ALIM HARUN P.
Jurusan Pendidikan Luar Sekolah
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang
I. PENGELOLAAN PELATIHAN
Dengan kata lain, manajemen merupakan rangkaian kegiatan bersama dan melalui
orang lain dalam suatu organisasi yang ditujukan untuk mencapai tujuan organisasi
(Hardjana, 2001). Dalam konteks pelatihan, manajemen digunakan agar pembelajaran yang
dilaksanakan terlaksana secara efektif dan efisien. Dengan demikian langkah-langkah
manajemen yang dilakukan adalah perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaan serta
evaluasi atau tindak lanjut.
Pelatihan dapat diartikan secara umum sebagai suatu proses untuk membantu orang
dewasa dalam memperoleh keterampilan dan pengetahuan yang bersifat segera untuk
membantu suatu aktifitas atau pekerjaan tertentu. Sedangkan secara khusus, pelatihan adalah
suatu aktifitas belajar yang memiliki jangkauan spesifik, memberi penekanan pada aspek
keterampilan, berorientasi pada tema tertentu, pembelajarannya diselenggarakan dengan
metode berperanserta, dan hasil belajarnya akan digunakan segera.
Pelatihan bertujuan untuk membantu anggota organisasi (pekerja) dalam hal; (a)
mempelajari dan mendapatkan kecakapan-kecakapan baru, (b) mempertahankan dan
meningkatkan kecakapan-kecakapan yang sudah dikuasai, (b) mendorong anggota
organisasi (pekerja) agar memiliki kemauan untuk belajar dan terus berkembang, (d)
mempraktekkan pengetahuan dan keterampilan yang telah dipelajari dalam pelatihan, (e)
mengembangkan pribadi anggota organisasi (pekerja), dan (f) meningkatkan keefektifan
organisasi.
Berbagai pendapat tersebut dapat dipadukan, jika bertolak dari aspek peserta
belajarnya yang merupakan orang dewasa. Lunardi (1989) menyatakan bahwa “latihan
(latihan kerja) merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan orang dewasa, disamping
bentuk lain yaitu pendidikan yang melanjutkan maupun yang menggantikan pendidikan di
sekolah-sekolah formal sebagaimana tertulis di atas dalam pengertian pendidikan orang
dewasa”.
Upaya untuk mencapai tujuan belajar bersama peserta pelatihan, tidak berarti bahwa
perencanaan pembelajaran akan berdampak terhadap munculnya suatu perlakuan yang sama
kepada para peserta pelatihan yang memiliki perbedaan karakter masing-masing. Justru,
tujuan pembelajaran dalam pelatihan harus memberikan pengaruh terhadap munculnya
penguatan karakter pengetahuan dan keterampilan individu yang dimiliki oleh para peserta
pelatihan. Sebab, sebagai suatu bentuk pembelajaran orang dewasa (adult learning),
pelatihan sebaiknya berpijak pada prinsip “pencapaian tujuan belajar terarah” (a goal
directed learning).
Sehubungan dengan konteks pembelajaran orang dewasa, Dayati & Rohmad (1992)
menyatakan bahwa dalam konteks pembelajaran orang dewasa yang berpedoman pada
pendidikan orang dewasa, seseorang yang menyampaikan materi (bahan pembelajaran)
lebih tepat disebut sebagai seorang pembimbing atau fasilitator. Sebab pada pendidikan
orang dewasa dalam konteks pembelajaran pelatihan, baik antara peserta pelatihan dan
fasilitator/trainer telah saling memiliki kesadaran bahwa orang dewasa tidak belajar melalui
pendekatan yang bercorak “menggurui”.Konsekuensinya, seorang fasilitator/trainer
pelatihan harus selalu memberikan kemudahan untuk peserta pelatihan agar berkesempatan
melakukan kegiatan belajar. Hal inilah yang dikatakan sebagai tujuan dari suatu
pembelajaran bagi orang dewasa. Agar tercapainya tujuan pelatihan sesuai terminologi
pembelajaran orang dewasa, maka dibutuhkan kerjasama antara fasilitator/trainer belajar
dengan para peserta latihan. Karena yang terlibat dalam proses pembelajaran pelatihan
bukanlah hanya fasilitator/trainer, melainkan juga para pesertanya. Keterlibatan aktif para
peserta pelatihan dalam proses pembelajaran yang berlangsung merupakan tanggungjawab
penuh seorang fasilitator/trainer.
Pembelajaran dalam ragam bentuk dan jenisnya, secara umum dapat ditinjau dari
penggolongan berdasarkan usia. Terdiri dari anak-anak, remaja dan dewasa. Setiap
kelompok usia tersebut memiliki ciri umum (characteristic) fisik dan psikis yang berbeda
antara satu sama lain. Perbedaan tersebut melahirkan konsekuensi bahwa setiap proses
pembelajaran yang dilakukan harus berdasarkan pada asumsi-asumsi belajar sesuai
karakteristiknya.
Perbedaan ciri umum belajar antara orang dewasa dan anak-anak terletak pada
kesadaran diri untuk belajar. Orang dewasa belajar atas kesadaran sendiri, sedangkan anak-
anak tidak belajar atas kesadaran sendiri. Anak hadir karena kewajiban dan tidak berdasar
atas kesadarannya. Kehadiran orang dewasa dalam suatu kegiatan belajar pelatihan
misalnya, merupakan suatu tindakan sukarela (tidak melupakan kewajiban). Artinya, para
peserta pelatihan sebagai orang dewasa akan produktif apabila mereka diberi kebebasan
untuk memilih dan mengaktualisasikan dirinya selama proses pembelajaran pelatihan.
Pengorganisasian isi materi pelatihan mencakup tiga hal penting, yaitu: (1)
memastikan materi memiliki tingkat kebermanfaatan bagi peserta pelatihan; (2) memastikan
setiap materi pelatihan yang disajikan memiliki keterkaitan satu sama lain; dan (3)
menyusun secara runut urutan materi pelatihan yang disajikan sesuai prasyarat belajarnya.
Apapun bentuk dan jenis media yang digunakan, idealnya, media pembelajaran
pelatihan mestilah sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan atau maksud
pembelajaran, sehingga dapat merangsang perhatian, minat dan perasaan peserta pelatihan
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pemilihan media pembelajaran ditujukan untuk
menunjang keberhasilan pembelajaran pelatihan. Secara umum, pemilihan media
pembelajaran pelatihan hendaklah mempertimbangkan beberapa hal seperti jenis, biaya,
akses, dan kebutuhan yang memenuhi selera pengguna (peserta dan fasilitator/trainer).
Penjelasan di atas memberi pemahaman bahwa media merupakan suatu hal yang
sangat diperlukan dalam proses pembelajaran pelatihan. Utamanya sebagai penambahan
atau pengembangan sumber belajar bagi peserta pelatihan.