Anda di halaman 1dari 7

PENGELOLAAN PELATIHAN DALAM ORGANISASI

(Tinjauan Teori Pembelajaran Orang Dewasa)


Oleh :

ALIM HARUN P.
Jurusan Pendidikan Luar Sekolah
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang

I. PENGELOLAAN PELATIHAN

Manajemen dipahami sebagai kegiatan untuk mendayagunakan sumberdaya


manusia, sarana dan prasarana serta berbagai potensi lainnya yang tersedia atau yang dapat
disediakan untuk digunakan secara efisien dan efektif dalam mencapai tujuan suatu
organisasi. Manajemen dilakukan oleh seseorang atau lebih manajer (pemimpin, kepala,
direktur, komandan, ketua dan sebagainya) bersama orang-orang lain, baik orang lain itu
secara perorangan maupun kelompok.

Dengan kata lain, manajemen merupakan rangkaian kegiatan bersama dan melalui
orang lain dalam suatu organisasi yang ditujukan untuk mencapai tujuan organisasi
(Hardjana, 2001). Dalam konteks pelatihan, manajemen digunakan agar pembelajaran yang
dilaksanakan terlaksana secara efektif dan efisien. Dengan demikian langkah-langkah
manajemen yang dilakukan adalah perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaan serta
evaluasi atau tindak lanjut.

Komponen Perencanaan terdiri dari pentingnya menentukan tema pelatihan yang


akan diselenggarakan. Dalam upaya ini penyelenggara pelatihan akan menentukan sasaran
dari peserta pelatihan. Dengan mengetahui sasaran atau target pelatihan maka penyelenggara
seterusnya akan lebih mudah untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar dari peserta
pembelajaran pada pelatihan.

Komponen pengorganisasian berisi langkah-langkah dari penyelenggara untuk


membentuk susunan pengelola kegiatan (kepanitiaan) pelatihan. Hal ini meliputi
penyusunan struktur kepanitian dan pembagian tugas bagi penyelenggara yang terlibat.
Pengorganisasian yang tepat dan memperhatikan pembagian tugas akan memperlancar
penyelenggaraan pelatihan yang sesuai dengan tujuan dan target yang telah direncanakan.

Komponen pelaksanaan meliputi persiapan pembelajaran pada pelatihan dan


kegiatan pembelajaran pelatihan itu sendiri. Dalam persiapan pembelajaran pada pelatihan,
penyelenggara akan melakukan langkah-langkah seperti penyusunan bahan belajar pelatihan
atau perancangan serta pengembangan kurikulum pelatihan yang digunakan. Selanjutnya
menyiapkan nara sumber atau sumber belajar serta peserta yang akan terlibat dalam
pelatihan. Setelah langkah itu, penyelenggara akan mempersiapkan sarana dan prasarana
penunjang kegiatan pembelajaran pelatihan. Salah satunya adalah media pembelajaran.
Keberhasilan dalam perencanaan dan penggunaan media pembelajaran pada
pelatihan secara tepat akan mempengaruhi pengajar (trainer) dalam menyajikan
pembelajaran dengan metode yang sesuai dengan kondisi pelatihan. Kemudian setelah
pembelajaran dipastikan terlaksana dengan baik maka kunci keberhasilan pelatihan
berikutnya adalah terletak pada keluaran (output) pelatihan. Artinya penyelenggara
pelatihan perlu dan harus untuk menyusun serangkaian langkah evaluasi atau penilaian hasil
terkait dengan pembelajaran pada pelatihan yang telah dilakukan.

Komponen terakhir dalam manajemen pembelajaran pelatihan adalah evaluasi atau


tindak lanjut. Dalam langkah ini penyelenggara akan melakukan evaluasi atau penilaian
terhadap keberhasilan pelatihan. Hal ini meliputi keberhasilan program pelatihan secara
umum, maupun keberhasilan peserta dalam menguasai seluruh tujuan pelatihan.
Keberhasilan peserta harus selalu diukur dari setiap materi yang disajikan ataupun
keseluruhan kompetensi komulatif yang diharapkan. Pengukuran ini dilakukan dengan
melalui sejumlah instrumen atau pengamatan pada terjadinya peningkatan pengetahuan dan
keterampilan serta perubahan pada tindakan dan sikap peserta pelatihan.

II. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

Pelatihan dapat diartikan secara umum sebagai suatu proses untuk membantu orang
dewasa dalam memperoleh keterampilan dan pengetahuan yang bersifat segera untuk
membantu suatu aktifitas atau pekerjaan tertentu. Sedangkan secara khusus, pelatihan adalah
suatu aktifitas belajar yang memiliki jangkauan spesifik, memberi penekanan pada aspek
keterampilan, berorientasi pada tema tertentu, pembelajarannya diselenggarakan dengan
metode berperanserta, dan hasil belajarnya akan digunakan segera.

Pelatihan juga dipahami sebagai rangkaian kegiatan yang dirancang untuk


meningkatkan kinerja para anggota organisasi (pekerja) dalam pekerjaan atau
tanggungjawab yang diserahkan kepada mereka. Pelatihan berlangsung dalam jangka waktu
pendek antara dua sampai tiga hari hingga dua sampai tiga bulan. Pelatihan dilakukan secara
sistematis, menurut prosedur yang terbukti berhasil dengan metode yang sudah baku dan
sesuai serta dijalankan secara sungguh-sungguh dan teratur.

Pelatihan bertujuan untuk membantu anggota organisasi (pekerja) dalam hal; (a)
mempelajari dan mendapatkan kecakapan-kecakapan baru, (b) mempertahankan dan
meningkatkan kecakapan-kecakapan yang sudah dikuasai, (b) mendorong anggota
organisasi (pekerja) agar memiliki kemauan untuk belajar dan terus berkembang, (d)
mempraktekkan pengetahuan dan keterampilan yang telah dipelajari dalam pelatihan, (e)
mengembangkan pribadi anggota organisasi (pekerja), dan (f) meningkatkan keefektifan
organisasi.

Berbagai pendapat tersebut dapat dipadukan, jika bertolak dari aspek peserta
belajarnya yang merupakan orang dewasa. Lunardi (1989) menyatakan bahwa “latihan
(latihan kerja) merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan orang dewasa, disamping
bentuk lain yaitu pendidikan yang melanjutkan maupun yang menggantikan pendidikan di
sekolah-sekolah formal sebagaimana tertulis di atas dalam pengertian pendidikan orang
dewasa”.

III. PEMBELAJARAN DALAM PELATIHAN

Pembelajaran merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk membantu memfaslitasi


belajar orang lain. Secara khusus, dalam konteks pembelajaran pelatihan, pembelajaran
dipahami sebagai upaya yang dilakukan oleh instruktur atau trainer untuk membantu
anggota organisasi (peserta pelatihan) agar belajar dengan mudah.

3.1 Tujuan Pembelajaran Pelatihan

Tujuan pembelajaran dalam pelatihan dirancang untuk mengaktifkan atau


mendukung aktifitas belajar peserta pelatihan. Tujuan tersebut harus menjadi karakter
utama. Aktifitas pembelajaran semestinya dirancang dan tidak boleh dilakukan dengan
sembarangan. Hal tersebut agar para peserta pelatihan dapat mencapai tujuan belajarnya,
yaitu mengembangkan bakat, minat, dan memiliki daya suai dengan lingkungan fisik dan
sosial di organisasinya.

Upaya untuk mencapai tujuan belajar bersama peserta pelatihan, tidak berarti bahwa
perencanaan pembelajaran akan berdampak terhadap munculnya suatu perlakuan yang sama
kepada para peserta pelatihan yang memiliki perbedaan karakter masing-masing. Justru,
tujuan pembelajaran dalam pelatihan harus memberikan pengaruh terhadap munculnya
penguatan karakter pengetahuan dan keterampilan individu yang dimiliki oleh para peserta
pelatihan. Sebab, sebagai suatu bentuk pembelajaran orang dewasa (adult learning),
pelatihan sebaiknya berpijak pada prinsip “pencapaian tujuan belajar terarah” (a goal
directed learning).

3.2 Fasilitator/Trainer Pembelajaran Pelatihan

Kewajiban utama seorang fasilitator/trainer dalam suatu kegiatan pembelajaran


pelatihan adalah memastikan tersampaikannya pesan pembelajaran kepada seluruh peserta
pelatihan. Sebab, secara esensial, seorang fasilitator/trainer adalah “tokoh kunci” (key
person) yang sangat menentukan proses keberhasilan pembelajaran pelatihan. Pesan tersebut
berupa pengetahuan, wawasan dan keterampilan. Agar suatu pesan pembelajaran pelatihan
dapat diterima, dicerna, atau dipelajari peserta pelatihan sesuai dengan tujuan atau
kemampuan yang diharapkan, seorang fasilitator/trainer pelatihan memiliki tugas untuk
menentukan dan mengkategorisasi materi (bahan belajar) dari beragam sumber belajar, serta
menyusunnya secara sistematis kronologis.

Peran fasilitator/trainer menjadi sangat penting dalam proses pembelajaran


pelatihan. Hal ini karena keterbatasan yang dimiliki seseorang (peserta pelatihan) untuk
memenuhi kebutuhan belajarnya. Maka dari itu, seorang fasilitator/trainer harus mampu
mengemas suatu kondisi belajar untuk memenuhi kebutuhan beajar yang diharapkan para
peserta pelatihan. Pemenuhan kebutuhan belajar dalam suatu pelatihan perlu didukung
dengan bahan pembelajaran, media pembelajaran dan lingkungan pembelajaran yang
kondusif. Melengkapi pernyataan tersebut, Dick & Carey (dalam Setyosari, 2003)
berpendapat bahwa peningkatkan kualitas pembelajaran dilakukan dengan upaya
peningkatan kompetensi seorang pembimbing belajar (fasilitator/trainer) melalui aktifitas
belajar secara lebih banyak tentang pengetahuan dan metode pembelajaran yang selanjutnya
digunakan untuk menyampaikan isi pembelajaran kepada para peserta belajar (peserta
pelatihan).

Sehubungan dengan konteks pembelajaran orang dewasa, Dayati & Rohmad (1992)
menyatakan bahwa dalam konteks pembelajaran orang dewasa yang berpedoman pada
pendidikan orang dewasa, seseorang yang menyampaikan materi (bahan pembelajaran)
lebih tepat disebut sebagai seorang pembimbing atau fasilitator. Sebab pada pendidikan
orang dewasa dalam konteks pembelajaran pelatihan, baik antara peserta pelatihan dan
fasilitator/trainer telah saling memiliki kesadaran bahwa orang dewasa tidak belajar melalui
pendekatan yang bercorak “menggurui”.Konsekuensinya, seorang fasilitator/trainer
pelatihan harus selalu memberikan kemudahan untuk peserta pelatihan agar berkesempatan
melakukan kegiatan belajar. Hal inilah yang dikatakan sebagai tujuan dari suatu
pembelajaran bagi orang dewasa. Agar tercapainya tujuan pelatihan sesuai terminologi
pembelajaran orang dewasa, maka dibutuhkan kerjasama antara fasilitator/trainer belajar
dengan para peserta latihan. Karena yang terlibat dalam proses pembelajaran pelatihan
bukanlah hanya fasilitator/trainer, melainkan juga para pesertanya. Keterlibatan aktif para
peserta pelatihan dalam proses pembelajaran yang berlangsung merupakan tanggungjawab
penuh seorang fasilitator/trainer.

Secara teoritik, belajar di dalam pelatihan bagi orang dewasa menghasilkan


perubahan perilaku. Perubahan perilaku pada orang dewasa (peserta pelatihan) bergantung
dari perubahan sikap dan penambahan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya.
Dengan demikian, fungsi seorang fasilitator/trainer antara lain; Pertama, sebagai penyebar
pengetahuan. Fasilitator/trainer menyediakan sebanyak dan/atau seluas mungkin bahan
belajar yang akan disampaikan dari berbagai tinjauan. Pemberian materi berupa beragam
penjelasan sesuai daya tangkap kelompok yang disertai contoh-contoh sederhana, sehingga
mudah untuk dipahami oleh peserta pelatihan. Kedua, sebagai pelatih keterampilan. Hal ini
dilakukan oleh fasilitator/trainer pada saat bermaksud memberikan tambahan keterampilan
baru, melalui latihan praktek yang mengajak peserta pelatihan untuk belajar sambil
mengerjakan. Ketiga, perancang pengalaman belajar kreatif. Fasilitator/trainer berfungsi
pula untuk menciptakan situasi yang memungkinkan peserta pelatihan memperoleh
pengalaman belajar baru (new learning experience) atau membantu peserta pelatihan
menata pengalamannya di masa lampau dengan cara yang baru. Dengan demikian, muncul
suatu kesempatan baru untuk melakukan sesuatu yang berbeda dibandingkan sesuatu yang
telah biasa dilakukan.
Fasilitator/trainer sebaiknya dapat membatasi diri untuk sedikit mungkin memberi
anjuran serta memberi semangat kepada para peserta pelatihan untuk saling belajar secara
aktif dan kreatif. Intervensi fasilitator/trainer hanyalah pada situasi tertentu saja, yaitu
apabila dirasa sangat dibutuhkan dan dapat membantu kelancaran pembelajaran.

3.3 Peserta Pembelajaran Pelatihan

Pembelajaran dalam ragam bentuk dan jenisnya, secara umum dapat ditinjau dari
penggolongan berdasarkan usia. Terdiri dari anak-anak, remaja dan dewasa. Setiap
kelompok usia tersebut memiliki ciri umum (characteristic) fisik dan psikis yang berbeda
antara satu sama lain. Perbedaan tersebut melahirkan konsekuensi bahwa setiap proses
pembelajaran yang dilakukan harus berdasarkan pada asumsi-asumsi belajar sesuai
karakteristiknya.

Dalam hal pelaksanaan pembelajaran pada pelatihan, tercapainya tujuan belajar


pelatihan dan keberhasilan dalam memposisikan peserta pelatihan sebagai subjek pelatihan
adalah tergantung pada fasilitator/trainer yang memegang peranan sangat penting untuk
“melakukan komunikasi dan berhubungan secara langsung dengan para peserta pelatihan
dalam proses pembelajaran, baik dua arah maupun multi arah.

Perbedaan ciri umum belajar antara orang dewasa dan anak-anak terletak pada
kesadaran diri untuk belajar. Orang dewasa belajar atas kesadaran sendiri, sedangkan anak-
anak tidak belajar atas kesadaran sendiri. Anak hadir karena kewajiban dan tidak berdasar
atas kesadarannya. Kehadiran orang dewasa dalam suatu kegiatan belajar pelatihan
misalnya, merupakan suatu tindakan sukarela (tidak melupakan kewajiban). Artinya, para
peserta pelatihan sebagai orang dewasa akan produktif apabila mereka diberi kebebasan
untuk memilih dan mengaktualisasikan dirinya selama proses pembelajaran pelatihan.

3.4 Bahan Belajar Pelatihan

Bahan belajar (materi) merupakan bagian integral dari program pembelajaran


pelatihan. Maksudnya, materi tidak dapat dilepaskan dari konteks pembelajaran pada
pelatihan. Pengembangan materi pelatihan dapat diartikan sebagai suatu pendekatan
sistemik yang mengacu pada tujuan pelatihan. Sistem pembelajaran pelatihan adalah
meliputi kegiatan perancangan, pelaksanaan (produksi), evaluasi, dan pemanfaatan
kombinasi dari komponen sistem pembelajaran. Sedangkan komponen sistem pembelajaran
pelatihan adalah terdiri dari muatan (pesan), orang, materi, media, teknik, dan situasi
lingkungan pembelajaran pelatihan. Dengan demikian, pengembangan materi merupakan
bagian integral dari pengembangan program pelatihan ataupun pengembangan sistem
pembelajaran pelatihan.

Pengorganisasian isi materi pelatihan mencakup tiga hal penting, yaitu: (1)
memastikan materi memiliki tingkat kebermanfaatan bagi peserta pelatihan; (2) memastikan
setiap materi pelatihan yang disajikan memiliki keterkaitan satu sama lain; dan (3)
menyusun secara runut urutan materi pelatihan yang disajikan sesuai prasyarat belajarnya.

3.5 Media Pembelajaran Pelatihan

Demi memperlancar dan membantu peserta pelatihan dalam proses pembelajaran,


maka hendaknya pembelajaran pelatihan dilakukan dengan menggunakan beragam media
seperti; media cetak (buku teks/modul, majalah, bulletin, surat kabar) dan media elektronik
(radio, televisi, computer, dan program perangkat lunaknya). Contoh tersebut memberi
pemahaman bahwa media pembelajaran pada pelatihan merupakan berbagai jenis komponen
media yang berada di sekitar peserta pelatihan yang dapat merangsangnya untuk belajar.
Selain itu media pembelajaran dalam pelatihan, juga dipahami sebagai segala bentuk alat
fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang peserta pelatihan untuk belajar (buku,
film, kaset, dan lain-lain).

Apapun bentuk dan jenis media yang digunakan, idealnya, media pembelajaran
pelatihan mestilah sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan atau maksud
pembelajaran, sehingga dapat merangsang perhatian, minat dan perasaan peserta pelatihan
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pemilihan media pembelajaran ditujukan untuk
menunjang keberhasilan pembelajaran pelatihan. Secara umum, pemilihan media
pembelajaran pelatihan hendaklah mempertimbangkan beberapa hal seperti jenis, biaya,
akses, dan kebutuhan yang memenuhi selera pengguna (peserta dan fasilitator/trainer).

Secara khusus, media pembelajaran yang digunakan hedaklah telah memenuhi


beberapa syarat pertimbangan berikut; (1) ketersediaan sumber belajar setempat, (2)
ketersediaan anggaran organisasi untuk merancang atau membeli, (3) keluwesan,
kepraktisan dan ketahanan media yang akan dipilih, dan (4) efektifitas biayanya dalam
waktu yang panjang (pengadaan media terasa mahal tetapi kalau dapat dipakai berulang kali
dalam waktu lama akan menjadi murah).

Penjelasan di atas memberi pemahaman bahwa media merupakan suatu hal yang
sangat diperlukan dalam proses pembelajaran pelatihan. Utamanya sebagai penambahan
atau pengembangan sumber belajar bagi peserta pelatihan.

3.6 Metode Pembelajaran Pelatihan

Fasilitator/trainer hendaknya memiliki strategi agar peserta pelatihan dapat belajar


secara efektif dan efisien. Selain itu, demi, tercapainya tujuan pembelajaran pelatihan,
fasilitator/trainer sebaiknya menguasai teknik penyajian atau metode mengajar.

Teknik penyajian merupakan suatu pengetahuan tentang cara (heuristika) pengajaran


yang digunakan oleh fasilitator/trainer untuk menyajikan materi pelatihan kepada peserta
agar materi yang disajikan dapat dipahami dan digunakan oleh peserta pelatihan dengan
baik. Beberapa metode yang umumnya digunakan dalam pembelajaran pelatihan dijelaskan
sebagai berikut :
1. metode ceramah. Metode berbasis paparan lisan yang diberikan kepada sekelompok
pendengar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dalam jumlah yang relatif besar.
Metode ceramah cocok digunakan pada dalam pembelajaran pelatihan dengan
karakteristik tertentu, seperti bersifat informasional atau memperdalam pemahaman
akibat sulitnya memahami materi (bahan belajar) yang ada.
2. metode diskusi. Metode yang melibatkan dua orang peserta atau lebih untuk
berinteraksi saling bertukar pendapat atau saling mempertahankan pendapat dalam
pemecahan masalah sehingga diperoleh kesimpulan atau kesepakatan tertentu.
3. metode demonstrasi. Metode ini digunakan agar proses pembelajaran pelatihan lebih
dapat diterima dan berkesan mendalam, sehingga membentuk pengertian dengan baik
dan sempurna dalam pikiran peserta pelatihan. Peserta pelatihan dapat secara langsung
mengamati dan memperhatikan seksama tentang sesuatu hal yang sedang diperlihatkan
oleh fasilitator/trainer selama metode berlangsung.
4. metode kerja kelompok. Penerapan metode ini adalah dengan membagi peserta
pelatihan menjadi beberapa kelompok atau satu kelompok besar. Melalui metode ini,
peserta pelatihan bekerja sama dalam memecahkan suatu masalah, atau melaksanakan
tugas tertentu dan berusaha mencapai tujuan belajar yang ditentukan oleh
fasilitator/trainer.
5. metode latihan/pemberian tugas. Metode ini dapat diartikan sebagai suatu teknik
penyajian yang melibatkan peserta pelatihan untuk melaksanakan rangkaian kegiatan
latihan agar peserta memiliki keterampilan. Syaratnya tentu, latihan yang dilakukan
bersifat praktis, mudah dilakukan, dan teratur pelaksanaannya. Dengan demikian,
metode ini akan dapat membantu peserta pelatihan dalam peningkatan penguasaan
keterampilan dimaksud, bahkan bisa jadi peserta pelatihan dapat memiliki ketangkasan
secara lebih sempurna.

Anda mungkin juga menyukai