Anda di halaman 1dari 3

Kesehatan mental

Kesehatan mental sering dianggap sekunder untuk kebutuhan medis segera dari suatu
populasi dan sering tidak dievaluasi sebagai bagian dari penilaian kebutuhan. Namun, setelah
mengalami tragedi ada beban tekanan psikologis yang sangat besar di antara individu yang
rentan. Secara umum, masalah kesehatan mental membaik dari waktu ke waktu melalui
periode pemulihan alami.

• Baik penyintas tsunami yang mengungsi maupun yang tidak mengungsi mengalami gejala-
gejala psikologis.

• Gejala depresi, kecemasan, dan gangguan stres pasca trauma (PTSD) dialami.

• Orang yang lebih muda lebih mungkin mengalami tingkat tekanan psikologis yang lebih
tinggi. Orang-orang yang lebih dekat ke pantai dan mereka yang berada di zona yang lebih
rusak juga lebih mungkin mengalami gejala.

Pengalaman mengerikan yang dialami ketika konflik dan tsunami merupakan


pengalaman traumatis bagi setiap orang, dan sangat sulit untuk dapat dilupakan, sehingga
berdampak kepada perilaku yang kadang - kadang tidak wajar dan sering menimbulkan
kecemasan bagi orang orang terdekatnya. Siapapun berkemungkinan untuk menampilkan
reaksi berlebihan akibat pengalaman yang begitu mengejutkan, menakutkan, mengamcam,
menyedihkan sehingga menimbulkan stress dan trauma.

 Stres merupakan salah satu luka psikologis yang akan membekas hingga waktu yang tidak
dapat ditentukan oleh siapapun, apalagi tanpa pengawalan dan penanganan serta pemulihan
dari berbagai pihak yang berkepentingan.

 Stres adalah setiap perubahan dalam diri baik secara internal maupun eksternal yang
menimbulkan reaksi dari individu.

 Stres sebagai reaksi tubuh terhadap situasi yang menekan, atau mengancam seseorang

Pada aspek psikologis pengaruh stres yang kuat dapat dilihat dari adanya kegajala kecendrungan
sebagai berikut:

 cepat marah,

 frustasi,

 kecemasan,

 agresi,

 gugup, dan

 panic.

1. Pada aspek fisik, pengaruh stres sering muncul perubahan sirkulasi hormonal, tekanan darah
tinggi, meningkatnya denyut jantung, kesulitan pernafasan, gangguan pencernaan, syaraf dan
lain-lain.
2. Pada aspek perilaku biasanya adalah pengaruh kombinasi antara aspek fisik dan mental
seperti susah menetapkan keputusan, cepat lupa, sangat sensitif atau peka, aktivitas
berkurang, cenderung tidak bertanggung jawab atau tidak berani menanggung resiko, acuh tak
acuh dan sebagainya.

3. Sedangkan pada aspek lingkungan sering membuat orang - orang sekitar tidak harmonis,
tempat pekerjaan tidak produktif sehingga lingkungan merasa tidak tentram.

Stres dapat digolongkan dalam 3 jenis, yaitu: Pertama, stres yang positif, jenis ini dapat mencetuskan
reaksi untuk menyesuaikan diri ke arah yang lebih baik dan menyebabkan perkembangan yang baik
dalam diri. Stres seperti ini diperlukan keberadaannya sesekali dalam hidup seseorang agar tidak
membosankan. Contohnya: akan menghadapi ujian, memulai hidup baru dengan perkahwinan.
Kedua, stres yang negatif, yaitu stres yang menimbulkan kesusahan negatif terhadap individu. Tanda-
tanda mengalami stres ini adalah perasaan tegang, perasaan tidak enak seperti ketakutan, gugup,
sedih, dan bingung. Contohnya: gagal dalam ujian, bercerai dan kesehatan yang buruk. Ketiga, stres
akibat trauma, jenis ini biasanya disebabkan oleh kejadian atau beberapa seri kejadian yang tiba-tiba,
tidak disangka, dan fatal, serta tidak biasanya dialami oleh manusia. Kejadian ini sifatnya mengancam
nyawa, sehingga korbannya dapat menjadi syok, hilang kontrol atas dirinya dan sering mengurangi
kemampuan korbannya untuk menyesuaikan diri dan juga mengatasi stres.

Seseorang yang mengalami stress dapat dilihat dari tanda-tanda yang muncul dari 4 aspek, yaitu: (1)
aspek fisik, (2) aspek kognitif, (3) emosional, dan (4) aspek prilaku.

Pertama, aspek fisik. Pada faktor biologis/fisik, seseorang yang mengalami stress ditandai dengan
mudah lelah atau lesu, sering mual, muntah-muntah, gemetaran, kejang-kejang, sakit atau pegal-pegal
di daerah pundak, susah bernapas, sering berdebar atau tekanan darah tinggi, sakit pencernaan,
penglihatan kabur, kehausan (yang tidak wajar), gigi gemeretak, merasa sakit di bagian tubuh tertentu,
sering buang air kecil, sakit kepala, dan sebagainya.

Kedua, aspek kognitif. Dalam aspek ini dapat ditandai dengan salah menuju atau mengenal seseorang,
kebingungan, kurang perhatian, lambat atau tidak dapat mengambil keputusan, kurang atau terlalu
siaga, kurang kosentrasi, mudah lupa, mudah curiga, kasusulitan mengidentifikasikan objek, tidak
dapat memecahkan masalah, kurang mampu berpikir abstrak, lupa waktu/tempat, sering mimpi buruk
dan sebagainya.

Ketiga, emosional. Seseorang yang mengalami stress mudah mengalami kecemasan, memiliki
perasaan bersalah, sedih, berduka, memiliki sikap menolak, mudah panik, ketakutan, shock, perasaan
tidak menentu, kurang mengontrol emosi, depresi, melakukan respon yang kurang tepat, perasaan
yang meluap-luap, sering nampak prihatin, gampang marah, gampang menyerang, dan sebagainya.

Keempat, dari aspek prilaku. Orang yang stress nampak sering atau mudah melakukan perubahan
dalam kegiatan (kebiasaan), perobahan pola bicara (seperti gagap atau nyerocos), menarik diri
mengasingkan diri, memperlihatkan ledakan emosional, penuh curiga (menyelidik), perubahan dalam
pola komunikasi, kehilangan gairah makan atau gairah makan berlebihan, mengkonsumsi narkoba,
merokok berlebihan, tidak dapat beristirahat, melakukan kegiatan anti social, mengalami keluhan fisik
yang tidak jelas, sangat sensitive terhadap lingkungan, mondar mandir (melakukan gerakan yang tidak
menentu), mengalami perubahan fungsi seksual, dan sebagainya.

Trauma merupakan salah satu luka psikologis yang sangat berbahaya bagi kehidupan masyarakat
terutamanya remaja, karena dapat menurunkan daya intelektual, emosional, dan perilaku. Trauma
biasanya terjadi bila dalam kehidupan seseorang sering mengalami peristiwa yang traumatis seperti
kekerasan, perkosaan, ancaman yang datang secara individual atau juga secara massal seperti konflik
bersenjata dan bencana alam tsunami. Stres dan trauma yang dialami akibat kejadian hebat
menimbulkan perasaan sakit pada seseorang, baik fisik maupun mental, dan bahkan sering
menyebabkan beberapa gangguan emosional atau psikologis dikemudian hari; yang disebut dengan
“post traumatic stress disorder” (PTSD) atau gangguan stress pasca trauma. Korban biasanya
mengeluh tegang, insomnia (sulit tidur), sulit berkonsentrasi dan ia merasa ada yang mengatur
hidupnya, bahkan yang bersangkutan kehilangan makna hidupnya. Lebih parah lagi, orang yang
mengalami gangguan pasca traumatic berada pada keadaan stress yang berkepanjangan, yang dapat
berakibat munculnya gangguan otak, berkurangnya kemapuan intelektual, gamgguan emosional,
maupun gangguan kemampuan social.

Anda mungkin juga menyukai