Kelas : MD 3C
NIM : 11200530000086
- JAWABAN -
1. Kala itu sekitar 10 ribu pasukan bergerak dari Madinah menuju Makkah.
Pasukan yang dipimpin Baginda Nabi Muhammad shalallahu alahi wassalam
itu datang untuk membebaskan Kota Makkah.
Peristiwa yang dikenal sebagai pembebasan Makkah atau Fathu Makkah itu
terjadi pada 10 Ramadhan 8 Hijriyah (630 M). Saat itu Umat Islam mengambil
alih Makkah dari kafir Quraisy tanpa ada perlawanan dan perang. Tak ada
pertumpahan darah dalam peristiwa itu. Ka’bah dan sekitarnya di Masjidil
Haram disucikan dari berhala sembahan kafir Quraisy.
Sejak dulu, perang dan sengketa selalu terjadi antara dua kabilah ini.
Perjanjian damai ini dimanfaatkan bani Bakr untuk membalas dendam
terhadap orang-orang Khuza’ah. Namun setelah 10 tahun gencatan senjata,
Quraisy membantu sekutunya, Bani Bakr, menyerang Bani Khuza’ah. Mereka
melakukan penyerangan mendadak di malam hari dan membunuh orang-orang
Khuza’ah.
"Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap. Sesungguhnya yang
batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (Qs. Al-Isra’: 81)
“Kebenaran telah datang dan yang batil itu tidak akan memulai dan tidak
(pula) akan mengulangi.” (Qs. Saba’: 49).
“Wahai orang Quraisy, apa yang kalian bayangkan tentang apa yang akan
aku lakukan terhadap kalian?”
Mereka pun menjawab, “Saudara yang mulia, anak dari saudara yang mulia.”
Beliau bersabda, "Aku sampaikan kepada kalian sebagaimana perkataan Yusuf
kepada saudaranya:
'Pada hari ini tidak ada cercaan atas kalian. Allah mengampuni kalian. Dia
Maha penyayang.' Pergilah kalian! Sesungguhnya kalian telah bebas!"
(as-Sirah an-Nabawiyah oleh Ibnu Hisyam, 5/74).
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Ini adalah
piagam dari Muhammad Rasulullah SAW, di kalangan mukminin dan
muslimin (yang berasal dari) Quraisy dan Yatsrib (Madinah), dan yang
mengikuti mereka, menggabungkan diri dan berjuang bersama mereka.
Kaum anshar mencalonkan Said bin Ubaidillah, seorang pemuka dari suku
al-Khajraj sebagai pengganti nabi. Dalam kondisi tersebut Abu Bakar, Umar,
dan Abu Ubaidah bergegas menyampaikan pendirian kaum muhajirin, yaitu
agar menetapkan pemimpin dari kalangan Quraisy. Akan tetapi hal tersebut
mendapat perlawanan keras dari al-Hubab bin munzir (kaum Anshar).
Di tengah perdebatan tersebut Abu Bakar mengajukan dua calon khalifah yaitu
Abu Ubaidah bin Zahrah dan Umar bin Khattab, namun kedua tokoh ini
menolak usulan tersebut. Akan tetapi Umar bin Khattab tidak membiarkan
proses tersebut semakin rumit, maka dengan suara yang lantang beliau
membaiat Abu Bakar sebagai khalifah yang diikuti oleh Abu Ubaidah.
Telah terjadi pertemuan sebagian kaum muhajirin dan Anshar dengan Ali bin
Abi Thalib di rumah Fatimah, mereka bermaksud membai’at Ali dengan
anggapan bahwa Ali bin Abi Thalib, lebih patut menjadi khalifah karena Ali
berasal dari bani Hasyim yang berarti ahlul bait.
Penolakan Ibnu Umar ini karena ia ingin netral di tengah kekalutan para
pengikut Ali dan Muawiyah. Sikap itu diungkapkannya dengan pernyataan:
Siapa yang berkata, 'marilah shalat', akan kupenuhi. Siapa yang berkata
'marilah menuju keba hagiaan' akan kuturuti pula.