NAMA:
NIM:
A. Latar Belakang
1
Ari Yunanto, 2010, Hukum Pidana Malpraktik Medik (Tinjauan dan Perspektif
Medikolegal),Yogyakarta: Penerbit Andi, hlm. 19.
2
Cecep Triwibowo, 2014, Etika & HukumKesehatan, Yogyakarta: Medical Book, hlm. 137.
Pada tahun 2009, pelayanan kesehatan tradisional diatur dalam peraturan
per-undang-undangan, yakni Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan. Pasal 1 angka 16 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan menentukan bahwa pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan
dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan
keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat dipertanggungjawabkan
dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
C. Pembahasan
3
Wakhid Utbah Aftabuddin, “Pertanggungjawaban Hukum Pengobat Tradisional dengan Cara
Pemijatan Urat dan Syaraf”, Perspektif Hukum, Vol. 14, No. 2, 2014, hlm. 131
sebagai pihak dalam perjanjian) yang dirugikan tidak dapat menuntut ganti
kerugian dengan alasan wanprestasi.
4
J.Satrio, 1995, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian Buku I, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, hlm. 120.
5
Subekti, 2002, Hukum Perjanjian, Cet. 19, Jakarta: PT. Intermasa.
Pengajuan gugatan berdasarkan wanprestasi dapat menggunakan dasar
Pasal 1243 KUHPerdata. Pengertian dalam pasal tersebut menyatakan bahwa
seseorang dapat dikatakan telah melakukan wanprestasi apabila ia memiliki janji
kepada seseorang, namun ia tidak memenuhi prestasi seperti yang telah
dijanjikannya karena lalai. Jadi, untuk menentukan kapan seseorang telah
melalaikan kewajibannya dapat dilihat dari isi perjanjian. Apabila terjadi
wanprestasi yang dilakukan oleh pengobat tradisional, maka
pertanggungjawabannya menjadi tanggung jawab pengobat tradisional tersebut.
Upaya mengajukan gugatan dengan dasar wanprestasi ini, korban (konsumen
pemanfaat jasa pengobatan tradisional) harus membuktikan bahwa memang benar
telah terjadi perikatan yang lahir dari perjanjian antara dirinya dengan pengobat
tradisional.
6
Ahmadi Miru dan Sutarman Yoda, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, hlm. 128.
perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian kepada korbannya
(konsumen pemanfaat jasa pengobatan tradisional). Hal ini terjadi apabila unsur-
unsur perbuatan melawan hukum dari pengobat tradisional disini harus terpenuhi
dan dapat dibuktikan. Pelaku usaha dalam hal ini adalah tenaga pengobat
tradisional berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, bertanggung
jawab memberikan ganti kerugian atas kerugian konsumen akibat mengkonsumsi
jasa pengobatan. Apabila perjanjian tidak terpenuhi, wanprestasi atau perbuatan
melawan hukum, maka dapat dituntut dengan ganti rugi. Penetapan besarnya ganti
rugi bukan merupakan sesuatu yang mudah dapat dipastikan, terutama dalam
bidang jasa pelayanan kesehatan.
Pada umumnya ganti kerugian yang diberikan kepada atau dituntut oleh
pihak yang menderita kerugian biasanya dalam bentuk uang. Besarnya biaya atau
uang yang dituntut dapat ditetapkan berdasarkan karakteristik peraturan
perundangundangan. Undang-Undang dapat menentukan jumlah maksimum biaya
yang diberikan atau berdasarkan pertimbangan putusan hakim dengan melihat dan
mencermati kondisi kerugian yang timbul karena kesalahan atau kelalaian salah
satu pihak.
D. Kesimpulan
E. Saran
Satrio, J., 1995, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian Buku I,
PT. Citra Aditya Bakti, Bandung;
Yunanto, Ari, 2010, Hukum Pidana Malpraktik Medik (Tinjauan dan Perspektif
Medikolegal),Yogyakarta: Penerbit Andi;