Anda di halaman 1dari 14

Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 8 No 2: 539-552, 2021

e-ISSN:2549-9793, doi: 10.21776/ub.jtsl.2021.008.2.24

MORFOLOGI DAN KLASIFIKASI TANAH PADA TOPOSEKUEN


LERENG BARAT GUNUNG KELUD, KEDIRI, JAWA TIMUR
Soil Morphology and Classification on the West Slopes Topo-sequence
of Mount Kelud, Kediri, East Java

Rizki Delfianto*, Mochtar Lutfi Rayes, Christanti Agustina


Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Jl. Veteran 1 Malang, 65145
*Penulis korespondensi: rizkidelfianto@student.ub.ac.id

Abstract
The research that was conducted from April to December 2020 in the Supiturung Micro-Watershed,
located on the western slope of Mount Kelud, Kediri was aimed to study the morphological
characteristics and soil classification using a topo-sequence approach. Four pedons were observed
across the physiographic positions (upper, middle and lower slopes) on dry-land farming land use. The
method used in this research included eight stages, namely the preparation stage, pre-survey, map
making, field observations, laboratory analysis, soil classification, data processing, and reporting. On
the field, cross-sectional profiles were carried out on four selected pedons by testing the soil profile
measuring 1 x 1 meter with a depth of 150-200 cm, followed by soil horizon, soil thickness, texture,
structure, consistency, effective depth, type and number of pores, as well as other characteristics. Soil
samples were collected from the genetic horizon of the pedons for being analyzed using standard
procedures, then taken to the laboratory for soil physical and chemical analysis. Soil morphology with
physicochemical properties was then classified based on the Keys Taxonomy of Soil to the Sub
Group level. The results showed that each pedon has a different Sub Group. This condition can be
caused by many factors, such as differences in epipedon thickness, base saturation values, organic C
levels, and other morphological conditions at the time of direct observation. Four pedons have
lithologic discontinuities, recognition of these types of lithologic changes is important because
pedogenesis and pedogenic interpretations are greatly influenced by changes in the parent material.
Keywords: morphology, Mount Kelud, soil classification, Supiturung watershed, toposequence

Pendahuluan Plosoklaten ini mengalir melalui empat desa,


yaitu Desa Sepawon, Sugihwaras, Plosokidul,
Gunung Kelud merupakan gunung api yang dan Jarak. Wilayah DAS ini merupakan aliran
terletak di Kabupaten Kediri. Gunung Kelud dari Gunung Kelud pada lereng bagian barat.
terbentuk akibat letusan eksplosif yang dimulai Karakteristik yang dimiliki oleh gunung ini yaitu
dari tahun 1000 M hingga 2014 M, disebabkan mulai dari variasi material letusan baru, aneka
oleh proses subduksi lempeng Indo-Australia tanaman perkebunan dan tegalan, serta ragam
dan lempeng Eurasia seperti kebanyakan beda tinggi dan kelas lereng.
gunung api lainnya di Pulau Jawa (Firdaus et al., Kelas lereng yang beragam dapat
2014). Gunung Kelud memiliki beberapa mempengaruhi pembentukan tanah, terutama
Daerah Aliran Sungai (DAS) seperti Petung dalam hubungannya terhadap erosi air. Erosi ini
Kobong, Lahar Gedog, Sumberagung, terjadi ketika adanya pergerakan massa tanah
Supiturung, Sukorejo, Puncu, dan Konto dari lereng atas ke lereng bagian bawah, sehingga
(Sumaryono et al., 2011). Wilayah DAS Mikro tanah di lereng atas memiliki solum yang lebih
Supiturung dipilih sebagai tempat pedon dangkal. Endapan erosi ini menyebabkan
penelitian. DAS yang berlokasi di Kecamatan peningkatan kedalaman solum tanah, sehingga
http://jtsl.ub.ac.id 539
Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 8 No 2: 539-552, 2021
e-ISSN:2549-9793, doi: 10.21776/ub.jtsl.2021.008.2.24

akan mempengaruhi horizonasi dan rejim sampai dengan Oktober 2020 di Laboratorium
kelembaban tanah. Faktor erosi ini salah satunya Penguji Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
disebabkan oleh perbedaan ketinggian (BPTP). Pengolahan data dilaksanakan pada
(topografi) di daerah pegunungan. bulan November hingga Desember 2020.
Permukaan bumi memiliki bentuk yang
Alat dan bahan
berbeda dari suatu tempat ke tempat lainnya.
Perbedaan tinggi dan rendahnya permukaan Alat yang dimanfaatkan dalam kegiatan
bumi yang diukur secara vertikal disebut penelitian ini meliputi Komputer, survey set,
topografi (relief makro). Topografi dapat kamera, GPS (Global Positioning System), kompas,
dibedakan menjadi dataran rendah, pegunungan timbangan analitik, Ring Volumetrik, Tabung
rendah, pegunungan menengah, dan Erlenmeyer, Electrode Glass, dan pH Meter.
pegunungan tinggi. Keragaman topografi secara Bahan yang menunjang penelitian ini berupa
berurutan dari puncak gunung hingga ke pantai software ArcGIS 10.2.2, Citra Google Earth
disebut toposekuen (katena lahan). Toposekuen (Landsat/Copernicus, Desember 2020), Peta
dalam definisi ilmu tanah merupakan sekuen Geologi Lembar Kediri Skala 1 : 100.000
perubahan sifat-sifat tanah karena perbedaan (Santosa dan Atmawinata, 1992), Peta Rupa
topografi (Taharu et al., 2006). Bumi Indonesia (RBI) Lembar Ngancar Skala 1
Penelitian sifat morfologi dan klasifikasi : 25.000 (Bakosurtanal, 2010), Peta RBI Lembar
tanah di DAS Mikro Supiturung dilakukan Kediri Skala 1 : 25.000 (Bakosurtanal, 2010),
dengan melakukan pendekatan toposekuen. Digital Elevation Model (DEM) Nasional Lembar
Toposekuen memegang peranan penting dalam 1508-31 (Batimetri Nasional), panduan
proses erosi, transportasi, dan deposisi. Firdaus pelaksanaan survei lapangan (Rayes, 2007), dan
et al. (2014) menjelaskan bahwa posisi sampel tanah per horizon dari setiap pedon
kelerengan dapat berpengaruh terhadap proses pengamatan.
pelapukan, perkembangan, dan pencucian.
Survei lapangan
Faktor inilah yang berpengaruh terhadap
perubahan morfologi tanah. Kondisi aktual Kegiatan survei lapangan diawali dengan
wilayah DAS umumnya memiliki tingkat perizinan ke tempat penelitian. Perizinan
variabilitas yang tinggi, sehingga tahap ditujukan kepada instansi dan pihak-pihak yang
pengamatan lapangan dapat terdiri atas kegiatan terkait dengan penelitian, yaitu Rukun Warga
fisiografi lokasi, deskripsi profil tanah, serta (RW) dan PT. Perkebunan Nusantara X (PTPN
pengambilan sampel tanah. Data sifat morfologi X). Setelah perizinan disetujui, dilakukan
dan klasifikasi tanah berdasarkan toposekuen observasi terhadap kondisi aktual yang ada di
akan bermanfaat untuk mengetahui kecocokan setiap pedon pengamatan. Plot pengamatan
pengolahan tanah bagi para petani di wilayah dibuat berdasarkan Citra Google Earth, dengan
DAS. meninjau aksesibilitas kondisi lahan.
Pembuatan peta
Metode Penelitian Tahap pembuatan peta SPL (Satuan Peta Lahan)
Tempat dan waktu penelitian dibuat dari hasil overlay peta geologi, peta relief,
peta lereng, dan peta landform, kemudian
Penelitian ini dilaksanakan di lereng barat dilanjutkan dengan penetapan Pedon di DAS
Gunung Kelud yang berada di DAS Mikro Mikro Supiturung.
Supiturung, Kecamatan Plosoklaten, Kabupaten
Kediri. Survei lapangan dilaksanakan pada bulan Pengamatan lapangan
Mei sampai dengan Juni 2020. Pengambilan data Pengamatan lapangan dilakukan pada 4 pedon
lapangan dilakukan pada bulan Juni hingga terpilih dengan penggalian profil tanah
Agustus 2020. Analisa sifat fisik tanah dilakukan berukuran 1 x 1 meter berkedalaman 150-200
pada bulan Agustus hingga September 2020 di cm, dilanjutkan dengan penentuan batas
Laboratorium Jurusan Tanah, Fakultas horizon, tebal horizon, tekstur, struktur,
Pertanian Universitas Brawijaya. Analisis sifat konsistensi, kedalaman efektif, jenis dan jumlah
kimia tanah dilaksanakan pada bulan September pori, serta karakteristik dan penciri lainnya.

http://jtsl.ub.ac.id 540
Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 8 No 2: 539-552, 2021
e-ISSN:2549-9793, doi: 10.21776/ub.jtsl.2021.008.2.24

Analisis laboratorium Hasil dan Pembahasan


Analisis sifat fisik tanah dilakukan untuk Kondisi umum wilayah
mengukur Berat Isi (BI) tanah (metode Ring
Volumetri) dan tekstur tanah (metode Pipet). Topografi Gunung Kelud didominasi oleh
Analisis kimia untuk mendapatkan nilai Kation daerah berombak, bergelombang, berbukit dan
dapat ditukar (metode Atomic Absorption bergunung. Bagian lereng barat gunung
Spectrophotometry (AAS) dan Ekstraksi Perkolasi (khususnya di DAS Mikro Supiturung)
NH4 Asetat), Kapasitas Tukar Kation (metode dikendalikan oleh macam batuan, relief, lereng,
Titrimetri dan Ekstraksi Perkolasi NH4 Asetat + dan tingkat torehan. Hasil pengamatan lapangan
NaCl 10%), pH (H2O dan KCl, metode menunjukkan adanya perbedaan kondisi biofisik
Elektrometri), serta C organik (metode Walkley berdasarkan topografi di DAS Mikro
and Black). Supiturung. Lokasi penelitian dikelola oleh PT.
Perkebunan Nusantara X (PTPN X) Jengkol-
Klasifikasi tanah Kediri dengan ruang lingkup tanaman industri
Data morfologi dan sifat fisik-kimia tanah Tebu, serta beberapa tanaman Nanas yang
diklasifikasikan berdasarkan Kunci Taksonomi dikelola perseorangan. Pedon 1 berada di posisi
Tanah (Soil Survey Staff, 2014). Klasifikasi lereng atas, Pedon 2 di lereng tengah, Pedon 3
tanah dilakukan dengan dasar pada sifat di lereng bawah, serta Pedon 4 di dataran. Setiap
morfologi, epipedon, endopedon, dan peciri pedon pengamatan memiliki kondisi biofisik
lain. lahan yang beragam (Gambar 1 dan Tabel 1).
.

Gambar 1. Peta kondisi biofisik pedon pengamatan.

Pedon 1 berada pada lereng atas di ketinggian kegiatan pengolahan tanah yang rutin. Lahan di
728 mdpl memiliki kelerengan 12%. tempat pedon ini berada, memiliki erosi alur
Penggunaan lahan di pedon 1 yaitu tegalan dengan tingkat sedang, aliran permukaan cepat,
dengan vegetasi tanaman tebu, disandingi permeabilitas sedang, dan drainase alami yang

http://jtsl.ub.ac.id 541
Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 8 No 2: 539-552, 2021
e-ISSN:2549-9793, doi: 10.21776/ub.jtsl.2021.008.2.24

baik. Pedon 2 berlokasi di lereng tengah di menunjukkan pengolahan tanah yang intensif.
ketinggian 637 mdpl dengan kelerengan 15%. Lahan di sekitar pedon memiliki erosi alur yang
Penggunaan lahan di pedon ini adalah tegalan ringan, dengan aliran permukaan sedang,
dengan vegetasi tanaman tebu, diikuti dengan permeabilitas sedang, serta drainase yang baik.
pengolahan tanah yang rutin. Lahan pada pedon Pedon 4 terletak pada dataran di ketinggian 323
ini memiliki tingkat erosi yang sedang dengan mdpl dengan kemiringan lereng 4%.
jenis permukaan, aliran permukaan yang cepat, Penggunaan lahan di pedon ini adalah tegalan
permeabilitas sedang, dengan drainase yang dengan vegetasi tebu, disertai dengan
baik. Pedon 3 berada di posisi lereng bawah di pengolahan tanah yang intensif. Lahan pada
ketinggian 390 mdpl memiliki kemiringan lereng pedon ini memiliki erosi permukaan yang
18%. Jenis penggunaan lahan di pedon ini ringan, aliran permukaan sedang, permeabilitas
adalah tegalan yang ditanami nanas, sehingga yang agak lambat, dan drainase sedang.

Tabel 1. Kondisi biofisik setiap pedon pengamatan.


Kode (Posisi) Pedon 1 Pedon 2 Pedon 3 Pedon 4
(L. Atas) (L. Tengah) (L. Bawah) (Dataran)
Elevasi (mdpl) 728 637 390 323
Lereng (%) 6% 15% 18% 4%
Penggunaan
Tegalan Tegalan Tegalan Tegalan
Lahan
Aliran
Cepat Cepat Sedang Sedang
Permukaan
Erosi Alur, Sedang Permukaan, Sedang Alur, Ringan Permukaan, Ringan
Permeabilitas Sedang Sedang Sedang Agak Lambat
Drainase Alami Baik Baik Baik Sedang

Warna hanya berbeda satu nilai chroma (7,5 YR 3/3) dan


memiliki batuan sebanyak 3% sehingga
Warna tanah pada setiap sekuen pedon
merupakan horizon kombinasi dengan horizon
pengamatan menunjukkan adanya keberagaman
C. Horizon kombinasi tersebut didominasi oleh
bahan induk di masing-masing ketinggian
sifat-sifat dari satu horizon utama, namun
dataran. Hasil pengamatan menunjukkan
mempunyai sebagian dari sifat horizon yang lain
diskontinuitas (ketidakseragaman) horizon
(Soil Survey Staff, 2014). Lapisan selanjutnya
tanah. Profil pada Pedon 1 memiliki lapisan atas
ditimbun dengan batuan sebanyak 50% yang
dengan warna abu-abu muda (2,5 Y 4/1), yang
menandakan keberadaan horizon C dengan
dilanjutkan dengan bahan organik berwarna
warna abu-abu gelap (2,5 Y 6/1). Warna kembali
hitam (10 YR 2/1) dan ditimbun dengan bahan
berubah menjadi coklat (10 YR 5/3) di
induk yang telah mengalami pedogenesis
kedalaman 38 – 51 cm, horizon ini dinyatakan
berwarna coklat muda keunguan (2,5 Y 5/6).
dengan horizon B karena merupakan tanah yang
Selanjutnya pada Pedon 2, profil tanah
sudah lama mengalami pembentukan senyawa
menunjukkan warna epipedon coklat (7,5 YR
mineral (genesis). Lapisan berikutnya memiliki
4/3 – 7,5 YR 4/4), ditimbun dengan bebatuan
tekstur pasir, yang diduga horizon C dengan
(horizon C) berwarna abu-abu gelap (2,5 Y 6/1),
warna abu-abu gelap (2,5 Y 6/1) dengan batuan
dilanjutkan dengan lapisan terakhir yang
sebanyak 60%. Lapisan terakhir pada pedon ini
merupakan tanah genesis (horizon B) dengan
yaitu horizon B yang berwarna coklat
beberapa sifat horizon C berwarna coklat gelap
kekuningan (10 YR 5/4), terbentuknya tanah
(7,5 YR 3/3). Lapisan atas (horizon A) pada
bertekstur liat mulai terjadi pada lapisan ini, yang
Pedon 3 yang dipengaruhi oleh aktivitas
dapat karena proses pelapukan batuan silika
pertanian berwarna coklat gelap (7,5 YR 3/2),
oleh asam karbonat (Soil Survey Staff, 2014).
dilanjutkan dengan lapisan dibawahnya yang

http://jtsl.ub.ac.id 542
Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 8 No 2: 539-552, 2021
e-ISSN:2549-9793, doi: 10.21776/ub.jtsl.2021.008.2.24

Pedon 4 terbentuk dari delapan (8) horizon. pernyataan Silva (2019) bahwa abu vulkan
Horizon A dengan pengolahan yang intens mempunyai karakteristik yang tidak lekat dan
terbentuk pada epipedon, dengan warna coklat mudah di olah, sehingga dapat menjadi
sangat gelap (10 YR 2/2), dilanjutkan dengan keuntungan dalam budidaya pertanian jika
lapisan berpasir yang dinyatakan sebagai dimanfaatkan dengan baik. Tingkat kegemburan
horizon C berwarna abu-abu muda dan abu-abu pada Pedon 4 cenderung sangat gembur, hal ini
gelap (2,5 Y 4/1 dan 2,5 Y 6/1). Lapisan dapat karena adanya aktivitas pertanian yang
berikutnya merupakan tanah yang merupakan intensif dalam budidaya tanaman tebu
peralihan antara horizon C dengan horizon B dibandingkan dengan pedon lainnya.
yang berwarna abu-abu sangat gelap (7,5 YR
Berat isi
3/1), dilanjutkan dengan tiga horizon B yang
masing-masing memiliki warna yang berbeda Hasil analisis yang tertulis pada Tabel 6
yaitu abu-abu sangat gelap (7,5 YR 3/1), coklat menunjukkan nilai Berat Isi (BI) tanah berkisar
(7,5 YR 4/2), dan abu-abu (7,5 YR 5/1). dari 0,59 hingga 1,75 g.cm-3. Nilai ini dapat
Diskontinuitas yang terjadi pada setiap pedon dikategorikan dari rendah (0 - 0,85 g.cm-3)
pengamatan dapat disebabkan adanya hingga sangat tinggi (> 1,40 g.cm-3). Profil tanah
penambahan bahan-bahan vulkan dari Gunung pada Pedon 1 dan Pedon 2 dapat dikategorikan
Kelud yang berulang pada periode berbeda. rendah dengan nilai 0,68 – 0,81 g.cm-3, diduga
karena kandungan bahan vulkanik pada pedon
Struktur
paling atas sudah mengalami penurunan akibat
Horizon C di setiap profil pedon pengamatan adanya pergerakan fisik tanah oleh gravitasi,
didominasi oleh pasir dan kerikil dengan dimana Fardani (2012) menjelaskan bahan
struktur tanah butir dan remah. Struktur lainnya induk tanah bergerak menuju ke tempat yang
yaitu gumpal membulat yang dimiliki oleh lebih rendah. Berat isi dengan kategori tinggi ada
horizon A dan B. Struktur tanah pada setiap pada Pedon 3 dan Pedon 4, dengan nilai 0,91
pedon pengamatan menunjukkan bahwa hingga 1,75 g.cm-3. Kondisi ini menandakan
horizon C rata-rata memiliki struktur remah, bahwa lokasi lereng bawah mempunyai
halus, dan lemah. Hal ini berkaitan dengan kandungan abu vulkanik yang tinggi, sesuai
penelitian Fardani (2012) bahwa tanah berpasir dengan pernyataan Shoji, dkk. (1993) bahwa abu
memiliki struktur butir tunggal (single grain), yaitu vulkanik riolitik dan dasitik memiliki nilai berat
campuran butir-butir primer yang besar tanpa isi sekitar 1,50 g.cm-3 atau lebih, dan terus
adanya bahan pengikat agregat, berukuran 0,002 menurun karena adanya pelapukan. Setiap
– 2 mm. Struktur gumpal membulat dengan pedon pengamatan menunjukkan bahwa berat
tingkat perkembangan lemah - cukup juga isi pada horizon bawah terlihat lebih tinggi
ditemukan pada setiap horizon A, dimana dibandingkan dengan horizon diatasnya, situasi
merupakan tanah yang terus mengalami tersebut dijelaskan oleh Rayes (2007) bahwa
pengolahan intensif untuk dimanfaatkan sebagai dapat karena adanya pemadatan tanah di
lahan budidaya nanas dan tebu. Rajamuddin horizon bawah permukaan.
(2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
Tekstur
rata-rata struktur tanah pada lahan budidaya
adalah gumpal membulat, yang disebabkan Hasil penelitian menunjukkan empat pedon
adanya aktivitas pengolahan tanah secara pengamatan memiliki tektur tanah pasir, pasir
intensif, sehingga semua struktur tanah hancur berlempung, lempung berpasir, hingga lempung
dan merubah sifat fisik tanah. berdebu. Tanah yang memiliki kandungan pasir
tinggi mengindikasikan bahwa masih minimnya
Konsistensi
pedogenesis tanah (berkembang). Hasil
Konsistensi basah pada ke empat profil tanah laboratorium menunjukkan bahwa lokasi
pedon pengamatan tergolong tidak lekat hingga penelitian memiliki tanah dengan kandungan
agak lekat, dengan plastisitas dari tidak plastis pasir sebanyak 41 hingga 90 persen. Lapisan
hingga agak plastis. Kondisi ini menunjukkan yang memiliki banyak pasir ada pada horizon C,
bahwa ciri-ciri tanah dari abu vulkan dimana memiliki pasir dari 58 hingga 91 persen
mempunyai sifat yang tidak lekat, sesuai dengan dengan kelas tekstur pasir, pasir berlempung,

http://jtsl.ub.ac.id 543
Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 8 No 2: 539-552, 2021
e-ISSN:2549-9793, doi: 10.21776/ub.jtsl.2021.008.2.24

dan lempung berpasir. Kondisi ini berbeda Hitam. Situasi ini dijelaskan oleh penelitian
dengan tanah endopedon, khususnya horizon B, Fiantis et al. (2016) bahwa tanah yang memiliki
yang memiliki persentase pasir dari 41 hingga 69 warna gelap telah mengalami proses oksidasi,
persen, bercampur dengan debu sebanyak 18 pelepasan zat Fe, dan akumulasi C organik.
hingga 51 persen. Tanah di daerah pegunungan Kondisi menarik ditemukan pada horizon ke
vulkan memiliki tanah dominan pasir empat di profil tanah Pedon 2, dimana nilai C
bercampur dengan bebatuan seperti kerikil. organik tergolong tinggi sebesar 3,52% pada
Perkembangan tanah di wilayah Gunung Kelud horizon BC. Seperti yang diketahui bahwa nilai
ditandai dari debu yang terbentuk pada lapisan C organik biasanya tinggi pada horizon O dan
bawah. Pumice yang semula berasal dari horizon A. Kondisi tersebut bisa disebabkan
permukaan tanah mengalami deposisi, sehingga oleh adanya aktivitas pelapukan bahan induk
terjadi pelapukan kimiawi dengan bantuan air vulkanik yang bercampur dengan senyawa
dan asam-asam organik dari dalam tanah organik lainnya, sehingga memiliki unsur hara
(Saragih dan Kamarlin, 2016). Tanah yang yang cukup tinggi. Sukarman dan Suparto (2015)
berkembang ini memiliki tekstur yang beragam, dalam penelitiannya menjelaskan bahwa abu
tergantung dari jenis dan ukuran tephra yang vulkanik memiliki cadangan unsur hara esensial
keluar saat erupsi (Sukarman dan Suparto, tinggi, penambahan aktivitas pelapukan organik
2015). Tekstur tanah vulkan sebagian besar dapat membuat kadar C organik menjadi lebih
memiliki partikel pasir dengan tekstur pasir tinggi. Studi dari Fiantis et al. (2016)
hingga lempung berpasir (Silva, 2019). menjelaskan bahwa cyanobakteria dan
lelumutan berperan penting pada deposisi
pH tanah
batuan vulkan. Akumulasi biomasa lelumutan
Tanah di lereng barat Gunung Kelud (lichen) pada batuan ini merupakan unsur hara
menunjukkan nilai pH H2O dengan kisaran 5,10 yang baik bagi biota mikro dan meso, berperan
hingga 7,30 (masam hingga netral) serta pH KCl penting dalam pemenuhan kadar C organik,
dengan nilai 4,20 hingga 5,60 (masam). Kondisi Nitrogen, dan Fosfor yang bermanfaat bagi
tanah yang dominan netral terdapat di Pedon 4 genesis tanah. Pada lereng bawah, khususnya
pada tanah lapisan/horizon 3 hingga 8. Kondisi pedon 3 dan 4, kadar C organik tergolong
pH tanah berhubungan dengan intensitas curah rendah dibandingkan dengan tanah di lereng
hujan yang tinggi, karena mengakibatkan basa- atas dan tengah. Situasi tersebut dapat diduga
basa tercuci. Penelitian Liyanda dan Karim karena adanya aktifitas budidaya tanaman tebu
(2012) menjelaskan bahwa kehilangan basa-basa secara intensif. Menurut Sukarman dan Suparto
akibat curah hujan tinggi dapat menjadi (2015), faktor utama penyebab tinggi atau
penyebab reaksi tanah menjadi masam. Jika air rendahnya nilai C organik adalah adanya
air hujan melewati tanah, kation-kation basa kegiatan pengolahan tanah secara rutin.
seperti Ca dan Mg akan tercuci, kemudian
Kapasitas tukar kation (KTK) dan
diganti oleh kation-kation masam seperti Al, H,
kejenuhan basa (KB)
dan Mn. Oleh karena itu, tanah-tanah yang
terbentuk pada lahan dengan curah hujan tinggi KTK pada keseluruhan pedon pengamatan
biasanya lebih masam dibandingkan pada tanah- tergolong sangat rendah hingga sedang 4,02 –
tanah pada lahan kering. Nilai pH juga dapat 20,17 cmoleq kg-1. Salah satu penyebab
dipengaruhi oleh aplikasi Pupuk ZA dan Urea rendahnya KTK tanah adalah tekstur tanah yang
yang dilakukan oleh pemilik lahan, yaitu PTPN berpasir dan kadar bahan organik yang rendah
X. Pupuk tersebut berperan penting dalam (Tabri et al., 2017). KTK yang rendah dapat
penurunan pH tanah, sifat asam dari ZA dapat menyebabkan kemampuan tanah menjerap
meningkatkan ketersediaan hara P di tanah yang kation juga rendah. Nilai KTK pada lapisan
bereksi alkalis akibat menurunnya pH tanah permukaan tergolong rendah (5,17 – 7,90 cmoleq
(Tabri et al, 2017). kg-1), menandakan bahwa bahan mineral tanah
yang belum terlapuk. Liyanda dan Karim (2012)
Kadar C organik
dalam penelitiannya menjelaskan bahwa
Pedon 1 memiliki C organik paling tinggi pada kandungan liat dan bahan organik berpengaruh
Horizon 2A, dengan nilai 4,26% berwarna erat terhadap nilai KTK tanah. Tingginya bahan

http://jtsl.ub.ac.id 544
Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 8 No 2: 539-552, 2021
e-ISSN:2549-9793, doi: 10.21776/ub.jtsl.2021.008.2.24

organik dan mineral liat menyebabkan menyebabkan kadar Sulfat (S) tanah menjadi
peningkatan nilai KTK (Hikmatullah dan lebih dominan dibandingkan dengan Kation
Kesuma, 2010). Basa yang lainnya (dalam hal ini K, Na, Ca, dan
KTK memiliki peran penting dalam Mg). Pernyataan Tabri et al. (2017) menjelaskan
kesuburan tanah, khususnya dalam aktivitas bahwa sifat asam dari ZA dapat meningkatkan
pedogenesis tanah. Beberapa horizon bawah ketersediaan hara P dalam tanah yang bereaksi
permukaan memiliki nilai KTK yang lebih tinggi alkalis. Kejenuhan basa juga dapat dihubungkan
dibandingkan dengan horizon permukaan, dengan kesuburan tanah, karena berpengaruh
menandakan bahwa adanya pengaruh bahan pada pelepasan ion yang terjerap untuk tanaman
organik dan jumlah mineral liat yang terkandung (Saragih dan Kamarlin, 2016).
di dalamnya. Kejenuhan Basa (KB) memiliki
Susunan horizon
nilai sangat rendah hingga sangat tinggi (13,34 –
83,92 %). Penelitian Liyanda dan Karim (2012) Kondisi tanah lapangan memperlihatkan adanya
menjelaskan bahwa nilai KB pada lereng atas diskontinuitas litologi yang disebabkan oleh
tergolong rendah karena adanya pencucian di perkembangan bahan induk vulkanik dari
horizon permukaan. Aktivitas pengolahan Gunung Kelud selama pasca erupsi pada tahun
tanaman tebu dan nanas yang dilakukan oleh 2014 hingga waktu penelitian. Susunan horizon
PTPN X dapat menjadi faktor pengaruh pada ke empat pedon pengamatan toposekuen
Kejenuhan Basa yang tidak sesuai dengan rata-rata menunjukkan lapisan C, A, dan Bw.
derajat keasaman (pH) tanah pada beberapa Lokasi pedon pengamatan dimulai dari arah
Horizon tanah Pedon pengamatan. Aplikasi timur DAS Mikro Supiturung, kemudian terus
Pupuk ZA yang dilakukan secara berkala turun ke arah barat, tersaji pada Gambar 2.

Gambar 2. Sketsa penampang profil di setiap pedon pengamatan.

Susunan horizon pada lereng atas dan tengah terdapat horizon peralihan, horizon B pada
yang tersaji pada Gambar 3 menunjukkan lapisan ke empat memiliki sifat-sifat yang masih
keberadaan Horizon C pada lapisan paling atas dimiliki horizon C meskipun horizon tersebut
(Pedon 1) dengan ketebalan 100 cm. Pedon 2 tidak ada di bawahnya.
http://jtsl.ub.ac.id 545
Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 8 No 2: 539-552, 2021
e-ISSN:2549-9793, doi: 10.21776/ub.jtsl.2021.008.2.24

Menurut Soil Survey Staff (2014), suatu horizon Degradasi tersebut bisa disebabkan oleh erosi
BC dapat dikenali keberadaannya, sekalipun air, yang berhubungan dengan pemindahan
horizon C yang terletak di bawahnya tidak ada. bahan atau material tanah oleh kekuatan air
Horizon tersebut merupakan peralihan ke (Sukarman dan Suparto, 2015). Minasny et al.
bahan induk yang diperkirakan ada sebelumnya. (2020) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa
Pedon 3 dan 4 (tersaji pada Gambar 4) memiliki tanah pada daerah gunung vulkan memiliki
horizon C di lapisan > 80 – 100 cm dengan konsentari mineral yang tinggi, yang dapat
ketebalan hanya 10 – 55 cm. Kondisi tersebut dihubungkan dengan sejarah kondisi tanah
terjadi diduga karena pengamatan dilakukan setempat. Tanah di daerah Lereng Barat
sudah pada rentang waktu 5 tahun sejak Gunung Kelud telah dimanfaatkan sebagai
terjadinya erupsi, sehingga horizon C terus industri Tebu oleh PTPN X dari tahun 1996,
menerus mengalami degradasi karena material dengan aktivitas pengolahan tanah yang terus
terus berpindah ke tempat yang lebih rendah. berjalan hingga saat ini.

Gambar 3. Susunan horizon lereng atas pada Pedon 1 (kiri) dan lereng tengah pada Pedon 2
(kanan).

Gambar 4. Susunan horizon lereng bawah pada Pedon 3 (kiri) dan dataran pada Pedon 4 (kanan).

http://jtsl.ub.ac.id 546
Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 8 No 2: 539-552, 2021
e-ISSN:2549-9793, doi: 10.21776/ub.jtsl.2021.008.2.24

Klasifikasi tanah pada Pedon 1 (lereng di pedon ini masuk ke dalam Dystrudepts,
atas) dimana memiliki syarat Udepts yang lain. Sub
Grup di pedon pengamatan ini merupakan
Lokasi penelitian Pedon 1 berada pada
Andic Dystrudepts, sesuai dengan penjelasan
ketinggian 728 mdpl, dengan relief berombak
Soil Survey Staff (2014) bahwa tanah pada
dan kemiringan lereng 6%. Lahan Pedon ini
keseluruhan satu horizon atau lebih dengan
berlokasi pada Lereng Atas, dimana bahan
ketebalan total ≥ 18 cm dalam 75 cm dari
vulkan diperoleh dari Lereng Puncak akibat dari
permukaan tanah mineral memiliki fraksi tanah
aktivitas manusia, angin, air, dan gravitasi.
halus dengan BI ≤ 1,00 g/cm3.
Kondisi ini menyebabkan perpindahan material
letusan baru setebal 101 cm, sehingga termasuk Klasifikasi tanah pada Pedon 3 (lereng
dalam definisi tanah tertimbun. Epipedon yang bawah)
dapat terbentuk pada kondisi ini yaitu Okrik,
Pedon 3 berlokasi pada elevasi 390 mdpl dengan
karena tidak memenuhi definisi salah satu dari
relief berombak majemuk, dengan kemiringan
tujuh epipedon yang lain, disebabkan terlampau
lereng 18%. Epipedon di pedon ini adalah
tipis atau kering (Soil Survey Staff, 2014). Tidak
Umbrik karena memiliki Kejenuhan Basa
ada Endopedon yang terbentuk pada Pedon ini,
kurang dari 50%, sesuai dengan persyaratan
karena termasuk tanah tertimbun. Tanah
yang ditulis oleh Soil Survey Staff (2014).
tertimbun merupakan horizon tanah yang
Selanjutnya, pedon pengamatan di lokasi ini
terbentuk karena timbunan bahan material
memiliki endopedon Kambik, karena telah
letusan baru. Gralbraith (2007) melalui aturan
terjadi alterasi fisik, transformasi, atau
USDA menjelaskan, jika epipedon memiliki
pemindahan secara kimia, serta memiliki tekstur
tebal ≥ 50 cm atau ≥ 1/3 tebal dari horizon
pasir halus (Soil Survey Staff, 2014). Ordo tanah
keseluruhan, maka klasifikasi hanya perlu
di Pedon 3 adalah Inceptisol, karena tanah
dilakukan pada epipedon saja. Analisis
masih mengalami perkembangan dan
laboratorium menunjukkan bahwa ordo tanah
mempunyai endopedon Kambik. Grup tanah di
di Pedon 1 masuk ke dalam Entisol, dengan
pedon ini tergolong Humudepts, dibuktikan
grup Sub Ordo Psamments, yang merupakan
dengan adanya epipedon Umbrik. Kemudian,
Entisols lain dengan tekstur pasir halus
hasil analisis menunjukkan bahwa Sub Grup di
berlempung atau lebih kasar pada semua lapisan.
pedon pengamatan ini adalah Psammentic
Grup pada pedon ini masuk ke dalam
Humudepts, karena merupakan Humudepts lain
Udipsamments dengan Sub Grup Typic
yang mempunyai kelas butir pasir pada seluruh
Udipsamments (Soil Survey Staff, 2014).
lapisan di dalam penampang kontrol besar butir
Klasifikasi tanah pada Pedon 2 (lereng (Soil Survey Staff, 2014).
tengah)
Klasifikasi tanah pada Pedon 4 (dataran)
Lokasi penelitian Pedon 2 berada pada
Pedon 4 berada pada elevasi 323 mdpl, dengan
ketinggian 637 mdpl dengan relief makro
relief datar berkelerengan 4%. Pedon ini
berombak dan relief mikro teras. Kemiringan
memiliki kejenuhan basa kurang dari 50 persen
lereng pada lokasi ini sebesar 15%, dengan
pada sebagian epipedon, sehingga memiliki
Epipedon Okrik dengan kondisi lapisan atas
epipedon Umbrik. Selanjutnya, endopedon di
dengan warna value lembab di atas 4 pada
pedon ini adalah Kambik, disebabkan oleh
horizon A, yaitu berwarna 7,5 YR 4/3, dan
adanya aktivitas alterasi. Hasil penelitian
terlampau tipis untuk didefinisikan sebagai tujuh
menunjukkan bahwa tanah pada pedon ini
epipedon lainnya, serta kadar C organik yang
memiliki ordo Inceptisol, ditunjukkan dengan
rendah hingga sedang sebesar 1,33 – 2,14 %.
adanya tanah yang baru mengalami
Pedon ini memiliki Endopedon Kambik, karena
perkembangan (pedogenesis). Sub Grup di
memiliki tekstur pasir di horizon B minimal
pedon pengamatan ini adalah Psammentic
dengan kedalaman 15 cm. Analisis laboratorium
Humudepts, sesuai dengan kriteria Soil Survey
menunjukkan Pedon 3 masuk ke dalam ordo
Staff (2014) bahwa tanah ini memiliki kelas
Inceptisol, karena tanah baru mengalami
besar butir pasir pada seluruh lapisan di dalam
perkembangan (pedogenesis). Grup jenis tanah
penampang kontrol besar butir.

http://jtsl.ub.ac.id 547
Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 8 No 2: 539-552, 2021
e-ISSN:2549-9793, doi: 10.21776/ub.jtsl.2021.008.2.24

Tabel 2. Kondisi perkembangan dan penamaan tanah pada toposekuen DAS Mikro Supiturung.
Kode Pedon 1 Pedon 2 Pedon 3 Pedon 4
(Posisi) (Lereng Atas) (Lereng Tengah) (Lereng Bawah) (Dataran)
Elevasi (mdpl) 728 637 390 323
Lereng 6% 15% 18% 4%
Relief Berombak Berombak, Teras Berombak, Datar
Majemuk
Penggunaan Tegalan Tegalan Tegalan Tegalan
Lahan
Vegetasi Tebu Tebu Nanas Tebu
Epipedon Okrik Okrik Umbrik Umbrik
Endopedon - Kambik Kambik Kambik
Ordo Entisol Inceptisol Inceptisol Inceptisol
Sub Ordo Psamments Udepts Udepts Udepts
Grup Udipsamments Dystrudepts Humudepts Humudepts
Sub Grup Typic Andic Dystrudepts Psammentic Psammentic
Udipsamments Humudepts Humudepts
Lereng (%) 6% 15% 18% 4%
Relief Berombak Berombak, Teras Berombak, Datar
Majemuk

Perbedaan setiap klasifikasi tanah di lereng Gralbraith (2007) melalui aturan USDA
barat Gunung Kelud menjelaskan, jika epipedon memiliki tebal ≥ 50
cm atau ≥ 1/3 tebal dari horizon keseluruhan,
Perbedaan pertama dimulai dari analisis
maka klasifikasi hanya perlu dilakukan pada
epipedon, dimana Pedon 1 dan 2 memiliki
epipedon saja. Pedon 2, 3 dan 4 masuk ke dalam
epipedon Okrik, sedangkan Pedon 3 dan 4
Endopedon Kambik, karena adanya aktivitas
mempunyai epipedon Umbrik. Variasi
alterasi dengan transformasi atau pemindahan
karakteristik morfologi, fisik, serta kimia pada
secara kimia, serta memiliki tekstur dominan
setiap pedon pengamatan akan menghasilkan
pasir (Soil Survey Staff, 2014). Ordo tanah pada
perbedaan klasifikasi pada Sub Grup. Epipedon
Pedon 1 masuk ke dalam Entisols karena
Pedon 1 dibuktikan dengan kondisi berupa
merupakan tanah dengan penciri lainnya,
mantel bahan baru setebal 101 cm, sehingga
sedangkan pada Pedon 2, 3, dan 4 memiliki
termasuk dalam definisi tanah tertimbun.
Ordo Inceptisols karena mempunyai horizon
Epipedon yang tidak memenuhi definisi salah
Kambik dengan batas atas di dalam 100 cm dari
satu dari tujuh epipedon yang lain dan karena
permukaan tanah mineral. Hardjowigeno (1993)
terlampau tipis atau kering, disebut sebagai
menjelaskan bahwa Inceptisol merupakan tanah
epipedon Okrik (Soil Survey Staff, 2014). Pedon
muda yang pembentukannya agak cepat sebagai
2 memiliki epipedon Okrik, dengan kondisi
hasil pelapukan bahan induk. Inceptisol
lapisan atas dengan warna value lembab di atas 4
memiliki sifat berkembang yang lebih cepat
pada horizon A, dan terlampau tipis untuk
dibandingkan dengan Entisol. Tanah Inceptisol
didefinisikan sebagai tujuh epipedon lainnya.
digolongkan ke dalam tanah yang mengalami
Kemudian, Pedon 3 dan 4 menunjukkan
lapuk sedang dan tercuci dengan menempati
epipedon Umbrik karena memiliki nilai
hampir 4% dari luas keseluruhan wilayah
kejenuhan basa kurang dari 50 persen, dengan
tropika. Sebagian besar jenis tanah ini
kelas tekstur pasir halus berlempung atau lebih
mengalami pelapukan sedang dan tercuci karena
kasar pada keseluruhan tebal epipedon.
pengaruh musim basah dan kering. Kondisi
Endopedon tidak terbentuk pada Pedon 1,
pada Pedon 1 masuk ke Sub Ordo Psamments,
karena termasuk tanah tertimbun. Tanah
karena merupakan Entisols lain dengan tekstur
tertimbun merupakan horizon tanah yang
pasir halus berlempung atau lebih kasar pada
terbentuk karena timbunan bahan material baru.
http://jtsl.ub.ac.id 548
Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 8 No 2: 539-552, 2021
e-ISSN:2549-9793, doi: 10.21776/ub.jtsl.2021.008.2.24

semua lapisan (Soil Survey Staff, 2014). Pedon 2 penurunan derajat keasaman (pH) tanah.
digolongkan sebagai Udepts yang lain sehingga Kondisi ini menyebabkan persentase Kejenuhan
masuk ke dalam Grup Dystrudepts. Tanah pada Basa (KB) yang terkandung pada setiap Pedon
Pedon 3 dan 4 memiliki epipedon Umbrik, Pengamatan memiliki nilai yang tidak
sehingga masuk ke dalam Grup Humudepts. berhubungan dengan pH tanah. Penambahan
Keragaman Grup di setiap pedon pengamatan jumlah anakan pada tanaman tebu dan nanas
dapat disebabkan oleh banyak faktor, seperti berpengaruh nyata terhadap aplikasi pupuk ZA,
perbedaan ketebalan epipedon, nilai kejenuhan dimana kondisi ini sangat penting bagi bidang
basa, kadar C organik, serta kondisi morfologi industri pertanian. Seluruh pedon pengamatan
lainnya pada saat pengamatan secara langsung. memiliki profil tanah yang mengalami
Variasi tersebut berpengaruh ke Sub Grup tanah diskontinuitas, kondisi ini menjadi hal yang
pada setiap profil pengamatan, dimana Pedon 1 menarik untuk dibahas pada lahan pegunungan
memiliki tanah Typic Udipsamments, Pedon 2 yang mengalami erupsi pada tahun 2014.
mempunyai tanah Andic Dystrudepts, serta Keragaman Grup di setiap pedon pengamatan
Pedon 3 dan 4 dengan tanah Psammentic dapat disebabkan oleh banyak faktor, seperti
Humudepts. perbedaan ketebalan epipedon, nilai kejenuhan
basa, kadar C organik, serta kondisi morfologi
Faktor yang mempengaruhi morfologi dan
lainnya pada saat pengamatan secara langsung.
perkembangan tanah
Variasi tersebut berpengaruh ke Sub Grup tanah
Penelitian klasifikasi tanah berdasarkan pada setiap profil pengamatan. Profil tanah pada
toposekuen di daerah Lereng Barat Gunung Pedon 1 memiliki Epipedon dengan kondisi
Kelud merupakan salah satu bukti keunikan berupa material letusan baru setebal 101 cm,
yang dimiliki tanah Indonesia. Sifat-sifat tanah sehingga termasuk dalam definisi tanah
yang diteliti berdasarkan perbedaan ketinggian tertimbun. Lahan Pedon ini berlokasi pada
(elevasi) memiliki kondisi fisik dan kimia yang Lereng Atas, dimana material letusan baru
beragam. Aplikasi pupuk secara berkala oleh diperoleh dari Lereng Puncak akibat dari
PTPN X juga mempengaruhi kondisi kimia aktivitas manusia, angin, air, dan gravitasi.
tanah, khususnya pada aplikasi Pupuk ZA. Kelerengan yang landai (sebesar 6%) pada
Pupuk tersebut memberikan unsur Sulfur (S) Pedon 1 menjadi salah satu penyebab abu
yang terlibat pada sintesis protein dan struktur vulkan terdeposisi hingga cukup tebal,
tanaman (Tabri et al., 2017). Unsur Sulfur pada dibuktikan pada Gambar 5 dan 6 yang
Pedon pengamatan lebih dominan daripada menampilkan kondisi aktual pedon pengamatan
basa-basa yang lain, sehingga menyebabkan dari ketinggian 500 meter dan 100 meter.

Gambar 5. Kondisi aktual Pedon 1 dari Citra Google Earth pada Elevasi 500 m.

http://jtsl.ub.ac.id 549
Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 8 No 2: 539-552, 2021
e-ISSN:2549-9793, doi: 10.21776/ub.jtsl.2021.008.2.24

Gambar 6. Kondisi aktual Pedon 1 dari Citra Google Earth pada Elevasi 100 m.

Penelitian Handayani et al. (2013) menjelaskan dan 4 memiliki jenis tanah Psammentic
bahwa deposit bahan induk vulkan dapat terjadi Humudepts dengan epipedon Umbrik. Kondisi
pada kaki gunung yang landai. Karakter material ini dijelaskan oleh Soil Survey Staff (20140
ini dapat diidentifikasi dengan baik pada citra, bahwa Humudepts lain yang mempunyai kelas
yaitu memiliki tekstur relief yang halus. butir pasir pada seluruh lapisan di dalam
Epipedon yang terbentuk pada permukaan penampang kontrol besar butir. Horizon profil
tanah dalam kondisi ini adalah Okrik. Tidak ada tanah pada Pedon 3 memiliki lapisan C pada
Endopedon yang terbentuk pada Pedon ini, kedalaman 31 cm, kemudian terjadi
karena termasuk tanah tertimbun (Grailbraith, diskontinuitas menjadi horizon B, dan kembali
2007). Pedon ini memiliki taksa tanah Typic terdapat horizon C dengan fragmen batuan pada
Udipsamments, yaitu tanah Udipsamments kedalaman 73 cm. Fragmen batuan yang
dengan tekstur pasir halus berlempung atau terdapat di dalam tanah ini dapat memengaruhi
lebih kasar pada semua lapisan (Soil Survey penggunaan dan pengelolaan lahan. Terdapat
Staff, 2014). Pedon 2 memiliki taksa tanah kriteria kelas sebaran batuan yang mengikuti
Andic Dystrudepts, dimana tanah ini jumlah batu/batuan menurut Balai Penelitian
merupakan Dystrudepts yang memiliki fraksi Tanah (2004), dimana fragmen batuan pada
tanah halus dengan berat isi 1,0 g/cm3 atau lapisan ke-enam ini masuk ke dalam kelas 5,
kurang pada keseluruhan satu horizon atau dengan kondisi dimana 50-90% lapisan tertutup
lebih. Kondisi ini menandakan bahwa lokasi oleh batuan. Jarak antara batu-batu kecil 0,01 m,
lereng atas mempunyai kandungan abu vulkanik sedangkan antara batu-batu besar 0,03 atau
yang lebih rendah dibandingkan dengan lereng hampir bersentuhan satu dengan lainnya. Pedon
bawah, sesuai dengan pernyataan Shoji et al. 4 memiliki diskontinuitas Horizon A yang
(1993) bahwa abu vulkanik riolitik dan dasitik terbentuk pada kedalaman 101 cm. Kondisi ini
memiliki nilai berat isi sekitar 1,5 g.cm-3 atau ditandai dengan warna tanah 7,5 YR 4/2
lebih, dan terus menurun karena adanya (Coklat). Kondisi diskontinuitas tanah ini terjadi
pelapukan. Setiap pedon pengamatan karena penumpukan bahan material abu
menunjukkan bahwa berat isi pada horizon vulkanik selama enam tahun, yang mana daerah
bawah terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan dataran merupakan tempat terakhir
horizon diatasnya. Situasi tersebut dijelaskan berkumpulnya abu vulkanik. Meskipun
oleh Rayes (2007) bahwa kondisi ini dapat demikian, daerah dataran ini masih dapat
karena pemadatan tanah di horizon bawah ditumbuhi tanaman tebu sebagai aktivitas
permukaan. Kondisi profil tanah pada Pedon 3 industri, karena abu vulkanik mengandung

http://jtsl.ub.ac.id 550
Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 8 No 2: 539-552, 2021
e-ISSN:2549-9793, doi: 10.21776/ub.jtsl.2021.008.2.24

unsur hara yang cukup tinggi. Sukarman dan yang Ditanam di Kawasan Pantai Pandansari
Suparto (2015) dalam penelitiannya menjelaskan Bantul. Universitas Negeri Yogyakarta.
bahwa abu vulkanik memiliki mineral primer Fiantis, D., Nelson, M., Shamshuddin, J., Goh, T.B.
mudah lapuk yang tinggi. Mineral primer and Ranst, E.V. 2016. Initial carbon storage in
new tephra layers of Mt. Talang in Sumatra as
tersebut mengandung cadangan unsur hara
affected by pioneer plants. Communications in
cukup tinggi, yang jika melapuk akan menjadi Soil Science and Plant Analysis 47(15): 1792-
sumber unsur hara esensial terutama Ca, Mg, K, 1812.
Na, P, S, Fe, B, Mn, dan Cu. Firdaus, M., Pramoda, R. dan Yulisti, M. 2014.
Dampak letusan Gunung Kelud terhadap pelaku
usaha perikanan di Kabupaten Kediri, Provinsi
Kesimpulan Jawa Timur. Jurnal Kebijakan Sosek KP 4(2):
Setiap sekuen tanah pada Lereng Barat Gunung 157– 65.
Kelud memiliki perbedaan yang tegas Galbraith, J.M. 2007. Buried Soil Horizons, Mantles,
berdasarkan morfologi, sifat fisika, serta kimia and Buried Soils: A tutorial. Virginia Tech.
Washington D.C.: United States Department of
tanah. Keragaman karakteristik tanah pada Agriculture.
setiap Pedon pengamatan tidak hanya Handayani, L.D.W., Tjahjono, W. dan Trisasongko,
disebabkan oleh bahan vulkan Gunung Kelud, B.H. 2013. Interpretasi bentuk lahan gunungapi
namun juga karena praktik penyuburan tanah Guntur menggunakan Citra Ikonos. Jurnal Tanah
secara kimia dan fisika oleh manusia sebagai Lingkungan 15 (2): 76–83.
implementasi tanah yang produktif untuk Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan
tanaman Tebu dan Nanas. Klasifikasi tanah Pedogenesis. Jakarta: Akademika Pressindo.
yang terbentuk pada setiap sekuen Lereng Barat Hikmatullah. dan Kesumo, N. 2010. Tropical
Gunung Kelud berpengaruh pada interupsi volcanic soil from Flores Island, Indonesia.
material letusan baru, hingga membedakan Journal of Tropical Soils 15(1): 83–93..
Liyanda, M. dan Karim, A. 2012. Analisis kriteria
penamaan ordo tanah. Kondisi ini ditunjukkan
kesesuaian lahan terhadap produksi kakao pada
pada Pedon 1 yang diklasifikasikan ke dalam tiga klaster pengembangan di Kabupaten Pidie.
Typic Udipsamments, Pedon 2 termasuk Andic Jurnal Agrista 16 (2): 62-79.
Dystrudepts, serta Pedon 3 dan 4 Minasny, B., Akoeb, E.N., Sabrina, T., Wadoux,
diklasifikasikan sebagai Psammentic A,M.C. and McBratney, A.B. 2020. History and
Humudepts. interpretation of early soil and organic matter
investigations in Deli, Sumatra, Indonesia.
Catena 195: 104909.
Ucapan Terima Kasih Rajamuddin, U.A. 2009. Kajian tingkat
Penulis menyampaikan terima kasih kepada PT. perkembangan tanah pada lahan persawahan di
Perkebunan Nusantara X, Balai Pengkajian Desa Kaluku Tinggu Kabupaten Donggala
Teknologi Pertanian, dan Laboratorium Fisika Tanah Sulawesi Tengah. Agroland: Jurnal Ilmu-ilmu
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya yang telah Pertanian 16(1): 11-16.
melancarkan kegiatan penelitian. Rayes, M. L. 2007. Metode Inventarisasi Sumber Daya
Lahan. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Saragih, E. dan Kamarlin., P. 2016. Identifikasi sifat
Daftar Pustaka kimia tanah vulkanik di lereng timur pasca erupsi
Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survey dan Gunung Sinabung Kabupaten Karo. Medan:
Pemetaan Nasional). 2010. Peta Rupa Bumi Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial 8(1): 1-15.
Digital Indonesia. Lembar Ngancar dan Kediri, Shoji, S., Nanzyo, M. and Dhalgren, R.A. 1993.
Skala 1 : 25.000. Edisi 1 – 2000. Volcanic Ash Soil (Genesis, Properties, and
Balai Penelitian Tanah. 2004. Petunjuk Teknis Utilization). Development in Soil Science 21.
Pengamatan Tanah. Bogor: Pusat Penelitian dan Elsevier Science Publisher B. V.
Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Amsterdam.p.198.
Departemen Pertanian . Silva, F.M., Weindorf, D.C., Silva, S.G.H., Silva,
Fardani, S. 2012. Pengaruh Proporsi Penambahan E.A., Ribeiro, B.T., Guilherme, L.R.G. and Curi,
Kompos Biopa dan Mulsa Jerami Terhadap N. 2019. Tropical soil toposequence
Serapan Hara Na, Mg Serta Kandungan Klorofil characterization via pXRF Spectrometry. Soil
Tanaman Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) Science Society of America Journal 83(1): 1153–
1166.

http://jtsl.ub.ac.id 551
Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 8 No 2: 539-552, 2021
e-ISSN:2549-9793, doi: 10.21776/ub.jtsl.2021.008.2.24

Soil Survey Staff. 2014. Keys to Soil Taxonomy. 12th Tabri, F., Aqil, M. dan Efendi, R. 2017. Uji aplikasi
Edition. Washington DC: USDA-Natural berbagai tingkat dosis pupuk ZA terhadap
Resources Conservation Service. produktivitas dan mutu jagung. Indonesian
Sukarman, S. dan Suparto, S. 2015. Sebaran dan Journal of Fundamental Sciences 4(1): 24-38.
karateristik material vulkanik hasil erupsi Gunung Taharu, S., Hendro, B. dan Siradz, S.A. 2006.
Sinabung di Sumatera Utara. Jurnal Tanah dan Karakteristik dan genesis tanah yang berkembang
Iklim 39(1): 9-18. pada beberapa tipe bentang lahan karst Gunung
Sumaryono, A., Djudi, dan Puspitosari, D.A. 2011. Kidul. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 6(1):
Penerapan teknologi sabo pada sungai di wilayah 27-38.
Gunung Kelud untuk mengurangi sedimentasi
Waduk Wlingi. Jurnal Sumber Daya Air 7(1): 1-
12.

http://jtsl.ub.ac.id 552

Anda mungkin juga menyukai