Anda di halaman 1dari 6

Nama : Mita Apriyani

Kelas : MD 3C
NIM : 11200530000086

Soal UAS Sejarah Peradaban Islam

1. Selama lebih kurang 10 berdakwah di Makkah, pengikut Nabi Muhammad SAW


sangat sedikit. Padahal segala upaya sudah dikerahkan Rasul dan Para sahabat.
Mengapa bisa terjadi seperti itu? Jelasakan!
2. Saat di Madinah, terjadi perjanjian antara umat Islam dengan masyarakat Madinah
yang dikenal dengan Piagam Madinah. Coba Anda jelaskan sejarah dan latar
belakang Piagam Madina dan apa isinya?
3. Sepeninggal Rasulullah masyarakat Muslim kebingungan mencari figur pengganti
posisi Rasulullah sebagai kepala negara. Peristiwa itu terjadi di Balairung Bani
Saidah. Setelah selesai diskusi dan kemudian semua sepakat menjadikan Abu Bakar
sebagai khalifah. Untuk itu, jelaskan proses pemilihan Abu Bakar sebagai khalifah
dan mengapa Umar menolak dicalonkan?

- JAWABAN -
1. Kala itu sekitar 10 ribu pasukan bergerak dari Madinah menuju Makkah.
Pasukan yang dipimpin Baginda Nabi Muhammad shalallahu alahi wassalam
itu datang untuk membebaskan Kota Makkah.

Peristiwa yang dikenal sebagai pembebasan Makkah atau Fathu Makkah itu
terjadi pada 10 Ramadhan 8 Hijriyah (630 M). Saat itu Umat Islam mengambil
alih Makkah dari kafir Quraisy tanpa ada perlawanan dan perang. Tak ada
pertumpahan darah dalam peristiwa itu. Ka’bah dan sekitarnya di Masjidil
Haram disucikan dari berhala sembahan kafir Quraisy.

Pembebasan Makkah terjadi lantaran pengkhianatan kafir Quraisy di Makkah


dengan umat Islam di Madinah. Pada tahun 628 M, Quraisy dan Muslim dari
Madinah menandatangani Perjanjian Hudaybiyah. Di antara poin Perjanjian
Hudaybiyah adalah siapa yang ingin bergabung menjadi sekutu kaum
Muslimin, maka ia bisa bergabung. Begitu juga jika ada yang ingin bergabung
dengan Quraisy, maka dipersilakan menjadi sekutu mereka. Kemudian Bani
Khuza'ah di Makkah menjadi sekutu Rasulullah, sedangkan musuh mereka,
bani Bakr bergabung dengan kafir Quraisy.

Sejak dulu, perang dan sengketa selalu terjadi antara dua kabilah ini.
Perjanjian damai ini dimanfaatkan bani Bakr untuk membalas dendam
terhadap orang-orang Khuza’ah. Namun setelah 10 tahun gencatan senjata,
Quraisy membantu sekutunya, Bani Bakr, menyerang Bani Khuza’ah. Mereka
melakukan penyerangan mendadak di malam hari dan membunuh orang-orang
Khuza’ah.

Kabar pengkhianatan Quraisy tersebut sampai kepada Rasulullah di Madinah.


Mereka mengirim Abu Sufyan ke Madinah untuk memperbarui perjanjian
mereka dengan kaum Muslimin. Namun Rasulullah menolak, dan
memerintahkan kaum muslimin untuk menyiapkan pasukan menuju Makkah.
Rasulullah membawa pasukan Muslim sebanyak 10 ribu orang dan bermaksud
untuk menaklukkan Kota Makkah dan menyatukan para penduduk kota
Makkah dan Madinah. Penguasa Makkah yang tidak memiliki pertahanan
yang memadai kemudian setuju untuk menyerahkan kota Makkah tanpa
perlawanan. Kemudian Rasulullah dan para sahabatnya masuk ke dalam
Masjid al-Haram. Beliau pun mencium Hajar Aswad. Saat itu kondisi Ka’bah
begitu mengenaskan, dengan sekitar 360 berhala di sekelilingnya. Rasulullah
SAW menghancurkan berhala- berhala tersebut dan membaca firman Allah
SWT:

"Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap. Sesungguhnya yang
batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (Qs. Al-Isra’: 81)

“Kebenaran telah datang dan yang batil itu tidak akan memulai dan tidak
(pula) akan mengulangi.” (Qs. Saba’: 49).

Setelah berhala-berhala tersebut hancur lebur, Rasulullah melaksanakan tawaf.


Kemudian Rasulullah meminta Utsman bin Thalhah agar membuka Ka’bah,
lalu beliau memasukinya. Rasulullah kemudian menghapus gambar-gambar di
dalamnya, menghancurkan berhala-berhala, dan melaksanakan shalat di dalam
Ka’bah. Setelah itu Rasulullah keluar menjumpai kerumunan orang-orang
Quraisy yang menunggu putusan beliau. Dengan berpegang kepada pintu
Ka’bah, beliau berAl-IsraL

"Wahai orang Quraisy, sesungguhnya Allah telah menghilangkan


kesombongan jahiliyah dan pengagungan terhadap nenek moyang. Manusia
dari Adam dan Adam dari tanah,"

“Wahai orang Quraisy, apa yang kalian bayangkan tentang apa yang akan
aku lakukan terhadap kalian?”

Mereka pun menjawab, “Saudara yang mulia, anak dari saudara yang mulia.”
Beliau bersabda, "Aku sampaikan kepada kalian sebagaimana perkataan Yusuf
kepada saudaranya:

'Pada hari ini tidak ada cercaan atas kalian. Allah mengampuni kalian. Dia
Maha penyayang.' Pergilah kalian! Sesungguhnya kalian telah bebas!"
(as-Sirah an-Nabawiyah oleh Ibnu Hisyam, 5/74).

Rasulullah SAW memaafkan banyak orang yang telah menyakiti beliau,


kecuali 9 orang tokoh mereka. Beliau memerintahkan agar kesembilan orang
tersebut dihukum mati apabila ditemukan, walaupun mereka berlindung di
balik tirai Ka’bah. Setelah itu beliau mengembalikan kunci Ka’bah kepada
Utsman bin Thalhah. Lalu beliau perintahkan Bilal naik ke atas Ka’bah untuk
mengumandangkan azan. Pada tahun berikutnya saat memimpin Makkah,
Rasulullah SAW telah berhasil mempersatukan Makkah dan Madinah.
Rasulullah juga berhasil menyebarluaskan Islam lebih luas lagi hingga ke
seluruh Jazirah Arab. Pada intinya terjadi pengkhianatan pada saat itu.

2. Latar Belakang Piagam Madinah


Latar belakang Piagam Madinah dimulai karena adanya pertentangan antara
kaum-kaum masyarakat di Madinah. Piagam Madinah ditulis pada tahun 622
Masehi di kota Madinah. Piagam ini pun diklaim sebagai konstitusi tertulis
pertama yang ada di dunia.

Naskah Piagam Madinah terdiri dari 47 pasal, sebanyak 23 pasal


membicarakan tentang hubungan antara umat Islam yaitu antara kaum Anshat
dan kaum Muhajirin. Sementara 24 pasal lainnya membicarakan tentang
hubungan antara umat Islam dengan umat-umat lainnya, termasuk umat
Yahudi.

Piagam Madinah ini juga mengandung peraturan-peraturan yang berasaskan


syariat Islam bagi membentuk sebuah negara yang menempatkan penduduk
berbagai suku, ras dan agama yang tinggal di kota Madinah saat itu, di
antaranya yaitu kaum Arab Muhajirin Makkah, Arab Madinah, dan
masyarakat Yahudi.

Lewat perjanjian ini, Nabi Muhammad SAW telah mencontohkan prinsip


konstitusionalisme dalam perjanjiannya dengan segenap warga Madinah saat
itu. Piagam Madinah ini dibuat dan mengikat seluruh penduduk yang ada di
Madinah, yang terdiri dari berbagai kaum atau kabilah tertentu.

Isi dan Naskah Piagam Madinah “Piagam Madinah”

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Ini adalah
piagam dari Muhammad Rasulullah SAW, di kalangan mukminin dan
muslimin (yang berasal dari) Quraisy dan Yatsrib (Madinah), dan yang
mengikuti mereka, menggabungkan diri dan berjuang bersama mereka.

● Sesungguhnya mereka (kaum Muhajirin dari Makkah, kaum Anshat


dari Madinah dan kaum yang menggabungkan diri dengan mereka
dalam wilayah Madinah) itu merupakan satu umat, di antara komunitas
masyarakat lain.
● Kaum Muhajirin dari Quraisy tetap dalam kebiasaan mereka dalam
bahu-membahu membayar diyat (tebusan atas pembunuhan) di antara
mereka dan mereka membayar tebusan tawanan dengan cara baik dan
adil di antara Mukminin.
● Banu ‘Auf tetap dengan kebiasaan mereka dan bahu-membahu
membayar diyat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku
membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara kaum
mukminin.
● Banu Sa’idah tetap dengan kebiasaan mereka bahu-membahu
membayar diyat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku
membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara kaum
mukminin.
● Banu Al-Hars tetap dengan kebiasaan mereka bahu-membahu
membayar diyat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku
membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
● Banu Jusyam tetap dengan kebiasaan mereka bahu-membahu
membayar diyat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku
membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
● Banu An-Najjar tetap dengan kebiasaan mereka bahu-membahu
membayar diyat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku
membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
● Banu ‘Amr bin ‘Awf tetap dengan kebiasaan mereka bahu-membahu
membayar diyat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku
membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

3. Proses pengangkatan Abu Bakar ra, sebagai khalifah berlangsung dramatis.


Setelah Rasulullah wafat, kaum muslim di Madinah, berusaha utuk mencari
penggantinya. Ketika kaum muhajirin dan ansar berkumpul di Saqifah bani
Sa’idah terjadi perdebatan tentang calon khalifah. Masing-masing mengajukan
argumentasinya tentang siapa yang berhak sebagai khalifah.

Kaum anshar mencalonkan Said bin Ubaidillah, seorang pemuka dari suku
al-Khajraj sebagai pengganti nabi. Dalam kondisi tersebut Abu Bakar, Umar,
dan Abu Ubaidah bergegas menyampaikan pendirian kaum muhajirin, yaitu
agar menetapkan pemimpin dari kalangan Quraisy. Akan tetapi hal tersebut
mendapat perlawanan keras dari al-Hubab bin munzir (kaum Anshar).
Di tengah perdebatan tersebut Abu Bakar mengajukan dua calon khalifah yaitu
Abu Ubaidah bin Zahrah dan Umar bin Khattab, namun kedua tokoh ini
menolak usulan tersebut. Akan tetapi Umar bin Khattab tidak membiarkan
proses tersebut semakin rumit, maka dengan suara yang lantang beliau
membaiat Abu Bakar sebagai khalifah yang diikuti oleh Abu Ubaidah.

Kemudian proses pembaiatanpun terus berlanjut seperti yang dilakukan oleh


Basyir bin Saad beserta pengikutnya yang hadir dalam pertemuan tersebut.

Proses pengangkatan Abu Bakar ra, sebagai khalifah ternyata tidak


sepenuhnya mulus karena ada beberapa orang yang belum memberikan ikrar,
seperti Ali bin Abi Thalib, Abbas bin Abdul Muthalib, Fadl bin al-Abbas,
Zubair bin al-Awwam bin al-Ash, Khalid bin Sa’id, Miqdad bin Amir, Salman
al-Farisi, Abu Zar al-Gifari, Amma bin Yasir, Bara bin Azib dan Ubai bin
Ka’ab.

Telah terjadi pertemuan sebagian kaum muhajirin dan Anshar dengan Ali bin
Abi Thalib di rumah Fatimah, mereka bermaksud membai’at Ali dengan
anggapan bahwa Ali bin Abi Thalib, lebih patut menjadi khalifah karena Ali
berasal dari bani Hasyim yang berarti ahlul bait.

Proses pengangkatan Abu Bakar ra, sebagai khalifah pertama, menunjukkan


betapa seriusnya masalah suksesi kepemimpinan dalam masyarakat Islam pada
saat itu, dikarenakan suku-suku Arab kepemimpinan mereka didasarkan pada
sistem senioritas dan prestasi, tidak diwariskan secara turun temurun. Setelah
didapatkan kesepakatan dalam proses pengangkatan Abu Bakar ra, sebagai
khalifah, kemudian ia berpidato yang isinya berupa prinsip-prinsip kekuasaan
demokratis yang selayaknya dimiliki oleh seorang pemimpin negara.

Penolakan Ibnu Umar ini karena ia ingin netral di tengah kekalutan para
pengikut Ali dan Muawiyah. Sikap itu diungkapkannya dengan pernyataan:
Siapa yang berkata, 'marilah shalat', akan kupenuhi. Siapa yang berkata
'marilah menuju keba hagiaan' akan kuturuti pula.

Anda mungkin juga menyukai