Anda di halaman 1dari 18

ILMU BUDAYA DASAR

HUBUNGAN MANUSIA DENGAN HARAPAN

DOSEN PEMBIMBING MATA KULIAH

Dra. I Gusti Ayu Ngurah, M.Si

DISUSUN OLEH :

I Nyoman Adi Swardika (1902013750)


IIC Manajemen Sore

UNIVERSITAS HINDU INDONESIA


FAKULTAS EKONOMI BISNIS DAN PARIWISATA
TAHUN AJARAN 2020

i
KATA PENGANTAR

Om Swastiastu,

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa atau Tuhan Yang
Maha Esa karena berkat Beliaulah, kami memperoleh kekuatan berupa kemampuan dalam
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “HUBUNGAN MANUSIA DENGAN
HARAPAN”. Dalam proses pembuatan makalah ini tentunya saya banyak menemui
kesulitan. Namun dapat teratasi dengan bantuan beberapa pihak. Pada kesempatan ini saya
ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar – besarnya kepada semua pihak yang telah
membimbing, membantu, dan memberikan dorongan kepada saya, antara lain :

1. Ibu Dra. I Gusti Ayu Ngurah, M.Si. selaku Dosen Mata Kuliah Ilmu Budaya Dasar.
2. Orang Tua saya yang telah memberikan Doa Restunya untuk menyelesaikan Makalah
ini.

Semoga amal dan dharma yang saya sebutkan mendapat imbalan dari Tuhan Yang Maha
Esa. Saya menyadari makalah ini jauh dari kata Sempurna. Hal tersebut dikarenakan
kurangnya pengetahuan yang kami miliki. Untuk itu saya membutuhkan kritik dan saran dari
pembaca. Akhir kata saya ucapkan terimakasih dan berharap semoga makalah ini bisa
bermanfaat bagi Pembaca.

Om Santih,Santih,Santih, Om

Denpasar, 4 Juni 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………… i


DAFTAR ISI …………………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………………. 1
1.3 Tujuan ………………………………………………………………………. 2
BAB II KAJIAN TEORI
2.1 Pengertian Harapan ………………………………………………………... 3
2.2 Manusia dan Harapan ……………………………………………………… 4
2.3 Sebab Manusia Memiliki Harapan ………………………………………… 5
2.4 Kepercayaan ……………………………………………………………….. 7
2.5 Kepercayaan dan Usaha Meningkatnya …………………………………… 7
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Harapan dan Cita-cita ……………………………………………………. 10
3.2 Harapan dan Doa ………………………………………………………… 11
3.3 Harapan Terakhir ………………………………………………………… 12
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ………………………………………………………………. 13
4.2 Saran ……………………………………………………………………… 13
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………… 15
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap manusia mempunyai harapan. Manusia tanpa harapan, berarti manusia itu mati
dalam hidup. Orang yang akan meninggal sekalipun mempunyai harapan, biasanya
berupa pesan-pesan kepada ahli warisnya. Harapan itu biasanya sesuai dengan
pengetahuan, pengalaman, lingkungan hidup dan kemampuan. Misalnya, Budi yang
hanya mampu membeli sepeda, tidak mungkin mempunyai harapan untuk membeli
mobil. Seseorang yang mempunyai harapan yang berlebihan tentu menjadi buah
tertawaan orang banyak, atau orangitu seperti peribahasa “Si Pungkuk merindukan
bulan”.
Harapan harus berdasarkan kepercayaan, baik kepercayaan pada diri sendiri, maupun
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Agar harapannya terwujud, maka selain
berusaha dengan sungguh-sungguh, manusia tak lepas atau tidak boleh bosan berdoa. Hal
ini disebabkan karena antara harapan dan kepercayaan itu tidak dapat dipisahkan.
Harapan dan kepercayaan itu adalah bagian darihidup manusia. Tiap manusia mempunyai
harapan dan juga pastimempunyai kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena
itu wajarlah kalau harapan itu banyak menimbulkan daya kreativitas seniman untuk
mencipta seni. Banyak hasil seni seperti: seni sastra, senipatung, seni film, seni lukis, seni
musik, filsafat yang lahir darikandungan harapan dan kepercayaan.
Tuhan adalah tumpuan segala harapan. Kepada-Nya kepercayaan diutamakan
sepenuhnya. Berhasil tidaknya suatu harapan itu tergantung dari usaha orang yang
mempunyai harapan. Dengan terbahasnya masalah kehidupan manusia ini, diharapkan
kita semua terbuka hati dan pikiran, sehingga mempunyai persepsi, penalaran, wawasan
yang luas dan mendalam tentang kehidupan manusia yang tertuang dalam hasil budaya.
Dengan melalui hasil budaya bangsa diharapkan pula kita akan dapat memahami dan
menghayati tingkah laku, norma-norma social dan nilai-nilai yang terkandung dalam hasil
budaya itu, sehingga kita akan lebih manusiawi sebagai salah satu ciri manusia Indonesia
seutuhnya.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa pengertian harapan?

1
1.2.2 Apa hubungan antara manusia dan harapan?
1.2.3 Apa sebab manusia memiliki harapan?
1.2.4 Apa hubungan antara harapan dan kepercayaan?
1.2.5 Apa perbedaan harapan dan cita-cita?

1.3 Tujuan
1.3.1 Menjelaskan pengertian harapan
1.3.2 Menjelaskan hubungan antara manusia dan harapan
1.3.3 Menjelaskan penyebab manusia memiliki harapan
1.3.4 Menjelaskan hubungan antara harapan dan kepercayaan
1.3.5 Menjelaskan perbedaan harapan dan cita-cita
BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Pengertian Harapan


Harapan atau asa adalah bentuk dasar dari kepercayaan akan sesuatu yang diinginkan
akan didapatkan atau suatu kejadian akan bebuah kebaikan di waktu yang akan datang. Pada
umumnya harapan berbentuk abstrak, tidak tampak, namun diyakini bahkan terkadang,
dibatin dan dijadikan sugesti agar terwujud. Namun ada kalanya harapan tertumpu pada
seseorang atau sesuatu. Pada praktiknya banyak orang mencoba menjadikan harapannya
menjadi nyata dengan cara berdoa atau berusaha.
Harapan berasal dari kata harap, artinya supaya sesuatu terjadiatau sesuatu terjadi atau
suatu yang belum terwujud. Sedangkan harapan itu sendiri mempunyai makna sesuatu yang
terkandung dalam hati setiap orang yang datangnya merupakan karunia Tuhan, yang sifatnya
terpatri dan sukar dilukiskan. Yang mempunyai harapan atau keinginan itu hati. Putus
harapan berarti putus asa. Dan agar harapan dapat dicapai, memerlukan kepercayaan kepada
diri sendiri, kepercayaan kepada orang lain dan kepercayaan kepada Tuhan.
Misalnya, Ani, seorang mahasiswa belajar rajin dengan harapan di dalam ujian
semester memperoleh nilai A. Hal itu dilakukan dengan keyakinan bahwa akan terwujud apa
yang diharapkan. Jadi untuk mewujudkan harapan itu harus disertai usaha yang sesuai dengan
apa yang diharapkan. Tetapi meskipun sudah berusaha keras, kadang-kadang harapan itu
belum tentu terwujud.
Selama masih hidup, semua orang selalu ada perasaan berharap. Kadangkala
seseorang yang gagal dalam meraih apa yang diharapkan akan menimbulkan
ketidakseimbangan dalam hidupnya. Ketidakseimbangan ini dapat berwujud dalam berbagai
bentuk yang dapat memberikan beban mental pada diri sendiri, misalnya: putus asa, selalu
termenung, frustasi dan sebagainya. Sebaiknya kegagalan yang diperolehnya itu dianggap
sebagai pengalaman,sehingga dirinya sadar untuk berusaha memperbaiki lebih lanjut.
Setiap orang mempunyai berbagai cara untuk memenuhi keinginannya, baik dengan
cara yang dibenarkan maupun dengan cara yang dilarang oleh norma-norma agama dan
hukum. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang melakukan pelanggaran dalam
usahanya mencapai apa yang jadi harapnnya, misalnya: faktor lingkungan sosial, ekonomi,
pendidikan, tidak adanya landasan iman yang kuat, kurang rasa percaya diri, dan kurang
pendidikan mental. Semua itu dapat berakibat buruk pada diri seseorang.
Beberapa pendapat menyatakan bahwa esensi harapan berbedadengan "berpikir
positif" yang merupakan salah satu caraterapi/proses sistematis dalam psikologi untuk
menangkal "pikirannegatif" atau "berpikir pesimis". Kalimat lain "harapan palsu" adalah
kondisi dimana harapandianggap tidak memiliki dasar kuat atau berdasarkan khayalan
sertakesempatan harapan tersebut menjadi nyata sangatlah kecil.

2.2 Manusia dan Harapan


Harapan dalam kehidupan manusia merupakan cita-cita, keinginan, penantian,
kerinduan supaya sesuatu itu terjadi. Dalam menantikan adanya sesuatu yang terjadi dan
diharapkan, menusia melibatkan manusia lain atau kekuatan lain di luar dirinya supaya
sesuatu terjadi, selain hasil usahanya yang telah dilakukan atau ditunggu hasilnya. Jadi, yang
diharapkan itu adalah hasil jerih payah dirinya dan bantuan kekuatan lain. Bahkan harapan itu
tidak bersifat egosentris, berbeda dengan keinginan yang menurut kodratnya bersifat
egosentris, usahanya ialah memiliki (Gabriel Marcel, 1889-1973). Harapan tertuju kepada
“Engkau”, sedangkan keinginan kepada “Aku”. Harapan ditujukan kepada orang lain atau
kepada Tuhan. Keinginan itu untuk kepentingan dirinya, meskipun pemenuhan keinginan itu
melalui pemenuhan keinginan orang lain. Misalnya melakukan perbuatan sedekah kepada
orang lain; oranglain terpenuhi keinginannya, yaitu kebahagian sewaktu berbuat baikkepada
orang lain.
Menurut macamnya ada harapan yang optimis dan harapan pesimistis (tipis harapan).
Harapan yang optimis artinya sesuatuyang akan terjadi itu sudah memberikan tanda-tanda
yang dapat dianalisis secara rasional, bahwa sesuatu yang akan terjadi bakal muncul. Dan
harapan yang pesimistis ada tanda-tanda rasional tidak bakal terjadi.
Harapan itu ada karena manusia hidup. Manusia hidup penuhdengan dinamikanya,
penuh dengan keinginannya atau kemauannya. Harapan untuk setiap orang berbeda-beda
kadarnya. Orang yang wawasan pikirannya luas, harapannya pun akan luas. Demikian pula
orang yang wawasan pikirannya sempit, maka akan sempit pula harapannya.
Besar-kecilnya harapan sebenarnya tidak ditentukan oleh luas atau tidaknya wawasan
berpikir seseorang, tetapi kepribadian seseorang dapat menentukan dan mengontrol jenis,
macam, dan besar-kecilnya harapan tersebut. Bila kepribadian seseorang kuat,jenis dan
besarnya harapan akan berbeda dengan orang yang kepribadiannya lemah. Kepribadian yang
kuat akan mengontrol harapan seefektif dan seefisien mungkin sehingga tidak merugikan
bagi dirinya tau bagi orang lain, untuk masa kini atau untuk masa depan, bagi masa di dunia
atau masa di akherat kelak.
Harapan seseorang juga ditentukan oleh kiprah usaha atau bekerja kerasnya
seseorang. Orang yang bekerja keras akan mempunyai harapan yang besar. Untuk
memperoleh harapan yang besar, tetapi kemampuannya kurang, biasanya disertai dengan
unsur dalam, yaitu berdoa.
Harapan itu bersifat manusiawi dan dimiliki semua orang. Dalam hubungannya
dengan pendidikan moral, untuk mewujudkan harapan perlu di wujudkan hal – hal sebagai
berikut:
a. Harapan apa yang baik
b. Bagaimana mencapai harapan itu
c. Bagaimana bila harapan itu tidak tercapai.
Jika manusia mengingat bahwa kehidupan tidak hanya di dunia saja namun di akhirat
juga, maka sudah selayaknya “harapan” manusia untuk hidup di kedua tempat tersebut
bahagia. Dengan begitu manusia dapat menyelaraskan kehidupan antara dunia danakhirat dan
selalu berharap bahwa hari esok lebih baik dari pada hari ini, namun kita harus sadar bahwa
harapan tidak selamanya menjadi kenyataan.

2.3 Sebab Manusia Memiliki Harapan


Menurut kodratnya manusia itu adalah makhluk sosial. Setiap lahir ke dunia ini
langsung disambut dalam suatu pergaulan hidup, yakni di tengah suatu keluarga atau anggota
masyarakat lainnya. Tak ada satu manusia pun yang luput dari pergaulan hidup. Ditengah
manusia lain itulah seseorang dapat hidup dan berkembang fisik dan jasmani, serta mental
dan spiritualnya.
Ada dua hal yang mendorong manusia hidup bergaul denganmanusia lain, yaitu:
dorongan kodrat dan dorongan kebutuhan hidup.
1. Dorongon Kodrat
Kodrat ialah sifat, keadaan, atau pembawaan alamiah yang sudah terjelma dalam diri
manusia sejak manusia itu diciptakan oleh Tuhan. Misalnya: menangis,
bergembira,berpikir, bercinta, berjalan, berkata, mempunyai keturunan dan sebagainya.
Setiap manusia mempunyai kemampuan untuk itu semua.
Dorongan kodrat menyebabkan manusia mempunyai keinginan atau harapan. Seperti
halnya orang yang menonton pertunjukan lawak dengan harapan agar terhibur. Sang
pelawak juga mengharapkan agar penonton tertawa terbahak-bahak. Jika penonton tidak
tertawa, berarti harapannya gagal dalam menghibur penonton.
Kodrat juga terdapat pada binatang dan tumbuh-tumbuhan, karena binatang dan
tumbuhan perlu makan, berkembang biak dan mati. Kodrat manusia mirip dengan kodrat
binatang, tetapi biar bagaimanapun juga besar sekali perbedaannya. Perbedaan antara
kedua mahluk itu, ialah bahwa manusia memiliki budi dan kehendak. Budi ialah
akal,kemampuan untuk memilih. Kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan, sebab bila
orang akan memilih, ia harus mengetahui lebih dahulu barang yang dipilihnya. Dengan
budinya manusia dapat mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang
benar dan mana yang salah, dan dengan kehendaknya manusia dapat memilih.
Dalam diri manusia masing-masing sudah terjelma sifat,kodrat pembawaan dan
kemampuan untuk hidup bergaul, hidup bermasyarakat atau hidup bersama dengan
manusia lain. Dengan kodrat ini, maka manusia mempunyai harapan.

2. Dorongan Kebutuhan Hidup


Sudah menjadi kodrat bahwa manusia mempunyai bermacam-macam kebutuhan
hidup. Kebutuhan hidup itu pada garis besamya dapat dibedakan atas : kebutuhan
jasmani dan kebutuhan rohani.
Kebutuhan jasmaniah, misalnya; makan, minum, pakaian,rumah. (sandang, pangan
dan papan). Sedangkan kebutuhan rohaniah, misalnya: kebahagiaan, kepuasan,
keberhasilan, hiburan dan ketenangan.
Untuk memenuhi semua kebutuhan itu manusia harus bekerjasama dengan manusia
lain. Hal ini disebabkan karena kemampuan manusia sangat terbatas, baik kemampuan
fisik (jasmaniah) maupun kemampuan berpikimya. Kalaupun ada orang yang
mempunyai kelebihan kemampuan, maka hal tersebut hanya berlaku dalam satu dua
bidang tertentu. Tak seorang pun mampu dalam segala hal, trampil dalam segala hal, atau
berbakat dalam segala hal.
Dengan adanya dorongan kodrat dan dorongan kebutuhan hidup itu maka manusia
mempunyai harapan, karena pada hakekatnya harapan itu adalah keinginan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehubungan dengan kebutuhan-kebutuhan manusia itu,
Abraham Maslow mengkategorikan kebutuhan manusia menjadi lima macam. Lima
macam kebutuhan itu merupakan lima harapan manusia, yaitu:
a. Harapan untuk memperoleh kelangsungan hidup (survival)
b. Harapan untuk memperoleh keamanan (safety)
c. Harapan untuk memiliki hak dan kewajiban untuk mencintai dan dicintai (being
loving and love)
d. Harapan memperoleh status atau diterima atau diakui lingkungan(status)
e. Harapan untuk memperoleh perwujudan dan cita-cita (self-actualization)

2.4 Kepercayaan
Kepercayaan berasal dari kata percaya, artinya mengakui atau meyakini akan
kebenaran. Kepercayaan adalah hal-hal yang berhubungan dengan pengakuan atau keyakinan
akan kebenaran. Maka jelaslah kepada kita, bahwa dasar kepercayaan itu adalah kebenaran.
Ada jenis pengetahuan yang dimiliki seseorang, bukan karena merupakan hasil penyelidikan
sendiri, melainkan diterima dari orang lain. Kebenaran pengetahuan yang didasarkan atas
orang lainitu disebabkan karenaa orang lain itu dapat dipercaya. Yang diselidiki bukan lagi
masalahnya, melainkan orang yang memberitahukan itu dapat dipercaya atau tidak.
Pengetahuan yang diterima dari orang lain atas kewibawaannya itu disebut kepercayaan.
Makin besar kewibawaan yang memberitahu mengenai pengetahuan itu makin besar
kepercayaan.
Dalam agama terdapat kebenaran-kebenaran yang dianggap diwahyukan artinya
diberitahukan oleh Tuhan langsung atau tidak langsung kepada manusia. Kewibawaan
pemberi kebenaran itu ada yang melebihi besarnya . Kepercayaan dalam agama merupakan
keyakinan yang paling besar. Hak berpikir bebas, hak atas keyakinan sendiri menimbulkan
juga hak beragama menurut keyakinan. Dalam hal beragama tiap-tiap orang wajib menerima
dan menghormati kepercayaan orang yang beragama itu. Dasarnya ialah keyakinan masing-
masing.

2.5 Kepercayaan dan Usaha Meningkatkannya


Dasar kepercayaan adalah kebenaran. Sumber kebenaran adalah manusia.
Kepercayaan itu dapat dibedakan atas :

1. Kepercayaan Pada Diri Sendiri


Kepercayaan pada diri sendiri itu ditanamkan setiap pribadi manusia. Percaya
pada diri sendiri pada hakekatnya percaya pada Tuhan Yang Maha Esa Percaya pada
diri sendiri, menganggap dirinya tidak salah, dirinya menang, dirinya mampu
mengerjakan yang diserahkan atau dipercayakan kepadanya.
2. Kepercayaan Kepada Orang Lain
Percaya kepada orang lain itu dapat berupa percaya kepada saudara, orang tua,
guru, atau siapa saja. Kepercayaan kepada orang lain itu sudah tentu percaya terhadap
kata hatinya, perbuatan yang sesuai dengan katahati, atau terhadap kebenarannya. Ada
ucapan yang berbunyi, orang itu dipercaya karena ucapannya. Misalnya, orang yang
berjanji sesuatu harus dipenuhi, meskipun janji itu tidak terdengar orang lain, apalagi
membuat janji kepada orang lain.

3. Kepercayaan Kepada Pemerintah


Berdasarkan pandangan teokratis menurut etika, filsafat tingkah laku karya
Prof. Ir, Poedjawiyatna, negara itu berasal dari Tuhan. Tuhan langsung memerintah
dan memimpin bangsa manusia, atau setidak-tidaknya Tuhanlah pemilik kedaulatan
sejati, karena semua adalah ciptaan Tuhan. Semua mengemban kewibawaan, terutama
pengemban tertinggi, yaitu raja, langsung dikaruniai kewibawaan oleh Tuhan, sebab
langsung dipilih oleh Tuhan pula (kerajaan). Pandangan demokratis mengatakan
bahwa kedaulatan adalah dari rakyat, (kewibawaan pun milik rakyat. Rakyat adalah
negara, rakyat itu menjelma pada negara. Satu-satunya realitas adalah negara).
Manusia sebagai seorang (individu) tak berarti. Orang. Mempunyai arti hanya dalam
masyarakat,negara. Hanya negara sebagai keutuhan (totalitas) yang ada, kedaulatan
mutlak pada negara, negara demikian itu disebut negara totaliter. satu-satunya yang
mempunyai hak ialah negara; manusia perorangan tidak mempunyai hak, ia hanya
mempunyai kewajiban (negara diktator). Jelaslah bagi kita, baik teori atau pandangan
teokrati sataupun demokratis negara atau pemerintah itu benar, karena Tuhan adalah
sumber kebenaran. Karena itu wajarlah kalau manusia sebagai warga negara percaya
kepada negara/pemerintah.

4. Kepercayaan Kepada Tuhan


Kepercayaan kepada Tuhan yang maha kuasa itu amat penting, karena
keberadaan manusia itu bukan dengan sendirinya, tetapi diciptakan oleh Tuhan.
Kepercayaan berarti keyakinan dan pengakuan akan kebenaran. Kepercayaan itu amat
penting, karena merupakan tali kuat yang dapat menghubungkan rasa manusia dengan
Tuhannya. Bagaimana Tuhan dapat menolong umatnya, apabila umat itu
tidakmempunyai kepercayaan kepada Tuhannya, sebab tidak ada tali penghubung
yang mengalirkan daya kekuatannya. Oleh karena itu jika manusia berusaha agar
mendapat pertolongan dari padanya, manusia harus percaya kepada Tuhan, sebab
Tuhanlah yang selalu menyertai manusia. Kepercayaan atau pengakuan akan adanya
zat yang maha tinggi yang menciptakan alam semesta seisinya merupakan
konsekuensinya tiap-tiap umat beragama dalam melakukan pemujaan kepada zat
tersebut.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Harapan dan Cita-Cita


Cita-cita merupakan Impian yang disertai dengan tindakan dan juga di berikan batas
waktu. Jadi jika kita bermimpi untuk menjadi seorang yang sukses, dokter, insinyur, arsitek,
manager suatu perusahaan, atau mungkin presiden, kita harus berusaha dengan sungguh-
sungguh. Semua itu harus di sertai dengan tindakan, bukan hanya berandai-andai saja. Serta
jangan lupa di berikan target waktu sehingga kita punya timeline kapan hal tersebut bisa
diwujudkan.
Dari kecil kita pasti dinasehati oleh orang tua, guru ataupun buku untuk
menggantungkan cita-cita setinggi langit. Semua itu memang benar karena dengan adanya
cita-cita atau impian dalam hidup akan membuat kita semangat dan bekerja keras untuk
menggapai kehidupan yang lebih baik di dunia.
Cita-cita yang baik adalah cita-cita yang dapat dicapai melalui kerja keras, kreativitas,
inovasi, dukungan orang lain dan sebagainya. Khayalan hasil melamun cenderung tidak logis
dan bersifat mubazir karena banyak waktu yang terbuang untuk menghayal yang tidak-tidak.
Dalam bercita-cita pun sebaiknya jangan terlalu mendetail dan fanatik karena kita bisa
dibuat stres dan depresi jika tidak tercapai. Contoh adalah seseorang yang punya cita-cita jadi
dokter. Ketika dia tidak masuk jurusan IPA dia stress, lalu gagal tes masuk jurusan
kedokteran dia stress, dan seterusnya.
Tidak semua orang bisa menentukan cita-cita. Jika tidak bisa menentukan cita-cita,
maka bercita-citalah untuk menjadi orang yang berguna dan dicintai orang banyak dengan
hidup yang berkecukupan. Untuk mendapatkan motivasi dalam mengejar cita-cita kita bisa
mempelajari kisah sukses orang lain atau membaca atau melihat film motivasi hidup.
Bila dibandingkan dengan cita-cita, maka harapan mengandung pengertian tidak
terlalu muluk, sedangkan cita-cita pada umumnya perlu setinggi bintang. Antara harapan dan
cita-cita terdapat persamaan, yaitu: keduanya menyangkut masa depan karena belum
terwujud, pada umumnya dengan cita-cita maupun harapan orang menginginkan hal yang
lebih baik atau meningkat.
3.2 Harapan dan Doa
Orang yang berdoa bukan hanya sekadar sadar bahwa kekuatannya lemah, tetapi ada
unsur keyakinan bahwa berdoa itu merupakan kewajiban. Kelemahan manusia itu, dilukiskan
sebagai berikut.

a. Manusia hidup dalam kondisi ketidakpastian ; hal yang penting bagi keamanan
dan kesejahteraan manusia berada di luar jangkauannya. Dengan kata lain,
manusia ditandai oleh ketidakpastian.
b. Terbatasnya kesanggupan manusia untuk mengendalikan dan untuk
mempengaruhi kondisi hidupnya. Pada titik tertentu, kondisi manusia ada dalam
kaitan konflik antara keinginan dan cita-cita dengan lingkungannya, yang ditandai
oleh ketidakberdayaan.
c. Manusia hidup bermasyarakat, yang ditandai dengan adanya alokasi teratur dari
berbagai fungsi, fasilitas, pembagian kerja, produksi, dan ganjaran. Manusia
membutuhkan kondisi imperative (keterpaksaan), yaitu adanya suatu tingkat
superordinasi atau subordinasi atau berbagai aturan dalam hubungan manusia.
Kemudian masyarakat berada di tengah-tengah kondisi kelangkaan, yang
menyebabkan adanya perbedaan distribusi barang dan nilai. Dengan demikian timbullah
deprivasi (perampasan) yang sifatnya relative.
Dalam konteks “ketidakpastian” manusia ditunjukkan kenyataan semua usaha
manusia bahwa, betapa pun ia merencanakan dengan baik dan melaksanakannya dengan
seksama, ia tetap tidak terlepas dari kekecewaan. Dalam usahanya, manusia melibatkan
emosi yang tinggi sehingga kekecewaan ini akan membawa luka yang dalam. Dalam dunia
teknologi modern pun, yang penuh dengan perhitungan, keberuntungan tetap merupakan
suatu berkat dari ketidakpastian.
Dalam konteks “ketidakmungkinan” ditunjukkan bahwa semua keinginan tidak dapat
terkabul. Kematian, penderitaan, kecelakaan, dan seterusnya, itu semua menandai eksistensi
manusia. Pengalaman manusia dalam konteks “ketidakmungkinan”membawanya ke luar dari
situasi perilaku sosial dan batasan cultural dari tujuan dan norma sehari-hari. Resep-resep
sosial dan kultural tidak memiliki kelengkapan total sebagai penyediaan “mekanisme”
penyesuaian. Kedua hal ini menghadapkan manusia pada kondisi “titik kritis” dengan
lingkungan perilaku sehari-hari yang berstruktur. Maka dari semua peristiwa ini, yang ada
hanya “doa dan harapan”.
Doa dan harapan pada hakikatnya merupakan proses hubungan antara manusia
dengan Tuhannya dan antara manusia dengan manusia. Proses hubungan ini lebih lanjut
dapat diartikan memohopertolongan, mengingat, meminta perlindungan, mendekatkan diri
(silahturami dengan manusia, taqarrub dengan Tuhan).

3.3 Harapan Terakhir


Dalam hidup di dunia, manusia dihadapkan pada persoalan yang beragam baik itu
masalah positif maupun negative. Untuk menghadapi persoalan hidup tersebut manusia perlu
belajar dari manusia lainnya baik formal maupun informal agar memiliki kehidupan yang
sejahtera menurut Aristoteles, hidup dan kehidupan itu berasal dari generation spontanea,
yang berarti kehidupan itu terjadi dengan sendirinya. Kebutuhan manusia terbagi atas
kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani. Ada yang dalam pandangan hidupnya hanya ingin
memuaskan kehidupan duniawi namun juga ada yang sebaliknya. Terkait dengan tingkat
kesadaran kehidupan beragama, manusia akan semakin yakin bahwa mereka akan mati.
Dunia serba gemerlap hanya akan ditinggalkan dan akan hidup abadi di alam akhirat.
Dengan pengetahuan serta pengertian agama tentang adanya kehidupan abadi di
akhirat, manusia menjalankan ibadahnya. Ia akan menjalankan perintah Tuhan melalui
agama, serta menjauhkan diri dari larangan yang diberikan-Nya. Manusia menjalankan hal itu
karena sadar sebagai makhluk yang tidak berdaya di hadapan Tuhan. Kehidupan dunia yang
sifatnya sementara dikalahkannya demi kehidupan yang abadi di akherat karena tahu
bagaimana beratnya siksaan di neraka dan bagaimana bahagianya di surga. Kebaikan di surga
yang abadi inilah yang merupakan harapan terakhir manusia.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Harapan berasal dari kata harap yaitu keinginan supaya sesuatu terjadi atau
sesuatu terjadi atau suatu yang belum terwujud. Kata orang manusia tanpa harapan
adalah manusia yang mati sebelum waktunya. Bisa jadi, karena harapan adalah sesuatu
yang hendak kita raih dan terpampang di muka. Hampir sama dengan visi walau dalam
spektrum sederhana, harapan merupakan ciptaan yang kita buat sebagai sesuatu yang
hendak kita raih. Jadi hidup tanpa harapan adalah hidup tanpa visi dan tujuan.
Maka bila manusia yang hidup tanpa harapan pada hakekatnya dia sudah mati.
Harapan bukanlah sesuatu yang terucap di mulut saja tetapi juga berangkat dari usaha.
Dia adalah kecenderungan batin untuk membuat sebuah rencana aksi, peristiwa, atau
sesuatu menjadi lebih bagus. Sederhananya, harapan membuat kita berpikir untuk
melakukan sesuatu yang lebih baik untuk meraih sesuatu yang lebih baik.
Harapan dan rasa optimis juga memberikan kita kekuatan untuk melawan setiap
hambatan. Seolah kita selalu mendapatkan jalan keluar untuk setiap masalah. Seolah kita
punya kekuatan yang lebih untuk siap menghadapi resiko. Ini kita sebut sebagai
perlawanan. Orang yang hidup tanpa optimisme dan cenderung pasrah pada realita maka
dia cenderung untuk bersikap pasif.
Ada dua hal yang mendorong manusia hidup bergaul denganmanusia lain, yaitu:
dorongan kodrat dan dorongan kebutuhan hidup. Dalam setiap harapan juga terdapat
yang namanya kepercayaan, baik itu percaya terhadap diri sendiri, orang lain,
pemerintah, atau Tuhan, karena kepercayaan dapat membantu kitauntuk mewujudkan
apa yang kita inginkan. Harapan seseorang juga ditentukan oleh kiprah usaha atau
bekerja kerasnya seseorang. Orang yang bekerja keras akan mempunyai harapan yang
besar. Untuk memperoleh harapan yangbesar, tetapi kemampuannya kurang, biasanya
disertai dengan unsur dalam, yaitu berdoa.

4.2 Saran

Dalam setiap kehidupan manusia yang pastinya mempunyai harapan, kita tidak boleh
menyerah untuk mewujudkan harapan tersebut. Karena harapan dan keinginan itulah
yang membuat hidup kita menjadi lebih berarti di dunia ini, yang terus memberikan
dorongan agar kita tetap melakukan dan memberikan yang terbaik dalam setiap
pekerjaan.
Selain itu kita juga harus berpedoman terhadap kepercayaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Dengan usaha dan doa yang seimbang, diharapkan kita dapat mewujudkan
apa yang kita inginkan dengan tetap berada dalam norma-norma masyarakat yang
berlaku dan tidak merugikan orang lain. Selain itu juga untuk mempersiapkan mental
kita jika harapan yang diinginkan tidak tercapai, sehingga tidak membuat kita putus asa
untuk terus mencoba.
DAFTAR PUSTAKA

Mustopo, M. Habib. 1989. Ilmu Budaya Dasar. Surabaya: Usaha Nasional.

Sulaeman, M. Munandar. 1988. Ilmu Budaya Dasar. Bandung: Refika Offset.

http://gegehare.blogspot.com/2011/04/ilmu-budaya-dasar-bab-9-manusia-dan.html

http://ibdjk.blogspot.com/2013/01/makna-harapan.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Harapan

http://mahisaajy.blogspot.com/2011/05/persamaan-harapan-dan-cita-cita.html

http://skyrider27.blogspot.com/2010/06/manusia-dan-harapan.html

Anda mungkin juga menyukai