKY RANTIKA (1911020209)


2. AGI FEBRI RACHWANSYA (1911020211)
3. DWI WEBRIANTI (1911020216)
4. ISTIANAH (1911020241)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN S1

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Karena atas berkat
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah Asuhan Keperawatan pada Kasus
Batu Ginjal dengan format pengkajian Doengus tepat pada waktunya.

Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen Mata Kuliah Keperawatan


Medikal Bedah II yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Keberhasilan
kami dalam menyelesaikan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak. Untuk itu, kami menyampaikan terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, untuk itu,
kami mengharapkan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini,
sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Purwokerto, 26 April 2021

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................1
1.1. Latar Belakang...................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.............................................................................................2
1.3. Tujuan................................................................................................................3
1.4. Manfaat.............................................................................................................3
BAB II LAPORAN PENDAHULUAN...................................................................................4
2.1. Definisi....................................................................................................................4
2.2. Anatomi Fisiologi....................................................................................................6
2.3. Etiologi....................................................................................................................8
2.4. Manifestasi Klinis Secara Umum............................................................................9
2.5. Patofisiologis........................................................................................................10
2.6. Pathway Batu Ginjal.............................................................................................12
2.7. Pemeriksaan Penunjang.......................................................................................13
2.8.Penatalaksanaan...................................................................................................15
2.9.Asuhan Keperawatan pada Penderita Batu Ginjal...............................................17
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN..................................................................................30
3.1. Tinjauan Kasus......................................................................................................30
3.2. Asuhan Keperawatan...........................................................................................32
3.3.Prognosis...............................................................................................................64
3.4.Komplikasi.............................................................................................................64
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................66
LAMPIRAN...................................................................................................................68
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit batu ginjal merupakan penyakit yang terbentuk karena


terjadinya pengkristalan kalsium dan atau asam urat dalam tubuh (ginjal),
cairan mineral ini memompa dan membentuk kristal yang mengakibatkan
terjadinya batu ginjal. Penyakit batu ginjal biasanya terdapat di dalam
ginjal tubuh seseorang, dimana tempat bernaungnya urin sebelum
dialirkan melalui ureter menuju kandung kemih (Nurqoriah dkk, 2012
dikutip oleh Lemone 2016). Batu ginjal yang paling umum adalah batu
yang mengandung kalsium (75-90%), diikuti oleh magnesium amonium
fosfat (10-15%), asam urat (3-10%), dan sitisin (0,5-1%) (Nirumand et al.,
2018). Secara garis besar pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh faktor
intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik yaitu umur, jenis kelamin, dan
keturunan, sedangkan faktor ekstrinsik yaitu kondisi geografis, iklim,
kebiasaan makan, zat yang terkandung dalam urin, pekerjaan, dan
sebagainya (Risna, 2011).
Batu ginjal di saluran kemih (Kalkulus uriner)adalah masa keras
seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa
menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan infeksi.
Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam
kandung kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu disebut
dengan urolitiasis(litiasis renalis, nefrolitiasis).Batu ginjal terbentuk bila
konsentrasi garam atau mineral dalam urin mencapai nilai yang
memungkinkan terbentuknya kristal yang akan mengendap pada tubulus
ginjal atau ureter. Meningkatnya konsentrasi garam-garam ini disebabkan
adanya kelainan metabolisme atau pengaruh lingkungan. Sebagian besar
batu ginjal merupakan garam kalsium, fosfat, oksolat serta asam urat. Batu
ginjal lainnya adalah batu sistim tetapi jarang terjadi (Nurqoriah, 2012
dikutip oleh Lemone,2016).
Berdasarkan tinjauan dari data epidemiologi internasional, di tujuh
negara menunjukkan tingkat kejadian penyakit batu ginjal sebanyak 114
hingga 720 per 100.000 individu dengan tingkat prevalensi 1,7-14,8 %
yang meningkat secara terus menerus. Menurut data National health and
Nutrition Examination Survey (NHANES) prevalensi batu ginjal yang
dilaporkan di Amerika Serikat menunjukkan peningkatan hampir tiga kali
lipat dari 3,2% pada periode 1976-1980 menjadi 8,8% pada periode 2007-
2010. Sedangkan di Inggris meningkat sebesar 63% (7,14-11,62%) pada
periode 2000-2010 (Khan et al., 2016).
Di Indonesia, penderita penyakit batu ginjal relatif tinggi. Menurut
Depkes RI (2005), data yang telah dikumpulkan pada tahun 2002 dari
seluruh rumah sakit di Indonesia yang dilakukan oleh RS Cipto
Mangunkusumo yaitu sebesar 37.636 kasus baru, dengan jumlah
kunjungan sebesar 58.959 orang. Jumlah pasien yang dirawat sebanyak
19.018 orang, dengan angka kematian setiap kasusnya sebesar 378 orang
(Ridwan dkk., 2014). Prevalensi penyakit nefrolitiasis diperkirakan terjadi
pada perempuan dewasa sebanyak 7% dan 13% pada laki-laki dewasa.
Prevalensi penyakit batu ginjal tertinggi berada pada Daerah Isimewa
Yogyakarta yaitu sebesar 1,2%, Aceh sebesar 0,9%, Jawa Barat, Jawa
Tengah, dan Sulawesi Tengah masing-masing sebesar 0,8% (Fauzi dan
Putra, 2016). Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, prevelensi batu ginjal di
Indonesia adalah 0,6 %. Prevelensi tertinggi penyakit batu ginjal yaitu di
daerah Yogyakarta (1,2%), diikuti Aceh (0,9%), Jawa Barat, Jawa Tengah,
dan Sulawesi Tengah masing-masing (0,8%). (Depkes, 2013).

1.2. Rumusan Masalah

1.1.1. Apa definisi dari penyakit Batu Ginjal ?


1.1.2. Bagaimana Anatomi dan Fisiologi organ yang berkaitan dengan
kasus penyakit Batu Ginjal ?
1.1.3. Bagaimana Patofisiologi dari Penyakit Batu Ginjal ?
1.1.4. Apa saja manifestasi klinis terhadap kasus penyakit Batu Ginjal ?
1.1.5. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dilakukan terhadap kasus
penyakit Batu Ginjal ?
1.1.6. Apa saja diagnose yang kemungkinan muncul dari intervensi yang
harus dilakukan pada kasus Penyakit Batu Ginjal ?

1.3. Tujuan

1.3.1. Mengetahui definisi dari penyakit batu ginjal.


1.3.2. Mengetahui anatomi dan fisiologi organ yang berkaitan dengan
kasus batu ginjal.
1.3.3. Mengetahui patofisiologi dari penyakit batu ginjal
1.3.4. Mengetahui dan mengerti manifestasi klinis terhadap kasus
penyakit batu ginjal.
1.3.5. Mengetahui beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan
terhadap kasus penyakit batu ginjal.
1.3.6. Mengetahui diagnosa keperawatan yang mungkinvmuncul dan
interventasi yang harus di lakukan pada kasus penyakit batu ginjal.

1.4. Manfaat

1.4.1. Mahasiswa dapat mengetahui definisi dari penyakit batu


ginjal.
1.4.2. Mahasiswa dapat mengetahui anatomi dan fisiologi organ
yang berkaitan dengan kasus batu ginjal.
1.4.3. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi dari penyakit
batu ginjal
1.4.4. Mahasiswa dapat mengetahui dan mengerti manifestasi
klinis terhadap kasus penyakit batu ginjal.
1.4.5. Mahasiswa dapat mengetahui beberapa pemeriksaan
penunjang yang dilakukan terhadap kasus penyakit batu ginjal.
1.4.6. Mahasiswa dapat mengetahui diagnosa keperawatan yang
mungkinvmuncul dan interventasi yang harus di lakukan pada
kasus penyakit batu ginjal.

BAB II

LAPORAN PENDAHULUAN

2.1. Definisi

Batu ginjal (Nefrolitiasis) merupakan suatu keadaan dimana


terdapat satu atau lebih batu di dalam pelvis atau kaliks dari ginjal.Secara
garis besar pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan
ekstrinsik. Faktor intrinsik yaitu umur, jenis kelamin, dan keturunan,
sedangkan faktor ekstrinsik yaitu kondisi geografis, iklim, kebiasaan
makan, zat yang terkandung dalam urin, pekerjaan, dan sebagainya (Risna,
2011). Batu ginjal adalah adanya batu di ginjal akibat dari gangguan
keseimbangan antara kelarutan dan pengendapan garam di saluran kemih
dan atau di ginjal (Han H et al., 2015). Batu ginjal yang paling umum
adalah batu yang mengandung kalsium (75-90%), diikuti oleh magnesium
amonium fosfat (10-15%), asam urat (3-10%), dan sitisin (0,5-1%)
(Nirumand et al., 2018).
Batu ginjal (Nefrolithiasis) adalah gangguan pada kaliks atau
pelvis ginjal yang dapat menyebabkan kerusakan fungsi ginjal akibat
penyumbatan pada saluran urin. Apabila penyumbatan berlangsung terus
menerus, maka dapat mengakibatkan kerusakan ginjal yang berujung pada
gagal ginjal bahkan kematian (Purnomo, 2011). Batu ginjal di saluran
kemih (Kalkulus uriner)adalah masa keras seperti batu yang terbentuk di
sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan,
penyumbatan aliran kemih dan infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam
ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung
kemih). Proses pembentukan batu disebut dengan urolitiasis(litiasis
renalis, nefrolitiasis).Batu ginjal terbentuk bila konsentrasi garam atau
mineral dalam urin mencapai nilai yang memungkinkan terbentuknya
kristal yang akan mengendap pada tubulus ginjal atau ureter.
Meningkatnya konsentrasi garam-garam ini disebabkan adanya kelainan
metabolisme atau pengaruh lingkungan. Sebagian besar batu ginjal
merupakan garam kalsium, fosfat, oksolat serta asam urat. Batu ginjal
lainnya adalah batu sistim tetapi jarang terjadi (Nurqoriah, 2012 dikutip
oleh Lemone,2016).
Batu ginjal (Nefrolitiasis) merupakan gangguan klinis akibat
adanya komponen batu kristal yang menyumbat dan menghambat kerja
ginjal pada kaliks atau pelvis ginjal yang disebabkan oleh gangguan
keseimbangan pada kelarutan dan pengendapan garam di saluran urin dan
ginjal (Han Haewook, 2015) .Batu Ginjal merupakan keadaan tidak
normal dalam ginjal, yang mengandung komponen kristal dan matriks
organic (Marry, 2014). Penyakit batu ginjal merupakan penyakit yang
terbentuk karena terjadinya pengkristalan kalsium dan atau asam urat
dalam tubuh (ginjal), cairan mineral ini memompa dan membentuk kristal
yang mengakibatkan terjadinya batu ginjal. Penyakit batu ginjal biasanya
terdapat di dalam ginjal tubuh seseorang, dimana tempat bernaungnya urin
sebelum dialirkan melalui ureter menuju kandung kemih (Nurqoriah dkk,
2012 dikutip oleh Lemone 2016).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa penyakit batu ginjal atau
nefrolitiasis adalah pembentukan materi keras menyerupai batu yang
berasal dari mineral dan garam di dalam ginjal. Batu ginjal dapat terjadi di
sepanjang saluran urine, dari ginjal, ureter (saluran kemih membawa urine
dari ginjal menuju kandung kemih), kandung kemih, serta uretra (saluran
kemih yang membawa urine ke luar tubuh).Batu ginjal terbentuk dari
limbah dalam darah yang membentuk kristal dan menumpuk di ginjal.
Contoh zat kimia yang dapat membentuk batu ginjal adalah kalsium dan
asam oksalat. Seiring waktu, materi tersebut semakin keras dan
menyerupai bentuk batu.
2.2. Anatomi Fisiologi

Ginjal merupakan salah satu organ penting yang terletak pada


retroperitoneal dinding abdomen kanan dan kiri columna vertebralis
setinggi vertebra T12 hingga L3. Ginjal kanan terletak lebih rendah dari
ginjal kiri karena disebabkan besarnya lobus pada hepar. Ginjal terdiri dari
tiga lapis jaringan. Jaringan yang terluar adalah fascia renal, jaringan pada
lapisan kedua adalah adiposa dan jaringan terdalam adalah kapsula renalis
dimana ketiga lapisan jaringan tersebut berfungsi sebagai pelindung dari
trauma dan memfiksasi ginjal (Tortora, 2011).
Korteks ginjal terletak pada bagian luar, berwarna coklat terang
dimana pada korteks tersebut terdiri dari berjuta-juta nefron yang
berfungsi sebagai alat penyaring dan pada masing-masing nefron terdiri
dari glomerulus dan tubulus. Ginjal juga memiliki medula ginjal pada
bagian dalam yang berwarna coklat gelap. Medula ginjal terdiri dari
massa-massa triangular yang disebut piramida ginjal dengan basis
menghadap korteks dan apeks yang menonjol ke medial. Piramida ginjal
berfungsi untuk menampung hasil ekskresi yang kemudian disalurkan ke
dalam tubulus kolektivus menuju pelvis ginjal (Tortora, 2011).
Ginjal memiliki fungsi yang cukup vital yaitu sebagai pengatur
volume dan komposisi kimia dari darah dan lingkungan dalam tubuh
dengan cara mengekresikan zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital
tersebut dapat tercapai melalui filtrasi plasma darah dari glomerulus
dengan adanya reabsorpsi dari sejumlah zat terlarut dan air dalam jumlah
yang sesuai sepanjang tubulus ginjal. Apabila terjadi kelebihan zat terlarut
dan air maka akan dieksresikan melewati urin melalui sistem
pengumpulan urin (Price and Wilson, 2012). Menurut Sherwood (2011),
ginjal memiliki beberapa fungsi diantaranya yaitu:
a. Mempertahankan keseimbangan air dalam tubuh
b. Memelihara volume plasma yang sesuai dimana volume plasma
berperan dalam pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri
c. Memelihara keseimbangan asam basa dalam tubuh
d. Mengekskresikan produk-produk hasil sisa metabolisme dalam
tubuh
e. Mengekskresikan senyawa asing seperti obat-obatan

Darah dari arteri akan masuk dan disaring dalam ginjal. Kemudian
ginjal akan memisahkan zat-zat berbahaya yang terkandung dalam darah.
Zat-zat yang telah dipisahkan dari darah tersebut diubah menjadi urin.
Lalu urin akan dikumpulkan dan dialirkan menuju ureter. Setelah sampai
pada ureter, urin akan ditampung terlebih dahulu dalam kandung kemih.
Apabila seseorang merasakan keinginan untuk berkemih dan dalam
keadaan yang memungkinkan, maka urin yang sebelumnya telah
tertampung dalam kandung kemih akan di keluarkan lewat uretra
(Sherwood, 2011).

Pada nefron ginjal, terjadi tiga proses utama pembentukan urin


yaitu filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi. Pembentukan urin diawali dengan
filtrasi sebagian besar cairan yang hampir bebas protein dari kapiler
glomerulus menuju ke kapsula bowman. Kebanyakan zat yang terdapat
dalam plasma kecuali protein, dapat difiltrasi secara bebas sehingga
konsentrasi pada filtrat glomerulus dalam kapsula bowman hampir sama
dengan konsentrasinya dalam plasma. Awalnya zat akan difiltrasi secara
bebas oleh kapiler glomerulus, kemudian di reabsorpsi parsial, reabsorpsi
lengkap dan kemudian akan dieksresikan keluar (Sherwood, 2011).
2.3. Etiologi

Dalam banyak hal penyebab terjadinya batu ginjal secara pasti


belum dapat diketahui. Pada banyak kasus ditemukan kemungkinan karena
adanya hiperparatirodisme yang dapat meyebabkan terjadinya
hiperkalsiuria. Kadang-kadang dapat pula disebabkan oleh infeksi bakteri
yang menguraikan ureum (seperti proteus, beberapa pseudoenonas,
staphylococcosa albus dan beberapa  jenis coli) yang mengakibatkan
pembentukan batu.
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan
dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih,
dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap
(idiopatik) secara pasti. Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor
yang mempermudah terjadinya  batu saluran kemih yang dibedakan
sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik, meliputi:
a. Herediter ; diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi .
b. Umur; paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
c. Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien
wanita.
Faktor ekstrinsik, meliputi:

a. Geografi; pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang


lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone
belt (sabuk batu)
b. Iklim dan temperatur.
c. Asupan air; kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium
dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
d. Diet; diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya
batu saluran kemih.
e. Pekerjaan; penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya
banyak duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life).

2.4. Manifestasi Klinis Secara Umum

Manifestasi klinis dari penyakit batu ginjal yang timbul


berhubungan dengan ukuran batu, lokasi batu, obstruksi aliran urin,
pergerakan batu, dan infeksi (O'Callaghan, 2009 ). Tanda dan gejalanya
seperti :
a. Gejala gastrointestinal : mual, muntah, diare dan nyeri hebat
b. Gejala iritasi : dysuria, urgensi, dan frekuensi
c. Hematuria
d. Rasa panas dan terbakar di pinggang
e. Distensi pelvis ginjal
f. Peningkatan suhu (demam)

Penyakit batu ginjal bisa dibedakan dalam lokasi, yaitu :

2.4.1 Batu pada pelvis renalis


d. Nyeri yang dalam, terus menerus pada area CVA
e. Pada wanita ke arah kandung kemih, pada laki-laki kearah testis
f. Hematuria, pluria
g. Kolik renal : nyeri tekan seluruh CVA, mual dan muntah
2.4.2 Batu yang terjebak pada ureter
a. Gelombang nyeri luar biasa, akut dan kolik menyebar ke paha
dan genetalia kolik ureteral
b. Merasa ingin berkemih keluar sedikit dan darah
2.4.3 Batu yang terjebak pada kandung kemih
a. Gejala iritasi
b. Infeksi traktus urinarius
c. Hematuria
d. Retensi urined
e. Obstruksi

2.5. Patofisiologis

Substansi kristal yang normalnya larut dan di ekskresikan ke dalam


urine membentuk endapan. Batu renal tersusun dari kalsium fosfat, oksalat
atau asam urat. Komponen yang lebih jarang membentuk batu adalah
struvit atau magnesium, amonium, asam urat, atau kombinasi bahan-bahan
ini. Batu ginjal dapat disebabkan oleh peningkatan pH urine (misalnya
batu kalsium bikarbonat) atau penurunan pH urine (mis., batu asam urat).
Konsentrasi bahan-bahan pembentuk batu yang tinggi di dalam darah dan
urine serta kebiasaan makan atau obat tertentu, juga dapat merangsang
pembentukan batu. Segala sesuatu yang menghambat aliran urine dan
menyebabkan stasis (tidak ada pergerakan) urine di bagian mana saja di
saluran kemih, meningkatkan kemungkinan pembentukan batu. Batu
kalsium, yang biasanya terbentuk bersama oksalat atau fosfat, sering
menyertai keadaan-keadaan yang menyebabkan resorpsi tulang, termasuk
imobilisasi dan penyakit ginjal. Batu asam urat sering menyertai gout,
suatu penyakit peningkatan pembentukan atau penurunan ekskresi asam
urat.
Asuhan Keperawatan Kegemukan dan kenaikan berat badan
meningkatkan risiko batu ginjal akibat peningkatan ekskresi kalsium,
oksalat, dan asam urat yang berlebihan. Pengenceran urine apabila terjadi
obstruksi aliran, karena kemampuan ginjal memekatkan urine terganggu
oleh pembengkakan yang terjadi di sekitar kapiler peritubulus.
Komplikasinya Obstruksi urine dapat terjadi di sebelah hulu dari batu di
bagian mana saja di saluran kemih. Obstruksi di atas kandung kemih dapat
menyebabkan hidroureter, yaitu ureter membengkak oleh urine.
Hidroureter yang tidak diatasi, atau obstruksi pada atau di atas tempat
ureter keluar dari ginjal dapat menyebabkan hidronefrosis yaitu
pembengkakan pelvis ginjal dan sistem duktus pengumpul. Hidronefrosis
dapat menyebabkan ginjal tidak dapat memekatkan urine sehingga terjadi
ketidakseimbangan elektrolit dan cairan. Obstruksi yang tidak diatasi
dapat menyebabkan kolapsnya nefron dan kapiler sehingga terjadi iskemia
nefron karena suplai darah terganggu. Akhirnya dapat terjadi gagal ginjal
jika kedua ginjal terserang. - Setiap kali terjadi obstruksi aliran urine
(stasis), kemungkinan infeksi bakteri meningkat sehingga dapat terbentuk
kanker ginjal akibat peradangan dan cedera berulang.
Batu ginjal mungkin menyebabkan :
- Nyeri dengan adanya inflamasi, obstruksi dan abrasi traktus urinarius.
- Adanya terjadi kekambuhan pada batu renal.
2.6. Pathway Batu Ginjal

Faktor Intrinsik : Faktor Ektrinsik :


-Herediter -Geografi
-Umur -Iklim dan Temperatur
-Jenis Kelamin - Asupan Air
- Diet
- Pekerjaan
- Kebiasan Menahan BAK

Defisiensi Kadar Magnesiaum (Mg), sifat prifodfor, Mukoprotein dan peptide

Resiko Kristalisasi Mineral

Peningkatan Konsentrasi Urine

Penumpukan Kristal

Pengendapan garam mineral, pH urin berubah dari asam manjadi alkalis

Pembentukan batu ginjal (nefrolitiasis)

Batu menyumbat di ginjal, ureter, vessicae urinaria, dan uretra

Penurunan reabsorbsi
Terjadi Obstruksi dan sekresi turbulen

Infeksi Aliran urin keuretra menurun

Ransangan terhadap Suhu Tubuh


Inflansi/peradangan
mediator reseptor nyeri Meningkat (Demam)

Nyeri Akut Defisit Nutrisi Hipovolemia Hipertermia

Nyeri Akut disertai nyeri tekan di Volume urin divesika urinaria


seluruh area konstovertebral Mual muntah menurun

Peningkatan distensi abdomen Anoreksia Gangguan eliminasi urin


2.7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada batu ginjal (nefrolithiasis) bertujuan


untuk menegakkan diagnosis dan mencari penyakit yang mendasari.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah :
2.7.1. Pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis yaitu
2.7.1.1. Analisis Urin Tampung 24 Jam
Hal yang harus dianalisis diantaranya adalah
a. Total Volume Urine (Balans Cairan)
b. pH Urine (Normal 5,9 – 6,2)
1) pH < 5,5 meningkatkan presipitasi asam urat.
Biasanya terdapat pada pasien batu asam urat,
gangguan pencernaan termasuk bypass usus.
2) pH > 6.7 meningkatkan presipitasi CaP. Biasanya
terdapat pada pasien dengan dRTA, hiperparatiroid
primer, pengobatan berlebihan (overtreatment)
dengan alkali.
2.7.1.2. Midstream Urinalisis
Pada midstream urinalisis atau uji dipstick hasil yang
didapatkan adalah peningkatan leukosit dan bisa juga
ditemukan darah.
2.7.1.3. Radiologi
Pada kondisi klinis yang diyakini kolik renal dan pada
keadaan dimana fasilitas kesehatan mudah dijangkau pasien,
pemeriksaan radiologi dapat tidak dilakukan. Pemilihan waktu
melakukan pemeriksaan radiologi tergantung pada ketersediaan
alat dan protokol local. Pertimbangan lain melakukan
pemeriksaan ini adalah adanya gambaran klinis dimana
diagnosis banding sangat mungkin atau terdapat kecurigaan
komplikasi. Pencitraan yang dapat dilakukan:
h. CT-Scan abdomen tanpa kontras atau disebut juga CT
KUB, adalah modalitas yang memiliki sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi. Pemeriksaan ini mampu
menunjukkan posisi batu, mengukur besar batu, dan
menyingkirkan diagnosis banding seperti  pankreatitis.
i. Foto polos abdomen dapat memperlihatkan gambaran
opak pada batu radioopak yaitu batu kalsium, batu jenis
lain seperti asam urat dan sistin tidak tampak pada foto ini.
2.7.2. Pemeriksaan Fungsi Ginjal
Pemeriksaan untuk mengidentifikasi penyakit yang
mendasari yaitu
a. Analisis Urin Tampung 24 jam
b. Kultur Urin
Kultur urin jarang diperlukan. Kultur urin dapat digunakan
pada kasus-kasus yang tidak respon dengan pengobatan
adekuat atau pada kasus yang dicurigai adanya ko-infeksi.
c. Elektrolit Darah dan Oksalat Darah
d. Serum Asam Urat dan Serum Sulfat
e. Pemeriksaan Laboratorium Darah

Pemeriksaan laboratorium darah digunakan untuk menunjang


penegakkan diagnosis batu ginjal dan kemungkinan komplikasi.
Pada pemeriksaan laboratorium darah dapat diperiksa kreatinin
darah untuk menilai fungsi ginjal dan juga pemeriksaan lain
seperti:

a) Natrium (pemasukan normal: 100 mEq per hari) dan klorida


(pemasukan normal 100 mEq per hari)
b) Kalium (pemasukan normal 40 – 60 mEq per hari)
c) Ksalat (pemasukan normal < 45 mg per hari). Ditemukan
pada malabsorpsi lemak di usus dan setelah operasi
bariatrik. Nilai > 100 mg/hari mengindikasikan adanya
hiperoksaluria primer.
2.8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan batu ginjal (nefrolitiasis) dapat dibedakan menjadi


penatalaksanaan saat :
2.8.1. Tatalaksana Kolik Renal
Pemasangan akses intravena untuk hidrasi dan obat-obatan IV. Bila
tidak ada obstruksi atau infeksi, dapat diberikan
2.8.1.1. Analgesik
Analgesik yang digunakan dapat berupa :
2.8.1.1.1. Ketorolak. Dosis: 30 – 60 mg (intramuskular / IM) atau
30 mg (intravena / IV) diikuti 30 mg setiap 6 – 8 jam.
Pada pasien dewasa (> 65 tahun), bisa diberikan 15 mg
2.8.1.1.2. Morfin sulfat: 4 – 10 mg (IV) bolus lambat. Efek
sampingnya adalah depresi napas, sedasi, konstipasi,
potensi adiksi, mual dan muntah
2.8.1.2. Antiemetik
Metoklopramid, dosis 10 mg IV atau IM setiap 4 – 6 jam.
2.8.1.3. Antidiuretic
Desmopresin (DDAVP) dapat menurunkan nyeri kolik
renal. Dosis semprotan nasal 40 mcg dan dosis IV 4 mcg.
2.8.1.4. Antibiotik
Antibiotik hanya diberikan apabila ada potensi infeksi
seperti gejala ISK, piuria, bakteriuria, demam atau leukositosis
dengan penyebab lain disingkirkan.
2.8.2. Medical Expulsive Therapy (MET)
Medical expulsive therapy (MET) dapat diberikan karena
terbukti dari berbagai penelitian dapat menurunkan nyeri karena
perjalanan batu, meningkatkan kemungkinan untuk batu keluar
spontan dan menurunkan jumlah pembedahan. Indikasi untuk
pemberian MET adalah batu dengan besar 3 – 10 mm. Regimen
yang umum digunakan yaitu :
2.8.2.1. Alfa-blocker : Tamulosin 0.4 mg satu kali sehari selama 1-
2 minggu
2.8.2.2. Ca- channel blocker : Nifedipine extended release 1 x 30
mg selama 7 hari
2.8.3. Terapi medikamentosa
2.8.4. Penatalaksana Batu Non-Kalsium
Pada pasien dengan batu non-kalsium, dapat dilakukan
terapi untuk membuat urin menjadi lebih basa, pilihan obatnya
adalah natrium bikarbonat dan kalium sitrat.
2.8.4.1. Indikasi Rawat
Indikasi dari rawat inap karena nefrolitiasis adalah obat
analgesik tidak bisa mengurangi nyerinya dan obstruksi ureter
dari batu pada ginjal yang hanya ada satu atau transplantasi.
2.8.4.2. Pembedahan
Pembedahan dapat dilakukan dengan indikasi dimana batu
tidak dapat keluar dengan sendirinya. Batu dengan ukuran di
bawah 4 mm biasanya dapat keluar dengan spontan, sedangkan
di atas 8 mm tidak bisa keluar tanpa intervensi bedah. Indikasi
pembedahan antara lain:
a. Batu ureter > 10 mm
b. Batu ureter distal tanpa komplikasi <= 10 mm yang
tidak keluar dengan spontan setelah 4 – 6 minggu
c. Batu ginjal yang menimbulkan obstruksi
2.9. Asuhan Keperawatan pada Penderita Batu Ginjal

2.9.1. Fokus Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar proses keperawatan,


diperlukan pengkajian yang cermat untuk mengenal masalah klien agar
dapat memberikan arah kepada tindakan keperawatan. Keberhasilan
keperawatan tergantung kepada kecermatan dan ketelitian dalam
pengkajian.
Data Dasar Pengkajian Menurut Doengoes, 2000 adalah
2.9.1.1. Identitas
a. Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir,
golongan darah, pendidikan terakhir, agama, suku, status
perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat.
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, hubungan
dengan klien, pendidikan terakhir, pekerjaan, alamat
2.9.1.2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Umumnya keluhan yang dialami dan perjalanan
penyakit dari dulu sampai sekarang.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Dikaji apakah pasien memiliki riwayat yang
bersangkutan dengan penyakit sekarang.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya ditemukan adanya riwayat keluarga yang
pernah menderita penyakit sejenis ataupun tidak.
2.9.1.3. Pengkajian Fisik
Data Dasar Pengkajian Klien
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : pekerjaan monoton, pekerjaan dimana pasien
terpajan pada lingkungan bersuhu tinggi. Keterbatasan
aktivitas/mobilisasi sehubungan dengan kondisi
sebelumnya.
b. Sirkulasi
Tanda : peningkatan TD/nadi (nyeri, ansietas, gagal ginjal).
Kulit hangat dan kemerahan ; pucat
c. Integritas ego
Faktor stres, contoh finansial, hubungan dan
sebagainya.Perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tidak
ada kekuatan, menolak, ansietas, takut, marah, mudah
terangsang, perubahan kepribadian.
d. Eliminasi
Gejala : riwayat adanya/ISK kronis ; obstruksi sebelumnya
(kalkulus). Penurunan haluaran urine, kandung kemih
penuh. Rasa terbakar, dorongan berkemih. Diare,
Tanda : oliguria, hematuria, piuria. Perubahan pola
berkemih.
e. Makanan/cairan
Gejala : mual/muntah, nyeri tekan abdomen. Diet tinggi
purin, kalsium oksalat, dan /atau fosfat. Ketidakcukupan
pemasukan cairan, tidak minum air dengan cukup. Tanda :
distensi abdominal ; penurunan/tak adanya bising usus.
Muntah.
f. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur.Kram otot/kejang,
sindrom “kaki gelisah”, kebas terasa terbakar pada telapak
kaki. Kebas/kesemutan dan kelemahan, khususnya
ekstremitas bawah (neuropati perifer), gangguan status
mental.
Tanda : penurunan lapang pandang perhatian, ketidak
mampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran, stupor, koma. Penurunan
DTR. Tanda chvostek dan Trousseau positif.Kejang,
fasikulsi otot, aktifitas kejang.Rambut tipis, kuku rapuh dan
tipis.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : episode akut nyeri berat, nyeri kolik. Lokasi
tergantung pada lokasi batu. Contoh pada panggul di
region sudut kostovertebral ; dapat menyebar ke punggung,
abdomen, dan turun kelipat paha/genetalia. Nyeri dangkal
kostan menunjukkan ada pelvis atau kalkulus ginjal. Nyeri
dapat digambarkan sebagai akut, hebat tidak hilang dengan
posisi atau tindakan lain.
Tanda : melindungi ;perilaku distraksi. Nyeri tekan pada
area pada palpasi
h. Pernafasan
Nafas pendek, dispnea, nokturnal, paroksismal, batuk
dengan/tanpa sputum kental dan banyak.Takipnea, dispnea,
peningkatan frekuensi atau kedalaman (pernapasan
kausmal). Batuk produktif dengan sputum merah muda
encer (edema paru).
i. Keamanan
Gejala : penggunaan alcohol, demam, menggigil
j. Interaksi Sosial
Kesulitan menentukan kondisi, contoh: tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran, biasanya dalam keluarga
2.9.1.4. Data psikologis
Kegelisahan, pertanyaan yang diulang-ulang, perasaan
tidak berdaya, putus asa, emosi yang labil, marah, sedih.
Suhu Tubuh
Meningkat

2.9.2. Diagnosis yang Mungkin Muncul

Diagnosis yang mungkin muncul pada penderita batu ginjal


berdasarksan Strandar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI)
cetakan III (Revisi) yang disusun Tim Pokja SDKI DPP PPNI
tahun 2017 yaitu :
2.9.2.1. (D.0019) Defisit nutrisi b.d kurangnya asupan makanan.
Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme.
2.9.2.2. (D.0022) Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi,
kelebihan asupan cairan, kelebihan asupan natrium.
Definisi : Peningkatan volume cairan intravaskuler,
interstisiel, dan/atau intreseluler.
2.9.2.3. (D.0077) Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau
fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
beritesitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang
dari 3 bulan.
2.9.2.4. (D.0129) Gangguan integritas kulit b.d kelebihan volume
cairan, sindrom uremia
Definisi :Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau
jaringan (membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon,
tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau ligamen)
2.9.3. Rencana Tindakan

No Diagnose Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)


Keperawatan (SDKI)

1. (D.0019) Defisit nutrisi (L.03030) Status Nutrisi (I.03119) Manajemen Nutrisi

b.d kurangnya asupan Definisi : Keadekuatan nutrisi untuk memenuhi Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang
makanan. kebutuhan metabolism seimbang

Definisi : Asupan Kriteria Hasil: Tindakan :


nutrisi tidak cukup
1. Porsi makanan yang dihabiskan meningkat Observasi
untuk memenuhi
kebutuhan 2. Serum albumin meningkat 1. Identifikasi status nutrisi
metabolisme.
3. Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan 2. Identifikasi makanan yang disukai
nutrisi meningkat
3. Monitor asupan makanan
4. Pengetahuan tentang pilihan makanan yang
4. Monitor berat badan
sehat meningkat
5. Pengetahuan tentang pilihan minuman yang Terapeutik
sehat meningkat
5. Sajikan mkanan secara menarik dan suhu yang sesuai
6. Pengetahuan tentang standar asupan nutrisi
6. Berikana mkanan tinggi serat untuk mencegah
yang tepat meningkat
konstipasi
7. Penyiapan dan penyimpanan makanan yang
7. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
aman meningkat
Edukasi
8. Penyiapan dan penyimpanan minuman
yang aman meningkat 8. Anjurkan posisi duduk, jika mampu

9. Berat badan Kolaborasi

10. Indeks Masa Tubuh (IMT0 9. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan

11. Nafsu makan 10. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrisi yang di butuhkan, jika perlu
12. Bising usus

2. (D.0022) Hipervolemia (L.03020) Keseimbangan Cairan (I.03114) Manajamen Hipervolemia


b.d gangguan Definisi : Ekuilibrium antara volume cairan
mekanisme regulasi, diruangan intraselular dan eksraselular tubuh
Definisi : mengidenifikasi dan mengelola kelebihan volume
kelebihan asupan
Kriteria Hasil : cairan intravaskuler dan ekstravaskular serta mencegah
cairan, kelebihan
terjadinya komplikasi
asupan natrium. 1. Asupan cairan
Tindakan :
Definisi : Peningkatan 2. Haluaran urin
volume cairan Observasi
3. Kelembaban membrane mukosa
intravaskuler,
1. Pemeriksaan tanda dan gejala
interstisiel, dan/atau 4. Asupan makanan
intreseluler. 2. Identifikasi penyebab hypervolemia
5. Edema
3. Monitor status hemodinamik
6. Dehidrasi
4. Monitor intake dan output cairan
7. Asites
5. Monitor tanda hemokonsentrasi
8. Konfusi
6. Monitor efek samping diuretik
9. Tekanan darah
Terapeutik
10. Denyut nadi radial
11. Tekanan arteri rata-rata 7. Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama

12. Mata cekung 8. Batasi asupan cairan dan garam

13. Turgor kulit Edukasi

14. Berat badan 9. Anjurkan melapor jika haluaran urin <0,5 mL/kg/jam
dalam 6 jam

10. Anjurkan melapor jika BB bertambah >1 kg dalam


sehari

11. Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan


haluan cairan

12. Ajarkan cara membatasi cairan

Kolaborasi

13. Kolaborasi pemberian diuretic

14. Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat


diuretic
3. (D.0077) Nyeri akut b.d (L.08066) Tingkat Nyeri (I.08238) Manajemen Nyeri
agen pencedera
Definisi : pengalaman sensorik atau emosional Definisi : mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik
fisiologis
yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau
Definisi : Pengalaman actual atau fungsional dengan onset mendadak funsional dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas
sensorik atau emosional atau lambat dan berintensitas ringan hingga ringan hingga berat dan konstan
yang berkaitan dengan berat dan konstan
Tindakan :
kerusakan jaringan
Kriteria Hasil :
aktual atau fungsional, Observasi
dengan onset mendadak 1. Keluhan nyeri
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
atau lambat dan
2. Meringis kualitas, intensitas nyeri
beritesitas ringan
hingga berat yang 3. Sikap protektif 2. Identifikasi skala nyeri
berlangsung kurang dari
4. Gelisah 3. Identifikasi respons nyeri non verbal
3 bulan.
5. Kesulitan tidur 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri
6. Menarik diri
5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
7. Berfokus pada diri sendiri
8. Perasaan depresi 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri

9. Perasaan takut mengalami cedera 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
berulang
8. Monitor efek samping penggunaan analgetik
10. Uterus teraba membulat
Terapeutik
11. Muntah
9. Berikan teknik nonfarmakologis yntuk mengurangi rasa
12. Mual nyeri

13. Frekuensi nadi 10. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.
suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
14. Pola nafas
11. Fasilitasi istirahat dan tidur
15. Tekanan darah
12. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
16. Proses berpikir
strategi meredakan nyeri
17. Focus
Edukasi
18. Fungsi berkemih
13. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
19. Nafsu makan
14. Jelaskan strategi meredakan nyeri
20. Pola tidur 15. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri

16. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat

17. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa


nyeri

Kolaborasi

18. Kolaborasi pemberian analgesic, jika perlu

4. (D.0129) Gangguan (L.14125) Integritas Kulit dan Jaringan (I.11353 ) Perawatan Integritas Kulit
integritas kulit b.d
Definisi : Keutuhan kulit (dermis dan atau Definisi: mengidentifikasi dan merawat kulit untuk menjaga
kelebihan volume
epidermis) atau jaringan (membrane mukosa, keutuhan, kelembaban, dan mencegah perkembangan
cairan, sindrom uremia
kornea, fasia,otot, tendon, tulang kartilago, mikroorganisme
Definisi :Kerusakan kapsul sendi dan/atau ligament)
Tindakan :
kulit (dermis dan/atau
Kriteria Hasil :
epidermis) atau jaringan Observasi
(membran mukosa, 1. Elastisitas
1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis.
kornea, fasia, otot,
2. Hidrasi perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan
tendon, tulang,
kelembaban, suhu lingkungan ekstrem, penurunan
kartilago, kapsul sendi 3. Perfusi jaringan mobilitas)
dan/atau ligamen).
4. Kerusakan jaringan Terapeutik

5. Kerusakan lapisan kulit 2. Ubah posisis tiap 2 jam jika tirah baring

6. Nyeri 3. Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika


perlu
7. Perdarahan
4. Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama
8. Kemerahan
periode diare
9. Hematoma
5. Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada
10. Pigmentasi abnormal kulit kering

11. Jaringan parut 6. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik


pada kulit sensitif
12. Nekrosis
7. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit
13. Abrasi kornea
kering
14. Suhu kulit
Edukasi
15. Sensasi
16. Tekstur 8. Anjurkan menggunakan pelembab (mis. lotion, serum)

17. Pertumbuhan rambut 9. Anjurkan minum air yang cukup

10. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

11. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur

12. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem

13. Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30


saat berada di luar rumah

14. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Tinjauan Kasus

Ny. F (55 tahun) seorang ibu rumah tangga , datang RSUD Jendral
Soedirman pada tanggal 31 Maret 2021, pukul 09.00 WIB dengan
keluhan nyeri pinggang kanan. Nyeri hilang timbul dan menjalar ke perut
dan tidak dipengaruhi mobilitas fisik. Ny. F mengatakan 4 bulan yang lalu
sering mengalami nyeri yang sama, dan nyeri hilang setelah diberikan obat
penghilang rasa nyeri dari dokter. Dua hari ini Ny. F merasakan nyeri dan
tidak mereda ketika meminum obat yang biasa Ny. F. Selanjutnya Ny. F
dibawa oleh suami (Tn.S usia 57 tahun, seorang pedagang) ke RSUD. Ny.
F juga mengeluh mual dan muntah sekitar 4-5 kali sejak 1 hari yang lalu
disertai demam dan air kencing keruh dengan sedikit (0liguri) jumlah
sekitar 400ml/24 jam. Klien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi
apapun dan dari pihak keluarga sebelumnya tidak ada yang pernah
mengalami penyakit yang kronis seperti DM dan hipertensi.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan kondisi umum klien
merasa gelisah dan tampak meringis terdapat nyeri nonkolik, TD 120/90
mmHg, HR 102x/mnt, RR 20x/mnt, Suhu 38,7◦C, TB 157cm, BB 60 kg.
pada pemeriksaan abdomen: inspeksi terdapat flatuensi, palpasi adanya
nyeri tekan kuadaran kanan atas dengan sekala nyeri 4, perkusiterdengar
bunyi timpani pada abdomen dan nyeri ketok CVA dexter, auskultasi
terdapat bising usus menurun. Eliminasi adanya penurunan jumlah urin,
Oliguria. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan: Hb 14gr/dl, leukosit
15.000/mm3, ureum 24mg/dl, creatinin 2,5 mg/dl. Pada pemeriksaan
penunjang USG menunjukkan hidronefrosis dextra. Pada pemeriksaan
BNO-PIV : tampak  bayangan radio opak Lumbal III dektra, fungsi ginjal
masih baik namun terdapat hidronefrosis ren dektra grade II. Dari hasil
pemeriksaan medis Ny. F diagnosa mengalami penyakit Batu Ginjal
(nefrolitiasis dekstra).
Dari hasil data diri pasien, Ny. F merupakan istri dari Tn. S. Klien
berperan sebagai ibu rumah tangga dan ibu dari kedua putra putrinya.
Klien mengatakan keluarganya mendukungnya dan berada disisinya dalam
mendapingi penyakit yang dideritanya. Klien beragama Islam dan
mengikuti keyakinan sesuai ajaran Allah dan selalu beroptimis bahwa
dirinya akan sembuh.
3.2. Asuhan Keperawatan

FORMAT PENGKAJIAN

PENDEKATAN POLA FUNGSI KESEHATAN MENURUT DOENGOES

Tgl Masuk RS : 31 Maret 2021

Pukul : 09.00 WIB

Ruangan/Kelas : Teratai/II

No Rekam Medik : 33.67.97

Diagnosis Medis : Batu Ginjal

Tgl Pengkajian : 25 April 2021

Pukul : 07.30 WIB

Tgl Operasi :-

1. Identitas
a. Identitas Klien
1) Nama : Ny. F

2) Umur : 55 tahun

3) Jenis kelamin : Perempuan

4) Tempat, tanggal Lahir : Klaten, 1 Februari 1966

5) Umur : 55 tahun

6) Golongan darah :O

7) Pendidikan akhir : SMA

8) Agama : Islam

9) Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
10) Status perkawinan : Sudah Menikah

11) Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

12) TB/BB : 157 cm/60 kg

13) Alamat : Des. Kebulusan, Kec. Pejagoan,

Kab. Kebumen

b. Identitas Penanggung Jawab

1) Nama : Tn. S

2) Umur : 57

3) Jenis kelamin : Laki-laki

4) Agama : Islam

5) Suku/bangsa : Jawa/ Indonesia

6) Hubungan dengan klien : Suami

7) Pendidikan terakhir : SMA

8) Pekerjaan : Pedagang

9) Alamat : Des. Kebulusan, Kec. Pejagoan,

Kab. Kebumen
2. Riwayat Sakit dan Kesehatan

a. Keluhan utama :
Nyeri pinggang kanan, dan demam serta tidak dipengaruhi
mobilitas fisik.

b. Riwayat penyakit sekarang:

Pada saat pengkajian pada tanggal 25 April 2021 pasien


mengatakan :

P (Provoking Incident) : Klien mengatakan nyeri hilang timbul


dan menjalar ke perut.
Q (Quality of Pain) : Klien mengatakan nyeri yang dirasakan
seperti di tusuk-tusuk.

R (Region : radition, relief) : Klien mengatakan mengalami nyeri


di pinggang kanan.

S (Severity/Scale of Pain) :Skala nyeri 4.

T (Time) : Nyeri yang dirasakan hilang timbul.

Nyeri dirasakan bertambah berat dalam 2 hari ini dan tidak


menghilang dengan obat yang biasa dimakan, selanjutnya Ny. F
juga mengeluh mual dan muntah sekitar 4-5 kali sejak 1 hari yang
lalu dan demam dan air kencing keruh dengan jumlah sekitar
400ml/24 jam. 0liguri

c. Riwayat penyakit dahulu :

Ny. F mengaku 4 bulan yang lalu sering mengalami nyeri yang


sama, dan nyeri hilang setelah diberikan obat penghilang rasa nyeri
dari dokter

d. Riwayat alergi :

Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi apapun.

e. Riwayat kesehatan keluarga :

Dari pihak keluarga pasien sebelumnya tidak ada yang pernah


mengalami penyakit yang kronis seperti DM dan hipertensi.

f. Riwayat obat-obatan :

Obat penghilang rasa nyeri dari dokter


g. Genogram (minimal 3 generasi) :

Keterangan :

: laki-laki : Menikah

: Perempuan : Keturunan

: Pasien : Tinggal Serumah

X : Meninggal

3. Pengkajian Fisik (Devisi Dongoes)

a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Pekerjaan monoton , pekerjaan pasien tidak terpapar pada
lingkungan bersuhu tinggi, keterbatasan aktivitas/mobilisasi
sehubung dengan kondisi sebelumnya (contoh penyakit tak sembuh,
cedera medula spinalis)
Tanda : tidak terdapat kelemahan otot, Respon fisiologis aktifitas
(TD= 120/90 mmHg; HR= 102x/mnt; RR= 20x/mnt ; Suhu= 38,7◦C
)
b. Sirkulasi
Tanda : tidak ada Peningkatan TD, adanya peningkatan nadi,
(adanya nyeri dengan skala nyeri 4, tidak ansietas, tidak ada
riwayat gagal ginjal)
c. Integritas Ego
Gejala : adanya stres akut akibat terdapat rasa nyeri
Tanda : gelisah dan tampak meringis
d. Eliminasi
Gejala : tidak ada riwayat adanya ISK kronis, tidak ada
obstruksi sebelumnya (kalkulus). Terdapat penurunan haluaran urin,
kandung kemih tidak terisi penuh. Tidak ada rasa terbakar,
kesulitan atas dorongan berkemih,
Tanda : adanya oliguria, hematuria tidak ada, piuria tidak
ada. Adanya perubahan pola berkemih.
e. Makanan/Cairan
Gejala :Terasa mual/muntah, terdapat nyeri tekan
abdomen. Diet tinggi purin tidak ada, tidak ada kalsium oksalat,
dan/atau fosfat. Ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak minum air
dengan cukup
Tanda :Terdapat distensi abdomen, adanya penurunan/
bising usus. Terasa muntah
f. Neurosensory
Gejala : rasa nyeri di pinggang kanan, tidak ada gangguan
penglihatan, tidak ada gangguan penciuman, tidak ada gangguan
pendengaran, tidak ada gangguan perasa, adanya penurunan
haluaran urin, tingkat kesadaran normal,
g. Nyeri/Ketidaknyamanan
Gejala : (P) Nyeri hilang timbul dan menjalar ke perut, (Q) Klien
mengatakan nyeri seperti di tusuk-tusuk, (R) : Nyeri yang dirasakan
di bagian pinggang kanan, (S) Skala nyeri 4, (T) Nyeri yang
dirasakan hilang timbul, Nyeri dangkal konstan menunjukkan
kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal.
Tanda : Melindungi ; tidak adanya perilaku distraksi. Adanya
nyeri tekan pada area ginjal pada palpasi akan tetapi tidak
berkeringat berkringat
h. Pernafasan
Gejala :Tidak ada ISK, napas normal, tidak ada batuk, tidak ada
nyeri dada, tidak ada sesak dada
Tanda : Suara perkusi sonor, tidak adanya spuntum, tidak terdapat
distres pernafasan, RR= 20x/menit
i. Keamanan
Gejala : Tidak terdapat penggunaan alkohol, terdapat demam.
Tidak menggigil
j. Interaksi Sosial
Klien dapat berkomunikasi dengan baik, baik itu perawat maupun
keluarga. Klien mengatakan keluarganya mendukungnya dan
berada disisinya dalam mendapingi penyakit yang dideritanya.
Hubungan pasien dan keluarga baik begitupun di lingkungan
masyarakat.
4. Tanda-Tanda Vital
No Pemeriksaan Hasil Normal Keterangan
1. TD 120/90mmHg 120-140/80-90 Normal
mmHg
2. HR 102x/menit 60-100x/menit Tidak normal
3. RR 20x/menit 16-24x/menit Normal
4. Suhu 38,7ºC 36,5-37,5ºC Tidak normal

Kondisi Umum : gelisah dan tampak meringis namun nyeri


nonklonik
Abdomen :
a. Inspeksi: terdapat flatuensi
b. Palpasi : terdapat nyeri tekan kuadran kanan atas
c. Perkusi : terdapat suara timpani pada abdomen dari nyeri
ketok cva dexter
d. Auskultasi: bising usus menurun
5. Data Psikologis

a. Kegelisahan :

Pasien mengalami gelisah akibat nyeri di pinggang kanan

b. Pertanyaan yang diulang-ulang :

Pasien dapat menjawab pertanyaan dengan baik tanpa pengulangan

c. Perasaan tidak berdaya :

Tidak ada, karena Klien mengatakan keluarganya mendukungnya


dan berada disisinya dalam mendapingi penyakit yang dideritanya

d. Putus asa :

Tidak ada, karena pasien selalu optimis bahwa dirinya pasti sembuh
dan keluarga juga mendukung serta selalu berdoa.

e. Emosi yang labil :


Emosi pasien labil karena rasa nyeri yang ditimbulkan.

f. Marah :

Pasien jarang marah, karena pasien mampu mengendalikan


amarahnya.

g. Sedih :

Pasien terlihat optimis, dan selalu mendapat dukungan dari


keluarga.

6. Data Penunjang

Pemeriksaan Diagnostik (Hasil dari pemeriksaan laboratorium, rontgen,


EEG, EKG)

No Pemeriksaan Hasil Normal Keterangan


.
1. Hb 14 gr/dl Pr : 12 -15 g/dl Normal
Lk : 14-18 g/dl
2. Leukosit 15.000/mm3 Pr & Lk : 5.000 - Tidak Normal
10.000/mm3
3. Ureum 24mg/dl Pr & lk : 15 – 40 mg/dl Normal
4. Kreatinin 2,5 mg/dl Pr & Lk : 0,5 – 1,5 mg/dl Tidak Normal

Dari hasil pemeriksaan penunjang , USG menunjukan hidronefrosis dextra.


Kemudian pada pemeriksaan BNO-PIV : tampak bayangan radio opak Lubal
III dextra, fungsi ginjal masih bik namun terdapat hidronefrosis ren dektra
grade II
ANALISA DATA

No Data Subjektif Dan Objektif Etiologi Problem


1. DS: Agen Pencedera Nyeri Akut
P : Klien mengatakan nyeri Fisiologi
hilang timbul dan menjalar ke (Iskemia)
perut.
Q : Klien mengatakan nyeri
seperti di tusuk-tusuk.
R : Klien mengatakan
mengalami nyeri di pinggang
kanan.
S : Skala nyeri 4.
T : Nyeri yang dirasakan hilang
timbul.
DO :
Klien tampak meringis
Pemeriksaan TTV:
TD : 120/90 mmHg
HR : 102 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 38,7’C
TB : 157 cm
BB : 60 kg
2. DS : Proses Penyakit Hipertermia
Klien mengeluh demam. (Infeksi)
DO :
Pemeriksaan TTV:
TD : 120/90 mmHg
HR : 102 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 38,7’C
TB : 157 cm
BB : 60 kg

3. DS : Kegagalan Hipovolemia
Klien mengeluh mual dan Mekanisme
muntah sekitar 4-5 kali sejak Regulasi
satu hari yang lalu.
Klien mengeluh warna air
kencingnya keruh dan
jumlahnya sedikit.
DO :
Abdomen : Inspeksi (flatuensi)
Auskultasi (bising usus
menurun)
Pemeriksaan TTV:
TD : 120/90 mmHg
HR : 102 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 38,7’C
TB : 157 cm
BB : 60 kg
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. (D. 0077) Nyeri Akut b.d agen pencedera fisiologis (iskemia)


Ditandai dengan : Ny. F mengeluhan nyeri  pinggang kanan. Nyeri hilang
timbul dan menjalar ke perut. Ny. F mengaku 4 bulan yang lalu sering
mengalami nyeri yang sama, dan nyeri hialang setelah diberikan obat
penghilang rasa nyeri dari dokter. Nyeri dirasakan bertambah  berat dalam
2 hari ini dan tidak menghilang dengan obat yang biasa dimakan.
Kondisinya umum = gelisah dan tampak meringis namun nyeri non kolik.
Palpasi abdomen = adanya nyeri tekan kuadran kanan atas. Perkusi
abdomen = timpani pada abdomen dan terdapat nyeri ketok CVA dexter.
Skala nyeri 4 dan TTV= TD= 120/90 mmHg; HR= 102x/mnt; RR=
20x/mnt ; Suhu= 38,7◦C.
2. (D.0130) Hipertermia b.d infeksi
Ditandai dengan : Ny. F mengeluh demam, Suhu= 38,7◦C, Leukosit =
15.000/mm3
3. (D.0023) Hipovolemia b.d kegagalan mekanisme regulasi
Dintandai dengan : Ny. F mengeluh mual dan muntah sekitar 4-5 kali
sejak 1 hari yang lalu. Abdomen: inspeksi = flatuensi (+). Auskultasi :
bising usus menurun.Ny. F mengeluh air kencing keruh dan 0liguri (+) dg
jumlah sekitar 400ml/24  jam. USG menunjukkan hidronefrosis dextra.
BNO-PIV : tampak  bayangan radio opak Lumbal III dektra, Terdapat
hidronefrosis ren dektra grade II, RR 20 x /menit, HR 102x/menit, suhu
38,7◦C.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

A. INTERVENSI
No Diagnosa Keperawatan (SDKI) Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI) Rasional
.
1. (D. 0077) Nyeri Akut b.d agen (L.08066) Tingkat Nyeri (I.08238) Manajemen Nyeri Observasi
pencedera fisiologis (iskemia) Definisi : Pengalaman sensorik atau Definisi :Mengidentifikasi 1. Mengidentifikasi
Definisi: Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan dan mengelola pengalaman lokasi,
emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktualnatau sensorik atau emosional yang karakteristik,durasi,
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau berkaitan dengan kerusakan frekuensi, kualitas,
fungsional, dengan onset mendadak lambat dan berintesitas ringan hingga jaringan atau fungsional intensitas nyeri
atau melambat dan berintesitas ringan berat. dengan onset mendadak atau 2. Mengidentifikasi skala
hingga berat yang berlangsung Tujuan : Setelah dilakukan tindakan lambat dan berintesitas nyeri
kurang dari 3 bulan. selama 3 x 24 jam maka nyeri nenurun, ringan hingga berat dan 3. Mengidentifikasi
Ditandai dengan : keseimbangan cairan dipertahankan. konstan. respon nyeri non-
DS: Kriteria hasil : Tidakan : verbal
P : Klien mengatakan nyeri hilang Awal Target Observasi 4. Mengidentifikasi
timbul dan menjalar ke perut. Skala Nyeri 4 1 1. Identifikasi lokasi, faktor yang
Q : Klien mengatakan nyeri karakteristik,durasi, mempercepat dan
seperti di tusuk-tusuk. Awal Target frekuensi, kualitas, memperingann nyeri
R : Klien mengatakan mengalami Keluhan nyeri 2 5 intensitas nyeri 5. mengidentifikasi
nyeri di pinggang kanan. Keterangan : 2. Identifikasi skala pengaruh nyeri pada
S : Skala nyeri 4. 1. Meningkat nyeri kualitas hidup
T : Nyeri yang dirasakan hilang 2. Cukup meningkat 3. Identifikasi respon Terapeutik
timbul. 3. Sedang nyeri non-verbal 6. mengontrol lingkungan
DO : 4. Cukup menurun 4. Identifikasi faktor yang memperberat
Klien tampak meringis 5. Menurun yang mempercepat nyeri
Pemeriksaan TTV: Awal Target dan memperingann Edukasi
TD : 120/90 mmHg Gelisah 3 5 nyeri 7. Menjelaskan penyebab,
Keterangan :
HR : 102 x/menit 5. Identifikasi pengaruh periode dan pemicu
1. Meningkat
RR : 20 x/menit nyeri pada kualitas nyeri
2. Cukup meningkat
Suhu : 38,7’C hidup 8. Mengajarkan tehnik
3. Sedang
TB : 157 cm Terapeutik nonfarmakologis untuk
4. Cukup menurun
BB : 60 kg 6. Kontrol lingkungan mengurangi rasa nyeri
5. Menurun
yang memperberat 9. Menganjurkan
Awal Target
nyeri mengggunakan
Meringis 3 5
Edukasi analgetik secara tepat.
7. Jelaskan penyebab, Kolaborasi
Keterangan :
periode dan pemicu 10. Mengkolaborasikan
1. Meningkat nyeri pemberian analgetik,
2. Cukup meningkat 8. Ajarkan tehnik jika perlu
3. Sedang nonfarmakologis
4. Cukup menurun untuk mengurangi
5. Menurun rasa nyeri
Awal Target 9. Anjurkan
Frekuensi Nadi 2 5 mengggunakan
Keterangan : analgetik secara tepat.
1. Memburuk Kolaborasi
2. Cukup memburuk 10. Kolaborasi
3. Sedang pemberian analgetik,
4. Cukup membaik jika perlu
5. Membaik
2. (D.0130) Hipertermia b.d infeksi (L.14134) Termogulasi (I.15506) Manajemen Observasi
Definisi : Suhu tubuh meningkat di Definisi : Pengaturan suhu tubuh agar Hipertermia 1. Indentifikasi penyebab
atas rentang normal tubuh. tetap bera pada rentang normal. Definisi : Mengidentifikasi mengelola
Ditandai dengan : Tujuan : Setelah dilakukan tindakan dan mengelola peningkatan 2. Memonitor suhu bubuh
DS : selama 3 x 24 jam suhu tubuh membaik. suhu tubuh akibat disfungsi 3. Memonitor kadar
Klien mengeluh demam. Kriteria hasil : termogulsi. elektrolit
DO : Awal Target Tindakan : 4. Memonitor komplikasi
Pemeriksaan TTV: Suhu Tubuh 3 5 Observasi akibat hipertermia
TD : 120/90 mmHg Keterangan : 1. Indentifikasi Terapeutik
HR : 102 x/menit 1. Memburuk penyebab mengelola 5. Menyediakan ediakan
RR : 20 x/menit 2. Cukup memburuk 2. Monitor suhu bubuh lingkungan yang
Suhu : 38,7’C 3. Sedang 3. Monitor kadar dingin
TB : 157 cm 4. Cukup membaik elektrolit 6. Memberikan cairan
BB : 60 kg 5. Membaik 4. Monitor komplikasi oral
Awal Target akibat hipertermia 7. Berikan oksigen, jika
Tekanan Darah 3 5
Terapeutik perlu
Keterangan : 5. Sediakan lingkungan Edukasi
1. Memburuk yang dingin 8. Meng anjurkan tirah
2. Cukup memburuk 6. Berikan cairan oral bating
3. Sedang 7. Berikan oksigen, jika Kolaborasi
4. Cukup membaik perlu 9. Berkolaborasi
5. Membaik Edukasi pemberian cairan dan
Awal Target 8. Anjurkan tirah bating elektronit intravena,
Leukosit 3 5
Kolaborasi jika perlu
Keterangan :
9. Kolaborasi pemberian
1. Meningkat
cairan dan elektronit
2. Cukup meningkat
intravena, jika perlu
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. Menurun
3. (D.0023) Hipovolemia b.d kegagalan (L.03028) Status Cairan (I.03116) Manajemen Observasi
mekanisme regulasi Definisi : Kondisi volume cairan Hipovolemia 1. Memeriksa tanda dan
Definisi : penurunan volume cairan intravaskuler, imterstisiel, Definisi : mengidentivikasi gejala hipovolemia
intravaskular, interstiel dan atau dan/intraseluler. dan mengelola penurunan (TTV, turgor kulit
intraseluler. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan volume cairan intavaskular menurun, membran
Dintandai dengan : selama 3 x 24 jam volumr cairan pada Tindakan : mukosa kering,volume
DS : pasien membaik. Observasi urin menurun)
Klien mengeluh mual dan muntah Kriteria hasil : 1. Periksa tanda dan 2. Memonitor intake dan
sekitar 4-5 kali sejak satu hari yang Awal Target gejala hipovolemia output cairan
lalu. Suhu Tubuh 3 5 (TTV, turgor kulit Terapeutik
Klien mengeluh warna air kencingnya menurun, membran 3. Menghitung kebutuhan
Keterangan :
keruh dan jumlahnya sedikit. mukosa cairan
1. Memburuk
DO : kering,volume urin 4. Memberikan asupan
2. Cukup memburuk
Abdomen : Inspeksi (flatuensi) menurun) cairan oral
3. Sedang
Auskultasi (bising usus menurun) 2. Monitor intake dan Edukasi
4. Cukup membaik
Pemeriksaan TTV: output cairan 5. Menganjurkan
5. Membaik
TD : 120/90 mmHg Terapeutik memperbanyak asupan
HR : 102 x/menit Awal Target 3. Hitung kebutuhan cairan oral
RR : 20 x/menit Mual muntah 3 5 cairan 6. Menganjurkan
Keterangan :
Suhu : 38,7’C 4. Berikan asupan cairan menghindari
1. Meningkat
TB : 157 cm oral perubahan posisi
2. Cukup meningkat
BB : 60 kg Edukasi mendadak
3. Sedang
5. Anjurkan Kolaborasi
4. Cukup menurun
memperbanyak 7. Berkolaborasi dalam
5. Menurun
asupan cairan oral pemberian cairan Iv
Awal Target
Intake cairan 2 5 6. Anjurkan isotonis (NaCl RL)
Keterangan : menghindari 8. Berkolaborasi dalam
1. Meningkat perubahan posisi pemberian cairan IV
2. Cukup meningkat mendadak hipotonis (glukosa
3. Sedang Kolaborasi 2,5%, NaCl 0,4%)
4. Cukup menurun 7. Kolaborasi pemberian 9. Berkolaborasi dalam
5. Menurun cairan Iv isotonis pemberian cairan
Awal Target (NaCl RL) koloid
Oliguria 3 5 8. Kolaborasi pemberian (albumin,plasmanate)
Keterangan :
cairan IV hipotonis 10. Berkolaborasi
1. Memburuk
(glukosa 2,5%, NaCl pemberian darah, jika
2. Cukup memburuk
0,4%) perlu
3. Sedang 9. Kolaborasi pemberian
4. Cukup membaik cairan koloid
5. Membaik (albumin,plasmanate)
Awal Target 10. Kolaborasi pemberian
Tekanan darah 3 5 darah, jika perlu
Keterangan :
1. Memburuk
2. Cukup memburuk
3. Sedang
4. Cukup membaik
5. Membaik

B. IMPLEMENTASI
No Diagnosa Hari/Tanggal Pukul Implementasi Respon Klien
. Keperawatan WIB
(SDKI)
1. (D. 0077) Nyeri Minggu/ 07.30 1. Melakukan pengkajian nyeri akut S : Klien mengatakan nyeri di pinggang
Akut b.d agen 25 April 2021 2. Mengontrol efektifitas tindakakan dan kanan mulai berkurang sedikit demi-
pencedera fisiologis lingkungan yang memperberat nyeri sedikit.
(iskemia) 3. Mengobservasi reaksi non verbal O:
07.45 4. Mengajarkan pasien tehnik a. Skala nyeri pasien berkurang menjadi 2
nonfarmakologis untuk mengurangi rasa b. Keluhan nyeri pasien berkurang
nyeri degan relaksasi napas dalam c. Kegelisan pasien menurun
08.00 5. Menjelaskan penyebab, periode dan d. Meringis pasien turun
pemicu nyeri e. Frekuensi Nadi membaik, dengan hasil:
6. Menganjurkan mengggunakan analgetik TD =120/85mmHg, HR = 75x/menit,
secara tepat. RR =20x/menit, Suhu tubuh = 36,8°C
f. Pasien mampu memahami penyebab dan
pemicu nyeri
g. Pasien mampu mempraktikan tehnik
nonfarmakologis untuk mengurangi
nyeri( tehnik napas dalam )
h. Kerja sama pasien dan keluarga baik
i. Respon Keluarga dan Pasien baik saat
diberikan edukasi
2. (D.0130) Minggu/ 08.30 1. Melakukan pengkajian hipertermia S : Klien mengatakan sudah tidak demam
Hipertermia b.d 25 April 2021 2. Melakukan pemeriksaan TTV lagi dan badan sudah sedikit nyaman
infeksi 3. Memantau suhu tubuh dan suhu O:
lingkungan a. Pemeriksaan TTV pasien membaik yaitu
08.40 4. Memberikan konpres hangat pada aksila TD 120/85mmHg, Hr 75x/menit,
dan dahi RR20×/menit, suhu 36,8°C
09.00 5. Menganjurkan keluarga untuk memberi b. Kerja sama pasien dan keluarga baik
minuman sedikit tapi sering
6. Menganjurkan ibu untuk memakai
pakaian tipis dan dapat menyerap
09.10 7. Pengambilan sempel darah untuk
memeriksa leukosit
3. (D.0023) Minggu/ 09.20 1. Melakukan pengkajian hipovolemia S : Pasien mengatakan bahwa badanya sudah
Hipovolemia b.d 25 April 2021 2. Melakukan pemeriksaan tanda dan gejala tidak begitu lemas
kegagalan hipovolemia (TTV, turgor kulit menurun, O:
mekanisme regulasi membran mukosa kering,volume urin a. Pemeriksaan TTV pasien membaik
menurun) yaitu TD 120/85mmHg, Hr
3. Menghitung kebutuhan cairan 75×/menit, RR 20×/menit, suhu
09.45 4. Memberikan asupan cairan oral 36,8°C
5. Menganjurkan pasien untuk b. Keluhan mual muntah pada pasien
memperbanyak minum menurun
c. Intake cairan menurun
d. Oliguria membaik
e. Kerja sama pasien dan keluarga baik
f Respon Keluarga dan Pasien baik saat
diberikan edukasi
EVALUASI

No. HARI/TANGGA PUKUL DIAGNOSIS EVALUASI PARAF


L WIB KEPERAWATAN
1. Minggu/ 25 April 08.05 (D. 0077) Nyeri Akut b.d agen S : Klien mengatakan nyeri di pinggang kanan sudah TIM
2021 pencedera fisiologis (iskemia) berkurang sedikit demi-sedikit
O:
a. Skala nyeri Pasien berkurang menjadi 2
b. Keluhan nyeri pasien berkurang
c. Kegelisan pasien menurun
d. Meringis pasien turun
e. Frekuensi Nadi membaik, dengan hasilpemeriksaan TD
=120/85mmHg, HR = 75x/menit, RR =20x/menit, Suhu
tubuh = 36,8°C
f. Pasien mampu memahami penyebab dan pemicu nyeri
g.Pasien mampu mempraktikan tehnik nonfarmakologis
untuk mengurangi nyeri( tehnik napas dalam )
A : Masalah teratasi sebagian
Indicator Awal Target Akhir
Skala Nyeri 4 1 2
Keluhan 2 5 4
Nyeri
Keterangan :
1. Meningkat
2. Cukup meningkat
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. Menurun
Indicator Awal Target Akhir
Gelisah 3 5 4
Keterangan :
1. Meningkat
2. Cukup meningkat
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. Menurun
Indicator Awal Target Akhir
Meringis 3 5 4
Keterangan :
1. Meningkat
2. Cukup meningkat
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. Menurun
Indicator Awal Target Akhir
Frekuensi 2 5 5
Nadi
Keterangan :
1. Membruk
2. Cukup Membruk
3. Sedang
4. Cukup membaik
5. Membaik
P : Lanjudkan intervensi
Observasi
1. Identifikasi lokasi, karakteristik,durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respon nyeri non-verbal
4. Identifikasi faktor yang mempercepat dan
memperingann nyeri
Terapeutik
5. Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri
Edukasi
6. Ajarkan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
2. Minggu/ 25 April 10.05 (D.0130) Hipertermia b.d S : Klien mengatakan sudah tudak demam lagi TIM
2021 infeksi O:
a. Pemeriksaan TTV pasien membaik yaitu TD
120/85mmHg, Hr 75x/menit, RR20×/menit, suhu
36,8°C
b. Jumlah leukosit menurun dan baik
c. Kerja sama pasien dan keluarga baik
A : Masalah teratasi
Indikator Awal Target Akhir
Suhu tubuh 3 5 5
Keterangan :
1. Memburuk
2. Cukup memburuk
3. Sedang
4. Cukup membaik
5. Membaik
Indicator Awal Target Akhir
Tekanan 3 5 5
Darah
Keterangan :
1. Memburuk
2. Cukup memburuk
3. Sedang
4. Cukup membaik
5. Membaik
Indicator Awal Target Akhir
Leukosit 3 5 4
Keterangan :
1. Meningkat
2. Cukup meningkat
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. Menurun
P :Lanjudkan intervensi
Observasi
1. Monitor suhu bubuh
2. Monitor kadar elektrolit
3. Monitor komplikasi akibat hipertermia
Terapeutik
4. Sediakan lingkungan yang dingin
5. Berikan cairan oral
Edukasi
6. Anjurkan tirah bating
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian cairan dan elektronit intravena,
jika perlu
3. Minggu/ 25 April 10.00 (D.0023) Hipovolemia b.d S : Pasien mengatakan bahwa badanya sudah tidak begitu TIM
2021
kegagalan mekanisme regulasi lemas
O:
a. Pemeriksaan TTV pasien membaik yaitu TD
120/85mmHg, Hr 75×/menit, RR 20×/menit, suhu
36,8°C
b. Keluhan mual muntah pada pasien menurun
c. Intake cairan menurun
d. Oliguria membaik
e. Kerja sama pasien dan keluarga baik
f Respon Keluarga dan Pasien baik saat diberikan edukasi
A : Masalah teratasi
Indicator Awal Target Akhir
Suhu tubuh 3 5 5
Keterangan :
1. Memburuk
2. Cukup memburuk
3. Sedang
4. Cukup membaik
5. Membaik
Indicator Awal Target Akhir
Mual muntah 3 5 4
Keterangan :
1. Meningkat
2. Cukup meningkat
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. Menurun
Indicator Awal Target Akhir
Intake cairan 2 5 4
Keterangan :
1. Meningkat
2. Cukup meningkat
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. Menurun
Indicator Awal Target Akhir
Oliguria 3 5 4
Keterangan :
1. Memburuk
2. Cukup memburuk
3. Sedang
4. Cukup membaik
5. Membaik
Indicator Awal Target Akhir
Tekanan 3 5 5
darah
Keterangan :
1. Memburuk
2. Cukup memburuk
3. Sedang
4. Cukup membaik
5. Membaik
P : Lanjudkan intervensi
Observasi
1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia (TTV, turgor kulit
menurun, membran mukosa kering,volume urin
menurun)
2. Monitor intake dan output cairan
Terapeutik
3. Hitung kebutuhan cairan
4. Berikan asupan cairan oral
Edukasi
5. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
6. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian cairan Iv isotonis (NaCl RL)
8. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (glukosa
2,5%, NaCl 0,4%)
9. Kolaborasi pemberian cairan koloid
(albumin,plasmanate)
10. Kolaborasi pemberian darah, jika perlu
3.3. Prognosis
Jika pasien sudah sembuh dari batu ginjal, ada kemungkinan batu
ginjal tersebut terbentuk kembali. Ada kemungkinan bersifat herediter
sehingga keturunan dari pasien tersebut dapat mengalami batu ginjal
seperti yang dialami pasien tersebut.

Antara 70-90% Kristal berukuran kecil dapat berjalan di dalam


saluran kemih dan meninggalkan tubuh melalui urin tanpa diketahui
sebelumnya. Ketika terjadi gejala atau tanda klinis, batu ginjal dapat
didiskripsikan sebagai suatu penyakit yang nyerinya sakit sekali dan dapat
mengakibatkan beberapa komplikasi

3.4. Komplikasi
Berikut beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita batu
ginjal yaitu:
1. Sepsis, Infeksi yang sudah menyebar melaului darah bisa
menimbulkan gejala/tanda klinis dari komplikasi di seluruh tubuh.
2. Steinstrasse, Suatu kondisi dimana terjadi penyumbatan yang
diakibatkan batu-batu tersebut berada pada ureter. Dapat
mengakibatkan suatu obstruksi yang bersifat sementara dan tanpa
meninggalkan luka yang tidak permanen. Dalam beberap akasus
obstruksi terjadi tanpa ada gejala. Infeksi mungkin saja terjadi. Dimana
harus membutuhkan penanganan yang cepat dan tepat.
3. Adanya luka dalam ureter Ketika batu tersebut menggores dinding
saluran kemih maka bisa terjadi luka dalam ureter. Bisa terjadi di
seluruh permukaan saluran kemih.
4. Perdarahan pada saat operasi
5. Penyakit Ginjal Kronik, pasien dengan batu ginjal tinggi risiko untuk
terkena penyakit ginjal kronik. Di dukung oleh faktor risiko seperti
DM, tekanan darah tinggi, atau pernah terjadi ISK.
6. Gagal Ginjal, dapat terjadi berdasarkan banyaknya jumlah batu yang
terbentuk, terjadinya obstruksi, riwayat pernah melakukan pengobata
batu ginjal, dan besarnya batu ginjal tersebut
DAFTAR PUSTAKA

Cahyanti,L.2017. PENATALAKSANAAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM


PADA PASIEN ISKEMIA UNTUK MENGURANGI NYERI DI RSUD
DR.LOEKMONO HADI KUDUS . Jurnal Profesi Keperawatan. Vol. 4 No. 2
Juli 2017.

Han Haewook, dkk 2015. Nutritional Management Of Kidney Stones


(Nephrolithiasis). Journal Clinic Nutritional Res.4(3): 137 –152.

Kurniasih, D. 2019. UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL RIMPANG


NAMPU(Homalomena occulta) TERHADAP KELARUTAN KALSIUM
OKSALAT PADA BATU GINJAL DENGAN METODE TITRIMETRI
(Doctoral dissertation, University of Muhammadiyah Malang).

Lemone Prisila dkk. 2016. Buku Ajaran Keperawatan Medikal bedah.


Jakarta:EGC

Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta kedokteran Edisi Kedua. Jakarta : Medikal
Aesculapcus FKUI.

Mary Baradero. 2014. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC

Nirumand, M., dkk.. 2018. Dietary Plants for the Prevention and Management of
Kidney Stones: Preclinical and Clinical Evidence and Molecular
Mechanisms. International Journal Of Molecular Sciences, 19(3), 765.

Pratiwi,L.,dkk.2016. Efektivitas Kompres hangat dengan Tepid Water Sponge


terhadap Penurunan Demam pada Pasien yang mengalami Kejadian
Demam di Ruangan ICU RSUD Arjawinangun Kabupaten Cirebon . Jurnal
Ilmu Kesehatan. Vol 6 No 1 (2016): Edisi : Januari - Juni 2016.

Purnomo Basuki B. 2011. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta.


Risna DNP. 2011. Faktor risiko kejadian penyakit batu ginjal di wilayah kerja
Puskesmas Margasari kabupaten Tegal tahun 2010. Semarang: Universitas
Negeri Semarang.

Russari, I. 2016. Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Batu Ginjal Menggunakan


Teorema Bayes. Jurikom (Jurnal Riset Komputer), 3(1).

Satyawati, A. A. S. (2014). Extracorporeal Shockwave Lithotripsy (Eswl) Pada


Batu Ginjal. E-Jurnal Medika Udayana.

Smeltzer, Suzanne. C. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &


Suddarth. EGC: Jakarta

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperwatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
LAMPIRAN

A. TERAPI EXTRACORPOREAL SHOCKWAVE LITHOTRIPSY (ESWL)


PADA BATU GINJAL

1. Pengertian
ESWL merupakan terapi non-invasif yang menggunakan
gelombang kejut yang efektif untuk memecahkan batu ginjal yang
berukuran kurang dari 20 mm. ESWL pada batu ginjal yang besar
memberikan angka bebas batu yang rendah dan tidak efektif karena harus
dilakukan beberapa kali pengulangan ESWL.
2. Tujuan Tindakan
Tujuan dari terapi ESWL ini yaitu untuk memecahkan batu ginjal yang
berukuran kurang dari 20 mm.
3. Persiapan Alat
a. Bantal
b. Selang
c. Alat ESWL
4. Prosedur Tindakan
a. Letakkan bantal yang disediakan di area perut atau bagian belakang
ginjal pasien.
b. Posisikan tubuh pasien dan sesuaikan dengan seberapa jauh jangkauan
alat ESWL agar gelombang kejut dapat menuju target dengan mudah
ke area sekitar ginjal.
c. Masukkan selang dari lubang kencing melalui kandung kemih menuju
ginjal pasien.
d. Berikan anestesi (obat bius) yang disesuaikan dengan kondisi pasien
(biasanya hanya area lokal atau setengah badan).
e. Setelah anestesi diberikan, dokter menggunakan sinar rontgen untuk
mengetahui dan menentukan lokasi keberadaan batu ginjal secara
tepat.
f. Kemudian dokter urologi akan memberikan 1000-2000 gelombang
kejut yang difokuskan pada batu ginjal.

B. PENATALAKSANAAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM PADA


PASIEN ISKEMIA UNTUK MENGURANGI NYERI DI RSUD
DR.LOEKMONO HADI KUDUS
1. Pengertian
Teknik Relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan
keperawatan yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien
bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi
secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas secara perlahan,
selain dapat menurunkan rasa Nyeri serta menurunkan intensitas nyeri.
2. Tujuan
Teknik relaksasi nafas dalam dapat menurunkan nyeri melalui
mekanisme dengan merelaksasikan otot- otot seklet yang mengalami
spasme, teknik relaksasi nafas dalam juga mampu merangsang tubuh
untuk melepaskan opoid endogen yang endorphin dan enkefalin
3. Prosedur Tindakan
Pemberian teknik relaksasi nafas dalam di lakukan dengan cara
menarik nafas secara sederhana yang terdiri atas nafas abdomen dengan
frekuensi lambat, berirama, pasien dapat memejamkan matanya dan
bernafas dengan perlahan-lahan dan nyaman. irama yang konstan dapat di
pertahankan dengan menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap
inhalasi (‘hirup, dua, tiga”) dan ekshalasi (hembuskan, dua, tiga). Pada
saat perawat mengajarkan teknik ini, akan sangat membantu bila
menghitung dengan keras bersama pasien pada awalnya. Pemberian teknik
relaksasi nafas dalam dilakukan selama 15 kali dengan jeda waktu istirahat
5 kali.

C. EFEKTIVITAS KOMPRES HANGAT DENGAN TEPID WATER


SPONGE TERHADAP PENURUNAN DEMAM PADA PASIEN YANG
MENGALAMI KEJADIAN DEMAM DI RUANGAN ICU RSUD
ARJAWINANGUN KABUPATEN CIREBON
1. Pengertian
Demam atau sering disebut hipertermia adalah suatu keadaan
dimana suhu tubuh melebihi titik tetap (set point) lebih dari 37 0C.
Sebagian besar hipertermia berhubungan dengan infeksi yang dapat berupa
infeksi local atau sistemik. Dampak hipertermia berupa penguapan cairan
tubuh yang berlebihan sehingga terjadi kekurangan cairan dan kejang.
Kompres hangat adalah metode fisik untuk menurunkan suhu
tubuh bila seseorang mengalami demam. Kompres tepid  sponge adalah
sebuah teknik kompres hangat yang menggabungkan teknik kompres blok
pada pembuluh darah supervisial dengan teknik seka.
2. Tujuan
Tujuan pemberian tehnik ini adalah untuk menurunkan suhu tubuh yang
melebihi titik tetap/ nilai normal.
3. Persiapan Alat
Alat yang disiapkan adalah 1.Ember atau baskom untuk tempat air hangat
(37°C) 2.Lap mandi/wash lap 6 biji 3.Handuk mandi 4.Selimut mandi
5.Perlak 6.Termometer digital.
4. Prosedu
a. Tahap Persiapan
1) Persiapan alat meliputi ember atau baskom untuk tempat air hangat
(37°C), lap mandi/wash lap, handuk mandi, selimut mandi, perlak,
termometer digital.
2) Cuci tangan 6 langkah sebelum kontak dengan pasien dan demgan
lingkungan pasien.
b. Tahap Pelaksanaan
1) Jelaskan prosedur dan demonstrasikan kepada keluarga caratepid
water sponge.
2) Beri kesempatan klien untuk buang air sebelum dilakukantepid
water sponge.
3) Ukur suhu tubuh klien dan catat. Catat jenis dan waktu pemberian
antipiretik pada klien.
4) Buka seluruh pakaian klien dan alas klien dengan perlak.
5) Tutup tubuh klien dengan handuk mandi. Kemudian basahkanwash
lapatau lap mandi, usapkan mulai dari kepala, dan dengan tekanan
lembut yang lama, lap seluruh tubuh, meliputi leher, kedua ketiak,
perut, ekstremitas atas dan lakukan sampai ke arah ekstremitas
bawah secara bertahap. Lap tubuh klien selama 15 menit.
Pertahankan suhu air (37°C).
6) Apabilawash lapmulai mengering maka rendam kembali dengan air
hangat lalu ulangi tindakan seperti diatas.
7) Hentikan prosedur jika klien kedinginan atau menggigil atau segera
setelah suhu tubuh klien mendekati normal. Selimuti klien dengan
selimut mandi dan keringkan. Pakaikan klien baju yang tipis dan
mudah menyerap keringat
D.

Anda mungkin juga menyukai