Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk yang telah diberi akal untuk berpikir. Seluruh

manusia sudah memiliki potensi itu semenjak berada dalam kandungan hingga akhir

hayat. Potensi yang dimiliki salah satunya belajar. Belajar bukan hanya kebutuhan

semata tetapi keharusan bagi manusia itu sendiri agar dapat berkembang serta

memaknai kehidupan. Kemampuan intelektual seorang siswa dapat menetukan

keberhasilan siswa saat mencapai prestasi agar mengetahui berhasil tidaknya dapat

dilakukan evaluasi terlebih dahulu yang bertujuan untuk mengetahui prestasi yang

dimiliki siswa saat berlangsungnya belajar.

Prestasi belajar didalam kamus besar bahasa indonesia prestasi belajar

merupakan meningkatnya wawasan dan keterampilan dalam satu mata pelajaran

berdasarkan nilai yang diberikan guru. Kinerja akademik siswa tidak selalu

mencerminkan keterampilan yang sebenarnya, jadi prestasi belajar disekolah tidak

selalu tercermin dalam keterampilan tetapi hanya salah satu bagian dari proses

pertumbuhan dan pendidikan.

Prestasi belajar berupa ukuran keberhasilan seorang siswa dalam berbagai

kegiatan dalam belajar agar tercapainya prestasi belajar (Winkel, 2008). Mendapatkan

sebuah prestasi memang tidak semudah yang kita bayangkan, namun penuh

perjuangan dan usaha. Dengan dorongan dan ketekunan maka dalam situasi sulit dan

tantangan dapat di atasi. Prestasi belajar adalah hasil penilaian terhadap siswa
setelah mengikuti proses pembelajaran dalam priode tertentu yang bisa diukur dengan

instrumen yang relavan. banyak faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar, ada

yang dari dalam diri (Internal) dan ada yang dari luar diri (eksternl).

Pesatnya perkembangan teknologi di era globalisasi saat ini tidak mengherankan jika

semua jenis gadget teknologi menjadi kebutuhan dasar saat ini. Tanpa disadari hampir

tidak mampu membatasi waktu dalam menggunakan teknologi di kehidupan sehari-

hari seperti interaksinya terhadap handphone, komputer dan laptop dan lain-lain.

Sebagian besar kita hanya menghabiskan waktu dalam menggunakan teknologi untuk

tuntutan pekerjaan, berkomunikasi, serta hanya sebatas media hiburan.

Di era yang serba teknologi ini, seperti gadget tidak hanya dimiliki oleh kalangan

dewasa saja, remaja sampai anak kecil juga sudah banyak di beri fasilitas gadget oleh

orang tuanya. Industri gadget terus membuat inovasi baru seperti fitur canggih

sehingga mempermudah pekerjaan menggunakan gadget yang diselesaikan dengan

praktis. Mulai dari inovasi komunikasi yang lebih user friendly, hingga berbagai fitur

canggih disisipkan di dalamnya. Namun di sisi lain, begitu canggihnya teknologi saat

ini justru menyebabkan kelalaian terutama bagi penggunanya. Salah satu teknologi

yang digunakan kalangan remaja yaitu gadget pada umumnya hanya sebatas untuk

berkomunikasi dan bermain game, yang menjadi fokus perhatian disini ialah ketika

penggunaannya yang berlebihan, misalnya seperti penggunaan ponsel selama jam

belajar di rumah maupun di sekolah, bermain game berjam-jam sampai lupa makan

dan istirahat, dan lain sebagainya, sehingga hal-hal tersebut memicu anak mengalami

gejala-gejala technostress seperti yang dikemukakan oleh dr. Rebecca, yakni gejala

secara fisik seperti sakit kepala, kesulitan istirahat, nyeri otot di tangan dan di leher,
dan secara psikis seperti kesulitan berkonsentrasi, merasa panik atau cemas, mudah

marah, cepat merasa bosan, menjadi pemurung, serta lalai terhadap waktu. Hal-hal

tersebut patut diperhitungkan kembali bagi para orang tua dalam memberikan

pengawasan kepada anak-anak mereka dalam hal penggunaan gadget.

Dengan kecanggihan teknologi seperti gadget ini bisa menyebabkan kelalaian bagi

penggunanya. Umumnya dikalangan remaja menggunakan teknologi berupa gadget

untuk berkomunikasi serta bermain game. yang menjadi sumber perhatian adalah

penggunaan teknologi yang berlebihan, seperti menggunakan gadget berjam-jam

sampai lupa dengan waktu yang mengakibatkan istirahat yang kurang dan lupa

makan, menggunakan gadget saat jam belajar disekolah sehingga kesulitan

beradaptasi dalam memahami mata pelajar, mementingkan berkomunikasi lewat

media sosial dari pada belajar, dan lain – lain.

Penggunaan teknologi tanpa sepengatahuan dapat memicu masalah, salah satunya

technostress. Technostress merupakan kondisi dimana seseorang individu yang

menggunakan teknologi secara berlebihan sehingga muncul rasa tidak nyaman

individu baik secara psikis maupun fisik. Sehingga menyebabkan ketergantungan

individu terhadap teknologi. Technostress merupakan jenis stress yang

disebabkan oleh tuntutan secara terus menerus dalam menggunakan teknologi yang

mengakibatkan gangguan fisik maupun psikologi seseorang Suryanto (2017). Bentuk

Technostress yang lain dapat berupa ketergantungan seperti kecanduan terhadap

teknologi komunikasi, kecanduan terhadap permainan online, dan perilaku menyendiri

yang berlebihan serta penggunaan teknologi yang berlebihan . Tanpa disadari individu

tidak bisa membatasi waktunya dalam menggunakan teknologi dan Tidak jarang
gejala-gejala tersebut kita lihat di lingkungan sekitar kita, baik dari anak muda maupun

sampai orang dewasa.

Hal tersebut juga terjadi pada siswa SMA Negeri 16 Padang. Yang mana data awal

peneliti dapatkan melalui hasil kuesioner yang peneliti bagikan dan peneliti juga

melakukan wawancara dengan salah seorang guru dan juga dengan beberapa siswa

SMA Negeri 16 Padang. Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan

wakil kesiswaan SMA Negeri 16 Padang, peneliti mendapatkan bahwa siswa SMA

Negeri 16 Padang tahun 2023 berjumlah 1.026 siswa dimana kelas XII IPA terdiri dari

3 kelas yang berjumlah 120 siswa sementara kelas XII IPS terdiri dari 4 kelas yang

berjumlah 141 siswa. Kelas XII di SMA Negeri 16 Padang masih menggunakan K-13,

sedangkan siswa kelas X dan XI menggunakan K-Merdeka. Dimana kelas X terdiri dari

391 siswa dan kelas XI terdiri dari 374 siswa.

Diantara sekian banyak mata Pelajaran di SMA Negeri 16 Padang, peneliti memilih

mata pelajaran informatika untuk diukur prestasi belajarnya, hal tersebut disebabkan

karena mata Pelajaran informatika ini mewajibkan siswa untuk praktek dilabor

sehingga siswa banyak menggunakan teknologi diwaktu jam pelajaran berlangsung.

Dengan demikian maka siswa akan terbiasa menggunakan teknologi secara terus

menerus sehingga hal tersebut dapat memicu terjadinya technostress.

Peneliti juga melakukan penelitian awal dengan membagikan angket yang berisi 7

buah pertanyaan kepada 30 orang siswa SMA Negeri 16 Padang untuk melihat

apakah siswa tersebut mengalami penurunan prestasi belajar. Hasil yang peneliti

dapatkan dapat dilihat melalui tabel di bawah ini.

Tabel 1.1
Presentase Prilaku Prestsi Belajar Pada siswa SMA Negeri 16 Padang

No Pernyataan Presentase Jawaban Jawaban Ya Presentase Jawaban

Jawaban Tidak

1 Saya memiliki kesulitan dalam memahami pelajaran yang telah diberikan oleh

guru. 67% 20 33% 10

2 Saya dapat menyimpulkan secara umum pelajaran yang saya terima 30%

9 70% 21

3 Grafik nilai di rapor saya setiap semester meningkat 70% 21 30% 9

4 Saya mudah bosan dalam mengikuti mata pelajaran 70% 21 30% 9

5 Hasil belajar yang saya peroleh sudah seimbang dengan usaha belajar yang

saya lakukan 43% 13 57% 17

6 Dalam jam pelajaran berlangsung saya sering meminta izin ke guru untuk

keluar menemui teman yang lain 77% 23 23% 7

7 Saya sering tidak membuat tugas yang diberikan oleh guru 67% 20 33%

10

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa siswa SMA Negeri 16 Padang

mengalami penurunan prestari belajar. Hal tersebut juga didukung oleh hasil

wawancara yang peneliti lakukan dengan wakil kesiswaan tersebut, yang mana guru

tersebut mengatakan bahwa beberapa siswa di SMA Negeri 16 Padang diperbolehkan

membawa gadget ke sekolah, namun dalam penggunaannya tetap memberi larangan

selama jam belajar mengajar. Siswa diperbolehkan membawa gadget disebabkan

dengan beberapa alasan, diantaranya sebagai media komunikasi bagi siswa yang

bertempat tinggal jauh dari sekolah, dan sebagai media belajar pendukung di
lingkungan sekolah. Hal tersebut tidak menutup kemungkinan terjadinya pelanggaran

terhadap peraturan yang telah ditetapkan, seperti penggunaan gadget pada saat jam

pelajaran berlangsung, mencontek melalui gadget, mengakses hal-hal yang

semestinya tidak dikonsumsi oleh siswa, dan lain sebagainya

Adapun beberapa masalah yang ditemukan di lapangan yaitu masih terdapat sebagian

siswa yang menggunakan gadget-nya pada saat jam pelajaran berlangsung, bahkan

ketika guru sedang menerangkan di kelas ada sebagian siswa yang menggunakan

gadget nya. Hal tersebut tentu menjadi penghambat bagi siswa untuk memahami ilmu

pengetahuan yang diberikan. Kondisi seperti ini sudah seharusnya mendapat

perhatian dari para guru, untuk mempertegas peraturan penggunaan gadget di

lingkungan sekolah. Berdasarkan informasi yang kami dapat, sebagian guru sudah

menerapkan penyitaan handphone selama jam pembelajaran berlangsung. Penerapan

aturan tersebut dinilai cukup efektif dalam meminimalisir adanya pelanggaran terhadap

penggunaan gadget di lingkungan sekolah.

Dampak lainnya yakni muncul rasa kecanduan terhadap gadget akibat penggunaan

yang berlebihan dan kurang bijak, sehingga hal tersebut memicu gejala-gejala

ketidaknyamanan pada diri siswa. Bertolak dari kenyataan tersebut, kiranya suatu

perubahan perlu dilakukan untuk mengimbangi perkembangan zaman yang ada.

Peneliti melihat bahwa hal ini menjadi salah satu faktor penyebab anak-anak sering

menghabiskan waktu untuk menatap gadget-nya, baik dengan sikap yang bijak

maupun sebaliknya.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “Hubungan Technostress dengan Prestasi Belajar Informatika pada

Siswa SMA Negeri 16 Padang”

B. Rumusan Masalah

Agar penelitian ini menjadi lebih terarah dan terumuskan, maka yang menjadi rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada Hubungan Technostress dengan

Prestasi Belajar Informatika pada Siswa SMA Negeri 16 Padang?”

C. Batasan Masalah

Agar penelitian ini menjadi terarah dan terumuskan, maka yang menjadi batasan

masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Seberapa tingkat technostress Pada Siswa SMA Negeri 16 Padang?

2. Seberapa tingkat Prestasi Belajar Informatika Pada Siswa SMA Negeri 16

Padang?

3. Bagaimana Hubungan Technostress dengan Prestasi Belajar Informatika pada

Siswa SMA Negeri 16 Padang?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui tingkat technostress siswa SMA Negeri 16 Padang.

2. Untuk mengetahui tingkat Prestasi Belajar Informatika pada siswa SMA Negeri

16 Padang.

3. Untuk mengetahui bagaimana Hubungan Technostress dengan Prestasi Belajar

Informatika pada siswa SMA Negeri 16 Padang.

E. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat, baik dari segi praktis

maupun manfaat teoritis.

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi terhadap

pengembangan kajian teori keilmuan psikologi tentang Hubungan Technostress

dengan Prestasi Belajar Informatika pada Siswa SMA Negeri 16 Padang.

2. Manfaat Praktis

Melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi pembaca

tentang Hubungan Technostress dengan Prestasi Belajar Informatika pada Siswa

SMA Negeri 16 Padang.

F. Sistematika Penulisan

Agar karya tulis ini lebih mudah untuk dipahami maka karya tulis ini disusun atas lima

bab dengan tujuan agar memiliki susunan yang sistematis, dapat memudahkan untuk

mengetahui hubungan antara bab yang satu dengan bab yang lainnya untuk suatu

rangkaian yang konsisten. Adapun sistematika yang dimaksud yaitu sebagai berikut:

BAB I: Pendahuluan, yaitu yang terdiri dari latar belakang, identifikasi masalah,

rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan juga

sistematika penulisan.

BAB II: Landasan teori, yang terdiri dari teori-teori yang berkaitan dengan

variabel X yaitu Technostress dan variabel Y yaitu Tingkat Prestasi Belajar, Hubungan

antara kedua variabel X dan Y, penelitian yang relevan, kerangka konseptual, dan

yang terakhir hipotesis penelitian.


BAB III: Metode penelitian, yaitu yang terdiri dari jenis penelitian, defenisi

operasional, populasi & sampel, teknik pengumpulan data, dan instrument penelitian.

BAB IV: Hasil penelitian dan pembahasan, yang terdisi dari pelaksanaan

penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan.

BAB V: Kesimpulan dan saran, yaitu kesimpulan dari keseluruhan dan juga

saran.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Prestasi Belajar

1. Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi belajar terdiri dari dua kata yaitu sukses dan belajar. Istilah prestasi

dalam Kamus Ilmiah dan Populer diartikan sebagai hasil yang telah dicapai. Menurut
Noehi Nasution, beliau mengatakan bahwa belajar dalam arti luas dapat diartikan

sebagai suatu proses yang memungkinkan timbulnya atau perubahan tingkah laku

sebagai hasil pembentukan reaksi primer, asalkan perubahan atau terjadinya suatu

perilaku baru tidak disebabkan oleh perubahan sementara dengan alasan apapun

(Wahab, 2015).

Prestasi belajar siswa dapat dilihat dari tingkat keberhasilan siswa dalam

memahami materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai pada rapor setiap

bidang studi setelah mengalami proses pembelajaran. Prestasi belajar siswa dapat

diketahui setelah diadakan evaluasi dan hasil dari evaluasi tersebut dapat

memperlihatkan tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa tersebut. Diyakini bahwa

kemampuan intelektual siswa dapat menentukan prestasi akademik siswa. Untuk

mengetahui seseorang berhasil atau tidak diperlukan penilaian yang tujuannya untuk

mengetahui hasil yang diperoleh siswa setelah proses pembelajaran. Prestasi belajar

juga merupakan hasil belajar yang dicapai setelah selesainya proses belajar mengajar.

Prestasi sekolah dapat ditunjukkan dengan nilai yang ditunjukkan dari bidang studi

yang telah dipelajari siswa.

Menurut Djamarah (2011) prestasi belajar adalah hasil penilaian pendidikan

tentang kemajuan siswa setelah melakukan aktivitas belajar. Menurut Hamalik (2004)

prestasi belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misal dari

tidak tahu menjadi tahu dan tidak mengerti menjadi mengerti. Sedangkan menurut

Sudjana (2004) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa

setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Di dalam kegiatan proses belajar


mengajar, siswa dituntut untuk mampu mengatasi berbagai permasalahan, termasuk

kesulitan-kesulitan serta berbagai hambatan yang sewaktu-waktu muncul.

Menurut Azwar (2004) secara umum, terdapat dua faktor yang mempengaruhi

prestasi belajar seseorang, di mana faktor - faktor tersebut yaitu faktor internal dan

faktor eksternal. Faktor internal meliputi beberapa faktor antara lain faktor fisik dan

juga faktor psikologis. Menurut Moh. Zaiful Rosyid (2018) menguraikan prestasi

belajar yang dikomunikasikan sebagai gambar, angka, huruf, dan kalimat yang dapat

mencerminkan hasil yang telah dicapai oleh setiap siswa dalam periode tertentu dan

sangat baik dapat dinyatakan bahwa prestasi belajar adalah akibat dari suatu gerakan

belajar yang disertai dengan perubahan-perubahan yang dicapai oleh siswa.

Rendahnya prestasi tersebut disebabkan oleh tidak adanya perhatian siswa

selama pembelajaran karena siswa yang mengajukan pertanyaan sangat kurang,

seperti halnya ketika guru bertanya kepada siswa, sehingga kritik tidak terjadi sama

sekali. Padahal kritik dalam pembelajaran diharapkan dapat menumbuhkan minat

siswa dalam membujuk siswa untuk lebih gigih dalam mengungkap data melalui

membaca. Tidak adanya pertimbangan siswa dapat menyebabkan prestasi siswa

rendah. Hal ini dikarenakan pengajar dalam memimpin pembelajaran tidak

menggunakan bantuan tayangan sehingga siswa merasa lelah dengan sistem

pembelajaran yang digunakan Santosa (2020). Seperti yang dikemukakan oleh Astuti

(2018) yang menyatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang didapat adalah

sebagai kesan yang menghasilkan perubahan dalam diri seseorang karena latihan

dalam belajar.
Menurut Djamarah (2002) prestasi belajar adalah kegiatan usaha belajar dalam

bentuk, angka, huruf, maupun kalimat yang mencerminkan hasil yang di capai setiap

siswa. Disetiap sekolah dalam berbagai jenis dan tingkatan pasti memiliki siswa yang

kesulitan dalam belajar. Prestasi belajar yang memuaskan dapat diraih oleh setiap

siswa jika mereka dapat belajar secara wajar, terhindar dari berbagai ancaman,

hambatan, dan gangguan. Namun, siswa sering kali mengalami hambatan, gangguan

dan ancaman tertrntu sehingga mereka mengalami kesulitan dalam belajar.

Berdasarkan beberapa defenisi yang telah diuraikan maka dapat

disimpulkan bahwa, prestasi belajar adalah hasil akhir dari proses belajar. Bukti

keberhasilan peserta didik dalam pencapaian tujuan pengajaran dapat diketahui dan

dilihat dari prestasi belajarnya pada waktu tertentu. Jadi prestasi belajar adalah hasil

yang dicapai oleh siswa selama belangsungnya proses pembelajaran dalam jangka

waktu tertentu.

2. Aspek – Aspek Prestasi Belajar

Muhibbin Syah (2001) mengemukakan beberapa aspek prestasi belajar

yaitu:

a. Aspek kognitif sebagai indikator dalam pencapaian sebuah prestasi hal ini

seperti yang disampaikan oleh Muhibbin Syah bahwa untuk mengukur prestasi siswa

bidang kognitif ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik dengan tes tulis

maupun tes lisan.

b. Aspek afektif yaitu meliputi penerimaan sambutan, apresiasi (sikap

menghargai), internalisasi (pendalaman), karakterisasi (penghayatan). Misal seorang

siswa dapat menunjukkan sikap menerima atau menolak terhadap suatu pernyataan
dari permasalahan atau mungkin siswa menunjukkan sikap berpartisipasi dalam hal

yang dianggap baik.

c. Aspek psikomotorik merupakan aspek yang berhubungan dengan olah gerak

seperti yang berhubungan dengan otot-otot syaraf misalnya lari, melangkah,

menggambar, berbicara, membongkar peralatan atau memasang peralatan dan lain

sebaga inya.

Berdasarkan beberapa Aspek yang telah diuraikan maka dapat disimpulkan bahwa,

pembelajaran dikatakan sempurna bila memenuhi tiga aspek, yaitu dari segi kognitif,

afektif, psikomotor, keberhasilan dikatakan kurang memuaskan apabila seseorang

tidak dapat mencapai tujuan ketiga kriteria tersebut.

3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Menurut Munadi (dalam Rusman, 2012) ada dua faktor yang mempengaruhi hasil

belajar siswa, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

a. Faktor Internal

Faktor internal meliputi faktor fisiologis, yaitu kondisi jasmani dan

keadaan fungsi-fungsi fisiologis. Faktor fisiologis sangat menunjang atau melatar

belakangi aktivitas belajar. Keadaan jasmani yang sehat akan lain pengaruhnya

dibanding jasmani yang keadaannya kurang sehat. Untuk menjaga agar keadaan

jasmani tetap sehat, nutrisi harus cukup. Hal ini disebabkan, kekurangan kadar

makanan akan mengakibatkan keadaan jasmani lemah yang mengakibatkan lekas

mengantuk dan lelah.

b. Faktor Eksternal
Faktor- faktor eksternal, yaitu faktor dari luar diri siswa yang ikut

mempengaruhi belajar siswa, yang antara lain berasal dari orang tua, sekolah, dan

masyarakat.

1) Faktor yang berasal dari orang tua.

Faktor yang berasal dari orang tua ini utamanya adalah sebagi cara mendidik orang

tua terhadap siswanya. Dalam hal ini dapat dikaitkan suatu teori, apakah orang tua

mendidik secara demokratis atau tidak. Dalam mendidik anak bersosialisasi dikenal 2

teori populer yaitu refresif dan partisipatoris. Refresif cenderung menempatkan

keinginan orang tua menjadi penting di mana komunikasi berjalan satu arah.

Sedangkan sosialisasi partisipatoris menempatkan keinginan anak menjadi penting.

Dengan demikian komunikasi berjalan dua arah atau seimbang. Pada refresif

kepatuhan anak terhadap orang tua menjadi prioritas.

2) Faktor yang berasal dari sekolah.

Faktor yang berasal dari sekolah, dapat berasal dari guru, mata pelajaran yang

ditempuh, dan metode yang diterapkan. Faktor guru banyak menjadi penyebab

kegagalan belajar siswa, yaitu yang menyangkut kepribadian guru, kemampuan

mengajarnya terhadap mata pelajaran, karena kebanyakan siswa memusatkan

perhatiannya kepada yang diminati saja, sehingga mengakibatkan nilai yang

diperolehnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Padahal keterampilan,

kemampuan, dan kemauan belajar siswa tidak dapat dilepaskan dari pengaruh atau

campur tangan orang lain.

3) Faktor yang berasal dari masyarakat.


Siswa tidak lepas dari kehidupan masyarakat. Faktor masyarakat bahkan sangat kuat

pengaruhnya terhadap pendidikan siswa. Pengaruh masyarakat bahkan sulit

dikendalikan. Mendukung atau tidak mendukung perkembangan siswa, masyarakat

juga ikut mempengaruhi.

Sedangkan menurut Djamarah (2011), faktor - faktor yang mempengaruhi tinggi

rendahnya hasil belajar siswa adalah:

a. Faktor yang ada dalam diri siswa adalah: faktor fisiologis (kondisi fiologis dan

kondisi panca indra) dan faktor psikologis (minat, kecerdasan, bakat, motivasi,

kemampuan kognitif).

b. Faktor yang berasal dari luar diri siswa adalah: faktor lingkungan (lingkungan

alami dan lingkungan sosial budaya) dan faktor instrumental (kurikulum, program,

sarana dan fasilitas, guru).

Berdasarkan beberapa Fakor yang mempengaruhi prestasi belajar yang telah

diuraikan maka dapat disimpulkan bahwa, Ada 2 jenis faktor yang dapat

mempengaruhi prestasi belajar, yaitu: faktor internal, faktor eksternal unsur-unsur

internalnya berbentuk: faktor fisiologis dan faktor psikologis. Karena faktor eksternal

meliputi: faktor lingkungan dan faktor alat (program, guru, alat, fasilitas, manajemen).

Jadi faktor itulah yang menentukan fasilitas dan sarana belajar merupakan salah satu

faktor penting yang mempengaruhi proses dan hasil belajar

4. Pestasi Belajar Menurut Perspektif Islam

Dalam Al- Quran Surah Az-Zumar ayat 9 dijelaskan bahwa :


ََ
‫ة‬‫ْم‬‫َح‬
‫ْا ر‬
‫ُو‬‫ْج‬
‫ير‬ََ ََ
‫ة و‬ ْ ُ
‫اْلٰخِر‬ َ‫يح‬
‫ْذر‬ َّ ‫ًا‬ َِٕ
‫ۤىم‬
‫ا‬ ‫َّق‬ ًِ‫ِ سَاج‬
‫دا و‬ ‫ْل‬ َّ ‫ء‬
‫الي‬ َۤ َٰ
‫نا‬ ‫ٌ ا‬
‫ِت‬‫َان‬
‫َ ق‬
‫هو‬ُ ْ
‫من‬ََّ
‫ا‬

‫اْلَْلب‬
ِ‫َاب‬ ُ ُ
ْ ‫ولوا‬ ‫َّر‬
‫ُ ا‬ ‫ذك‬ََ
‫يت‬َ ‫َا‬ َّ‫ا‬
‫ِنم‬ َْ
‫ن‬
ٖۗ ‫ُو‬
‫لم‬َْ
‫يع‬َ ‫َ َْل‬
‫ين‬ِْ َّ َ
‫الذ‬ َْ
‫ن و‬ ‫ُو‬
‫لم‬َْ
‫يع‬َ َ
‫ين‬ِْ َّ ‫ِى‬
‫الذ‬ ‫َو‬ َ ْ
‫يسْت‬ ‫هل‬ ‫ُل‬
َ ْ ٖۗ‫َب‬
‫ِه ق‬ ‫ر‬
Artinya : “ Apakah kamu orang musyrik yang lebih beruntung atau orang yang

beribadah pada waktu malam dengn sujud dan berdiri karena takut kepada (azab)

akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah (Nabi Muhammad),

“Apakah sama orang-orang yang mengetahui (hak-hak Allah) dengan orang-orang

yang tidak mengetahui (hak-hak Allah)?” Sesungguhnya hanya ululalbab (orang yang

berakal sehat) yang dapat menerima pelajaran.

Islam menganjurkan setiap ummat untuk selalu belajar dan memperluas

ilmunya, Islam juga menganjurkan setiap ummat untuk mengamalkan ilmunya. Dalam

hal ini yang dimaksud bukan hanya ilmu agama, tetapi juga ilmu-ilmu yang

disesuaikan dengan kebutuhan zaman modern.

Tuhan juga memberi manusia anugerah yang tak ternilai harganya: akal.

Penglihatan, pendengaran. dan mental yang kuat agar masyarakat dapat meneliti ilmu

dengan baik. Karena ilmu lah yang akan menyelamatkan umat manusia dari jurang

rasa malu dan kebodohan.

Dapat disimpilkan bahwa manusia diberi nikmat kelebihan akal dalam menuntut

ilmu pengetahuan. Dengan belajar siswa akan memperoleh ilmu dan mencapai

prestasi belajar yang baik.

B. Technostress

1. Pengertian Technostress

Technostress merupakan sub dimensi dari stress, yang dikenal dengan istilah

technology stress. Istilah technostress ini dicetuskan oleh tokoh Psikologi Klinis

bernama Craig Brod pada tahun 1984. Brod melihat technostress sebagai sebuah

penyakit modern yang disebabkan oleh ketidakmampuan seseorang untuk menguasai


atau menangani perkembangan teknologi dengan cara yang sehat. Weil dan Rossen

mendefinisikan technostress sebagai efek negatif langsung maupun tidak langsung

dari penggunaan teknologi terhadap perilaku manusia, pikiran, sikap, dan psikologi.

Figueiredo (2011) mengungkapkan bahwa technostress terkait erat dengan

keaksaraaan komputer dan penerimaan teknologi digital. Selain itu, Hudiburg juga

mengatakan bahwa techcostress merupakan bagian dari penyakit modern yan terkait

dengan adaptasi yang disebabkan oleh ketidakmampuan untuk beradaptasi dengan

teknologi baru dalam menggunakan perangkat digital seperti komputer.

Technostress menurut Tarafdar, Tu, & Ragu-Nathan (2010) adalah dampak dari stress

yang dialami pengguna sebagai hasil dari aplikasi multi tugas, konektivitas yang terus

menerus, informasi yang berlebihan, perubahan (upgrading) sistem yang berkali-kali

dan akibat dari ketidakpastian, pembelajaran ulang dan dampak ketidak amanan

sehubungan dengan pekerjaan yang berkelanjutan, dan masalah teknis yang

berhubungan dengan penggunaan TI dalam organisasi. Ditinjau dari kondisi yang

diakibatkan oleh technostress, technostress dapat dibagi menjadi dua definisi,

pertama, technostress merupakan suatu kondisi ketidaknyamanan psikologis karena

ketidakmampuan individu untuk menguasai atau menyesuaikan dengan

perkembangan teknologi. Kedua, technostress merupakan suatu kondisi

ketergantungan seseorang pada produk teknologi yang berakibat pada

ketidaknyamanan secara fisik maupun psikis.

Istilah technostress diciptakan pada tahun 1984 oleh seorang psikolog klinis, Dr. Craig

Brod (1984) Technostress adalah penyakit adaptasi modern yang disebabkan oleh

ketidakmampuan untuk mengatasinya dengan teknologi komputer baru dengan cara


yang sehat. Itu memanifestasikan dirinya dalam dua cara yang berbeda tetapi terkait

dalam perjuangan untuk menerima teknologi komputer, dan dalam bentuk identifikasi

berlebihan yang lebih khusus dengan teknologi komputer. Meskipun Brod (1984)

memandang technostress sebagai penyakit, penelitian lain menganggapnya sebagai

ketidakmampuan untuk beradaptasi dengan perubahan yang dibawa oleh teknologi.

Davis-Milis (1998) mengidentifikasi technostress sebagai kondisi dimana seseorang

harus beradaptasi dengan teknologi baru terutama ketika ada kekurangan peralatan,

dukungan, atau teknologi itu sendiri. Selain itu, menurut Clark dan Kalin (1996),

definisi sebenarnya dari technostress adalah “resistance to change”. mereka

mengklaim bahwa teknologi bukanlah masalah karena komputer dan teknologi hanya

alat, dan stress merupakan reaksi alami. Jadi, mereka menyarankan itu untuk

mengelola technostress, itu adalah perubahan yang harus dikelola bukan

teknologinya. Pendapat ini didukung oleh Champion (1988) yang menyatakan bahwa

era informasi adalah semua tentang perubahan, atau untuk lebih spesifik, respon

terhadap "technochange", bukan tentang komponen teknis seperti mesin, program,

jaringan, atau serat optik.

Berdasarkan beberapa pendapat mengenai definisi technostress atas, maka dapat

disimpulkan bahwa technostress merupakan suatu kondisi ketidaknyamanan individu

karena tidak mampu menyesuaikan diri dengan perubahan teknologi, yang berdampak

pada aspek fisik maupun psikis.

2. Aspek-Aspek Technostress
Tarafdar, Tu, Ragu-Nathan, dan Ragu-Nathan (2007) mendeskripsikan technostress

sebagai masalah adaptasi sebagai akibat dari ketidakmampuan seseorang untuk

mengatasi atau membiasakan diri terhadap teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

Selain itu, mereka memiliki mengidentifikasi lima komponen technostress, yaitu:

a. Techno-overload, yaitu suatu kondisi dimana pengguna teknologi beraktivitas

lebih cepat dan lebih lama. Perubahan teknologi mengarah pada intensitas kerja atau

penggunaan, sehingga hal tersebut menyebabkan meningkatnya tuntutan beban

kepada pengguna. Misalnya, perubahan handphone yang pada awalnya berfungsi

sebagai alat komunikasi berupa sms dan telepon, berubah menjadi smartphone yang

kaya akan fitur. Sehingga, secara tidak langsung interaksi pengguna dengan

perangkatnya juga akan meningkat. Kondisi seperti itu tidak menutup kemungkinan

memicu pengguna merasa stress dan frustrasi.

b. Techno-invasion, yaitu suatu kondisi dimana pengguna teknologi merasa

bahwa mereka terus-menerus “terhubung” dengan teknologi sehingga menyebabkan

banyak waktu tertentu yang terganggu atau terkuras habis untuk berinteraksi dengan

gadget. Misalnya, ketika seorang anak memutuskan untuk bermain game atau hiburan

lainnya, dibandingkan memanfaatkan waktunya untuk belajar.

c. Techno complexity, yaitu suatu kondisi dimana seseorang merasa dirinya tidak

mampu memahami atau memiliki keterampilan untuk menguasai teknologi akibat

perkembangan teknologi yang pesat, sehingga mereka merasa perlu waktu yang

cukup untuk mempelajari atau menguasai berbagai produk teknologi tersebut. Hal ini

memaksa pengguna untuk mempertimbangkan keterampilannya yang kurang

memadai dan memaksanya untuk menguasai berbagai fitur produk teknologi.


d. Techno insecurity, yaitu suatu kondisi dimana pengguna teknologi merasa

dirinya terancam kehilangan pekerjaan akibat tugas dan peran dirinya tergantikan oleh

teknologi baru, dengan kata lain mereka khawatir akan adanya “otomatisasi dan

robotisasi dalam berbagai aspek kehidupan”, maupun oleh orang lain yang memiliki

kemampuan lebih baik dalam penggunaan teknologi dibandingkan dengan dirinya.

e. Techno uncertainty, yaitu suatu kondisi dimana pengguna teknologi merasa

tidak adanya kepastian terhadap teknologi yang terus berkembang, dengan kata lain

mereka khawatir akan ketinggalan zaman, yang selalu memerlukan pembaharuan baik

dari segi perangkat lunak maupun perangkat keras.

Berdasarkan beberapa aspek-aspek dari technostress, maka dapat

disimpulkan aspek techno-overload, techno-inovasion, techno-complexity, techno-

insecurity dan techno-uncertainty penyebab munculnya technostress yang menyerang

siswa dalam proses pembelajaran.

3. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Technostress

Paparan berulang dan penggunaan teknologi dapat mengakibatkan penurunan

kesehatan dan kesejahteraan, baik fisik maupun psikologis Pengguna mungkin

mengalami beragam gejala seperti peningkatan detak jantung dan tekanan darah,

ketegangan otot, citra diri negatif, depresi, dan kelelahan. Gejala-gejala ini tidak hanya

berdampak negatif pada kualitas hidup bagi pengguna teknologi, tetapi Juga dapat

berdampak negatif pada kemampuan (Okebaram dan Moses, 2013:653). Stress yang

tidak teratasi dikarenakan teknologi dapat menimbulkan dampak pada fisik, psikis, dan

sosial.

Tarafdar, dkk (2011) menyebutkan faktor yang mempengaruhi dari technostress, yaitu:
a. Efek psikologis yang merugikan:

1) Mengurangi kepuasan pengguna dengan pekerjaan mereka

2) Mengurangi komitmen pengguna terhadap organisasi

3) Meningkatkan konflik peran

4) Meningkatkan peran berlebihan

b. Efek terkait penggunaan yang merugikan:

1) Mengurangi kepuasan pengguna dengan sistem informasi

2) Mengurangi produktivitas pengguna saat menggunakan sistem informasi untuk

pekerjaannya

3) Mengurangi inovasi pengguna saat menggunakan sistem informasi untuk

pekerjaannya

Berdasarkan faktor technostress, maka dapat disimpulkan bahwa dengan

tekanan teknologi dapat menyebabkan tress yang tidak teratasi dikarenakan teknologi

dapat menimbulkan dampak pada fisik, psikis, dan sosial pada siswa.

4. Gejala Technostress

Bentuk-bentuk technostress dapat berupa gejala-gejala yang sering muncul dan dapat

kita lihat pada orang-orang disekitar kita bahkan tanpa kita sadari kita termasuk dalam

orang yang terjangkit technostress. Menurut Sholikhah (2015) gejala technostress

seperti ketergantungan pada amusement online fiend, versatile phone someone who is

addicted, web fiend, perilaku menyendiri atau soliter, bekerja dengan ketergantungan

pada komputer atau portable workstation, bekerja selalu mengandalkan LCD, selalu

menggantungkan pekerjaan dan belajar dengan komputer dan beberapa bentuk gejala

push lainnya karena dampak perkembangan teknologi.


Sementara menurut Okebaram dan Moses (2013) tanda dan gejala technostress

begitu luas mencakup berbagai fisiologis, psikologis dan prilaku”. Perubahan ini

diwujudkan dalam bentuk kelelahan fisik dan emosional yang melibatkan sikap negatif.

Gejala lain dari technostress seperti kelelahan, sakit otot bahu, ketidakmampuan untuk

bersantai setelah bekerja dan kesulitan dalam tidur.

Menurut Sanderlin (2004) mengemukakan bahwa gejala-gejala pada technostress

menjadi 3 kategori, yaitu :

a. Gejala fisik, termasuk meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah,

dehidrasi, bibir kering, sesak nafas, pusing, sakit kepala, kesemutan, nyeri dada dan

punggung, gangguan tidur, dan gejala iritasi usus.

b. Gejala tingkah laku, termasuk kehilangan atau kelebihan berat badan akibat

pola makan yang tidak teratur, penggunaan obat-obatan, merokok, gelisah, gangguan

bicara (gagap), agresif, menjadi pasif, menghindari situasi stres, memisahkan diri dari

orang lain, dan tidak dapat mengambil tindakan.

c. Gejala psikologis, merupakan gejala subyektif seperti kecemasan, kemarahan,

apatis, cepat merasa bosan, depresi, frustrasi, rasa bersalah, mudah marah, dan

pemurung, serta gejala-gejala kognitif seperti kesulitan berkonsentrasi, lalai terhadap

waktu dan pertemuan, dan menjadi lebih sensitif terhadap kritik.

Dengan penjelasan gejala technostress bahwa jika berlebihan menggantungkan

belajar dengan komputer dan beberapa teknologi lainnya karena dampak

perkembangan teknologi maka siswa bisa menimbulkan gejala technostress seperti

gejala fisik, gejala tingkah laku, dan gejala psikologis.

5. Technostress dalam Perspektif Islam


Islam memandang penyebab terjadinya stres adalah karena hati yang jauh dari

Allah SWT. Penyebab stres berasal dari kelemahan hati, kelemahan hati yang

menyebabkan rapuhnya hubungan individu dengan Allah SWT menyebabkan

kehidupannya menjadi sulit. Seolah-olah tidak ada jalan keluar dari setiap

permasalahan Al-Qur'an adalah cahaya, tuntunan dan penyembuh dari penyakit jiwa

maupun fisik.Seperti firman Allah dalam Surah Yunus Ayat 57, yaitu:
ٌَ
‫ة‬ ‫َح‬
‫ْم‬ ‫َر‬ ً‫ه‬
‫دى و‬ َُ
‫ِ و‬ ُُّ
‫دور‬ ‫َا ف‬
‫ِي الص‬ ‫لم‬ ٌ‫َا‬
ِ ‫ء‬ ‫ِف‬‫َش‬ ‫ُم‬
‫ْ و‬ ‫َب‬
‫ِك‬ ‫ْ ر‬
‫ِن‬ ٌَ
‫ة م‬ ‫ْع‬
‫ِظ‬ ‫مو‬ ‫ُم‬
َ ْ ْ‫ء‬
‫تك‬ َ‫َا‬ َْ
‫د ج‬ ‫َّاسُ ق‬ َ‫ي‬
‫ها الن‬ َُّ َ
‫يا أ‬

َ ‫ِن‬
‫ِين‬ ‫ْم‬
‫ُؤ‬ ْ‫ل‬
‫ِلم‬

Artinya : Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran

dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan

petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.

Hadist diatas menyuruh kita sebagai seoraang muslim untuk selalu berprasangka

baik. Allah SWT telah menempatkan dua hal dalam hati manusia, pikiran dan

keinginan. Di sini, ruh selalu cenderung menuntun manusia untuk tunduk dan menaati

firman-Nya, sedangkan nafsu cenderung menuntun manusia mengejar kesenangan

duniawi tanpa menghiraukan firman-Nya.

Menurut Nor dan Safe (2016) ayat diatas mengatakan bahwa Al-Qur'an merupakan

tuntunan dan penangkal dari penyakit dalam hati atau pemyakit fisik apa pun. Al-

Quran juga merupakan panduan agar menuju keselamatan dan sebuah berkah untuk

orang-orang yang beriman. Itu adalah berkah bagi seluruh dunia. Dengan memahami,

memperdalam, dan menghargai isi Al-Quran, seseorang menenangkan dan

mengistirahatkan hatinya dan fisiknya.

Dapat disimpulkan bahwa Sifat sabar merupakan kunci terbesar dalam diri manusia

dalam menghadapi segala ujian dan tekanan dalam kehidupan. Sesungguhnya Allah
Swt menyukai hambanya yang bersabar dalam menempuh ujian. Oleh karena itu

apabila seseorang menghadapi musibah pasti ada hikmah yang Allah Swt ingin

tunjukan. Orang beriman akan senantiasa mengingat Allah dalam keadaan apapun

senang maupun susah karena inilai seseorang akan menjadi tenang dan selalu

berprasangka baik pada Allah Swt

C. Dinamikan Hubungan Antar Variabel

Istilah technostress diciptakan pada tahun 1984 oleh seorang psikolog

klinis, Dr. Craig Brod (1984) Technostress adalah penyakit adaptasi modern yang

disebabkan oleh ketidakmampuan untuk mengatasinya dengan teknologi komputer

baru dengan cara yang sehat. Itu memanifestasikan dirinya dalam dua cara yang

berbeda tetapi terkait dalam perjuangan untuk menerima teknologi komputer, dan

dalam bentuk identifikasi berlebihan yang lebih khusus dengan teknologi komputer.

Technostress merupakan suatu kondisi ketidaknyamanan individu karena tidak

mampu menyesuaikan diri dengan perubahan teknologi, yang berdampak pada aspek

fisik maupun psikis.

Technostress bagi siswa adalah secara langsung maupun tidak langsung

siswa harus menggunakan teknologi mengikuti perkembangan zaman secara

langsung misalnya banyaknya tugas sekolah yang harus dikerjakan sekarang harus

menggunakan teknologi, mereka diminta mengumpulkan tugas dalam bentuk ketikan

menggunakan komputer juga diminta melihat referensi dari sumber lain. Hal ini bisa

terjadinya gejala technostress apabila siswa merasa terbebani mengerjakan tugas

menggunakan komputer karena siswa tidak memiliki teknologi tersebut di rumah

sehingga harus merental ke tempat lain, Keadaan seperti ini dapat dikatakan stress
yang merupakan hubungan antara individu dengan lingkungannya yang dirasa individu

membebani atau melebihi kekuatannya dan mengancam kesehatannya (Lazarus &

Folkman 1984). Keadaan yang dialami oleh individu seperti yang

telah disebutkan diatas dapat dikategorikan technostress adalah dampak negatif pada

sikap, pikirantingkah laku atau fisiologis tubuh yang disebabkan baik secara langsung

maupun tidak langsung oleh teknologi (Weil & Rosen, 1977).

Menurut Sanderlin (2004) jika seorang anak sudah kebiasaan bermain

gadget berlarut-larut maka anak dapat memicu gejala technostress baik secara fisik

maupun psikis. Hal ini terdapa pada indikator atau gejala yang dikemukakannya

seperti kecanduan pada web dan diversion, nyeri otot dileher atau ditangan , sulit

berkonsentrasi, sakit kepala, menjadi pemurung, kesemutan, bibir kering, dan lain

sebagainya.

Menurut Azwar (2004) secara umum, terdapat dua faktor yang

mempengaruhi prestasi belajar seseorang, di mana faktor - faktor tersebut yaitu faktor

internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi beberapa faktor antara lain faktor

fisik dan juga faktor psikologis. Prestasi belajar adalah segala kegiatan yang

dilakukan secara sadar atau sengaja berupa penambahan pengetahuan maupun

keterampilan yang mengakibatkan adanya perubahan tingkah laku manusia secara

langgeng atau terus menerus baik secara fisik maupun psikis yang ditunjukkan dengan

nilai tes, yang mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.

Maka siswa sebagai individu utama dalam kegiatan belajar mengajar di suatu lembaga

tentunya akan berusaha untuk mencapai prestasi belajar yang baik. Dengan dimikian

prestasi belajar merupakam ukuran keberhasilan atau kemampuan ataupun


kesuksesan seseorang dalam menyelesaikan jenjang pendidikannya melalui

pemahaman, sintesis (membuat paduan baru dan utuh), penerimaan, penghayatan,

keterampilan bergerak dan berssikap. kecakapan ekspresi verbal dan nonverbal.

menurut Nasrun Harahap (2011), prestasi adalah penilaian pendidikan perkembangan

kemajuan mahasiswa yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang

disampaikan kepada murid, serta nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum.

Maka dapat disimpulkan bahwa dengan perkembangan teknologi siswa tidak mampu

menyesuaikan diri dengan perubahan teknologi, serta kebiasaan siswa bermain

teknologi berlarut-larut dan menjadi ketergantungan maka siswa dapat memicu gejala

technostress yang berdampak pada aspek fisik maupun psikis Sehingga dapat

berdampak negatif terhadap prestasi belajar siswa.

D. Penelitian Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Tesa (2018) yang berjudul " Pengaruh Adversity

Quotient terhadap Prestasi Akademik Mahasiswa Angkatan 2013 Fakultas Psikologi

UIN SGD Bandung". Dengan menggunakan metode kuantitatif, dengan hasil penelitian

bahwa terdapat pengaruh signifikan adversity quotient terhadap prestasi akademik

pada mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung angkatan

2013. Pengaruh Adversity Quotient terhadap prestasi akademik adalah sebesar 4.4%.

Hubungan dari Adversity Quotient terhadap prestasi akademik adalah positif. Hal ini

menunjukkan bahwa jika skor Adversity Quotient mahasiswa meningkat, maka

meningkat pula prestasi akademik (IPK) dari mahasiswa tersebut.

2. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Setyadi, Taruk, dan Pakpahan (2019).

yang berjudul “Analisis Dampak penggunaan teknoogi (technostress) kepda dosen


dan staff karyawan yang berpengaruh terhadap kinerja didalam organisasi”. Dengan

menggunakan metode Kuantitatif. Dengan hasil penelitian menyatakan Technostress

memiliki hubungan positif dan berpengaruh signifikan terhadap kinerja (Peformance)

yang berarti semakin tinggi tingkat stressnya juga diakibatkan semakin tinggi tingkat

kinerjanya ( Peformace ). Berdasarkan pada hasil pengolahan data yang dilakukan

terhadap sampel keseluruhan Technostres pada perguruan tinggi di Kalimantan Timur

diperoleh hasil penelitian untuk tingkat signifikansi 0.05 atau derajat keyakinan

penelitian 95% hipotesis diterima.

3. Lutfi (2020) dengan judul "Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Pada Siswa

Sekolah Dasar". Dengan menggunakan metode kualitatif. hasil penelitian ini bahwa

prestasi belajar terdiri dari dua suku kata yaitu prestasi dan belajar. Prestasi belajar

merupakan sebagai kecakapan nyata yang dapat diukur dengan pengetahuan, sikap,

dan keterampilan sebagai interaksi aktif antara subyek belajar dengan obyek belajar

selama berlangsungnya proses belajar mengajar untuk mencapai hasil atau tujuan

belajar.

4. Penelitian sebelumnya yang dilakukan Feronika (2022) yang berjudul

Pengaruh technostress terhadap kesejahteraan Psikologis guru di Masa pandemi

covid-19. dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif. Penelitian ini

menghasilkan pengaruh yang negatif, artinya bahwa semakin tinggi tingkat stres

teknologi maka semakin rendah tingkat kesejahteraan psikologis guru dan hipotesis

dalam penelitian ini adalah Ho ditolak dan Ha diterima. Pengaruh technostress

terhadap kesejahteraan psikologis guru sebesar 13,8 % dan 86,2 % dipengaruhi oleh

faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.


5. Penelitian sebelumnya juga dilakukan Suhardiman (2022) yang berjudul

“Technostress dan Work Life Balance Pada Karyawan Kepuasan Kerja Sebagai

Variabel Mediasi”dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif. Hasil pengujian

kepuasan kerja dan work-life balance menunjukkan bahwa kepuasan kerja

berpengaruh signifikan terhadap work-life balance. Hal ini dibuktikan dari nilai koefisien

determinasi sebesar (6,8%) dan p-value < 0,05.

Hasil penelusuran yang peneliti lakukan, telah banyak dilakukannya penelitian dengan

menggunakan tema penelitian tentang technostress maupun prestasi belajar. Namun,

belum ada ditemukannya penelitian yang secara khusus meneliti tentang hubungan

technostress dengan prestasi belajar pada siswa. Maka dari itu, penelitian ini berbeda

dengan penelitian sebelumnya baik secara subjek penelitian, tahun penelitian, model

penelitian dan lokasi penelitian.

E. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan suatu uraian yang berisikan pernyataan

tentang kerangka konsep dalam penelitian. Melalui kerangka konseptual kita dapat

melihat alur dari sebuah penelitian yang akan dilakukan. Sehingga alur dari penelitian

dapat dipahami dengan jelas pada bagian kerangka konseptual.

Remaja rentan usia 16-18 tahun yang sangat berisiko terserang technostress dimana

mereka masih menduduki bangku sekolah menengah atas. mereka yang

berkomunikasi serta bermain game yang menjadi sumber perhatian adalah

penggunaan teknologi yang berlebihan, seperti menggunakan gadget berjam-jam

sampai lupa dengan waktu yang mengakibatkan istirahat yang kurang dan lupa

makan, menggunakan gadget saat jam belajar disekolah sehingga kesulitan


beradaptasi dalam memahami mata pelajar, mementingkan berkomunikasi lewat

media sosial dari pada belajar.

Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah, serta teori yang telah

dijelaskan diatas maka dapat diungkap kerangka konseptual penelitian yang

menjelaskan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat sebagai berikut:

Gambar 2. 1

Kerangka Konseptual Penelitian

F. Hipotesis

Hipotesis penelitian diartikan sebagai penjelasan atau jawaban sementara tentang

perilaku, fenomena dan gejala masalah yang telah dan akan terjadi. Hipotesis

merupakan jawaban sementara terhadap penelitian yang kebenaranya harus diuji

secara empiris (Setyawan, 2021).

Berdasarkan uraian diatas makan hipotesisi yang diajukan dalam penelitian ini adalah

terdapat korelasi negatif antara Technostress dengan Prestasi Belajar. Dimana


semakin tinggi tingkat technostress maka semakin rendah tingkat prestasi belajar pada

siswa, begitu juga sebaliknya semakin rendah tingkat technostress maka semakin

tinggi tingkat prestasi belajar pada siswa.

Anda mungkin juga menyukai