Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH TENTANG

PENDIDIKAN PANCASILA : PANCASILA DALAM SEJARAH


PERJUANGAN BANGSA

Dosen Pengampu : Danisya Primasari M.Si

Disusun Oleh Kelompok IV :


Afra Naila 20212010001
Jafrian Laowo 20211450045
Muhamad Sangaji 20211190019
Tita Muslimah 20211400040
Ucu Musaropah 20212260026
Zahra Nabila Putri 20211420042

STKIP SINAR CENDEKIA


PRODI PENDIDIKAN IPA
TANGGERANG SELATAN
2021/2022
Kata Pengantar

Alhamdulillah Segala Puji syukur atas berkah dan limpahan rahmat dari
Allah Swt., yang hingga hari ini kita dapat dapat hidup dengan tenang dan sentosa.
Sholawat serta salam tidak lupa kita curahkan hati kita dengan tulus kepada nabi
besar Muhammad Saw.,kepada keluarganya, sahabatnya dan kita ummatnya yang
senantiasa selalu dalam ketaatan kepadanya sehingga dapat dikumpulkan bersama
nanti di yaumil akhir. Aamiin…

Atas berkat kegigihan dalam membuat makalah ini kami menghaturkan


banyak terimakasih terkhusus kepada dosen pengampu Danisya Primasari M.Si
dengan mata kuliah nya Pendidikan Pancasila sehingga dapat dikerjakan dengan
sebaik baiknya walau banyaknya kekurangan.

Penulis berharap semoga makalah yang kami buat ini menjadi sebuah
informasi penting dan pembelajaran yang kurang nya dapat menambah sedikit ilmu
pengetahuan mengenai Pancasila dalam sejarah perjuangan bangsa

Penulis ,
karawang 12 September 2021

Kelompok IV

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar ………………………………………………………………………… i

Daftar isi ………………………...…………………………………………………..... ii

BAB I PENDAHULUAN …………...……………………………………………….. 1

1.1 Latar Belakang …………………………………………………………… 1


1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………….. 4
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan ………………..………………………….. 4

BAB II PEMBAHASAN …………………………………………….……..………… 5

PANCASILA DALAM SEJARAH PERJUANGAN BANGSA

2.1 Sejarah Singkat Pancasila di Indonesia ………………………………………… 6


2.1.1 Era Pra Kemerdekaan ……………………………………………………. 6
2.1.2 Era Kemerdekaan ………………………………………………………… 9
2.1.3 Era Orde Lama …………………………………………………………… 10
2.1.4 Era Orde Baru ……………………………………………………………. 11
2.1.5 Era Reformasi ……………………………………………………………. 13

BAB III PENUTUP ………………………………………………………………...… 18

3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………… 18


3.2 Saran …………………………………………………………………….. 19

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………….. 20

ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang
mulai dari zaman kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya bangsa
lain yang menjajah serta menguasai bangsa Indonesia. Beratus-ratus tahun bangsa
Indonesia dalam perjalanan hidupnya berjuang untuk menemukan jatidirinya
sebagai suatu bangsa yang merdeka, mandiri serta memiliki suatu prinsip yang
tersimpul dalam pandangan hidup serta falsafah hidup bangsa. Setelah melalui
suatu proses yang tidak singkat dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia
menemukan jatidirinya, yang tersimpul ciri khas, sifat, dan karakter bangsa yang
berbeda dengan bangsa lain, yang oleh para pendiri negara kita dirumuskan dalam
suatu rumusan yang sederhana namun mendalam, yang meliputi prinsip (lima sila)
yang kemudian diberi nama Pancasila (Kaelan).
Pancasila merupakan hal yang fundamental bagi Indonesia, semakin hari
semakin nyata bahwa tidak ada aspek-aspek kehidupan berbangsa dan bernegara
yang tidak dikaitkan dengan Pancasila.Problematik dasar mengenai Pancasila
adalah pernyataan “apakah Pancasila itu?”dan Pancasila menjadi jelas di dalam
perkembangan sejarahnya. Pancasila berkembang dalam sejarah dan kemudian
apakah Pancasila itu?, Hal itupun terungkap dari sejarah Pancasila juga (Yonatan
Wiyoso)
Pancasila dalam arti materil terdapat di dalam kehidupan bangsa Indonesia
sepanjang masa, yaitu di dalam angan-angan. Pancasila sebelum terbentuk Negara
Proklamasi 17 Agustus 1945 sudah diamalkan di dalam kebudayaan dan agama-
agama yang dipeluk bangsa Indonesia.Notonagoro menyebutkan bahwa bangsa
Indonesia telah ber-Pancasila dalam arti dwi prakara, yaitu kebudayaan dan di
dalam agama-agama yang di peluknya (Sunarjo Wreksosuhardjo). Setiap bangsa di
dunia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara senantiasa memiliki
suatu pandanagan hidup, falsafah hidup serta pegangan hidup agar tidak terombang-
ambing dalam pergaulan masyarakat nasional, serta bangsa memiliki ciri khas

1
pandangan hidup yang berbeda dengan bangsa lain. Negara Komunisme dan
Liberalisme meletakkan dasar falsafah negaranya pada suatu konsep ideologi
tertentu, misalnya komunisme mendasarkan ideologinya pada konsep pemikiran
Karl Marx (Kaelan). Pancasila sebagai suatu sistem falsafah pada hakekatnya
merupakan suatu nilai sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran norma
baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaraan lainnya. Dalam
falsafah Pancasila terkandung di dalamnya suatu pemikiranpemikiran yang bersifat
kritis, mendasar, sistematis dan komprehensif (menyeluruh) dan sistem pemikitan
ini merupakan suatu nilai.Oleh karena itu suatu pemikiran falsafah tidak secara
langsung menyajikan norma-norma yang merupakan pedoman dalam suatu
tindakan atau aspek praksis melainkan suatu nilai-nilai yang bersifat mendasar
(Ibid). Pancasila sebagai dasar falsafah serta ideologi Bangsa dan Negara Indonesia,
bukan terbentuk secara mendadak serta bukan hanya diciptakan seseorang
sebagaimana yang terjadi pada ideologi-idioogi lain di dunia (Kaelan).
Istilah ideologi berasal dari kata ‘idiea’ yang berarti “gagasan, pengertian
dasar, cita-cita” dan „logos‟ berarti “ilmu”. Kata ‘idiea’ berasal dari bahasa Yunani
‘eidos’ yang artinya „bentuk‟ disamping itu kata ‘idein’ yang artinya „melihat‟.
Maka secara harfiah, ideologi bearti ilmu pengetahuan tentang ide-ide atau ajaran
tentang pengertian-pengertian dasar (Ibid). Menurut Natonagoro, ideologi dapat
ditinjau dari dua pengertian, yaitu : a. dalam arti luas ideologi berarti ilmu
pengetahuan mengenai cita-cita negara dan b. dalam arti sempit ideologi ialah cita-
cita negara yang menjadi basis bagi teori dan praktik penyelenggaraan negara
(Sunajo). Dalam konteks ideologi negara, Pancasila dapat dimaknai sebagai sistem
kehidupan nasional yang meliputi aspek politik, ekonomi, sosial budaya dan
pertahanan keamanan dalam rangka pencapaian cita-cita dan tujuan bangsa yang
berlandaskan Dasar Negara. Dalam kaitannya dengan perkembangan politik
Indonesia “Pancasila” sebagai konsep falsafah yang kemudian dijadikan dasar
Negara, mempunyai isi yang abstrak dan universal (Yonatan). Pancasila
ditempatkan menjadi salah satu dari empat pilar kebangsaan.Partai Politik
diarahkan untuk memprioritaskan kegiatan empat pilar berbangsa dan bernegara

2
yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Begitulah ketentuan dalam Pasal 34 ayat (3b) huruf a Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2008 tentang Partai Politik (UU Parpol). Ketentuan tersebut mengundang
keberatan sejumlah kalangan yang berprofesi sebagai dosen, mahasiswa, peniliti,
wartawan dan wiraswasta. Dalam Pasal 34 ayat (3b) huruf a UU Parpol disebutkan
bahwa Partai Politik wajib mensosialisasikan 4 (empat) Pilar Kebangsaan yang
menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilar. Pasal 34 ayat (3b) huruf a UU
Partai Politik tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum karena bertentangan
dengan Pembukaan UUD 1945 alinea keempat, dalam pidato Soekarno tanggal 1
Juni 1945 di hadapan rapat besar Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) , Soekarno menggagaskan Pancasila sebagai
philosophische grondslag, dan gagasan Soekarno tersebut diterima oleh segenap
anggota BPUPKI dengan tepuk tangan riuh rendah, Pancasila yang sudah disepakati
menjadi Dasar Negara Republik Indonesia disamakan kedudukannya dan
disejajarkan dengan UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bhinneka
Tunggal Ika yang kemudian disebut dengan istilah "Empat Pilar Berbangsa dan
Bernegara.apabila posisi Pancasila disejajarkan dengan UUD 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika maka ini artinya posisi
Pancasila mengalami degradasi. TAP MPRS NomorXX/MPRS/1966.
menempatkan Pancasila sebagai dasar falsafah negara Republik Indonesia dan
sebagai sumber dari segala sumber hukum (negara) dalam urutan yang pertama dan
utama.
Dalam era reformasi MPR RI melalui Sidang Istimewa tahun 1999 konsisten
berpegang bahwa kedudukan Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
yang tertuang dalam Tap MPR NomorXVIII/MPR/1998 Pasal 1 yang berbunyi “
Pancasila sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945 adalah
Dasar Negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanakan secara
konsisten dalam kehidupan bernegara “ Oleh karenanya, segala agenda reformasi
termasuk peraturan perundangan yang sudah dibuat serta akan dibuat haruslah

3
berpangkal tolak dari Pancasila (Kaelan). Apabila Pancasila sebagai Dasar Negara
yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 (sebagai Philosophische
Grondslag) itu diubah menjadi Empat Pilar maka ini sama halnya dengan mengubah
dan membubarkan negara proklamasi 1945. Pancasila sebagai Dasar Negara
merupakan harga mati bagi bangsa dan Negara Indonesia yang telah disepakati oleh
para pendiri Negara Keideologian Republik Indonesia.Pancasila mendapatkan
tempat yang teramat istimewa dalam Pembukaan UUD 1945 dan karenanya harus
menjadi ruh dan sumber ketatanegaraan Indonesia. Karena Pancasila mendapat
tempat yang terhormat semacam itu, maka tidak dibenarkan Pancasila diberi label,
disandingkan secara sejajar dengan NKRI, Bhinneka Tunggal Ika dan UUD 1945,
atau diubah penyebutannya, selain sebagai Dasar Negara
1.2 Rumusan Masalah
1. Seperti apakah sejarah singkat pancasila di Indonesia
2. Bagaimana pancasila dalam sejarah perjuangan bangsa di era pra
kemerdekaan ?
3. Bagaimana pancasila dalam sejarah perjuangan bangsa di era kemerdekaan ?
4. Bagaimana pancasila dalam sejarah perjuangan bangsa di era orde lama ?
5. Bagaimana pancasila dalam sejarah perjuangan bangsa di era orde baru ?
6. Bagaimana pancasila dalam sejarah perjuangan bangsa di era reformasi ?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Penulis bertujuan dengan dibuatnya makalah tentang “Pancasila Dalam
Sejarah Perjuangan Bangsa” dapat membuat suatu pengetahuan baru dan
hingga menjadi sebuah wawasan yang dapat bermanfaat untuk khalayak
banyak.
2. Manfaat Penulisan
Semoga seluruh isi dari makalah ini dapat difahami dengan mudah walau
banyak sekali kekurangan, terutama penulis berharap agar dapat menjadi
sebuah manfaat untuk kami khususnya dan umumnya untuk banyak orang.

4
BAB II PEMBAHASAN
PANCASILA DALAM SEJARAH PERJUANGAN BANGSA

2.1 Sejarah Singkat Pancasila di Indonesia


Hari lahir Pancasila jatuh pada tanggal 1 Juni yang ditandai oleh pidato yang
dilakukan oleh Presiden pertama Indonesia, Soekarno pada 1 Juni 1945 dalam
sidang Dokuritsu Junbi Cosakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan). Pidatonya pertama kali mengemukakan konsep awal Pancasila
yang menjadi dasar negara Indonesia.

Kronologi dan Sejarah Hari Lahir Pancasila


Adapun sejarahnya berawal dari kekalahan Jepang pada perang pasifik,
mereka kemudian berusaha mendapatkan hati masyarakat dengan menjanjikan
kemerdekaan kepada Indonesia dan membentuk sebuah Lembaga yang tugasnya
untuk mempersiapkan hal tersebut. Lembaga ini dinamai Dokuritsu Junbi Cosakai.
Pada sidang pertamanya di tanggal 29 Mei 1945 yang diadakan di Gedung Chuo
Sangi In (sekarang Gedung Pancasila), para anggota membahas mengenai tema
dasar negara.

Sidang berjalan sekitar hampir 5 hari, kemudian pada tanggal 1 Juni 1945,
Soekarno menyampaikan ide serta gagasannya terkait dasar negara Indonesia, yang
dinamai “Pancasila”. Panca artinya lima, sedangkan sila artinya prinsip atau asas.
Pada saat itu Bung Karno menyebutkan lima dasar untuk negara Indonesia, yakni
Sila pertama “Kebangsaan”, sila kedua “Internasionalisme atau Perikemanusiaan”,
sila ketiga “Demokrasi”, sila keempat “Keadilan sosial”, dan sila kelima
“Ketuhanan yang Maha Esa”.

Untuk menyempurnakan rumusan Pancasila dan membuat Undang-Undang


Dasar yang berlandaskan kelima asas tersebut, maka Dokuritsu Junbi Cosakai
membentuk sebuah panitia yang disebut sebagai panitia Sembilan. Berisi Ir.
Soekarno, Mohammad Hatta, Abikoesno Tjokroseojoso, Agus Salim, Wahid

5
Hasjim, Mohammad Yamin, Abdul Kahar Muzakir, Mr. AA Maramis, dan Achmad
Soebardjo.

Setelah melalui beberapa proses persidangan, Pancasila akhirnya dapat


disahkan pada Sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945. Pada sidang tersebut,
disetujui bahwa Pancasila dicantumkan dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar
1945 sebagai dasar negara Indonesia yang sah.

Sebagai peringatan atas peristiwa bersejarah tersebut, tanggal 1 Juni resmi


ditetapkan sebagai Hari Lahir Pancasila melalui Keputusan Presiden Nomor 24
Tahun 2016 Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pak Jokowi menyampaikan
keputusan ini melalui pidato pada peringatan Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 di
Gedung Merdeka, Bandung pada 1 Juni 2016.

2.1.1 Era Pra Kemerdekaan

Diterimanya secara aklamasi pidato Soekarno, BPUPKI telah berhasil


menyimpan rancangan dasar negara Republik Indonesia. Untuk membahas lebih
lanjut, sebelum kabinet BPUPKI berakhir, disepakati untuk membentuk Panitia
Kecil beranggotakan 8 orang di bawah petunjuk Soekarno. Tugas Panitia Kecil
adalah mengerahkan usul dan pandangan BPUPKI yang akan dimasukkan dalam
jadwal sidang ke dua, tanggal 10 – 17 Juli 1945. Atas prakarsa Soekarno sebagai
pengarah Panitia Kecil, Soekarno membentuk Panitia 9 yang beranggotakan:

1. Ir. Soekarno (ketua)


2. Drs. Mohammad Hatta (wakil ketua)
3. Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (anggota)
4. Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. (anggota)
5. Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim (anggota)
6. Abdoel Kahar Moezakir (anggota)
7. Raden Abikusno Tjokrosoejoso (anggota)
8. Haji Agus Salim (anggota)

6
9. Mr. Alexander Andries Maramis (anggota)

Selain mempelajari masalah dasar negara, Panitia 9 juga ditugasi untuk


menyusun tulisan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Pada kongres tanggal 22
Juni 1945 Panitia 9 menyepakati isi rancangan naskah proklamasi seperti berikut :

“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab
itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan
peri kemanusiaan dan peri keadilan. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan
Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia, dengan selamat sentosa
mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang negara Indonesia, yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat rahmat Allah Yang
Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan
kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaannya. Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah
negara Indonesia Merdeka yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu susunan negara
Republik Indonesia, yang berkedaulalan rakyat, dengan berdasarkan kepada:
Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk
pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan-perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Dari alinea ke dua rancangan naskah proklamasi yang dikenal luas dengan
nama Piagam Jakarta itu, dapat dilihat bahwa dasar negara Pancasila dirumuskan
sebagai berikut:

7
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk
pemeluknya,
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3. Persatuan Indonesia,
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan,
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Untuk melanjutkan sidang BPUPKI, pada tanggal 7 Agustus 1945 dibentuk


Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dengan keanggotaan sejumlah 27
orang. Peranan PPKI dalam sejarah Indonesia sangat penting, terutama setelah
proklamasi kemerdekaan yang diadakan pada tanggal 17 Agustus 1945. Badan
inilah yang menyempurnakan dan melegitimasi berbagai perlengkapan berdirinya
sebuah negara baru, yaitu Republik Indonesia. Salah satu finalisasi yang dilakukan
oleh PPKI adalah penghapusan kata “dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya”. Tokoh utama pada penghilangan 7 kata dan
menggantinya dengan “Yang Maha Esa” adalah Muhammad Hatta yang masa itu
berperan sebagai pimpinan PPKI bersama Soekarno dan Radjiman
Wedyodiningrat. Pagi-pagi tanggal 18 Agustus 1945, sebelum sidang PPKI
dimulai, Hatta melakukan pertemuan dengan penggerak-penggerak Islam agar
bersedia menerima usulannya demi mengempu persatuan bangsa. Teuku
Mohammad Hasan, Kasman Singodimedjo, dan Ki Bagus Hadikusumo akhirnya
mau menerima usulan Hatta untuk mengganti kata “Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” menjadi “Ketuhanan Yang
Maha Esa”. Adapun penggerak Islam lainnya, yaitu Wachid Hasjim tidak hadir saat
memenuhi usul Hatta. Penerimaan penggerak Islam itu mengambil rumusan
Pancasila mencapai bentuk yang sempurna dan disahkan pada sidang PPKI
(Purwanta 2018).

8
2.1.2 Era Kemerdekaan

Pada tanggal 6 Agustus 1945 bom atom dijatuhkan di kota Hiroshima oleh
Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang. Sehari
kemudian BPUPKI berganti nama menjadi PPKI menegaskan keinginan dan tujuan
mencapai kemerdekaan Indonesia. Bom atom kedua dijatuhkan di Nagasaki yang
membuat Jepang menyerah kepada Amerika dan sekutunya. Peristiwa ini pun
dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya. Untuk
merealisasikan tekad tersebut, maka pada tanggal 16 Agustus 1945 terjadi
perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks
proklamasi yang berlangsung singkat, mulai pukul 02.00-04.00 dini hari. Teks
proklamasi sendiri disusun oleh Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan Mr. Ahmad
Soebardjo di ruang makan. Laksamana Tadashi Maeda tepatnya di jalan Imam
Bonjol No 1. Konsepnya sendiri ditulis oleh Ir. Soekarno. Sukarni (dari golongan
muda) mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir.
Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia.

Kemudian teks proklamasi Indonesia tersebut diketik oleh Sayuti Melik. Isi
Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 sesuai dengan semangat yang
tertuang dalam Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945. Piagam ini berisi garis-garis
pemberontakan melawan imperialisme-kapitalisme dan fasisme serta memuat dasar
pembentukan Negara Republik Indonesia. Piagam Jakarta yang lebih tua dari
Piagam Perjanjian San Francisco (26 Juni 1945) dan Kapitulasi Tokyo (15 Agustus
1945) itu ialah sumber berdaulat yang memancarkan Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia (Yamin, 1954: 16). Piagam Jakarta ini kemudian disahkan oleh
sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 menjadi pembentukan UUD 1945,
setelah terlebih dahulu dihapus 7 (tujuh) kata dari kalimat “Ketuhanan dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya”, diubah menjadi
Ketuhanan Yang Maha Esa.

9
Pada tahun 1950-an muncul inisiatif dari sejumlah tokoh yang hendak
melakukan interpretasi ulang terhadap Pancasila. Saat itu muncul perbedaan
perspektif yang dikelompokkan dalam dua kubu. Pertama, beberapa tokoh berusaha
menempatkan Pancasila lebih dari sekedar kompromi politik atau kontrak sosial.
Mereka memandang Pancasila tidak hanya kompromi politik melainkan sebuah
filsafat sosial atau weltanschauung bangsa. Kedua, mereka yang menempatkan
Pancasila sebagai sebuah kompromi politik. Dasar argumentasinya adalah fakta
yang muncul dalam sidang-sidang BPUPKI dan PPKI. Pancasila pada saat itu
benar-benar merupakan kompromi politik di antara golongan nasionalis netral
agama (Sidik Djojosukarto dan Sutan takdir Alisyahbana dkk) dan nasionalis Islam
(Hamka, Syaifuddin Zuhri sampai Muhammad Natsir dkk) mengenai dasar negara.

2.1.3 Era Orde Lama

Pancasila sebagai ideologi negara dan falsafah bangsa yang pernah


dikeramatkan dengan sebutan azimat revolusi bangsa, pudar untuk pertama
kalinya pada akhir dua dasa warsa setelah proklamasi kemerdekaan.Meredupnya
sinar api pancasila sebagai tuntunan hidup berbangsa dan bernegara bagi jutaan
orang diawali oleh kehendak seorang kepala pemerintahan yang terlalu gandrung
pada persatuan dan kesatuan. Kegandrungan tersebut diwujudkan dalam bentuk
membangun kekuasaan yang terpusat, agar dapat menjadi pemimpin bangsa yang
dapat menyelesaikan sebuah revolusi perjuangan melawan penjajah (nekolim,
neokolonialisme) serta ikut menata dunia agar bebas dari penghisapan bangsa atas
bangsa dan penghisapan manusia dengan manusia.

Orde lama berlangsung dari tahun 1959-1966. Pada masa itu berlaku
demokrasi terpimpin. Setelah menetapkan berlakunya kembali UUD 1945,
Presiden Soekarno meletakkan dasar kepemimpinannya. Yang dinamakan
demokrasi terpimpin yaitudemokrasi khas Indonesia yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Demokrasi
terpimpin dalam prakteknya tidak sesuai dengan makna yang terkandung

10
didalamnya dan bahkan terkenal menyimpang. Dimana demokrasi dipimpin
oleh kepentingan-kepentingan tertentu.

Masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintah sering


terjadi penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS yang bertentangan
dengan pancasila dan UUD 1945. Artinya pelaksanaan UUD1945 pada masa itu
belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi karena
penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang presiden dan
lemahnya control yang seharusnya dilakukan DPR terhadap kebijakan-kebijakan.

Selain itu, muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang


berkepanjangan sehingga situasi politik, keamanaan dan kehidupan ekonomi
makin memburuk puncak dari situasi tersebut adalah munculnya pemberontakan
G30S/PKI yang sangat membahayakan keselamatan bangsa dan Negara.

Mengingat keadaan makin membahayakan Ir. Soekarno selaku presiden RI


memberikan perintah kepada Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret
1969 (Supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan bagi
terjaminnya keamanaan, ketertiban dan ketenangan serta kesetabilan jalannya
pemerintah. Lahirnya Supersemar tersebut dianggap sebagai awal masa Orde
Baru.

2.1.4 Era Orde Baru

Era Orde Baru dalam sejarah republik ini merupakan masa pemerintahan
yang terlama, dan bisa juga dikatakan sebagai masa pemerintahan yang paling
stabil. Stabil dalam artian tidak banyak gejolak yang mengemuka, layaknya
keadaan dewasa ini. Stabilitas yang diiringi dengan maraknya pembangunan di
segala bidang. Era pembangunan, era penuh kestabilan, menimbulkan romantisme
dari banyak kalangan.

Diera Orde Baru, yakni stabilitas dan pembangunan, serta merta tidak lepas
dari keberadaan Pancasila. Pancasila menjadi alat bagi pemerintah untuk semakin

11
menancapkan kekuasaan di Indonesia. Pancasila begitu diagung-agungkan;
Pancasila begitu gencar ditanamkan nilai dan hakikatnya kepada rakyat; dan rakyat
tidak memandang hal tersebut sebagai sesuatu yang mengganjal.

Menurut Hendro Muhaimin bahwa Pemerintah di era Orde Baru sendiri


terkesan “menunggangi” Pancasila, karena dianggap menggunakan dasar negara
sebagai alat politik untuk memperoleh kekuasaan. Disamping hal tersebut,
penanaman nilai-nilai Pancasila di era Orde Baru juga dibarengi dengan praktik
dalam kehidupan sosial rakyat Indonesia. Kepedulian antarwarga sangat kental,
toleransi di kalangan masyarakat cukup baik, dan budaya gotong-royong sangat
dijunjung tinggi. Selain penanaman nilai-nilai tersebut dapat dilihat dari
penggunaan Pancasila sebagai asas tunggal dalam kehidupan berorganisasi, yang
menyatakan bahwa semua organisasi, apapun bentuknya, baik itu organisasi
masyarakat, komunitas, perkumpulan, dan sebagainya haruslah mengunakan
Pancasila sebagai asas utamanya.

Pada era Orde Baru sebagai era “dimanis-maniskannya” Pancasila. Secara


pribadi, Soeharto sendiri seringkali menyatakan pendapatnya mengenai
keberadaan Pancasila, yang kesemuanya memberikan penilaian setinggi-tingginya
terhadap Pancasila.

Ketika Soeharto memberikan pidato dalam Peringatan Hari Lahirnya


Pancasila, 1 Juni 1967. Soeharto mendeklarasikan Pancasila sebagai suatu force
yang dikemas dalam berbagai frase bernada angkuh, elegan, begitu superior.
Dalam pidato tersebut, Soeharto menyatakan Pancasila sebagai “tuntunan hidup”,
menjadi “sumber tertib sosial” dan “sumber tertib seluruh perikehidupan”, serta
merupakan “sumber tertib negara” dan “sumber tertib hukum”. Kepada pemuda
Indonesia dalam Kongres Pemuda tanggal 28 Oktober 1974, Soeharto menyatakan,
“Pancasila janganlah hendaknya hanya dimiliki, akan tetapi harus dipahami dan
dihayati!” Dapat dikatakan tidak ada yang lebih kuat maknanya selain Pancasila di
Indonesia, pada saat itu, dan dalam era Orde Baru.

12
2.1.5 Era Reformasi

Era reformasi atau era pasca-Suharto di Indonesia dimulai pada tahun 1998,
tepatnya saat Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 dan
digantikan oleh wakil presiden saat itu, B.J. Habibie. Periode ini dicirikan oleh
lingkungan sosial politik yang lebih terbuka.

Isu-isu selama periode ini di antaranya dorongan untuk menerapkan


demokrasi dan pemerintahan sipil yang lebih kuat, elemen militer yang mencoba
untuk mempertahankan pengaruhnya, Islamisme yang tumbuh dalam politik dan
masyarakat umum, serta tuntutan otonomi daerah yang lebih besar. Proses
reformasi menghasilkan tingkat kebebasan berbicara yang lebih tinggi, berbeda
dengan penyensoran yang meluas saat Orde Baru. Akibatnya, debat politik menjadi
lebih terbuka di media massa dan ekspresi seni makin meningkat. Peristiwa-
peristiwa yang telah membentuk Indonesia dalam periode ini di antaranya
serangkaian peristiwa terorisme (termasuk bom Bali 2002) serta gempa bumi dan
tsunami Samudra Hindia 2004.

Pancasila yang seharusnya sebagai nilai, dasar moral etik bagi negara dan
aparat pelaksana Negara, dalam kenyataannya digunakan sebagai alat legitimasi
politik. Puncak dari keadaan tersebut ditandai dengan hancurnya ekonomi nasional,
maka timbullah berbagai gerakan masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa,
cendekiawan dan masyarakat sebagai gerakan moral politik yang menuntut adanya
“reformasi” di segala bidang politik, ekonomi dan hukum (Kaelan, 2000: 245).

Saat Orde Baru tumbang, muncul fobia terhadap Pancasila. Dasar Negara itu
untuk sementara waktu seolah dilupakan karena hampir selalu identik dengan rezim
Orde Baru. Dasar negara itu berubah menjadi ideologi tunggal dan satu-satunya
sumber nilai serta kebenaran. Negara menjadi maha tahu mana yang benar dan
mana yang salah. Nilai-nilai itu selalu ditanam ke benak masyarakat melalui
indoktrinasi (Ali, 2009: 50). Dengan seolah-olah “dikesampingkannya” Pancasila
pada Era Reformasi ini, pada awalnya memang tidak nampak suatu dampak negatif

13
yang berarti, namun semakin hari dampaknya makin terasa dan berdampak sangat
fatal terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.

Dalam kehidupan sosial, masyarakat kehilangan kendali atas dirinya,


akibatnya terjadi konflik-konflik horisontal dan vertikal secara masif dan pada
akhirnya melemahkan sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa dan negara
Indonesia. Dalam bidang budaya, kesadaran masyarakat atas keluhuran budaya
bangsa Indonesia mulai luntur, yang pada akhirnya terjadi disorientasi kepribadian
bangsa yang diikuti dengan rusaknya moral generasi muda.

Dalam bidang ekonomi, terjadi ketimpangan-ketimpangan di berbagai sektor


diperparah lagi dengan cengkeraman modal asing dalam perekonomian Indonesia.
Dalam bidang politik, terjadi disorientasi politik kebangsaan, seluruh aktivitas
politik seolah-olah hanya tertuju pada kepentingan kelompok dan golongan. Lebih
dari itu, aktivitas politik hanya sekedar merupakan libido dominandi atas hasrat
untuk berkuasa, bukannya sebagai suatu aktivitas memperjuangkan kepentingan
nasional yang pada akhirnya menimbulkan carut marut kehidupan bernegara seperti
dewasa ini (Hidayat, 2012).

Namun demikian, kesepakatan Pancasila menjadi dasar Negara Republik


Indonesia secara normatif, tercantum dalam ketetapan MPR. Ketetapan MPR
NomorXVIII/MPR/1998 Pasal 1 menyebutkan bahwa “Pancasila sebagaimana
dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945 adalah dasar negara dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan
bernegara” (MD, 2011). Ketetapan ini terus dipertahankan, meskipun ketika itu
Indonesia akan menghadapi Amandeman Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan
Republik Indonesia tahun 1945.

Selain kesepakatan Pancasila sebagai dasar negara, Pancasila pun menjadi


sumber hukum yang ditetapkan dalam Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 Pasal
1 Ayat (3) yang menyebutkan, “Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila
sebagaimana yang tertulis dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu

14
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial
bagi seluruh Rakyat Indonesia, dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945”.

Semakin memudarnya Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan


bernegara membuat khawatir berbagai lapisan elemen masyarakat. Oleh sebab itu,
sekitar tahun 2004 Azyumardi Azra menggagas perlunya rejuvenasi Pancasila
sebagai faktor integratif dan salah satu fundamen identitas nasional. Seruan
demikian tampak signifikan karena proses amandeman UUD 1945 saat itu sempat
memunculkan gagasan menghidupkan kembali Piagam Jakarta (Ali, 2009: 51).
Selain keadaan di atas, juga terjadi terorisme yang mengatasnamakan agama. Tidak
lama kemudian muncul gejala Perda Syariah disejumlah daerah. Rangkaian gejala
tersebut seakan melengkapi kegelisahan publik selama reformasi yang
mempertanyakan arah gerakan reformasi dan demokratisasi. Seruan Azyumardi
Azra direspon sejumlah kalangan. Diskursus tentang Pancasila kembali
menghangat dan meluas usai Simposium Peringatan Hari Lahir Pancasila yang
diselenggarakan FISIP-UI pada tanggal 31 Mei 2006 (Ali, 2009: 52). Sekretariat
Wapres Republik Indonesia, pada tahun 2008/2009 secara intensif melakukan
diskusi-diskusi untuk merevitalisasi sosialisasi nilai-nilai Pancasila. Tahun 2009
Dirjen Dikti, juga membentuk Tim Pengkajian Pendidikan Pancasila di Perguruan
Tinggi. Sementara itu, beberapa perguruan tinggi telah menyelenggarakan kegiatan
sejenis, yaitu antara lain: Kongres Pancasila di Universitas Gadjah Mada,
Simposium Nasional Pancasila dan Wawasan Kebangsaan di Universitas
Pendidikan Indonesia, dan Kongres Pancasila di Universitas Udayana. Lebih dari
itu MPR-RI melakukan kegiatan sosialisasi nilai-nilai Pancasila yang dikenal
dengan sebutan “Empat Pilar Kebangsaan”, yang terdiri dari: Pancasila, Undang-
Undang Dasar tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka
Tunggal Ika. Akan tetapi, istilah “Empat Pilar Kebangsaan” ini menurut Kaelan
(2012: 249-252) mengandung;

15
1) Linguisticmistake (kesalahan linguistik) atau dapat pula dikatakan kesalahan
terminology.
2) Ungkapan tersebut tidak mengacu pada realitas empiris sebagaimana
terkandung dalam ungkapan bahasa, melainkan mengacu pada suatu
pengertian atau ide, ‘berbangsa dan bernegara’ itu dianalogikan bangunan
besar (gedung yang besar).
3) Kesalahan kategori (category mistake), karena secara epistemologis kategori
pengetahuan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika bukanlah merupakan kategori
yang sama. Ketidaksamaan itu berkaitan dengan realitas atau hakikat
pengetahuannya, wujud pengetahuan, kebenaran pengetahuannya serta
koherensi pengetahuannya.

Selain TAP MPR dan berbagai aktivitas untuk mensosialisasikan kembali


Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Secara tegas
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan menyebutkan dalam penjelasan Pasal 2 bahwa:
Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah
sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 alinea keempat yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang
adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi
negara serta sekaligus dasar filosofis negara sehingga setiap materi muatan
Peraturan Perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila. Hal tersebut berkorelasi bahwa Undang-Undang ini
penekanannya pada kedudukan Pancasila sebagai dasar negara. Sudah barang tentu
hal tersebut tidak cukup. Pancasila dalam kedudukannya sebagai pandangan hidup
bangsa perlu dihayati dan diamalkan oleh seluruh komponen bangsa. Kesadaran ini
mulai tumbuh kembali, sehingga cukup banyak lembaga pemerintah di pusat yang

16
melakukan kegiatan pengkajian sosialisasi nilai-nilai Pancasila. Salah satu
kebijakan nasional yang sejalan dengan semangat melestarikan Pancasila di
kalangan mahasiswa adalah Pasal 35 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012
tentang Pendidikan Tinggi yang menyatakan bahwa Kurikulum Pendidikan Tinggi
wajib memuat mata kuliah Agama, Pancasila, Kewarganegaraan dan Bahasa
Indonesia.

Makna penting dari kajian historis Pancasila ini ialah untuk menjaga
eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena itu seluruh komponen
bangsa harus secara imperatif kategoris menghayati dan melaksanakan Pancasila
baik sebagai Dasar Negara maupun sebagai. Pandangan Hidup Bangsa, dengan
berpedoman kepada nilai-nilai Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dan secara
konsisten menaati ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal UUD 1945.

17
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama
dengan bangsa Indonesia sejak dahulu. Sejarah merupakan deretan peristiwa yang
saling berhubungan. Peristiwa-peristiwa masa lampau yang berhubungan dengan
kejadian masa sekarang dan semuanya bermuara pada masa yang akan datang. Hal
ini berarti bahwa semua aktivitas manusia pada masa lampau berkaitan dengan
kehidupan masa sekarang untuk mewujudkan masa depan yang berbeda dengan
masa yang sebelumnya. Sejarah perjuangan bangsa Indonesia berlalu dengan
melewati suatu proses waktu yang sangat panjang. Dalam proses waktu yang
panjang itu dapat dicatat kejadian-kejadian penting yang merupakan tonggak
sejarah perjuangan.

Dan Dasar Negara merupakan alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan
mampu memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah Negara. Negara Indonesia
dibangun juga berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu pancasila.
Pancasila, dalam fungsinya sebagai dasar Negara, merupakan sumber kaidah
hukum yang mengatur Negara Replubik Indonesia, termasuk di dalamnya seluruh
unsur-unsurnya yakni pemerintah, wilayah, dan rakyat. Pancasila dalam
kedudukannya seperti inilah yang merupakan dasar pijakan penyelenggaraan
Negara dan seluruh kehidupan Negara Replubik Indonesia.

Maka point pentingnya ialah Pancasila merupakan kepribadian bangsa


Indonesia yang mana setiap warga negara Indonesia harus menjunjung tinggi dan
mengamalkan silasila dari Pancasila tersebut dengan setulus hati dan penuh rasa
tanggung jawab. Agar pancasila tidak terbatas pada coretan tinta belaka tanpa
makna.

18
3.2 Saran
Semoga dengan pembahasan yang dapat kami sampaikan didalam makalah
ini menjadi sebuah sarana ilmu pengetahuan yang mana jikalau ada kekurangan
menjadi wasilah agar kami dapat memberikan yang lebih baik untuk kedepannya.

19
DAFTAR PUSTAKA

[1] https://www.maimaid.id/berita/sejarah-singkat-lahirnya-pancasila
[2] https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPP/article/download/34134/1807
8
[3] http://wpurwanis.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/39295/PP+%3D+
MODUL+3+%28PANCASILA+ERA+KEMERDEKAAN%29.doc
[4] https://osf.io/fmdhu/download
[5] https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPP/article/download/34134/180
78

20
21

Anda mungkin juga menyukai