Anda di halaman 1dari 7

PAPER

METODOLOGI ISTINBATH HUKUM ISLAM

Nilai Musyawarah Dalam Undang-Undang Dasar 1945

Disusun Oleh Kelompok 3:

Fhaiza Anggeni, Ghaffar Ramdi, Muhammad Iqbal Haryadi, Mhd Yusup Lubis,

Roro Inten Rahmianti

Jurusan Hukum Tata Negara, Fakultas Syariah,

Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol

Padang

ABSTRAK

Penerapan hukum islam di dalam ranah tata hukum indonesia sesungguhnya tidaklah
merupakan hal yang aneh dan baru. Hal ini dikarenakan dalam sejarah awal mula berdiri
bangsa ini hukum Islam sesungguhnya pernah membumi. Hukum dimanapun tempatnya
dibuat dan diterapkan seyogyanya berfungsi untuk melindungi, memberikan rasa aman, dan
memberikan rasa keadilan bagi setiap warga negara. Seperti itulah sesungguhnya hukum
islam diciptakan oleh yang Allah. Mashlahah dan manfaat baik untuk umat manusia
merupakan kata kunci penerapan hukum islam, tidak hanya di Indonesia saja tetapi juga di
dunia. Begitu juga dengan musyawarah, esensi musyawarah menunjukkan realitas persamaan
kedudukan dan derajat manusia, kebebasan berpendapat dan hak kritik serta pengakuan
terhadap kemanusiaan itu sendiri. Dengan musyawarah ditemukan cara untuk mempersatukan
manusia, mempersatukan golongan-golongan dengan berbagai atribut di tengah-tengah
bergejolaknya problema-problema umum dan dengan musyawarah pula dikembangkan tukar
pikiran dan pendapat.

Kata Kunci: Hukum Islam, Musyawarah, Islam

PENDAHULUAN

Perdebatan dan perdebatan demokrasi antara ulama dan cendekiawan Islam saat ini.
Salah satunya dibahas dalam dua pendekatan yaitu ormatif dan empiris. Pada tataran

1
normatif, mereka mempertanyakan nilai demokrasi dalam aspek ajaran Islam. Di tingkat
empiris, di sisi lain mereka menganalisis implementasi demokrasi dalam praktik politik dan
administrasi negara.1
Sebagaimana diketahui, bahwa musyawarah yang sudah mempunyai dasar aturan
pada pada Al-Quran dan al-Hadis baik secara ucapan juga praktik, masih ada hadis-hadis yg
mengharuskan musyawarah2. Konsep lain musyawarah atau syura secara umum diartikan
mencakup semua bentuk musyawarah (pendapat) dan pertukaran pandangan, tetapi dalam arti
sempit syura berarti ketentuan yang harus diikuti berdasarkan keputusan masyarakat.
Secara umum, syura adalah hak-hak yang tanggung jawabnya diambil oleh semua
individu sebagai bagian darinya. Oleh karena itu, asas syura berarti bahwa setiap keputusan
yang diambil dalam jamaah harus merupakan wasiat atau kesaksian dari seluruh individu.3
Ruang lingkup musyawarah merupakan faktor pembeda utama dari demokrasi, dan
esensi hari ini adalah pemilihan umum yang diselenggarakan oleh masyarakat untuk memilih
individu yang mengatur dan mengelola pekerjaan mereka. 4 Ini lebih luas dari demokrasi,
yang memiliki masalah lain serta memilih pemimpin. Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI), sebagai bangsa yang berkebangsaan tempat rakyatnya lahir dan membentuk
negaranya sendiri, menganut asas musyawarah, mufakat, dan perwakilan sebagai dasar
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Negara Indonesia untuk untuk tegaknya kedaulatan orang. Hal ini sesuai dengan sifat
kehidupan asli Indonesia yang selalu ada. Selain itu, konstitusi negara yang mayoritas
penduduknya beragama Islam menetapkan musyawarah sebagai sistem pemerintahan. 5 Di sisi
lain, demokrasi yang dibangun Barat sebagai sistem demokrasi tidak sesuai dengan
kehidupan masyarakat Indonesia.
Pancasila dan empat tambahan teks asli dan sejak pengesahan pada 18 RIS 1949 dan
UUD 1950 sebagai akibat dari kegagalan melaksanakan UUD (UUD 1945). Pelaksanaan
demokrasi di Indonesia saat ini pada dasarnya sama dengan demokrasi barat, kondisi ini
mengubah struktur konstruksi NKRI menjadi negara demokrasi, seolah-olah suatu bangsa
terbentuk sebelum bangsa itu lahir.

1
Syihabuddin, “Konsep Negara dan Demokrasi Dalam Perspektif Hukum Islam dan Konstitusi
Modern”, (TesisProgram Pasca Sarjana, Universitas Islam Negeri Syarif Hidatullah Jakarta, 2008), hlm. 81.
2
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam WA Adillatuhu (Jihad, Pengadilan dan Mekanisme Mengambil
Keputusan, Pemerintahan Dalam Islam), Jilid 8 (Kota: Darul Fikri), hlm. 38.
3
Taufiq Muhammad Asy-Syawi, Fiqhusy Sura Wal Istisyarat, Penerjemah Djamaludin, (Jakarta: Gema
Insani Press, 1997), hlm. 16.
4
Yusuf Al-Qardhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, ( Jakarta:Gema Insani, 2009), hlm. 917.
5
Maj. Moch. Said, “Amanat Penderitaan Rakyat”, Jilid I Cet. II, (Surabaya: Permata. 1961), hlm. 109.

2
Berdasarkan kondisi kehidupan nyata tersebut, tinjauan terhadap posisi musyawarah
dan demokrasi di Indonesia dan pelaksanaan inilah kebenaran jalannya sejarah perjuangan
bangsa Indonesia dan konsep negara kesatuan yang harus dilaksanakan oleh Negara Kesatuan
Republik Indonesia .
METODE PENELITIAN
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
dimana metode pendekatan yaitu penelitian hukum doktrinal atau normatif atau penelitian
hukum kepustakaan. Jenis penelitian, bersifat deskriptif-analisis karena yang bermaksud
memberikan data yang seteliti mungkin yang kemudian dilakukan penganalisisan. Teknik
pengumpulan data, dilakukan dengan mencari, mencatat, menginventarisasi, menganalisis,
dan mempelajari data. Dan teknik analisis data, akan dilakukan melalui inventarisasi undang-
undang dasar 1945 hasil amandemen, kemudian dianalisis dan dicari ketentuan-ketentuan Al-
Qur’an yang terkandung dalam UUD 1945 tersebut.
PEMBAHASAN

Di antara ajaran Islam yang asasi dalam mengatur kehidupan bermasyarakat,


berbangsa, dan bernegara adalah pelaksanaan syura atau musyawarah. Secara arti bahasa
(etimologi) lafaz al-Syura dan al-Musyawarah serta al-Masyurah merupakan bentuk
masdar fi’il (kata kerja) dari kata syawarayusyawiru yakni dengan akar kata syin, waw, dan
ra’ dalam pola fa’ala. Pada mulanya kata syawara bermakna mengeluarkan madu dari
sarang lebah. Makna ini kemudian berkembang, sehingga mencakup segala sesuatu yang
dapat diambil atau dikeluarkan dari yang lain (termasuk pendapat). Orang yang
bermusyawarah bagaikan orang yang meminum madu. Dari makna dasarnya ini diketahui
bahwa lingkaran musyawarah yang terdiri dari peserta dan pendapat yang akan
disampaikan adalah lingkaran yang bernuansa kebaikan.6

Namun dalam pendefinisian, syura (musyawarah) sebagai sesuatu yang wajib


menetapi dan masyurah (memberi pendapat) serta istisyarah (meminta pendapat) yang
fakultatif dipandang dari segi keharusan menetapi. Dalam hidup bersama, mutlak perlu
menegakkan musyawarah dalam menghadapi dan memecahkan masaslah-masalah
bersama. Makin besar sesuatu kelompok maka semakin besar pula perlu ditegakkannya
musyawarah. Ia merupakan sendi kehidupan masyarakat yang digunakan sebagai prinsip
dan termasuk syariat. Artinya, musyawarah termasuk ketentuan Allah SWT yang harus

6
Ahmad Sudirman Abbas dan Ahmad Sukardja, Demokrasi Dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya dan Anglo Media), hlm. 5.

3
ditegakkan di muka bumi. Dengan kata lain, meninggal musyawarah berarti meninggalkan
salah satu segi syariat.

Mengenai cara bermusyawarah, lembaga permusyawaratan yang perlu dibentuk,


cara pengambilan keputusan, cara pelaksanaan keputusan musyawarah, dan aspek-aspek
tatalaksana lainnya diserahkan kepada kelompok manusia bersangkutan untuk
mengaturnya. Jadi sebagai prinsip, musyawarah adalah syariat, pemahamannya termasuk
bidang fikih, dan pengaturannya adalah dalam siyasah syar’iyyah.

Esensi musyawarah menunjukkan realitas persamaan kedudukan dan derajat


manusia, kebebasan berpendapat dan hak kritik serta pengakuan terhadap kemanusiaan itu
sendiri. Dengan musyawarah ditemukan cara untuk mempersatukan manusia,
mempersatukan golongan-golongan dengan berbagai atribut di tengahtengah bergejolaknya
problema-problema umum, dan dengan musyawarah pula dikembangkan tukar pikiran dan
pendapat. Pelaksanaan musyawarah bagi kehidupan manusia lebih dari sekedar
kepentingan politik suatu kelompok maupun negara, karena ia merupakan karakter
mendasar bagi kelompok masyarakat secara keseluruhan.

Di lain sisi, esensi musyawarah sebagai sistem penyusunan hukum merupakan cara
untuk mengetahui dan menghimpun kebenaran pendapat-pendapat melalui diskusi ilmiah.
Cara seperti ini memberikan peluang besar bagi para peserta untuk berdialog dengan
landasan argumentasi ilmiah. Musyawarah memegang peranan penting sebagai perisai
rakyat, kerena ia merupakan wahana bagi rakyat dalam menyampaikan kehendak dan
pemikirannya, dan musyawarah, dapat menghindarkan pemimpin dari sikap semena-mena
dan menjauhkannya dari kecenderungan menjadi thagut (pelanggar batas) dan berlaku
zalim.

Ajaran Islam tentang musyawarah sebagai syariat dan prinsip-prinsip kehidupan,


berdasar atas sumber pertama (Al-Quran) Surat Al-Baqarah ayat 122 sebagai berikut:
ُْ ٗ َ ُ ْ َ َ َ َ َّ َّ ُّ ْ َ َ َ َ ْ َ ‫َ ْ َ ٰ ُ ُ ْ ْ َ َ ْ َ َ ُ َّ َ ْ َ ْ ن َ َ ْ ن‬
‫اعة َو َعَل ال َم ْول ْو ِد له ِرزق ُه َّن‬ ‫ي ِلمن اراد ان ي ِتم الرض‬ ِ ‫ي ك ِامل‬ ِ ‫والو ِالد ت ير ِضعن اوَلدهن حول‬
َ ْ َ َ َ َ َ ٗ َّ ٌ ْ ُ ْ َ َ َ َ َ َ ٌ َ َ َّ ۤ َ ُ َ َ َ ْ ُ َّ ٌ ‫ف َن ْف‬ ُ ‫َوك ْس َو ُت ُه َّن ب ْال َم ْع ُر ْوف ََل ُت َك َّل‬
ِ ‫س ِاَل وسعها َل تضار و ِالدة ِۢبول ِدها وَل مولود له ِبول ِد و وعَل الو ِار‬ ِ ِ ِ
ُْ َ َ ْ َ ْْٓ ُ ْ َ ْ َ ْ َ ْ ُّ ْ َ َ ْ َ َ ْ َ َ َ َ ُ َ َ ُ َ َ َ َ ُ ْ ِّ ََ ْ َ ‫ْ ُ ٰ َ َ ْ َ َ َ َ ا‬
‫اض منهما وتشاو ٍر فَل جناح علي ِهماوِان اردتم ان تست ِضعوا اوَلدكم‬ ٍ ‫ِمثل ذ ِلك ف ِان ارادا ِفصاَل عن تر‬
َ ُ َ َ ‫اع َل ُم ْْٓوا َا َّن ه‬
‫اّٰلل ِب َما ت ْع َمل ْون َب ِص ْ ٌت‬ ْ ‫اّٰلل َو‬ َ ‫َف ََل ُج َن‬
َ ‫اح َع َل ْي ُك ْم ا َذا َس َّل ْم ُت ْم َّم ٓا ٰا َت ْي ُت ْم ب ْال َم ْع ُر ْوف َو َّات ُقوا ه‬
ِ ِ ِ

4
Artinya: Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh,
bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan
pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari
kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula
seorang ayah (menderita) karena anaknya. Ahli waris pun (berkewajiban) seperti itu pula.
Apabila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan permusyawaratan antara
keduanya, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu
kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran dengan cara
yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang
kamu kerjakan.

Pada ayat diatas menerangkan mengenai batas waktu penyusuan, atau bagi para ibu
yang hendak menyempurnakan masa waktu penyusuan atas anaknya selama masa dua
tahun. Kemudian apabila orang tua hendak “menyapih” penyusuan atas anaknya kepada
orang lain agar anaknya tetap mendapat kesempurnaan dalam masa penyusuan, Allah SWT
mengajarkan atas dasar keridhaan keduanya (Bapak dan Ibu) dan musyawarahkanlah.
Apabila pihak ayah dan ibu si bayi sepakat untuk menyapih anaknya sebelum si anak
berusia dua tahun, dan keduanya memandang bahwa keputusan inilah yang mengandung
maslahat bagi diri si bayi, serta keduanya bermusyawarah terlebih dahulu untuk itu dan
membuat kesepakatan, maka tidak ada dosa atas keduanya untuk melakukan hal tersebut.7

Dari pengertian ini dapat diambil kesimpulan bahwa, bila salah satu pihak saja yang
melakukan hal ini dinilai kurang cukup, dan tidak boleh bagi salah satu pihak dari keduanya
memaksakan kehendaknya tanpa persetujuan dari pihak yang lainnya. Demikianlah menurut
apa yang dikatakan oleh As-Sauri dan lain-lainnya. Pendapat ini mengandung sikap
preventif bagi si bayi demi kemaslahatannya; dan hal ini merupakan rahmat dari Allah
kepada hamba-hamba-Nya, mengingat Dia telah menetapkan keharusan bagi kedua orang
tua untuk memelihara anak mereka berdua, dan memberikan bimbingan kepada apa yang
menjadi maslahat bagi kedua orang tua, juga maslahat bagi si anak.

Begitu juga dengan kehidupan bernegara, dalam menyelesaikan persoalan-persoalan


kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, musyawarah merupakan suatu
keharusan yang mutlak untuk ditegakkan, baik terhadap urusan-urusan kehidupan yang

7
Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir, Juz 2 (Bandung :Sinar Baru
Algensindo, 2000), hlm. 561.

5
belum ada nashnya (ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadist) maupun tatacara pelaksanaan
persoalan yang sudah ada nashnya. Seperti kelembagaan permusyawaratan, pelaksanaan
hajat hidup masyarakat atau rakyat, amanah yang akan diberikan kepada pemimpin,
pengangkatan pemimpin, sistem pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara, urusan
pendidikan atau budaya, politik, ekonomi, hukum, lingkungan, dan lain sebagainya. Terkait
dengan urusan agama yang sudah ada nash perlu dimusyawarahkan tata cara
pelaksanaannya atau penegakkan hukum itu dalam kehidupan.

KESIMPULAN

Disini dapat disimpulkan bahwa dengan musyawarah ditemukan cara untuk


mempersatukan manusia, mempersatukan golongan-golongan dengan berbagai atribut di
tengahtengah bergejolaknya problema-problema umum, dan dengan musyawarah pula
dikembangkan tukar pikiran dan pendapat kehidupan bernegara, dalam menyelesaikan
persoalan-persoalan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, musyawarah
merupakan suatu keharusan yang mutlak untuk ditegakkan, baik terhadap urusan-urusan
kehidupan yang belum ada nashnya (ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadist) maupun tatacara
pelaksanaan persoalan yang sudah ada nashnya. Seperti kelembagaan permusyawaratan,
pelaksanaan hajat hidup masyarakat atau rakyat, amanah yang akan diberikan kepada
pemimpin, pengangkatan pemimpin, sistem pelaksanaan kehidupan berbangsa dan
bernegara, urusan pendidikan atau budaya, politik, ekonomi, hukum, lingkungan, dan lain
sebagainya. Terkait dengan urusan agama yang sudah ada nash perlu dimusyawarahkan tata
cara pelaksanaannya atau penegakkan hukum itu dalam kehidupan.

6
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Ahmad Sudirman dan Ahmad Sukardja. Demokrasi Dalam Perspektif Islam. Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya dan Anglo Media.

Ad-Dimasyqi, Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Kasir. 2000. Tafsir Ibnu Kasir, Juz 2.
.Bandung :Sinar Baru Algensindo.

Al-Qardhawi, Yusuf. 2009. Fatwa-Fatwa Kontemporer, Jilid 2, Penerjemah As’ad Yasin.


Jakarta:Gema Insani.

Az-Zuhaili, Wahbah. Fiqih Islam WA Adillatuhu (Jihad, Pengadilan dan Mekanisme


Mengambil Keputusan, Pemerintahan Dalam Islam). Kota: Darul Fikri.

Muhammad, Taufiq. 1997. Asy-Syawi, Fiqhusy- Sura Wal Istisyarat, Penerjemah


Djamaludin. Jakarta: Gema Insani Press.

Said, Maj Moch. 1961. Amanat Penderitaan Rakyat. Surabaya: Permata.

Syihabuddin. 2008. Konsep Negara dan Demokrasi Dalam Perspektif Hukum Islam dan
Konstitusi Modern. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidatullah Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai