Arni Yuniarti
Azzahra Desiyana
Nadia Nadine
Pada akhir tahun 2019 di seluruh dunia sedang marak virus menular yang dikenal
dengan covid-19. Indonesia juga termasuk salah satunya. Covid-19 masuk ke Indonesia
pada awal tahun 2020 dan Indonesia memberlakukan masa darurat covid-19 pada tanggal
16 Maret 2020. Kedatangan virus tersebut membuat hampir seluruh sekolah di Indonesia
mengambil kebijakan untuk pembelajaran via daring atau disebut dengan Pembelajaran
Jarak Jauh (PJJ).
Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) ini merupakan sistem pembelajaran antara guru dan
murid yang belajar secara online melalui handphone, laptop, komputer, dll. Dengan adanya
pembelajaran daring, guru dan peserta didik sama - sama belajar memanfaatkan teknologi
sebagai media pembelajaran. Di antara kebijakan yang diambil ialah menonaktifkan kegiatan
pendidikan, mulai dari PAUD sampai dengan Perguruan Tinggi.
Guru melakukan berbagai upaya agar pembelajaran dapat berjalan dengan baik,
seperti melakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) melalui media Group Whatsapp, Google
Classroom, Moodle, dan aplikasi belajar online lainnya. Untuk pembelajaran secara
sinkronus guru juga memanfaatkan media Google Meet, Zoom Cloud Meeting, dan lain
sebagainya.
Saat ini banyak sekali sumber belajar online serta konten ilmu yang terdapat pada
internet. Dengan pemanfaatan media daring tersebut, tentunya secara tidak langsung
penggunaan akses teknologi semakin dikuasai oleh peserta didik maupun guru. Namun
sebaliknya, tidak sedikit pula muncul permasalahan tentang gagapnya dalam mengakses
teknologi tersebut atau yang biasa kita kenal dengan Gaptek. Kendala yang dihadapi peserta
didik dalam Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang terjadi pada peserta didik juga ada pada
guru seperti tidak memiliki HP android, paket data dan jaringan sinyal.
Di tengah pandemi Covid-19 ini, sistem pendidikan kita harus siap melakukan
lompatan untuk melakukan transformasi pembelajaran daring bagi semua siswa dan oleh
semua guru. Kita memasuki era baru untuk membangun kreatifitas, mengasah skill siswa,
dan peningkatan kualitas diri dengan perubahan sistem, cara pandang dan pola interaksi
kita dengan teknologi. Pola pembelajaran daring harus menjadi bagian dari semua
pembelajaran meskipun hanya sebagai komplemen.
Devie melanjutkan, peserta didik tidak seperti sedang menjalani studi. Temuan
penelitian ini dapat dipahami, mengingat karakter PJJ yang mengharapkan peserta didik
sebagai agen pembelajaran aktif. Penelitian ini juga menemukan bahwa para sebagian
peserta didik, pengajar dan orang tua, sepakat untuk memilih pembelajaran offline kembali
dilakukan selepas pandemi.
"Mereka masih menyandarkan diri pada komunikasi lisan untuk belajar. Meskipun mereka
generasi internet, literasi digital yang belum cukup, membuat tidak semua peserta didik
mengetahui cara mengeksplorasi pengetahuan di dunia maya," ujar Devie Rahmawati.
Tidak hanya itu, penelitian ini menemukan juga bahwa tidak semua peserta didik di
setiap jenjang pendidikan, siap untuk melakukan PJJ. Sebelum PJJ, para peserta didik
terbiasa menerima seluruh pengetahuan dari satu sumber pengetahuan, yaitu para
pengajar. Para peserta didik belum terbiasa dengan model pembelajaran mandiri melalui
PJJ. Melalui sistem pembelajaran jarak jauh ini, diharapkan guru membiasakan mengajar
online mengingat sistem pembelajaran sebelumnya yang memudahkan siswa dalam
mengerti pelajaran menjadi dipersulit.
PJJ ini justru menjadi ajang kegagalan guru dalam mendidik dan kegagalan
pemerintah dalam memberikan fasilitas kepada peserta didik. Sementara, orang tua murid
merasa stress ketika mendampingi proses pembelajaran dengan tugas-tugas, di samping
harus memikirkan keberlangsungan hidup dan pekerjaan masing-masing di tengah krisis.
Jadi, kendala-kendala itu menjadi catatan penting dari dunia pendidikan kita yang
harus mengejar pembelajaran daring secara cepat. Padahal, secara teknis dan sistem belum
semuanya siap. Selama ini pembelajaran online hanya sebagai konsep, sebagai perangkat
teknis, belum sebagai cara berpikir, sebagai paradigma pembelajaran. Padahal,
pembelajaran online bukan metode untuk mengubah belajar tatap muka dengan aplikasi
digital, bukan pula membebani siswa dengan tugas yang bertumpuk setiap hari.
Jika ingin pembelajaran jarak jauh dapat berjalan dengan efektif, maka guru dan
peserta didik harus saling bekerja sama. Guru harus memilih metode pembelajaran yang
dapat meningkatkan keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran. Tinggal kan
jauh-jauh metode ceramah satu arah.
Memberikan materi dan penjelasan yang mudah dipahami oleh peserta didik salah
satu contoh adalah memberikan video pembelajaran guru mata pelajaran yang
bersangkutan yang menjelaskan. Bisa juga menggunakan media pembelajaran yang
menarik, karena dengan adanya pembelajaran yang menarik peserta didik tidak akan bosan
pada saat proses pembelajaran berlangsung.
Begitu juga dengan peserta didik, agar pembelajaran jarak jauh berjalan dengan
efektif, maka sebagai awalan sebaiknya peserta didik bisa mengatur dan mengelola waktu
belajar dengan baik. Membiasakan diri untuk mengerjakan tugas tepat waktu dan tidak
menundanya, karena semakin menunda hal tersebut justru akan semakin menumpuk tugas-
tugas yang diberikan oleh guru.
Jadi, tidak semua peserta didik menyukai adanya pembelajaran jarak jauh karena
lebih sulit dipahami dan tidak semua materi yang diberikan guru dapat dimengerti oleh
peserta didik. Jadi, apa yang telah diberikan oleh guru secara online itu termasuk sia-sia bila
tidak diselingi oleh cara mengajar yang benar seperti hanya memberikan materi tanpa
menjelaskan. Oleh karena itu,para siswa lebih menyukai pembelajaran secara offline dari
pada pembelajaran secara jarak jauh.