1
total (total groundwater basin management concept). Siklus pengelolaan seharusnya tetap
diimplementasikan untuk evaluasi efektivitas pengelolaan airtanah. Pengelolaan cekungan
airtanah di setiap wilayah mempunyai karakteristik dengan kata kunci, sebagai berikut :
a. Bersifat spesifik pada setiap daerah yang dikelola
b. Evaluasi bersifat spatial berdasar cekungan airtanah
c. Evaluasi Sebab-Akibat
d. Implementasi program bersifat integrasi
e. Komitmen dari pemegang kebijakan
f. Didukung oleh peraturan perundangan
g. Partisipasi Pemerintah–Masyarakat–Swasta
h. Demokrasi-HAM-Lingkungan Hidup
Penataan ruang yang berdasarkan kepada paradigma pengelolaan sumberdaya airtanah yang
berwawasan lingkungan memperhatikan satu kesatuan hubungan hidrologi dengan
sumberdaya air lainnya, seperti air hujan atau air permukaan pada umumnya. Pemahaman
cekungan airtanah artinya mengetahui secara pasti karakteristik kawasan resapan airtanah dan
kawasan pengambilan airtanah secara tiga demensi. Neraca airtanah yang seimbang mampu
memberi rekomendasi daya dukung.
2
sumberdaya air baku untuk memenuhi berbagai kebutuhan di suatu wilayah yang akan
dilakukan penataan ruangnya, dan juga bagi pengembangan wilayah tersebut dikemudian
hari.
Potensi sumberdaya air yang terdapat pada suatu cekungan airtanah perlu dikelola secara
menyeluruh, tidak hanya terhadap airtanahnya, tetapi juga cekungan airtanah itu sendiri
beserta lingkungannya. Tujuan pengelolaan cekungan airtanah antara lain agar terjadi
efektivitas pemanfaatan airtanah, yang mencakup : a) untuk memenuhi kebutuhan air baku,
b) untuk menghindari kekeringan, c) dapat mengendalikan pencemaran, d) mampu
memelihara lingkungan, e) mengetahui karakteristik imbuhan (imbuhan lokal, imbuhan
regional, atau kombinasi keduanya).
Setelah penataan ruang di suatu wilayah, maka pengelolaan cekungan airtanah tersebut bukan
hanya menjadi tanggungjawab pemerintah, tetapi juga bagi pengguna airtanah, misalnya
masyarakat setempat, industri, pemakai air irigasi, para pelaku pengelola airtanah dll.
Pemerintah dalam hal ini berfungsi sebagai fasilitator dan mewujudkan “networking”, serta
mengontrol mekanisme pengelolaan airtanah berikut penataan kawasan yang telah ditetapkan
sebagai zona-zona tertentu. Dengan demikian pola distribusi pemukiman, lahan-lahan
terbuka, kawasan konservasi, kawasan preservasi mempunyai pertimbangan yang kuat dan
rasional dalam rangka mengendalikan pengembangan wilayah dari waktu ke waktu dengan
bertumpu pada keberlanjutan sumberdaya airtanah. Kondisi sistem hidrogeologi di suatu
wilayah harus menjadi salah satu parameter kendali dalam penataan ruang dan
pengembangan wilayah. Dan akhirnya, dengan berlakunya PP No. 43 tahun 2008 tentang
Airtanah, maka diharapkan penyelenggaraan pengelolaan airtanah di Indonesia segera
mencapai sasaran optimal yang dapat dirasakan masyarakat secara lebih nyata.
Salah satu langkah nyata dalam rangka mengatasi masalah air di Indonesia pada bulan April
2004 di Jakarta telah dilakukan “Deklarasi Nasional” oleh 11 (sebelas) Menteri yang bernama
“Deklarasi Nasional Pengelolaan Air Yang Efektif Dalam Penanggulangan Bencana”.
Adapun isi Deklarasi Nasional tersebut adalah:
1. Meningkatkan upaya pengelolaan dan perlindungan sumberdaya air untuk
menanggulangi bencana
2. Melakukan pencegahan kerusakan lingkungan melalui konservasi, rehabilitasi hutan
dan lahan pada DAS kritis, pengelolaan kuantitas dan kualitas air, serta pengendalian
pencemaran air.
3. Meningkatkan koordinasi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
3
meningkatkan kemampuan dan partisipasi seluruh pemangku kepentingan dan
masyarakat luas dalam pengelolaan air pada penanggulangan bencana.
4. Meningkatkan pertukaran data dan informasi di bidang pengelolaan sumberdaya air dan
penanggulangan bencana.
Disamping itu, Pemerintah Republik Indonesia telah mencanangkan program Gerakan
Nasional Kemitraan Penyelamatan Air (GNKPA) pada perayaan Hari Air Nasional (HAS)
pada tahun 2005. Program yang menjadi acuan kegiatan penyelamatan air meliputi: penataan
ruang/pembangunan fisik, konservasi dan rehabilitasi hutan, lahan dan air, pengendalian daya
rusak air, pengelolaan penggunaan air berkelanjutan dan pemenuhan kebutuhan air yang adil.
Pengelolaan airtanah di Indonesia pada dasarnya bertumpu pada aspek hukum dan aspek
teknis. Aspek hukum merupakan peraturan dan perundangan yang digunakan untuk
melandasi upaya pengelolaan airtanah, baik yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah. Peraturan dan perundangan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah
sebenarnya merupakan pranata hukum yang bertindak sebagai ujung tombak upaya
pelaksanaan pengelolaan dan perlindungan airtanah, dengan demikian peraturan daerah
sangat menentukan dalam pencapaian program perlindungan sumberdaya airtanah. Karena
sifatnya demikian, maka sebaiknya peraturan dan perundangan yang dikeluarkan oleh
pemerintah daerah disesuaikan dan berdasarkan pada kondisi fisik sumberdaya airtanah yang
ada di daerah tersebut. Aspek teknis pelaksanaan pengelolaan airtanah tidak mendasarkan
pada batas administrasi suatu daerah, tetapi harus tetap mengacu pada konfigurasi cekungan
airtanah dengan memperhatikan kondisi batas hidrogeologi yang ada.
4
Permasalahan Pengelolaan Airtanah
Permasalahan yang dihadapi pada pelaksanaan pengelolaan airtanah di Indonesia adalah
terbatasnya sumberdaya airtanah di alam yang disertai dengan meningkatnya pemanfaatan
airtanah. Peningkatan pemanfaatan sumberdaya airtanah di kota-kota besar di Indonesia telah
melampaui batas kemampuan cadangan airtanah itu sendiri. Ditambah dengan keterbatasan
pelayanan air bersih oleh Pemerintah yang sangat terbatas dan belum dapat menjangkau
seluruh kebutuhan air domestik bagi masyarakat, telah mendorong pengambilan airtanah
secara tidak terkontrol. Akibatnya di pusat- pusat pengambilan airtanah terjadi degradasi
kuantitas, kualitas dan bahkan lingkungan airtanah secara signifikan. Kerusakan lingkungan
di daerah imbuhan airtanah karena penggundulan hutan dan alih fungsi lahan menjadi areal
kebun sayur atau palawija, bahkan menjadi pemukiman berikut fasilitas pendukungnya telah
menyebabkan turunnya kemampuan resapan air.
Tekanan terhadap sumberdaya air, khususnya airtanah seperti telah diuraikan di atas
menunjukkan, bahwa sasaran pelaksanaan pengelolaan airtanah belum optimal sesuai seperti
yang diharapkan, yaitu pengelolaan airtanah secara bijaksana, menyeluruh, terpadu,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat. Permasalahan pengelolaan airtanah yang masih banyak dijumpai, antara
lain:
a. Kebijakan pengelolaan belum menjamin :
1. Hak setiap individu mendapatkan air bersih temasuk airtanah guna memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari
2. Hak dasar masyarakat memperoleh akses penyediaan airtanah untuk
memenuhi berbagai keperluan
3. Pemanfaatan airtanah yang berkelanjutan bagi kemakmuran dan kesejahteraan
rakyat
4. Perlindungan airtanah agar tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai
demi kelangsungan kesejahteraan umat manusia
5. Wewenang dan tanggung jawab pelaksanaan pengelolaan airtanah
6. Pelaksaanaan koordinasi pengelolaan airtanah antar industri Pemerintah dan
atau antar Pemerintah Daerah guna mengoptimalkan pelaksanaan perlindungan
terhadap airtanah
7. Keterpaduan pengelolaan antara airtanah dan air permukaan sebagai upaya
mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya air terpadu
5
8. Pelaksanaan penggunaan yang saling menunjang antara airtanah dan air
permukaan guna mengatasi krisis air bersih
b. Pengelolaan sumberdaya air yang terdiri dari air hujan, air permukaan dan airtanah
tidak mungkin dilaksanakan oleh satu instansi, akan tetapi harus secara terkoordinasi
antar instansi terkait. Dengan demikian pengelolaan pemanfaatan air saling
menunjang dapat dilaksanakan dengan optimal.
c. Sistem pengambilan keputusan tidak efektif karena campur tangan pemerintah pada
pengelolaan airtanah di daerah. Di samping itu, organisasi di daerah tidak atau
kurang dilibatkan, sehingga daerah tidak mempunyai rasa memiliki atas sumberdaya
air yang ada di wilayahnya.
d. Pengelolaan airtanah oleh Pemerintah Daerah yang tidak berdasar pada cekungan
airtanah lintas batas, tetapi lebih cenderung berdasarkan pada batas administrasi. Hal
ini jelas bertentangan dengan sifat dasar airtanah yang mengalir sesuai kondisi
hidrogeologinya tanpa mengenal batas administrasi.
e. Belum adanya jaringan data dan informasi airtanah yang terintegrasi antar lembaga
pengumpul atau pengelola data airtanah, hal tersebut akibat kurang tegasnya
penerapan peraturan dan keterbatasan sumberdaya manusia di daerah.
f. Pemanfaatan airtanah secara parsial, kurang berkeadilan, belum menjadi hak
masyarakat, khususnya masyarakat miskin untuk mendapatkan akses penyediaan air
bersih guna memenuhi kebutuhan dasarnya.
6
g. Tidak dihargainya nilai ekonomi dan lingkungan airtanah pada pemanfaatannya,
tetapi lebih menitik beratkan pada eksploitasi untuk mendapatkan pendapatan bagi
daerah dari pada perlindungannya.
h. Data dan informasi airtanah kurang memadai baik kuantitas maupun kualitasnya.
Data dan informasi kurang informatif dan tidak seragam dalam format, belum
tersusunnya standar sistem informasi airtanah, yang merupakan alat bantu pada
perencanaan pengelolaan dan pendukung pengambilan keputusan.
i. Terjadinya konflik kepentingan antar pengguna sumber air baku, karena
meningkatnya degradasi kualitas, kuantitas, dan lingkungan airtanah, terutama pada
di wilayah perkotaan. Di sisi lain, terjadi peningkatan kebutuhan sumber airbaku
yang sangat pesat sejalan dengan dinamika pengembangan wilayah.
j. Keterbatasan sumberdaya (manusia, peralatan, biaya) baik di tingkat pemerintah
pusat maupun daerah, mengakibatkan pelaksanaan pengelolaan airtanah kurang
efektif dan kurang maksimal.
k. Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum atas setiap pelanggaran yang terjadi
terhadap peraturan perundangan pengelolaan airtanah yang ada.
l. Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap keberadaan dan fungsi airtanah, baik
kualitas, kuantitas dan kontinuitasnya, yang disebabkan terbatasnya pengetahuan
masyarakat terhadap pemahaman airtanah (groundwater knowledge).
m. Degradasi kuantitas, kualitas dan lingkungan airtanah akibat pengambilan airtanah
yang berlebihan, pencemaran dan perubahan fungsi lahan khususnya cekungan
airtanah di perkotaan.
Permasalahan pengelolaan airtanah dipicu juga dengan adanya perubahan paradigma, yang
pada akhirnya berpengaruh pada penentuan kebijakan dan proses pelaksanaan pengelolaan
airtanah, antara lain:
Perubahan status airtanah dari komoditas sosial dan barang bebas menjadi
komoditas sosial-komersial.
Pergeseran peran Pemerintah sebagai provider menjadi enabler.
Perubahan sistem pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi.
Perubahan pola pengelolaan dan pengembangan sumberdaya air dari
Government Centrist menjadi Private-Public Participation.
Perubahan pelayanan pemerintah dari birocrative-normative menjadi responsive-
flexible.
7
Perubahan sistem kebijakan Pemerintah dari top-down menjadi bottom-up.
8
Desentralisasi pengelolaan airtanah dengan cara memberdayakan daerah untuk
mengelola airtanah pada lingkup wilayahnya tanpa mengabaikan sifat keterdapatan dan
aliran airtanah serta prinsip cekungan airtanah lintas batas.
Pemenuhan hak dasar setiap orang untuk mendapatkan air bersih dari airtanah bagi
kebutuhan pokok sehari-hari guna mencapai kehidupan yang sehat, bersih, dan
produktif.
Ketersediaan sistem informasi airtanah mencakup jaringan data dan informasi airtanah
terpadu didasarkan pada data keairtanahan yang andal, tepat, akurat, dan
berkesinambungan, yang mencangkup seluruh wilayah Indonesia.
Kontinuitas ketersediaan airtanah dengan menjaga keseimbangan antara pemanfatan
nilai ekonomi air dan ketersediaan airtanah sebagai bagian ekosistem hidrologi,
mencegah degradasi kuantitas, kualitas, dan lingkungan airtanah, mengendalikan
pemanfaatan airtanah sesuai nilai ekonomi dan aspek lingkungannya.
Mewujudkan dan mengoptimalkan pemanfaatan air saling menunjang dengan
menciptakan keterpaduan pemanfaatan airtanah, air permukaan, dan air hujan.
Meningkatkan dan mengoptimalkan sumberdaya (manusia, keahlian, peralatan, dan
biaya) pengelolaan, yaitu dengan memberdayakan masyarakat, swasta, para pihak
berkepentingan, pemerintah daerah, dan pemerintah pusat.
Segera dilakukan identifikasi Bencana atau Bahaya Airtanah (Groundwater Hazard)
yang mencakup kuantitas dan kualitas, khususnya di daerah-daerah urban di Indonesia.
Kebijakan pengelolaan airtanah di masa datang harus mengacu pada Groundwater
Hazard Management yang disusun berdasarkan Groundwater Risk Assessment.
Mengingat penduduk daerah urban di masa datang akan mencapai 60% jumlah
penduduk, maka segera diterapkan konsep Urban Hydrogeology pada setiap evaluasi
kondisi airtanah di kota-kota besar di Indonesia.
Mengingat isu krisis air bersih di dunia yang semakin meningkat, maka sudah saatnya
mulai dikenalkan konsep Airtanah sebagai Sumberdaya Tidak Terbarukan
(Groundwater as Non- Renewable Resource) dalam rangka untuk mencapai
Groundwater Sustainibility.
Untuk mencapai tujuan tersebut, serta untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya
degradasi kondisi dan lingkungan airtanah, maka Pemerintah telah merumuskan dan
menetapkan berbagai kebijakan di bidang airtanah antara lain sebagai berikut :
10
1. Menyelenggarakan pengelolaan airtanah berdasarkan pada prinsip pelestarian
Pembentukan airtanah pada akuifer memerlukan waktu yang relatif lama, sehingga upaya
perbaikan atau rehabilitasi sulit dilakukan, serta membutuhkan waktu yang relatif lama.
Dengan demikian pada setiap upaya pendayagunaan perlu diimbangi dengan upaya
perlindungan agar pemanfaatannya dapt berkelanjutan. Beberapa ketentuan yang
diberlakukan adalah kewajiban melakukan upaya konservasi bagi yang mendayagunakan
airtanah, serta kegiatan lain yang berpotensi merusak kondisi lingkungan airtanah,
misalnya kegiatan penambangan, pengeringan airtanah, pembangunan kawasan
pemukiman, kawasan industri, dan lain-lain.
2). Melaksanakan pengelolaan airtanah didasarkan pada cekungan airtanah
Konsep cekungan airtanah sebagai kesatuan wilayah pengelolaan airtanah didasarkan pada
prinsip terbentuknya airtanah yang utuh dalam satu neraca air sejak dari daerah imbuhan
hingga daerah lepasan pada suatu wadah.
Tujuan kebijakan di atas agar seluruh kegiatan pengelolaan airtanah meliputi konservasi,
pendayagunaan, pengendalian dan pengawasan dapat dilakukan dalam satu cekungan
airtanah yang mencakup ekosistem hidrogeologinya. Penetapan cekungan airtanah di
Indonesia dikuatkan oleh Peraturan Presiden sebagai dasar penyelenggaraan pengelolaan
airtanah oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
3) Mendorong penyelenggaraan pengelolaan sumberdaya air
Pengelolaan terpadu merupakan suatu proses yang mengutamakan pembangunan dan
pengelolaan sumberdaya air, lahan, dan sumberdaya terkait lainnya secara terkoordinasi
untuk memaksimalkan pencapaian target ekonomi dan kesejahteraan sosial tanpa
mengorbankan ekosisitem. Karena pentingnya keterpaduan untuk mewujudkan tujuan
pengelolaan sumberdaya air, Pemerintah telah memasukkan kegiatan ini kedalam UU No
25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional. Terdapat tiga program
keterpaduan yang telah dicanangkan dalam UU tersebut, yaitu (1) penyelenggaraan
konservasi airtanah dan air permukaan secara terpadu, (2) keterpaduan penggunaan
airtanah dan air permukaan, serta (3) keterpaduan pengendalian pencemaran airtanah dan
air permukaan. Melalui kegiatan ini Pemerintah mengharapkan permasalahan-
permasalahan yang mendasar pada pengelolaan sumberdaya air dapat segera diselesaikan.
Dan sebagai upaya menjamin kesinambungan ketersediaan sumberdaya air, serta
menjamin pemanfaatan yang berkelanjutan, Pemerintah secara konsisten akan terus
mengupayakan terlaksananya pengelolaan airtanah yang baik, bijaksana, dan terpadu.
11
4) Memprioritaskan pemanfaatan untuk air minum di atas semua peruntukan lain
Masyarakat luas memperoleh hak atas air, yang merupakan hak guna air. Pemanfatan air
sebagai air minum merupakan prioritas utama di atas segala keperluan lain, menyusul
prioritas untuk keperluan rumah tangga, peternakan dan pertanian sederhana, irigasi,
industri, pertambangan, usaha perkotaan dan kepentingan lainnya.
5) Pengembangan airtanah untuk mengatasi kesulitan air
Sebagai upaya membantu pengentasan kemiskinan masyarakat di desa-desa sulit air,
Pemerintah telah mencanangkan program pengembangan airtanah melalui pengeboran
akuifer dalam, pembuatan sumur pengumpul, penurapan mata air serta pemanfaatan
sungai bawah tanah. Upaya ini bertujuan agar pada masa mendatang tidak ada lagi
masyarakat pedesaan yang mengalami kesulitan memperoleh air bersih. Demikian juga
masyarakat di daerah perkotaan agar dapat memperoleh air bersih bagi kebutuhan
hidupnya, serta mendukung untuk keperluan industri.
Kebijakan ditetapkan oleh Pemerintah dan harus dapat dimengerti oleh semua lapisan
masyarakat. Kebijakan pengelolaan airtanah disusun dan diterapkan secara terintegrasi dalam
kebijakan pengelolaan sumberdaya air Nasional, di tingkat Provinsi dan di tingkat
Kabupaten/Kota. Selanjutnya kebijakan tersebut dijabarkan dalam kebijakan teknis
pengelolaan airtanah sebagaimana disebutkan pada PP No. 43/2008 pasal 5 dan pasal 6,
yaitu:
1. Kebijakan teknis pengelolaan airtanah nasional yang ditetapkan oleh Menteri dengan
mengacu pada kebijakan nasional sumberdaya air.
12
2. Kebijakan teknis pengelolaan airtanah di provinsi yang ditetapkan oleh Gubernur
dengan mengacu pada kebijakan teknis pengelolaan airtanah nasional
3. Kebijakan teknis pengelolaan airtanah di kabupaten/kota yang ditetapkan oleh
Bupati/Walikota dengan mengacu pada kebijakan teknis pengelolaan airtanah provinsi
Pengelolaan Airtanah Berdasar Peraturan Perundangan di Indonesia
Terdapat beberapa telaah pengelolaan airtanah yang dilakukan berdasarkan pada kebijakan
dan peraturan yang sudah ada, sehingga menghasilkan suatu konsep pengelolaan airtanah
yang menjamin ketersediaannya dan pendayagunaannya secara berkelanjutan, diantaranya
adalah pengelolaan sumberdaya air berdasarkan UU No.7/2004 dan pengelolaan airtanah
berdasar PP No. 43/2008.
1. Pengelolaan Sumberdaya Air berdasarkan UU No.7/2004
Menurut UU No.7/2004 pengelolaan sumberdaya air adalah upaya merencanakan,
melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggara konservasi sumberdaya air,
pendayagunaan sumberdaya air, dan pengendalian daya rusak air. Terdapat dua komponen
utama sumberdaya air, yaitu air permukaan dan airtanah. Untuk pengelolaan air permukaan
wilayah sungai merupakan konsep dasarnya, sedangkan untuk pengelolaan airtanah acuannya
14
Terdapat tiga wilayah atau daerah teknis atau hidrologis pengelolaan sumberdaya air yaitu :
CAT, DAS, dan WS. Masing–masing menurut UU No. 7 / 2004 diartikan sebagai berikut:
a. Cekungan airtanah, adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis,
tempat semua kejadian hidrogeologis seperti pengimbuhan, pengaliran dan
pelepasan airtanah berlangsung.
b. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan
dengan sungainya yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air
yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut secara alami, yang batas di darat
merupaka pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang
masih terpengaruh aktivitas daratan.
c. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumberdaya air dalam satu
atau lebih daerah aliran sungai dan atau pulau–pulau kecil yang luasnya kurang
dari atau sama dengan 2000 km2.
Agar kelestarian airtanah dapat terjaga dan pendayagunaannya dapat berkelanjutan, maka
sangat diperlukan integrasi dan keterpaduan antar instansi terkait dalam penyusunan
kebijakan nasional pengelolaan sumberdaya air, termasuk penyusunan kerja legislatif yang
mengatur pengelolaan sumberdaya air terpadu.
Keterpaduan atau integrasi menjadi kata kunci dalam pengelolaan sumberdaya air mengingat
semua jenis air yang diatur dalam UU No. 7/2004, meliputi air hujan, air permukaan,
termasuk air laut, dan airtanah merupakan komponen daur hidrologi yang keberadaannya di
alam satu sama lain saling berinteraksi. Masing–masing memiliki potensi sekaligus
kekurangan, sehingga untuk menjamin kemanfaatannya yang optimal, maka pengelolaannya
harus terpadu.
Dalam sistem pengelolaan sumberdaya air terpadu, pengelolaan airtanah menjadi komponen
bersama dengan pengelolaan air permukaan dan air hujan. Seperti yang terlihat pada gambar
di bawah ini, dimana keterpaduan tersebut terkandung dalam tiga hal, yaitu kebijakan,
strategi, dan rencana pengelolaan yang terlihat pada Gambar berikut.
Selain itu diperlukan integrasi dan keterpaduan antar instansi terkait dalam penyusunan
program agar pendayagunaan sumberdaya air dapat berkelanjutan. Koordinasi tersebut
meliputi koordinasi antar departemen, badan tertinggi untuk pengelolaan sumberdaya air
(nasional), dengan badan tertinggi untuk pengelolaan airtanah, dan badan koordinasi tingkat
wilayah provinsi dan kabupaten/ kota.
15
2. Pengelolaan Airtanah Berdasarkan PP No. 43/2008
Dalam PP No. 43/2008 disebutkan, bahwa pengelolaan airtanah adalah upaya merencanakan,
melaksanakan, memantau, mengevaluasi penyelenggaraan konservasi airtanah,
pendayagunaan airtanah dan pengendalian daya rusak. Secara skematis pengelolaan airtanah
berdasarkan peraturan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
16
Gambar :Integrasi Pengelolaan Sumberdaya Air
Kebijakan pengelolaan airtanah disusun dan ditetapkan secara terintegrasi dalam kebijakan
17
pengelolaan sumberdaya iar yang dijabarkan lebih lanjut dalam kebijakan teknis pengelolaan
airtanah yang berfungsi sebagai arahan dalam pengelolaan airtanah meliputi kegiatan
konservasi, pendayagunaan, pengendalian daya rusak dan sistem informasi airtanah di
wilayah administrasi yang bersangkutan, baik pada tingkat nasional, provinsi, maupun
kabupaten/ kota.
18
Kebijakan teknis pengelolaan airtanah nasional yang disusun dan ditetapkan Menteri Energi
dan Sumberdaya Mineral dengan mengacu pada kebijakan teknis pengelolaan airtanah
nasional dan berpedoman pada kebijakan pengelolaan sumberdaya air provinsi. Kebijakan
teknis pengelolaan airtanah kabupaten/ kota yang disusun dan ditetapkan bupati/ wali kota
dengan mengacu pada kebijakan teknis pengelolaan airtanah provinsi dan berpedoman pada
kebijakan pengelolaan sumberdaya air kabupaten/ kota (Gambar di bawah ini).
19
airtanah dengan prinsip keseimbangan antara upaya konservasi dan pendayagunaan airtanah.
Strategi pengelolaan tersebut dilaksanakan secara menyeluruh, seimbang antara upaya
konservasi dan pendayagunaan airtanah, terpadu dalam penggunaan air yang saling
menunjang, serta melibatkan peran masyarakat. Strategi pengelolaan airtanah berisikan
tentang tujuan jangka panjang, ketentuan umum pengelolaan, kebijakan umum pengelolaan,
dan strategi yang diambil dalam pengelolaan.
Strategi pengelolaan airtanah merupakan kerangka dasar dalam merencanakan,
melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi airtanah, pendayagunaan
airtanah, dan pengendalian daya rusak airtanah pada cekungan airtanah.
Strategi pengelolaan airtanah selanjutnya dijabarkan dalam strategi pelaksanaan pengelolaan
airtanah yang disusun dan ditetapkan pada setiap cekungan airtanah (Gambar di bawah ini).
20
Gambar :Diagram Alir Strategi Pengelolaan Airtanah
22
Gambar : Pendayagunaan Airtanah
merupakan salah satu unsur untuk menyusun rencana pengambilan, penyediaan,
pemanfaatan, pengembangan, pengusahaan airtanah, dan rencana tata ruang wilayah pada
suatu cekungan airtanah. Zona konservasi airtanah ditentukan berdasarkan faktor-faktor
sebagai berikut :
Keterdapatan dan potensi ketersediaan airtanah
Perubahan kedudukan muka airtanah
Perubahan kualitas airtanah
Perubahan lingkungan airtanah
Ketersediaan sumber air selain airtanah
Prioritas pemanfaatan airtanah
Kepentingan masyarakat dan pembangunan
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, zona konservasi airtanah suatu daerah dibedakan menjadi
beberapa kategori : aman, rawan, kritis dan rusak, yang kemudian disajikan dalam bentuk
peta. Zona konservasi airtanah memuat ketentuan konservasi dan pendayagunaan airtanah
pada cekungan airtanah. Selain itu didalamnya memuat informasi tentang hidrogeologi dan
potensi airtanah. Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi zona konservasi airtanah diatur
dengan peraturan menteri (PP No. 43/2008 Pasal 24).
Penetapan zona konservasi airtanah adalah wewenang Pemerintah, yaitu Menteri, Gubernur,
Buapti/Walikota setelah melakukan konsultasi publik (PP No. 43/2008 Pasal 24 Ayat (2)).
23
Zona konservasi airtanah dapat ditinjau kembali, apabila terjadi perubahan kuantitas, kualitas
dan lingkungan airtanah (PP No. 43/2008 Pasal 24 Ayat (5)).
Pendayagunaan pada Pengelolaan Airtanah
Pendayagunaan airtanah diutamakan pada pemenuhan kebutuhan pokok hidup masyarakat
secara adil dan berkelanjutan serta dilaksanakan berdasarkan rencana pengelolaan airtanah
dan dilaksanakan oleh Pemerintah dengan melibatkan masyarakat (PP No. 43/2008 Pasal 47).
Pendayagunaan airtanah diarahkan untuk mendukung upaya efektivitas dan efisiensi
penggunaan airtanah yang dapat menerus serta berkelanjutan, khususnya untuk memenuhi
kebutuhan pokok sehari-hari. Selanjutnya, penggunaan airtanah dapat digunakan juga untuk
pertanian, sanitasi lingkungan, perindustrian, pertambangan, pariwisata dan sebagainya,
setelah kebutuhan pokok tercukupi.
24
Gambar : Penatagunaan Airtanah
25
1. Kuantitas dan kualitas airtanah
2. Daya dukung akuifer terhadap pengambilan airtanah
3. Jumlah dan sebaran penduduk dan laju pertambahannya
4. Proyeksi kebutuhan airtanah
5. Pemanfaatan airtanah yang sudah ada
Pelaksanaan kegiatan penatagunaan airtanah mulai dari penetapan zona pemanfaatan airtanah
sampai dengan penetapan peruntukan airtanah pada cekungan airtanah diawasi oleh Menteri,
Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya.
Pengendalian Daya Rusak Airtanah pada Pengelolaan Airtanah
Pengendalian daya rusak airtanah adalah pengendalian daya rusak air pada cekungan airtanah
seperti yang tercantum pada pasal 58 UU No. 7/2004. Sedangkan menurut PP No. 43/2008,
pengendalian daya rusak airtanah ditujukan untuk mencegah, menanggulangi intrusi air asin
dan memulihkan kondisi airtanah akibat intrusi air laut, serta mencegah, menghentikan atau
mengurangi terjadinya amblesan muka tanah.
26
Pengendalian daya rusak airtanah dilakukan dengan mengendalikan pengambilan airtanah
dan meningkatkan jumlah imbuhan airtanah untuk menghambat/mengurangi laju penurunan
muka airtanah. Penurunan muka airtanah menyebabkan ketidakseimbangan kondisi
hidrogeologi, sehingga dapat menyebabkan terjadinya intrusi air laut dan atau amblesan muka
tanah.
Pengendalian daya rusak airtanah meliputi upaya pencegahan, penanggulangan dan
pemulihan. Untuk mencegah intrusi air laut dilakukan dengan membatasi pengambilan
airtanah di daerah pantai. Untuk menanggulangi intrusi air laut dilakukan dengan cara
melarang pengambilan airtanah di daerah pantai, sedangkan untuk memulihkan kondisi
airtanah yang telah terkena intrusi air laut dengan cara menciptakan imbuhan atau resapan
buatan atau dengan sumur injeksi di daerah yang tercemar air laut.
Pengendalian pada amblesan tanah meliputi kegiatan pencegahan terjadinya amblesan tanah
dengan mengurangi pengambilan airtanah bagi pemegang ijin pemakaian airtanah atau
pemegang ijin pengusahaan airtanah pada zona kritis dan zona rusak. Upaya penghentian
terjadinya amblesan dilakukan dengan menghentikan pengambilan airtanah, sedangkan untuk
mengurangi terjadinya amblesan tanah juga dilakukan untuk menanggulangi intrusi air laut
dengan membuat sumur resapan.
Kebijakan Peningkatan Konservasi Airtanah Secara Menerus
Kebijakan peningkatan konservasi airtanah secara terus menerus terdiri dari :
1. Peningkatan Upaya Perlindungan dan Pelestarian Sumber
Airtanah Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah
sebagai berikut :
a. memelihara daerah imbuhan airtanah dan menjaga kelangsungan fungsi resapan
air berdasarkan rencana pengelolaan sumberdaya airtanah di cekungan airtanah
oleh semua pemilik kepentingan, antara lain dengan:
mengendalikan budi daya pertanian ataupun hutan rakyat di daerah imbuhan
airtanah sesuai dengan kemiringan lahan dan kaidah konservasi tanah dan
air;
meningkatkan tampungan air permukaan dengan memperbanyak waduk,
embung, sumur resapan, ruang terbuka hijau, serta mengendalikan alih fungsi
lahan untuk pembangunan permukiman, perkotaan maupun industri;
melakukan pengawasan dan kajian komprehensif secara menerus pada zona
imbuhan yang hasilnya dapat diakses oleh masyarakat;
27
melaksanakan rehabilitasi hutan dan lahan pada wilayah cekungan airtanah
prioritas yang dilakukan secara partisipatif dan terpadu;
menetapkan dan mempertahankan luas kawasan hutan di wilayah cekungan
airtanah dengan sebaran yang proporsional untuk menjamin keseimbangan
tata air dan lingkungan; dan
b. meningkatkan upaya perlindungan sumber air/mata air, pengaturan daerah
sempadan sumber air, dan imbuhan airtanah pada sumber air oleh para pemilik
kepentingan, antara lain dengan :
melindungi dan melestarikan sumber air terutama di dekat kawasan
permukiman melalui kegiatan fisik dan/atau non-fisik, dengan
mengutamakan kegiatan non-fisik;
mengendalikan ijin penambangan pada kawasan lindung sumber air dan
hutan lindung;
menata ulang daerah sempadan sumber-sumber air, terutama pada kawasan
perkotaan;
meningkatkan kapasitas resapan air melalui pengaturan pengembangan
kawasan, berupa penerapan persyaratan pembuatan kolam penampungan,
sumur resapan, atau berbagai teknologi resapan air;
melindungi sumber air melalui pencegahan, pengaturan, dan pengendalian
terhadap pelaksanaan kegiatan pembangunan fisik pada sumber air,
pemanfaatan sumber air dan pemanfaatan lahan di sekitarnya, serta
mengendalikan usaha pertambangan dan kegiatan lain yang merusak
kelestarian sumber air; dan
28
menetapkan daerah sempadan sumber air dan mengatur penggunaannya
untuk mengamankan dan mempertahankan fungsi sumber air, serta prasarana
sumber air melalui peraturan perundang-undangan.
c. meningkatkan upaya pengendalian pemanfaatan sumber air/mata air, dan
pengaturan prasarana dan sarana sanitasi, dengan cara:
mengendalikan pemanfaatan sumber air sesuai dengan ketentuan zona
pemanfaatan sumber air yang bersangkutan; dan/atau
mewajibkan semua pengembang kawasan untuk menyediakan dan
mengoperasikan prasarana dan sarana sanitasi melalui peraturan perundang-
undangan agar tidak menambah beban pencemaran airtanah.
2. Peningkatan Upaya Pengawetan Airtanah
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut :
a. meningkatkan upaya penyimpanan air permukaan sebagai airtanah yang berlebih
di musim hujan, oleh para pemilik kepentingan dengan cara:
meningkatkan dan memelihara keberadaan sumber air dan ketersediaan
airtanah sesuai dengan fungsi dan manfaatnya, melalui pemeliharaan dan
pembangunan waduk dan embung serta mata air;
menjaga dan melindungi keberadaan dan fungsi serta merehabilitasi
penampung air, baik alami maupun buatan, yaitu danau, rawa, waduk, mata
air dan embung serta cekungan airtanah;
meningkatkan pemanenan air hujan melalui pembangunan dan pemeliharaan
penampung air hujan;
menerapkan peraturan tentang keikutsertaan para penerima manfaat air dan
sumber airtanah dalam pembiayaan pembangunan, pengoperasian dan
pemeliharaan sumberdaya air pada umumnya dan khususnya airtanah; dan
melaksanakan sosialisasi mengenai pengawetan air kepada masyarakat dan
dunia usaha.
b. Meningkatkan upaya penghematan air serta pengendalian penggunaan airtanah
oleh para pemilik kepentingan, dengan cara:
menciptakan sistem insentif kepada pengguna airtanah yang hemat dengan
menerapkan prinsip 3-R (Reduce ‘mengurangi’, Reuse ‘menggunakan
kembali’, dan Recycling ‘mendaur ulang’) serta disinsentif kepada pengguna
airtanah yang boros;
29
memberikan insentif kepada pihak yang telah mengembangkan dan
menerapkan teknologi hemat sumberdaya airtanah di bidang pertanian,
rumah tangga, perkotaan dan industri;
mengendalikan pengambilan airtanah pada cekungan airtanah yang
kondisinya rawan atau kritis, dengan membatasi pengambilan sesuai
kapasitas spesifik (specific yield);
merehabilitasi dan meningkatkan fungsi lahan sebagai kawasan imbuhan
airtanah; dan
membatasi penggunaan airtanah dengan mengatur ulang alokasi penggunaan
sumber-sumber air untuk meningkatkan manfaat air baku yang berasal dari
air permukaan.
3. Peningkatan Upaya Pengelolaan Kualitas Airtanah dan Pengendalian
Pencemarannya Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai
berikut :
a. mempertahankan dan memulihkan kualitas airtanah pada sumber-sumber air sesuai
jenis kebutuhan air, dengan melibatkan masyarakat dan dunia usaha;
b. menetapkan beban maksimum limbah yang boleh dibuang yang dapat
mempengaruhi kualitas sumber airtanah dan badan air permukaan;
30
c. membangun sistem pengelolaan limbah cair komunal atau terpusat di kawasan
permukiman, serta kawasan industri dan industri di luar kawasan yang diprakarsai
oleh pemerintah, masyarakat dan dunia usaha;
d. mengembangkan dan menerapkan teknologi perbaikan kualitas air;
e. membangun sistem pemantauan limbah sebelum masuk atau dimasukkan ke dalam
sumber-sumber air dan sistem pemantauan kualitas air pada sumber-sumber air;
f. memfasilitasi penyediaan sarana sanitasi umum untuk kawasan permukiman yang
berada di dekat dan/atau di atas sumber-sumber airtanah.
31
c. mewujudkan pemenuhan kebutuhan air untuk sehari-hari serta kebutuhan air
irigasi dan kebutuhan lainnya sesuai prioritas yang telah diundangkan;
d. menetapkan standar pelayanan minimal kebutuhan pokok airbaku dari airtanah
sehari- hari pada tingkat provinsi ataupun kabupaten/kota untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dengan memberi alokasi pemenuhan kebutuhan airbaku
bagi penduduk dalam rencana penyediaan air.
3. Peningkatan Upaya Efisiensi Penggunaan Airtanah
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut :
a. mengembangkan perangkat kelembagaan untuk pengendalian dan pengawasan
penggunaan airtanah;
b. meningkatkan penegakan hukum terhadap pelaku penggunaan airtanah yang
berlebihan di kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam; daerah imbuhan
airtanah, zona-zona konservasi : zona rawan dan zona kritis; dan
c. meningkatkan efisiensi penggunaan airtanah oleh para pengguna air irigasi dalam
rangka peningkatan produktivitas pertanian dan keberlanjutan ketahanan pangan
nasional.
4. Peningkatan Upaya Pengembangan Airtanah
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut :
32
a. menyusun rencana pengembangan airtanah yang didasarkan pada rencana
pengelolaan airtanah pada setiap cekungan airtanah;
b. melaksanakan rencana pengembangan airtanah dengan memadukan kepentingan
antarsektor, antarwilayah, dan antarpemilik-kepentingan dengan tetap
memperhatikan daya dukung lingkungan;
c. mengembangkan sistem penyediaan air baku untuk memenuhi kebutuhan air
rumah tangga, perkotaan, dan industri dengan mengutamakan pemanfaatan air
permukaan;
d. meningkatkan pengembangan airtanah untuk mendukung pengembangan daerah
irigasi baru dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan produksi pangan
nasional dengan tetap memperhatikan daya dukung lingkungan;
e. memberikan insentif kepada perseorangan atau kelompok masyarakat yang
berhasil mengembangkan teknologi pemenuhan kebutuhan air bersih dari sumber
air permukaan dalam upaya mengurangi penggunaan airtanah; dan
5. Pengendalian Pengusahaan Sumberdaya Airtanah
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut :
a. mengatur pengusahaan airtanah berdasarkan prinsip keselarasan antara
kepentingan sosial, lingkungan hidup dan ekonomi, dengan tetap memperhatikan
asas keadilan dan kelestarian untuk kesejahteraan masyarakat;
b. menerapkan norma, standar, pedoman dan kriteria dalam pengusahaan airtanah
yang mengutamakan kepentingan masyarakat dan memperhatikan kearifan lokal;
c. meningkatkan peran serta perseorangan, badan usaha dan lembaga swadaya
masyarakat dalam pengusahaan airtanah dengan izin pengusahaan;
d. menyusun peraturan perundang-undangan untuk mengendalikan penambangan
bahan galian di sekitar sumber-sumber air guna menjaga kelestarian sumberdaya
airtanah dan lingkungan sekitar;
e. mempercepat penetapan alokasi pemanfaatan airbaku pada sumber airtanah untuk
pengusahaan airtanah sesuai dengan rencana alokasi airbaku yang ditetapkan; dan
f. mengembangkan dan menerapkan sistem pemantauan dan pengawasan terhadap
pengusahaan sumberdaya airtanah.
33
1. Peningkatan Upaya Pencegahan
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut :
a. memetakan dan menetapkan kawasan kerentanan airtanah terhadap pencemaran
dan pemompaan airtanah sebagai acuan dalam penyusunan rencana tata ruang
wilayah dan pengendalian pemanfaatan ruang pada setiap cekungan airtanah;
b. memetakan dan menetapkan kawasan konservasi airtanah (daerah rawan, daerah
kritis dan seterusnya) pada cekungan airtanah sebagai acuan dalam penyusunan
rencana tata ruang wilayah dan pengendalian pemanfaatan ruang;
c. meningkatkan kemampuan adaptasi masyarakat yang tinggal di daerah imbuhan
airtanah, kawasan rawan dan kritis airtanah, serta kawasan kekeringan;
d. memprakarsai pembentukan pola kerjasama yang efektif antara daerah imbuhan
airtanah, daerah transisi dan daerah lepasan airtanah pada setiap cekungan
airtanah dalam pengendalian daya rusak airtanah;
e. meningkatkan dan menjaga kelestarian fungsi hutan dan fungsi daerah imbuhan
airtanah oleh para pemilik kepentingan;
f. meningkatkan kesadaran masyarakat dengan cara :
mencegah dan membebaskan sumber-sumber airtanah dari hunian dan
bangunan liar, serta mengatur pemanfaatan daerah sekitar sumber airtanah;
34
menertibkan penggunaan daerah sekitar sumber-sumber airtanah sesuai
dengan rencana yang ditetapkan;
meningkatkan penyebarluasan informasi mengenai kawasan kerentanan
airtanah terhadap pencemaran dan pemompaan airtanah;
meningkatkan penyebarluasan informasi mengenai daerah imbuhan airtanah,
daerah transisi dan daerah lepasan airtanah;
meningkatkan kesiap-siagaan masyarakat dalam menghadapi dampak
perubahan iklim global dan daya rusak air;
g. melakukan pengendalian aliran air permukaan di sumber airtanah, dengan cara :
meningkatkan resapan air permukaan ke dalam tanah untuk mengurangi aliran
permukaan oleh para pemilik kepentingan;
menetapkan kawasan yang memiliki fungsi resapan dan retensi banjir
sebagai prasarana pengendali banjir;
menyediakan prasarana peresapan air permukaan dan pengendalian banjir
untuk melindungi prasarana umum, kawasan permukiman dan kawasan
produktif.
2. Peningkatan Upaya Penanggulangan
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut :
a. menetapkan dan melaksanakan sosialisasi mekanisme penanggulangan kerusakan
dan/atau bencana akibat daya rusak airtanah;
b. mengembangkan dan mempublikasikan hasil prakiraan dampak pemanfaatan
dan pengembangan airtanah secara dini untuk mengurangi dampak daya rusak
airtanah;
c. meningkatkan pengetahuan, kesiap-siagaan dan kemampuan masyarakat dalam
menghadapi bencana akibat daya rusak airtanah;
d. memperbaiki sistem dan meningkatkan kinerja penanggulangan bencana akibat
daya rusak airtanah;
3. Peningkatan Upaya Pemulihan
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut :
a. merehabilitasi dan merekonstruksi kerusakan prasarana sumberdaya airtanah dan
memulihkan fungsi lingkungan hidup dengan mengalokasikan dana yang cukup
dalam APBN/APBD, dan sumber dana lainnya;
b. mengembangkan peranserta masyarakat dan dunia usaha dalam kegiatan yang
35
terkoordinasi untuk pemulihan akibat bencana daya rusak airtanah; dan
c. memulihkan dampak sosial dan psikologis akibat bencana airtanah oleh para
pemilik kepentingan.
36
d. meningkatkan pendidikan dan pelatihan, serta pendampingan kepada masyarakat
agar mampu berperan dalam pelaksanaan pengelolaan airtanah oleh para pemilik
kepentingan.
2. Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha dalam
Pelaksanaan
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut :
a. membuka kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat dan dunia usaha
untuk menyampaikan masukan dalam pelaksanaan pengelolaan airtanah;
b. memberi kesempatan kepada masyarakat dan dunia usaha untuk berperan dalam
proses pelaksanaan yang mencakup pelaksanaan konstruksi, serta operasi dan
pemeliharaan;
c. mengikutsertakan masyarakat dan dunia usaha untuk berkontribusi dalam
pembiayaan pelaksanaan pengelolaan airtanah;
d. meningkatkan motivasi masyarakat dan dunia usaha untuk berperan dalam
konservasi airtanah dan pengendalian daya rusak airtanah dengan cara
memberikan insentif kepada yang telah berprestasi;
e. menyiapkan instrumen kebijakan dan/atau peraturan yang kondusif bagi
masyarakat dan dunia usaha untuk berperan dalam pelaksanaan pengelolaan
sumberdaya airtanah;
f. mengembangkan dan mewujudkan keterpaduan pemberdayaan, serta peran
masyarakat dan dunia usaha dalam pelaksanaan pengelolaan airtanah; dan
g. meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pendidikan dan pelatihan, serta
pendampingan dalam pelaksanaan pengelolaan airtanah oleh para pemilik
kepentingan.
3. Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha dalam
Pengawasan Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah
sebagai berikut :
a. membuka kesempatan kepada masyarakat dan dunia usaha untuk berperan dalam
pengawasan pengelolaan airtanah dalam bentuk pelaporan dan pengaduan;
b. menetapkan prosedur penyampaian laporan dan pengaduan masyarakat dan dunia
usaha dalam pengawasan pengelolaan airtanah;
c. menindaklanjuti laporan dan pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat dan
dunia usaha; dan
37
d. meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pendidikan dan pelatihan, serta
pendampingan dalam pengawasan pengelolaan airtanah oleh para pemilik
kepentingan.
38
3. Pengembangan Teknologi Informasi
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut :
a. mengembangkan SI berbasis teknologi informasi hasil rancang bangun oleh para
pemilik kepentingan;
b. meningkatkan ketersediaan perangkat keras, perangkat lunak dalam SI, serta
memfasilitasi pengoperasiannya; dan
c. memfasilitasi para pemilik kepentingan dalam mengakses data dan informasi
sumberdaya airtanah.
Ringkasan
Program Konservasi Air Tanah, diarahkan untuk:
Meningkatkan, memulihkan dan mempertahankan daya dukung, daya tampung dan
fungsi Air Tanah untuk menjamin ketersediaannya.
Memulihkan, memperbaiki dan mempertahankan kualitas Air Tanah.
Menerapkan prinsip pencemar membayar sebagai instrumen untuk mendorong
pengendalian pencemaran Air Tanah dan meningkatkan pengelolaan kualitas Air Tanah.
Program Pendayagunaan Air Tanah, diarahkan untuk:
Menyediakan Air Tanah yang memenuhi persyaratan kualitas dan kuantitas sesuai
dengan ruang dan waktu secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-
hari sebagai prioritas.
Meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyediaan serta penggunaan Air Tanah sebagai air
baku.
Meningkatkan dan mendorong pengembangan sistem penyediaan air minum berbasis
masyarakat dalam rangka mendukung asesibilitas masyarakat terhadap air bersih.
Melaksanakan pendayagunaan Air Tanah untuk mendukung perkembangan ekonomi
secara efektif dan efisien dengan mempertimbangkan kepentingan antarsektor,
antarwilayah, dan dampak jangka panjang.
Menerapkan prinsip penerima manfaat menanggung biaya jasa pengelolaan Air Tanah,
kecuali untuk kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat guna mendorong
penghematan penggunaan Air Tanah dan meningkatkan kinerja pengelolaan Air Tanah.
Meningkatkan peran dunia usaha dalam pemanfaatan Air Tanah dengan tetap
mengutamakan kepentingan publik dan sosial.
39
Program Pengendalian Daya Rusak Air Tanah, diarahkan untuk:
Meningkatkan kesiapan, adaptasi dan ketahanan pemilik kepentingan menghadapi akibat
daya rusak Air Tanah.
Melindungi kawasan budidaya dari bencana Air Tanah dengan prioritas daerah
permukiman, daerah produksi, dan prasarana umum.
Memperbaiki dan memulihkan fungsi lingkungan hidup serta prasarana dan sarana
umum yang terkena bencana akibat daya rusak Air Tanah.
Perencanaaan tata ruang seharusnya memperhatikan kemungkinan terjadinya bencana
akibat daya rusak Air Tanah.
Program Peningkatan Peran Masyarakat, Swasta, dan Pemerintah, diarahkan untuk:
Meningkatkan prakarsa dan peran masyarakat secara terencana, sistematis dan menerus
dalam kegiatan pengelolaan Air Tanah.
Meningkatkan peran dan tanggung jawab swasta untuk berpartisipasi dalam kegiatan
pengelolaan Air Tanah.
Meningkatkan kinerja lembaga pemerintah dalam pengelolaan Air Tanah melalui
penyesuaian dan penyempurnaan kelembagaan, peningkatan kualitas sumber daya
manusia sesuai standar kompetensi, dan peningkatan sistem koordinasi antar lembaga
pemerintah.
Mendorong peran serta wadah koordinasi dan konsultasi para pemilik kepentingan dalam
rangka pengelolaan Air Tanah yang berdasarkan asas transparansi, keadilan, pelestarian,
keterpaduan, dan akuntabilitas.
Program Peningkatan Jaringan Sistem Informasi Air Tanah, agar diarahkan untuk:
Mengkoordinasi dan menyediakan data dan informasi Air Tanah yang akurat, tepat
waktu, berkelanjutan, dan mudah diakses oleh pengguna atau publik.
Mewujudkan kemudahan mengakses dan mendapatkan data dan informasi Air Tanah
bagi masyarakat untuk mendukung transparansi kegiatan pengelolaan Air Tanah.
40
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008, Pengelolaan Air Tanah Berbasis Cekungan Air Tanah, Direktorat
Pembinaan Pengusahaan Panas Bumi dan Pengelolaan Air Tanah, Direktorat Jenderal
Mineral, Batubara dan Panas Bumi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral,
Jakarta.
Anonim, 2008, Manajemen Air Tanah Berbasis Konservasi, Direktorat Pembinaan
Pengusahaan Panas Bumi dan Pengelolaan Air Tanah, Direktorat Jenderal Mineral,
Batubara dan Panas Bumi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta.
Anonim, 2011, Rencana Program Kegiatan Pengelolaan Air Tanah di Cekungan Air
Tanah Yogyakarta-Sleman, Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Energi Sumber
Daya Mineral Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Danaryanto H, dkk., 2005, Air Tanah di Indonesia dan Pengelolaannya, Direktorat Tata
Lingkungan Geologi dan Kawasan Pertambangan Direktorat Jenderal Geologi dan
Sumber Daya Mineral Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta.
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, 2006, Kumpulan Panduan Teknis
Pengelolaan Air Tanah, Jakarta.
Hendrayana, H., 2002a, A Concept Approach of Total Groundwater Basin Management,
International Symposium on Natural Resource and Environmental Management, held in
the framework of the 43rd Anniversary of UPN “Veteran” Jogyakarta, on January 21 –
22, 2002 (Published in English Proceeding).
Hendrayana, H., 2002b, Konsep Dasar Pengelolaan Cekungan Air Bawah Tanah, Pelatihan
Manajemen Air Bawah Tanah di Wilayah Perkotaan Yang Berwawasan Lingkungan,
Fakultas Teknik UGM, 15 – 27 September 2002, Yogyakarta.
Hendrayana, H., 2002c, Program Perencanaan Pendayagunaan Sumberdaya Air Bawah
Tanah, Pelatihan Manajemen Air Bawah Tanah di Wilayah Perkotaan Yang
Berwawasan Lingkungan, Fakultas Teknik UGM, 15 – 27 September 2002, Yogyakarta.
Hendrayana, H., 2002d, Sistem Pengelolaan Air Bawah Tanah Yang Berkelanjutan, dalam
buku Peluang dan Tantangan Pengelolaan Sumberdaya Air di Indonesia, P3-TPSLK
BPPT and HSF, Jakarta.
Hendrayana, H., 2011b, Konservasi dan Pengendalian Daya Rusak Air Tanah, Disampaikan
pada Forum Koordinasi Kebijakan Bidang PU dan ESDM “Kebijakan Pengelolaan Air
Tanah di Provinsi DIY” Sekretariat Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,