Bab I Pendahuluan
Bab I Pendahuluan
PENDAHULUAN
1
Konselor (Guru Pembimbing/Guru BK) adalah salah satu dari tenaga
kependidikan di sekolah, yaitu sebagai penanggung jawab terlaksananya
kegiatan bimbingan dan konseling yang mencakup dimensi kemanusiaan
(Neviyarni, 2002). SKB Mendikbud dan Kepala BAKN No.0433/P/1993
dan No.25 Th 1993 sebagaimana dikutip Prayitno (2001), Guru
BK/konselor adalah guru yang mempunyai tugas, tanggungjawab,
wewenang, dan hak secara penuh dalam kegiatan bimbingan dan
konseling terhadap sejumlah peserta didik.
Manajemen Bimbingan dan Konseling di sekolah agar bisa berjalan seperti yang
diharapkan antara lain perlu didukung oleh adanya organisasi yang jelas dan
teratur. Organisasi tersebut dengan secara tegas mengatur kedudukan, tugas, dan
tanggung jawab para personil sekolah yang terlibat. Organisasi tersebut
2
tergambar dalam struktur atau pola organisasi yang bervariasi yang tergantung
pada keadaan dan karakteristik sekolah masing-masing. Kebutuhan terhadap
organisasi bimbingan dan konseling terlihat dari adanya kepentingan di tingkat
sekolah hingga tingkat yang lebih luas lagi. Dengan demikian, kehadiran suatu
organisasi bimbingan dan konseling tampaknya menjadi suatu tuntutan alami
untuk menjawab kebutuhan pelaksanaan program pelayanan, khususnya kepada
siswa.
3
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN, meliputi:
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Perumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
1.4 Metode Penulisan
1.5 Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN, meliputi:
2.1 Perlunya Organisasi Bimbingan Dan Konseling
2.2 Dasar-Dasar Dan Prinsip-Prinsip Organisasi Bimbingan Dan Konseling
2.3 Pola dan Struktur Organisasi Bimbingan dan Konseling
2.4 Pengertian Dan Ciri-Ciri Profesi
2.5 Profesi Bimbingan Dan Konseling
2.6 Hal Yang Perlu Di Perhatikan Dalam Profesi Bimbingan Dan
Konseling
2.7 Kompetensi Guru Bimbingan dan Konseling
BAB III PENUTUP, yang mencakup:
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN POWER POINT
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
1. Organisasi harus mempunyai tujuan yang jelas
Organisasi dibentuk atas dasar adanya tujuan yang ingin dicapai, sehingga tidak
mungkin suatu organisasi tanpa adanya tujuan.
2. Prinsip skala hierarki
Dalam suataun organisasi, harus ada garis kewenangan yang jelas dari pimpinan,
pembantu pimpinan sampai pelaksana, sehingga dapat mempertegas dalam
pendelegasian wewenang dan pertanggung jawaban, dan akan menunjang
efektivitas jalannya organisasi secara keseluruhan.
3. Prinsip kesatuan perintah
Dalam hal ini, seseorang hanya menerima perintah atau bertanggung jawab
kepada seorang atasan.
4. Prinsip pendelegasian wewenang
Seorang pemimpin mempunyai kemampuan terbatas dalam menjalankan
pekerjaannya, sehingga perlu dilakukan pendelegasian wewenang kepada
bawahannya. Pejabat yang diberi wewenang harus dapat menjamin tercapainya
hasil yang diharapkan.
5. Prinsip pertanggung jawaban
Dalam menjalankan tugasnya, setiap pegawai harus bertanggung jawab
sepenuhnya kepada atasan.
6. Prinsip pembagian pekerjaan
Suatu organisasi, untuk mencapai tujuannya, melakukan berbagai aktivitas atau
kegiatan. Agar kegiatan dapat berjalan optimal, dilakukan pembagian
tugas/pekerjaan yang didasarkan pada kemampuan dan keahlian dari tiap-tiap
pengurus.
7. Prinsip rentang pengendalian
Artinya bahwa jumlah bawahan atau staf yang harus dikendalikan oleh seoran
atasan perlu dibatasi secara rasional. Rentang kendali ini sesuai dengan bentuk
dan tipe organisasi. Semakin besar suatu organisasi dengan jumlah pegawai yang
cukup banyak, semakin komplek rentang pengendaliannya.
8. Prinsip fungsional
Secara fungsional, tugas dan wewenang, kegiatan, hubungan kerja, serta
tanggung jawab seorang pegawai harus jelas.
6
9. Prinsip pemisahan
Tanggung jawab tugas pekerjaan seseorang tidak dapat dibebankan kepada
orang lain.
10. Prinsip keseimbangan
Keseimbangan di sini adalah keseimbangan antara struktur organisasi yang
efektif dan tujuan organisasi.
11. Prinsip fleksibilitas
Organisasi harus senantiasa melakukan pertumbuhan dan perkembangan sesuai
dengan dinamika organisasi sendiri dank arena adanya pengaruh di luar
organisasi, sehingga organisasi mampu menjalankan fungsi dalam mencapai
tujuannya.
12. Prinsip kepemimpinan
Dalam organisasi, apa pun bentuknya diperlukan pemimpin atau dengan kata
lain, organisasi mampu menjalankan aktivitasnya karena adanya proses
kepemimpinan yang digerakkan oleh pemimpin organisasi tersebut.
1. Struktur
Menurut buku, “Bimbingan dan Konseling” (2008: 26), struktur organisasi
pelayangan bimbingan dan konseling pada setiap satuan pendidikan tidak harus
sama. Masing-masing disesuaikan dengan kondisi satuan pendidikan yang
7
bersangkutan. Meskipun demikian struktur organisasi pada setiap satuan
pendidikan hendaknya memperhatikan hal-hal berikut :
a. Menyeluruh
b. Sederhana
c. Luwe dan terbuka
d. Menjamin berlangsungnya kerja sama
e. Menjamin terlaksananya pengawasan, penilaian dan upaya tindak lanjut
2. Personal
Personal layanan bimbingan konseling adalah segenap unsur yang terkait di
dalam struktur organisasi pelayanan bimbingan konseling dengan coordinator
guru pembimbing khusus sebagai pelaksana utama.
Personal yang dapat berperan dalam pelayanan bimbingan dan konseling
terentang secara vertikal dan horizontal. Pada umumnya dapat diidentifikasi
sebagai berikut:
a.Personal pada Kantor Dinas Pendidikan yang bertugas melakukan pengawasan
(penyeliaan) dan pembinaan terhadap penyelenggaraan pelayanan bimbingan
dan konseling di satuan pendidikan.
b.Kepala Sekolah, sebagai penanggung jawab program pendidikan secara
menyeluruh (termasuk di dalamnya program bimbingan dan konseling) di satuan
pendidikan masing-masing.
c.Guru Pembimbing atau Guru Kelas, sebagai petugas utama dan tenaga inti
dalam pelayanan bimbingan dan konseling.
d.Guru-guru lain, (guru mata pelajaran Guru Praktik) serta wali kelas, sebagai
penanggung jawab dan tenaga ahli dalam mata pelajaran, program latihan atau
kelas masing-masing.
e.Orang tua, sebagai penanggung jawab utama peserta didik dalam arti yang
seluas-luasnya.
f.Ahli-ahli lain, dalam bidang non bimbingan dan nonpelajaran/ latihan (seperti
dokter, psikolog, psikiater) sebagai subjek alih tangan kasus.
g.Sesama peserta didik, sebagai kelompok subyek yang potensial untuk
diselenggarakannya “bimbingan sebaya”.
8
Untuk setiap personal yang diidentifikasikan itu ditetapkan, tugas, wewenang,
dan tanggung jawab masing-masing yang terkait langsung secara keseluruhan
organisasi pelayanan bimbingan dan konseling. Tugas, wewenang dan tanggung
jawab Guru Pembimbing sebagai tenaga inti pelayanan bimbingan dan konseling
dikaitkan antara seorang Guru Pembimbing dan jumlah peserta didik yang
menjadi tanggung jawab langsungnya. Guru Kelas sebagai tenaga pembimbing
bertanggungjawab atas pelaksanaan bimbingan dan konseling terhadap seluruh
peserta didik di kelasnya.
Berhubungan dengan jenjang dan jenis pendidikan serta besar kecilnya satuan
pendidikan, jumlah dan kualifikasi personil (khusus personil sekolah) yang
dapat dilibatkan dalam pelayanan bimbingan dan konseling pada setiap satuan
pendidikan dapat tidak sama. Dalam kaitan itu, tugas, wewenang dan tanggung
jawab masing-masing personil di setiap satuan pendidikan disesuaikan dengan
kondisi satuan pendidikan yang bersngkutan tanpa mengurangi tuntutan akan
efektifitas dan efisiensi pelayanan bimbingan dan konseling secara menyeluruh
demi kepentingan peserta didik.
9
misalnya sebutan dia seorang “profesional”. Yang kedua penampilan seorang
dalam melakukan pekerjaan yan tidak sesuai dengan profesinya
“Profesionalisme” mengacu kepada komitmen para anggota suatu profesi
terhadap profesinya serta sederajat pengetahuan dan keahlian yang mereka
miliki dalam rangka melakukan pekerjaannya.
“Profesionalisasi” menunjuk kepada proses peningktan kualifikasi maupun
kemampuan para anggota suatu profesi dalam mencapai kriteria yang standar
dalam penampilannya sebagai anggota suatu profesi.
Diyakini bahwa pelayanan bimbingan dan konseling adalah suatu profesi yang
dapat memenuhi ciri-ciri dari persyaratan suatu profesi. Ciri-ciri profesi:
a. Suatu profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang memenuhi fungsi
dan kebermaknaan sosial
b. Penampilan pelayanan tersebut bukan hanya dilakukan secara rutin saja,
melainkan bersifat pemecahan masalah.
c. Para anggotanya, baik perorangan maupun kelmpok lebih memntingkan
pelayanan yang bersifat social daripada pelayanan yang hanya mengejar
keuntungan ekonomi saja.
d. Selama dalam pekerjaan itu, para anggotanya terus menerus berusaha
menyegarkan dan meningkatkan kompetensinya dengan jalan mengikuti secara
cermat literature dalam bidang pekerjaan itu.
McCully, 1963; Tolbert, 1972; dan Nugent, 1981) telah merumuskan syarat-
syarat atau ciri-ciri dari suatu profesi.Dari rumusan-rumusan yang mereka
kemukakan, dapat disimpulkan syarat-syarat atau ciri-ciri utama dari suatu
profesi sebagai berikut:
Suatu profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang memiliki fungsi
dan
kebermaknaan sosial yang sangat menentukan.
Untuk mewujudkan fungsi tersebut pada butir di atas para anggotanya
10
(petugasnya dalam pekerjaan itu) harus menampilkan pelayanan yang khusus
yang didasarkan atas teknik-teknik intelektual, dan ketrampilan-ketrampilan
tertentu yang unik.
Penampilan pelayanan tersebut bukan hanya dilakukan secara rutin saja,
melainkan bersifat pemecahan masalah atau penanganan situasi kritis yang
menuntut pemecahan dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
Pada anggotanya memiliki kerangka ilmu yang sama yaitu didasarkan atas
ilmu yang jelas, sistematis, dan eksplisit bukan hanya didasarkan atas akal sehat
(common sense) belaka.
Untuk dapat menguasai kerangka ilmu itu diperlukan pendidikan dan latihan
dalam jangka waktu yang cukup lama.
Para anggotanya secara tegas dituntut memiliki kompetensi minimum melalui
prosedur seleksi, pendidikan dan latihan, serta lisensi atau sertifikasi.
11
unjuk kerja profesional tertentu. Di Indonesia memang belum ada rumusan
tentang unjuk kerja profesional konselor yang standar. Usaha untuk merintis
terwujudnya rumusan tentang unjuk kerja itu telah dilakukan oleh Ikatan Petugas
Bimbingan Indonesia (IPBI) pada Konvensi Nasional VII IPBI di Denpasar, Bali
(1989). Upaya ini lebih dikonkretkan lagi pada Konvensi Nasional VIII di
Padang (1991). Rumusan unjuk kerja yang pernah disampaikan dan dibicarakan
dalam konvensi IPBI di Padang itu dapat dilihat pada lampiran.Walaupun
rumusan butir-butir (sebanyak 225 butir) itu tampak sudah terinci, namun
pengkajian lebih lanjut masih amat perlu dilakukan untuk menguji apakah butir-
butir tersebut memang sudah tepat sesuai dengan kebutuhan lapangan, serta
cukup praktis dan memberikan arah kepada para konselor bagi pelaksanaan
layanan terhadap klien. Hasil pengkajian itu kemungkinan besar akan mengubah,
menambah merinci rumusan-rumusan yang sudah ada itu.
3. Akreditasi
Lembaga pendidikan konselor perlu diakreditasi untuk menjamin mutu
lulusannya, akreditasi meliputi penilaian terhadap misi, tujuan struktur dan isi
program. Akreditasi merupakan prosedur yang secara resmi diakui bagi suatu
profesi. Tujuan pokok akreditasi adalah memantapkan kredibilitas profesi.
Tujaun ini lebih lanjut dirumuskan sebagai berikut:
untuk menilai bahwa program yang ada memenuhi standar yang ditetapkan
oleh profesi.
Untuk menegaskan misi dan tujuan program.
Untuk menarik calon koselor dan tenaga kerja yang bermutu tinggi.
Untuk membantu para lulusan memenuhi tuntutan kredensial seperti lisensi.
Untuk meningkatkan kemampuan program.
Untuk meningkatkan program.
12
Memungkinkan mahasiswa dan staf pengajar berperan serta dalam evaluasi
program secara intensif.
Untuk membantu mahasiswa yang berpotensi dalam seleksi memakai program
pendidikan konselor.
Untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat pendidikan masyarakat
Profesi dan masyarakat pada umumnya tentang kemampuan pelayanan
bimbingan dan konseling.
13
Organisasi profesi bimbingan dan konseling dikehendaki dapat menjalankan
ketiga darma itu sebagaimana yang diharapkan. Personel pelaksana bimbingan
dan konseling di sekolah adalah segenap unsur dalam organigram pelayanan
bimbingan dan konseling di sekolah dengan koordinator dan guru
pembimbing/konselor sebagai pelaksana utamanya.Keikutsertaan dalam
program akreditasi lembaga pendidikan konselor, sertifikasi dan pemberian
lisens tidak lain adalah wujud dari pelaksanaan ketiga darma itu.
14
Jika diperbandingkan antara ekspektasi kinerja Guru Bimbingan dan
Konseling/Konselor dengan kinerja guru mata pelajaran. Guru mata pelajaran
tampak lebih dominan dalam penguasaan ranah kompetensi pedagogik,
sedangkan Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor lebih dominan dalam
penguasaan ranah kompetensi profesional. Dengan tidak bermaksud
mengesampingkan ranah atau wilayah kompetensi lainnya.
15
bagaimana pelayanan BK terhadap peserta didik/konseli sebagai makhluk
individu, sosial, susila, bekerja dan berke-Tuhanan Yang Maha Esa;
bagaimana mengembangkan layanan BK yang aktif, kreatif, mandiri, dan
berpusat pada individu;
bagaimana mengembangkan layanan BK sesuai dengan usia, tahap
perkembangan, dan kebutuhan peserta didik/konseli; dan
bagaimana menerapkan layanan BK lintas budaya, ekonomi, dan sosial
peserta didik/konseli.
Demikianlah prosedur penilaian kompetensi guru BK pada sub kompetensi
menguasai teori dan praksis pendidikan.
16
peserta didik/konseli untuk bersikap toleran.
c. Penilai mengamati konsistensi guru BK/Konselor dalam beribadah dan
memotivasi peserta didik/konselor untuk beribadah.
17
dengan orang tua berkaitan dengan kemajuan, kesulitan, dan potensi peserta
didik. Cermati dan catat aspek spesifik yang telah dilakukan guru terkait dengan
hal-hal tersebut.
b. Penilai meminta guru menyediakan dokumen/catatan yang membuktikan
kerjasamanya dengan teman sejawat dan/atau tenaga kependidikan untuk
membantu peserta didik yang membutuhkan layanan khusus (misalnya layanan
BK dengan guru BK, layanan administrasi dengan tenaga kependidikan, dsb).
c. Tanyakan kepada teman sejawat dan/atau orang tua peserta didik tentang
perilaku, sikap, atau kegiatan guru yang berhubungan dengan kegiatan non-
pembelajaran.
Indikator kinerja:
a. Guru BK/Konselor dapat memberdayakan kekuatan pribadi, dan
keprofesionalan guru BK/konselor.
b. Guru BK/Konselor dapat meminimalisir dampak lingkungan dan
keterbatasan
pribadi guru BK/konselor.
c. Guru BK/Konselor dapat menyelenggarakan pelayanan BK sesuai
dengan
kewenangan dan kode etik profesional guru BK/konselor.
18
d. Guru BK/Konselor dapat mempertahankan objektivitas dan menjaga agar
tidak larut dengan masalah peserta didik/konseli.
e. Guru BK/Konselor dapat melaksanakan layanan pendukung sesuai
kebutuhan
peserta didik/konseli (misalnya alih tangan kasus, kunjungan rumah, konferensi
kasus, instrumen bimbingan, himpunan data)
f. Guru BK/Konselor dapat menghargai identitas profesional dan
pengembangan profesi.
g. Guru BK/Konselor dapat mendahulukan kepentingan peserta
didik/konseli
daripada kepentingan pribadi guru BK/konselor.
19
h. Penilai meminta guru BK/Konselor menjelaskan dan membuktikan
apakah
guru BK/Konselor mengutamakan kebutuhan peserta didik/konseli meskipun
harus mengorbankan sesuatu (misalnya waktu).
i. Penilai meminta guru BK/Konselor untuk menjelaskan tentang upayanya
dalam menghimpun dan menjaga kerahasiaan permasalahan peserta
didik/konseli.
j. Penilai meminta Kepala Sekolah untuk menjelaskan apakah guru
BK/Konselor bekerja sesuai dengan etika profesi BK.
k. Penilai meminta Kepala Sekolah untuk menerangkan bagaimana
pekerjaan
guru BK/konselor mencapai standar yang diharapkan oleh kepala sekolah
dan/atau komite sekolah.
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dengan ada pembahasan tentang Bimbingan dan Konseling sebagai profesi,
maka kita dapat menyimpulkan bahwa setiap guru harus memahami dan
mengetahui bahwa bimbingan dan konseling itu sangat penting dalam membantu
siswa di sekolah, membantu memecahkan masalah-masalah dari seorang anak.
Bimbingan dan konseling sebagai profesi itu sendiri merupakan suatu hubungan
yang saling berkaitan untuk membimbing dan membantu orang lain agar
menjadi pribadi yang lebih baik untuk memahami dirinya yang dilakukan oleh
seseorang dalam suatu pekerjaan (profesi). Jadi, guru memang harus benar-benar
memahami hal tersebut.
3.2 Saran
Kepada pembaca, khususnya guru diharapkan agar dapat dan mampu memahami
layanan bimbingan dan konseling agar mampu memanfaatkannya di sekolah dan
menerapkannya.
21