Anda di halaman 1dari 24

Tugas Makalah

“PERTANIAN ORGANIK”

Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah


Hortikultura

Dosen Pengampu :
M. Hasyim Ansari Berutu, M. Pd

Oleh:
Kelompok 3

Muhammad Ardiansyah (0310181019)


Elsa Listiani Cahya Ningsih (0310182079)
Fitriyani (0310181008)
Ropinta Sari Siregar (0310183135)

PENDIDIKAN BIOLOGI-3/VII

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
TA. 2021
Kata Pengantar

Assalamu’alaikum wr.wb.
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah swt. bahwasanya atas berkat
rahmat dan hidayahnya, kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Pertanian
Organik” meskipun masih jauh dari kesempurnaan. Tidak lupa pula shalawat
beriringkan salam kami curahkan kejunjungan kita Nabi Muhammad saw.yang
telah membawa umatnya dari alam jahiliyah menuju alam yang terang benderang
yang disinari iman dan Islam. Alhamdulillah bahwa isi dari makalah ini bisa
menjadi salah satu kunci menambah ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Kami ucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah memotivasi
kami atas terselesainya pengerjaan makalah ini, kepada dosen pengampu mata
kuliah Hortikultura, kedua orang tua, dan teman-teman seperjuangan yang
telahmemberikan motivasi terhadap kami atas terselesainya makalah ini.
Sebelum kata-kata ini kami akhiri, kami sebelumnya minta maaf kepada
semua pihak yang membaca makalah ini, terutama kepada dosen pengampu atas
kekurangan yangterdapat didalam isi makalah kami. Mungkin itu dari kata-kata
kami, bila darisaudara/i ada kritik dan sarannya terhadap isi makalah ini kami
menerima denganlapang dada.
Semoga saudara/i semuanya dapat memahami isi makalah ini dan semoga
bermanfaat bagi para pembaca dan bagi penyusun khususnya.

Wassalamu`alaikum wr. Wb

Medan, 28 November 2021

Tim Penyusun

i
Daftar Isi

Kata Pengantar ..................................................................................................................... i

Daftar Isi ............................................................................................................................. ii

BAB I .................................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ............................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 2

C. Tujuan ......................................................................................................................... 2

BAB II................................................................................................................................. 3

PEMBAHASAN ................................................................................................................. 3

A. Prinsip Dasar Sistem Pertanian Organik Di Dunia ..................................................... 3

Prinsip Dasar Pertanian Organik ......................................................................................... 6

B. Kualitas Ekosistem Tanah ........................................................................................... 8

C. Dampak Pertanian Intensif Terhadap Produktifitas Tanah ....................................... 13

BAB III ............................................................................................................................. 20

PENUTUP ........................................................................................................................ 20

A. Kesimpulan ............................................................................................................... 20

B. Saran.......................................................................................................................... 20

Daftar Pustaka ................................................................................................................... 21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pertanian organik merupakan sebuah sistem budidaya yang tidak
menggunakan bahan-bahan kimia buatan baik dari pupuk kimia maupun pestisida
kimia dengan kata lain, pertanian organik hanya mengandalkan bahan-bahan alami
dalam proses produksinya. Negara Indonesia merupakan negara yang berpotensi
untuk dijadikan pengembangan pertanian organik, komoditas yang bisa
dikembangkan di Indonesia seperti tanaman holtikultura sayuran dan buah, tanaman
pangan serta tanaman perkebunan.
Sebagaimana respon dunia terhadap modernisasi pertanian yang dilakukan
secara besar-besaran di berbagai belahan dunia pada tahun 1970-an, pertanian
organik di Indonesia juga merupakan respon terhadap kebijakan revolusi hijau
pada periode yang sama. Gagasan pertama tentang pertanian organis (bukan
organik, karena organik lebih teknis) di Indonesia diprakarsai oleh Agatho
Elsener, seorang praktisi organis berkebangsaan Swiss yang kemudian menjadi
Warga Negara Indonesia pada tahun 1980-an, yang mendedikasikan hampir
seluruh hidupnya (sikap organis) untuk menjalankan sistem pertanian organis
(Cormundi-BSB, 2017). Gagasan tersebut kemudian diikuti dengan munculnya
gerakan pertanian organik di Yogyakarta dan sekitarnya yang dikembangkan oleh
G. Utomo, PR, dan masyarakat sipil lainnya. Pada saat itu, pertanian organik
belum menjadi perhatian pemerintah dan berkembang sebagai respon “jalan hidup
alternatif” di kalangan masyarakat petani. Tidak mudah mengembangkan
pertanian organik sebagai alternatif karena berkembang bersama kebijakan
revolusi hijau yang merombak pertanian asli ke dalam sistem ekonomi-politik
pertanian yang terintegrasi dengan negara dan pasar, yang mengendalikan secara
dominan seluruh instrumen mulai dari tingkat lokal hingga nasional bahkan
mengkaitkannya dengan sistem pertanian global (Aji, 2018).
Pengertian sistem pertanian organik menurut SNI 6729 tahun 2016 yaitu,
“Sistem manajemen produksi yang holistik untuk meningkatkan dan
mengembangkan kesehatan agro-ekosistem termasuk keragaman hayati,
siklus biologi dan aktivitas biologi tanah. Pertanian organik menekankan

1
penerapan praktek-praktek manajemen yang lebih mengutamakan penggunaan
input dari limbah kegiatan budidaya di lahan, dengan mempertimbangkan daya
adaptasi terhadap keadaan/kondisi setempat. Jika memungkinkan hal tersebut
dapat dicapai dengan penggunaan budaya, metode biologi dan mekanik, yang
tidak menggunakan bahan sintetis untuk memenuhi kebutuhan khusus
dalam sistem”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah pada makalah ini
adalah:
1. Apa saja prinsip dasar pertanian organic?
2. Bagaimana kualitas ekosistem tanah?
3. Bagaimana dampak pertanian intensif terhadap produktivitas tanah?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan makalah
adalah:
1. Mengetahui apa saja prinsip dasar pertanian organic.
2. Mengetahui bagaimana kualitas ekosistem tanah.
3. Mengetahui bagaimana dampak pertanian intensif terhadap produktivitas
tanah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Prinsip Dasar Sistem Pertanian Organik Di Dunia

Saat ini kita sering mendengar istilah pertanian organik. Dari kata organik
ini mungkin pemahaman kita akan langsung tertuju pada bebas pestisida dan
pupuk buatan alias pupuk anorganik. Sejauh ini memang begitulah yang penulis
ketahui tentang pertanian organik. Ternyata kalau ditelusuri sejarah pertanian
organik yang menjadi sebuah antitesa dari sistem pertanian umumnya saat ini
yang sangat mengandalkan segalanya dari pabrik mulai dari benih, pupuk dan
obat anti hama, sistem pertanian organik tidak hanya pada itu saja namun juga
aspek sosial dan ekologinya juga menjadi perhatian. Sehingga organisasi
pertanian organik dunia (IFOAM) merumuskan beberapa prinsip dasar pertanian
organik yaitu:

1. Prinsip Kesehatan
Pertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan
tanah,tanaman, hewan, manusia dan bumi sebagai satu kesatuan dan tak
terpisahkan. Prinsip ini menunjukkan bahwa kesehatan tiap individu dan
komunitas tak dapat dipisahkan dari kesehatan ekosistem;tanah yang sehat akan
menghasilkan tanaman sehat yang dapat mendukung kesehatan hewan dan
manusia. Kesehatan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem
kehidupan. Hal ini tidak saja sekedar bebas dari penyakit, tetapi juga dengan

3
memelihara kesejahteraan fisik, mental, sosial dan ekologi. Ketahanan tubuh,
keceriaan dan pembaharuan diri merupakan hal mendasar untuk menuju sehat.
Peran pertanian organik baik dalam produksi, pengolahan, distribusi dan
konsumsi bertujuan untuk melestarikan dan meningkatkan kesehatan ekosistem
dan organisme, dari yang terkecil yang berada di dalam tanah hingga manusia.
Secara khusus, pertanian organik dimaksudkan untuk menghasilkan makanan
bermutu tinggi dan bergizi yang mendukung pemeliharaan kesehatan dan
kesejahteraan.
Mengingat hal tersebut, maka harus dihindari penggunaan pupuk,
pestisida, obat-obatan bagi hewan dan bahan aditif makanan yang dapat berefek
merugikan kesehatan.

2. Prinsip Ekologi
Pertanian organik harus didasarkan pada sistem dan siklus ekologi
kehidupan. Bekerja, meniru dan berusaha memelihara sistem dan siklus ekologi
kehidupan. Prinsip ekologi meletakkan pertanian organik dalam sistem ekologi
kehidupan. Prinsip ini menyatakan bahwa produksi didasarkan pada proses dan
daur ulang ekologis. Makanan dan kesejahteraan diperoleh melalui ekologi suatu
lingkungan produksi yang khusus; sebagai contoh, tanaman membutuhkan tanah
yang subur, hewan membutuhkan ekosistem peternakan, ikan dan organisme laut
membutuhkan lingkungan perairan. Budidaya pertanian, peternakan dan
pemanenan produk liar organik haruslah sesuai dengan siklus dan keseimbangan
ekologi di alam. Siklus-siklus ini bersifat universal tetapi pengoperasiannya
bersifat spesifik-lokal. Pengelolaan organik harus disesuaikan dengan kondisi,
ekologi, budaya dan skala lokal.
Bahan-bahan asupan sebaiknya dikurangi dengan cara dipakai kembali,
didaur ulang dan dengan pengelolaan bahan-bahan dan energi secara efisien guna
memelihara, meningkatkan kualitas dan melindungi sumber daya alam.
Pertanian organik dapat mencapai keseimbangan ekologis melalui pola
sistem pertanian, membangun habitat, pemeliharaan keragaman genetika dan
pertanian. Mereka yang menghasilkan, memproses, memasarkan atau
mengkonsumsi produk-produk organik harus melindungi dan memberikan

4
keuntungan bagi lingkungan secara umum, termasuk di dalamnya tanah, iklim,
habitat, keragaman hayati, udara dan air.

3. Prinsip Keadilan
Pertanian organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin
keadilan terkait dengan lingkungan dan kesempatan hidup bersama. Keadilan
dicirikan dengan kesetaraan, saling menghormati, berkeadilan dan pengelolaan
dunia secara bersama, baik antar manusia dan dalam hubungannya dengan
makhluk hidup yang lain. Prinsip ini menekankan bahwa mereka yang terlibat
dalam pertanian organik harus membangun hubungan yang manusiawi untuk
memastikan adanya keadilan bagi semua pihak di segala tingkatan; seperti petani,
pekerja, pemroses, penyalur, pedagang dan konsumen. Pertanian organik harus
memberikan kualitas hidup yang baik bagi setiap orang yang terlibat,
menyumbang bagi kedaulatan pangan dan pengurangan kemiskinan. Pertanian
organik bertujuan untuk menghasilkan kecukupan dan ketersediaan pangan
maupun produk lainnya dengan kualitas yang baik.
Prinsip keadilan juga menekankan bahwa ternak harus dipelihara dalam
kondisi dan habitat yang sesuai dengan sifat-sifat fisik, alamiah dan terjamin
kesejahteraannya. Sumber daya alam dan lingkungan yang digunakan untuk
produksi dan konsumsi harus dikelola dengan cara yang adil secara sosial dan
ekologis, dan dipelihara untuk generasi mendatang. Keadilan memerlukan sistem
produksi, distribusi dan perdagangan yang terbuka, adil, dan mempertimbangkan
biaya sosial dan lingkungan yang sebenarnya.

4. Prinsip Perlindungan
Pertanian organik harus dikelola secara hati-hati dan bertanggung jawab
untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang
serta lingkungan hidup. Pertanian organik merupakan suatu sistem yang hidup dan
dinamis yang menjawab tuntutan dan kondisi yang bersifat internal maupun
eksternal. Para pelaku pertanian organik didorong meningkatkan efisiensi dan
produktifitas, tetapi tidak boleh membahayakan kesehatan dan kesejahteraannya.
Karenanya, teknologi baru dan metode-metode yang sudah ada perlu dikaji dan

5
ditinjau ulang. Maka, harus ada penanganan atas pemahaman ekosistem dan
pertanian yang tidak utuh. Prinsip ini menyatakan bahwa pencegahan dan
tanggung jawab merupakan hal mendasar dalam pengelolaan, pengembangan dan
pemilihan teknologi di pertanian organik1

Prinsip Dasar Pertanian Organik


Sistim pertanian ini memang sama sekali tidak menggunakan bahan kimia
anorganik kecuali beberapa bahan yang diizinkan untuk dipergunakan dalam
batasan tertentu. Penopang utama sistim pertanian ini adalah bahan alami yang
dapat berupa pupuk organik atau bahan lainnya yang berasal dari alam. Prinsip
dasar dalam model pertanian ini antara lain:
1. Lingkungan atau Lokasi
Dalam model pertanian ini, lokasi pertanian, perkebunan, atau lahan yang
dipergunakan untuk penanaman tanaman harus bebas dari kontaminasi bahan
kimia sintetik. Pemilihan lahan juga tidak diperbolehkan berdekatan dengan lahan
lain yang menggunakan bahan kimia. Hal ini dikarenakan tanah bisa tercemar dan
memerlukan waktu konversi yang cukup lama sekitar 2 tahun.
2. Varietas Tanaman
Pemilihan varietas tanaman yang akan dibudidayakan sebaiknya dipilih
tanaman yang dapat beradaptasi dengan baik dengan lingkungan baru. Penanaman
jenis varietas ini juga diharapkan bukan varietas yang dapat merusak lingkungan.
3. Pola Tanam
Dalam melakukan pola tanam pada model pertanian ini, haruslah
mengikuti pada prinsip-prinsip tentang konservasi air dan tanah. Pola tanam yang
diterapkan hendaknya memiliki wawasan lingkungan yang baik agar dapat
mewujudkan pertanian yang berkelanjutan.
4. Pemupukan
Pertanian sistim organik ini memang menggunakan pupuk yang bersifat
alami atau pupuk organik. Pupuk ini bisa berasal dari sisa daun atau tanaman yang

1
Soetriono.Pengantar Ilmu Pertanian. (Malang: Bayumedia,2006). h.7-10

6
telah mengalami proses pembusukan dan berubah menjadi pupuk. Bahan organik
yang biasanya digunakan untuk membuat pupuk antara lain:
a. Bahan tersebut berasal dari kebun atau dari luar kebun yang dibuat secara
organik.
b. Jenis bahan lainnya yaitu kotoran hewan ternak, jerami, mulsa lain, pupuk
hijau, urin ternak, sampah kota atau kompos, dan bahan organik lainnya
dengan catatan tidak tercemar oleh bahan kimia sintetik dan juga berbagai
macam zat beracun lainnya.
c. Pupuk buatan atau pupuk mineral dalam batasan tertentu.
d. Tidak boleh menggunakan pupuk jenis Urea, ZA, Sp36/TSP, dan juga
KCl.
e. Pupuk kimia yang masih diperbolehkan adalah K2SO4 atau kalium sulfat
yang penggunaannya maksimal sebanyak 40kg/ha.
f. Bahan lain yang boleh dipergunakan adalah dolomite, fosfat batuan, kapur,
dan juga kieserite.
g. Semua jenis zat untuk pengatur tumbuh tanaman tidak diperbolehkan
untuk digunakan.
h. Pengelolaan Terhadap Organisme Pengganggu
i. Penggunaan pestisida hayati masih diperbolehkan untuk menghalau hama
tanaman.
j. Semua pestisida buatan yang berasal dari bahan kimia tidak boleh
dipergunakan.2
Pertanian organik saat ini menjadi populer yang banyak diminati karena
telah membantu untuk hidup sehat dengan menyediakan bahan pangan yang sehat
dan aman. Anda dapat memperoleh informasi lebih lanjut dan lengkap tentang
jenis pertanian model ini di Tanimuda. Mungkin Anda juga berminat untuk
membuka lahan pertanian berbasis organik. di laman ini tersedia banyak info cara
pengelolaan pertanian ini.

2
Sutanto, R. Pertanian Organik. (Yogyakarta: Gramedia,2006).h. 15

7
B. Kualitas Ekosistem Tanah
1. Definisi Kualitas Tanah
Kualitas tanah merupakan kapasitas dari suatu tanah dalam suatu lahan
untuk menyediakan fungsi-fungsi yang dibutuhkan manusia atau ekosistem alami
dalam waktu yang lama. Fungsi tersebut merupakan kemampuannya untuk
mempertahankan pertumbuhan dan produktivitas tumbuhan serta hewan,
mempertahankan kualitas udara dan air atau mempertahankan kualitas
lingkungan. Tanah berkualitas membantu hutan untuk tetap sehat dan
menumbuhkan tanaman yang baik.
Kualitas tanah memadukan unsur fisik, kimia serta biologi tanah dan
interaksinya. Agar tanah dapat berfungsi efektif, ketiga komponen tersebut harus
disertakan. Hasil akhir dari proses-proses degradasi dan konservasi yang
berlangsung pada suatu tanah akan berpengaruh terhadap kualitas tanah. Oleh
karena itu, kualitas tanah tidak hanya mencakup produktivitas dan perlindungan
lingkungan, tetapi juga keamanan pangan serta kesehatan manusia dan hewan.

2. Faktor-Faktor Penentu Kualitas Tanah


Tanaman memberikan masukan bahan organik melalui daun, cabang dan
rantingnya yang gugur yang selanjutnya berperan penting dalam perbaikan
kualitas tanah baik sifat kimia, fisika maupun biologi tanah. Seresah yang jatuh di
permukaan tanah dapat melindungi permukaan tanah dari pukulan air hujan dan
mengurangi penguapan, mampu mengikat air dalam jumlah besar sehingga dapat
mengurangi jumlah air yang hilang.
Dari segi kimia, seresah berperan dalam menambah unsur hara dan
meningkatkan kapasitas tukar kation. Meningkatnya KTK ini dapat mengurangi
kehilangan unsur hara yang ditambahkan melalui pemupukan sehingga dapat
meningkatkan efisiensi pemupukan. Dari segi biologi, seresah dapat memberikan
manfaat biologi melalui penyediaan energi bagi berlangsungnya aktivitas
organisme sehingga meningkatkan kegiatan mikro maupun makro di dalam tanah.
Menurut Gonggo, B.M et al. (2005) penurunan kemantapan struktur dan
kadar bahan organik tanah dapat menimbulkan perubahan sifat-sifat tanah lain
seperti menurunnya porositas tanah, permeabilitas tanah, dan biologi tanah.

8
Perubahan ini merupakan masalah yang disebabkan oleh perubahan tata guna
tanah, jika dibiarkan dapat menyebabkan penurunan kualitas tanah. Pohon
memberikan pengaruh terbaik terhadap perbaikan kualitas tanah karena dapat
menghasilkan seresah yang cukup tinggi, yang mampu meningkatkan kandungan
bahan organik tanah.
Tebalnya lapisan seresah juga memberikan manfaat biologi melalui
penyediaan energi bagi berlangsungnya aktivitas organisme dalam merombak
perakaran pohon yang mati, sehingga meningkatkan kegiatan organisme mikro
maupun makro di dalam tanah. Sangat disadari akan kompleksnya berbagai proses
dan faktor yang mengendalikan kualitas tanah, sehingga sangat sulit untuk
menyatukan berbagai interaksi antara faktor-faktor tersebut menjadi suatu
indikator. Kandungan bahan organik tanah merupakan salah satu faktor penentu
kualitas tanah untuk tanah mineral. Semakin tinggi kandungan bahan organik
tanah maka kualitas tanah mineral semakin baik.3

3. Upaya Untuk Memelihara Kualitas Tanah


Dalam upaya konversi lahan alang-alang menjadi lahan pertanian yang
produktif dan bersifat lestari, maka perlu dilakukan perbaikan sifat-sifat tanah
terutama pengelolaan bahan organik tanah dengan mengatur pola tanam yang
sesuai dengan kondisi daerah setempat. Sistem pertanian konservasi bertujuan
agar produktivitas tanah dapat ditingkatkan dan dipertahankan. Pengolahan tanah
tanpa didukung dengan tindakan konservasi tanah dapat menyebabkan
menurunnya produktivitas tanah secara cepat. Pemanfaatan lahan alang-alang
untuk pertanian dengan memperbaiki produktivitasnya jauh lebih baik
dibandingkan membuka hutan, karena pembukaan hutan akan memberikan
dampak negatif terhadap kualitas lingkungan dan tanah.
Adanya proses degradasi lahan akan menurunkan kondisi dari kualitas
tanah di suatu wilayah. Kualitas tanah merupakan hasil akhir dari proses-proses
degradasi dan praktek konservasi yang berlangsung pada suatu tanah. Oleh karena
itu, upaya yang dapat dilakukan dalam memelihara kualitas tanah dapat melalui
pengolahan tanah konservasi, pergiliran tanaman, peningkatan pengatusan,
3
A.K. Hanafiah, Dasar-dasar Ilmu Tanah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h.
3-6.

9
pengelolaan residu bahan organik dengan cara pemupukan (baik organik maupun
anorganik), perbaikan sistem sesuai dengan jenis tanah, iklim dan kultivar, dapat
juga dilakukan dengan pengawetan air, terasering, pertanian kontur, peningkatan
daur hara.
Upaya untuk memelihara kualitas tanah dapat dilakukan dengan penerapan
beberapa sistem pola tanam. Hal itu dapat dikembangkan pada lahan kering yang
sekaligus merupakan tindakan konservasi vegetatif yaitu dengan cara :
1) Pertanaman campuran, adalah penanaman lebih dari satu macam tanaman
semusim pada lahan dan waktu yang sama dengan pola tidak teratur.
2) Pertanaman berurutan, adalah sistem penanaman dengan dua tanaman atau
lebih secara berurutan/bergilir.
3) Pertanaman tumpang sari, adalah sistem pertanaman lebih dari satu macam
tanaman pada lahan yang sama secara simultan,dengan umur tanaman
relatif sama, diatur dalam barisan secara berselang selang.
4) Pertanaman tumpang gilir, adalah penanaman lebih dari satu macam
tanaman pada lahan yang sama secara bergilir.
5) Pertanaman berlajur, adalah penanaman dua jenis tanaman atau lebih
dalam strip-strip secara berselang-seling antara tanaman pokok dan
tanaman penutup tanah.
6) Penanaman bertingkat, adalah sistem penanaman kombinasi antara pohon
dan tanaman lain yang lebih pendek habitusnya. Penanaman berbagai
tanaman pohon yang berbeda tinggi tajuknya diatur dengan arah barisan
timur-barat dan tanaman pangan atau pakan diantaranya.

4. Sistem Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya terhadap Kualitas


Tanah
Keberhasilan usaha pertanian dengan menggunakan sistem wanatani
sangat tergantung pada tingkat pemahaman interaksi antara pohon-tanah-tanaman
semusim berdasarkan pengamatan, pengalaman, maupun penelitian di lapangan.
Pada dasarnya pengelolaan wanatani terletak pada usaha menekan pengaruh yang
merugikan dan mengoptimalkan pengaruh yang menguntungkan dengan mengatur

10
penampilan fisik dan morfologi pohon, sehingga dapat berpengaruh terhadap
kondisi tanah pada suatu lahan.
Dalam sistem wanatani kombinasi pola tanam akan menimbulkan berbagai
bentuk dari interaksi antar tanaman baik berupa interaksi positif maupun negatif.
Adapun bentuk interaksi positif tersebut salah satunya adalah adanya seresah
dalam tanah yang dihasilkan oleh beberapa tanaman yang berasal dari daun
tanaman yang gugur. Seresah tersebut berguna sebagai penutup tanah dimana
akan mempengaruhi pada peningkatan penyediaan N dari hasil mineralisasi
seresah tanaman.
Pekarangan merupakan suatu bentuk wanatani sederhana yang banyak
terdapat di Pulau Jawa. Pada bentuk ini kombinasi permanen dari tanaman pangan
dan tanaman kehutanan ditanam secara campuran sehingga terdapat suatu struktur
tajuk seperti hutan. Hal yang menarik dari cara ini adalah peranan ekonomis dan
ekologis dari bentuk tersebut dapat menghasilkan pangan, pakan ternak, kayu
bakar dan kayu bangunan, pupuk hijau dan pada waktu yang bersamaan
pekarangan dapat menstabilkan dan mempertahankan kesuburan tanahnya.
Lahan tegalan adalah hamparan lahan yang tidak pernah tergenang atau
digenangi air selama periode sebagian besar waktu dalam setahun. Teknik
pertaniannya tidak memiliki fasilitas irigasi. Tipologi lahan ini dapat dijumpai
dari dataran rendah (0-700 m dpl) hingga dataran tinggi (> 700m dpl).
Pengelolaan tegalan pada umumnya jarang menggunakan tenaga yang intensif dan
jarang ada yang menggunakan tenaga hewan. Tanaman yang diusahakan terutama
tanaman yang tahan terhadap kekeringan dan termasuk dalam tanaman semusim.
Sistem penggunaan lahan dengan pola pohon monokultur maupun pohon
campuran akan menimbulkan berbagai interaksi antar tanaman, yang dalam
jangka pendek ditekankan pada pengaruh terhadap produksi tanaman semusim.
Interaksi positif dari guguran seresah berbagai tanaman ke tanah berguna sebagai
penutup permukaan tanah, sehingga dapat meningkatkan laju infiltrasi tanah serta
dapat meningkatkan penyediaan unsur hara lain yang berguna untuk tanaman
semusim.
Tingkat penyediaan unsur hara dari hasil mineralisasi seresah sangat
dipengaruhi oleh kualitasnya. Kualitas seresah tergolong tinggi apabila

11
mempunyai konsentrasi N tinggi, konsentrasi lignin dan polifenol rendah (Hairiah
et al., 2008). Proses dekomposisi seresah dipengaruhi oleh pengelolaan seresah,
suhu, kelembaban, aerasi, pH serta kandungan N tanah.4

5. Pengelolaan Kualitas Tanah


Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk dapat mengelola kualitas
tanah, yaitu:
a. Penambahan bahan organik, umumnya berhubungan dengan berbagai
macam aspek kualitas tanah. Bahan organik dan organisme dekomposer
dapat meningkatkan kapasitas memegang air, ketersediaan hara dan
membantu mencegah peningkatan erosi.
b. Menghindari pengolahan tanah yang berlebihan. Pengolahan tanah
memiliki efek yang positif tetapi ini juga meningkatkan degradasi bahan
organik, merusak struktur tanah dan menyebabkan pemadatan.
c. Pemberian pupuk secara aman dan penggunaan pestisida, dalam
penambahan pupuk dan pestisida dapat membahayakan organisme lain dan
mencemari air dan udara jika tidak diolah. Kompos dan bahan organik
lainnya juga dapat menjadi polutan bila salah diaplikasikan atau aplikasi
berlebih. Pada sisi positifnya pupuk dapat meningkatkan pertumbuhan
tanaman danjumlah bahan organik yang dikembalikan dalam tanah.
d. Meningkatkan kapasitas penutupan tanah. Bahan penutup tanah tanah
terhadap erosi angin, air dan juga pengeringan serta penjenuhan. Bahan
penutup tanah melindungi tanah, menyediakan habitat yang lebih luas
untuk organisme tanah seperti serangga dan cacing, dan juga dapat
meningkatkan ketersediaan air. Bahan penutup tanah dan residu yang
terdapat pada permukaan tanah meningkatkan jangka waktu penutupan
permukaan tanah setiap tahunnya.
e. Meningkatkan diversitas tanaman. Keanekaragaman menguntungkan
untuk beberapa alasan. Setiap tanaman memberikan masukan khusus
terhadap struktur akar dan jenis residu ke dalam tanah. Keanekaragaman
mikroorganisme tanah membantu dalam kontrol populasi hama, dan

4
Purwanto, Biologi Tanah (Yogyakarta: Indonesia Cerdas, 2009), h. 32-34.

12
keanekaragaman tersebut dapat mengurangi tekanan penyakit.
Keanekaragaman menurut bentang lahan dan waktu dapat ditingkatkan
dengan menggunakan larik penyangga lahan yang kecil dan penanaman
menurut kontur, rotasi tanaman dan melalui praktek pengolahan yang
bervariasi.5

C. Dampak Pertanian Intensif Terhadap Produktifitas Tanah


Tanah (soil) adalah suatu wujud alam yang terbentuk dari suatu campuran
hasil pelapukan batuan, bahan organik, bahan anorganik, air, dan udara yang
menempati bagian paling atas dari litosfer. Ilmu yang mempelajari tanah disebut
Pedologi, sedangkan ilmu yang secara khusus mempelajari mengenai proses
pembentukan tanah disebut Pedogenesa.
Pada tahun 1860, E.W. Hilgardl memberikan pengertian terhadap
hubungan antara iklim, tanaman, batuan induk, dan tanah yang terbentuk. Lebih
jauh dikatakan bahwa tanah bukan hanya sekedar media pertumuhan tanaman,
melainkan merupakan tubuh alam yang bersifat dinamis yang harus selalu
dipelajari dan dibuat klasifikasinya.6
Konsep tanah yang dilatarbelakangi oleh konsep geologi. Tanah
merupakan lapisan atas kerak bumi yang melapuk; dalam hal ini tidak ada
pengertian tanah sebagai alat produksi atau kegunaan lainnya. Konsep lain yang
memberikan batasan lebih maju bahwa tanah merupakan kombinasi sifat fisik,
kimia, dan biologi. Tanah adalah bangunan alami yang tersusun atas horizon-
horizon yang terdiri atas bahan mineral dan organik, bersifat galir (tidak padu),
dan mempunyai tebal yang tidak sama. Berbeda sama seklai dengan bahan induk
yang ada di bawahnya dalam hal: morfologi, sifat, susunan, fisik, bahan kimiawi,
dan laksana-laksana biologi. Dari Wikipedia bahasa Indonesia, tanah (bahasa
Yunani: pedon; bahasa Latin: solum) adalah bagian kerak bumi yang tersusun dari
mineral dan bahan organik. Tanah sangat vital peranannya bagi semua kehidupan
di bumi karena tanah mendukung kehidupan tumbuhan dengan menyediakan hara
dan air sekaligus sebagai penopang akar. Struktur tanah yang berongga-rongga

5
T.Notohadiprawiro, Tanah dan Lingkungan (Yogyakarta: Pusat Studi Sumber Daya
Lahan UGM, 2000), h. 20-21.
6
Hartono. Geografi: Jelajah Bumi dan Alam Semesta. (Bandung: Citra Praya, 2007).

13
juga menjadi tempat yang baik bagi akar untuk bernapas dan tumbuh. Tanah juga
menjadi habitat hidup bebagai mikroorganisme. Bagi sebagian besar hewan darat,
tanah menjadi lahan untuk hidup dan bergerak.7
Beberapa definisi diatas masing-masing mempunyai kelemahan. Definisi
yang baik untuk suatu benda alam seperti tanah harus terlepas dari kemungkinan
kegunaan, harus bersifat murni sebagai adanya di alam, dan harus berlaku umum.
Tanah dikatakan sebagai media untuk tumbuhnya tanaman. Mengapa?
Sebagai media tanam, tanah menyediakan faktor-faktor utama untuk pertumbuhan
tanaman, yaitu unsur hara, air, dan udara dengan fungsinya sebagai media
tunjangan mekanik akar dan suhu tanah. Semua faktor tersebut harus seimbang
agar pertumbuhan tanaman baik dan berkelanjutan.
Ada beberapa faktor yang memengaruhi ketersediaan hara di dalam tanah
untuk dapat diserap tanaman antara lain adalah total pasokan hara, kelembaban
tanah dan aerasi, suhu tanah dan sifat fisik maupun kimia tanah. Perbaikan kondisi
tanah tersebut dapat dilakukan dengan cara pemberian pupuk, baik itu pupuk
organik maupun anorganik. Pemberian pupuk organik (pupuk kandang, kompos
dan arang) dapat memperbaiki struktur tanah, mempertahankan kadar bahan
organik, dan sebagai sumber zat makanan bagi tanaman. Pemberian pupuk
anorganik (urea) dapat merangsang pertumbuhan secara keseluruhan, khususnya
cabang, batang, daun dan berperan penting dalam pembentukan hijau daun.
Selain itu, tanah juga memiliki pH (derajat keasaman). Faktor ketersediaan
air berpengaruh terhadap tingkat keasaman tanah. Kisaran pH tanah untuk daerah
basah adalah 5-7 dan kisaran untuk daerah kering adalah 7-9. Hal ini berpengaruh
terhadap pemilihan jenis tanaman. Untuk daerah basah (pH 5-7) pilihlah tanaman
yang dapat tumbuh subur di kisaran pH seperti itu. Begitu juga halnya dengan pH
yang lainnya.
Hal yang juga penting adalah tanah memiliki kandungan udara.
Keberadaan udara pada tanah akan memengaruhi kerapatan dan kepadatan
struktur tanah. Perkembangan akar yang sehat serta proses pernapasan oleh akar
menjadi tolak ukur baik atau tidaknya aerasi udara pada struktur tanah tertentu.

7
Osman, K.T. Soils: Principles, Propertiesand Management. Springer Dordrecht
Heidelberg (New York London, 2013).

14
Sifat morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan
dipelajari di lapangan. Sebagian dari sifat-sifat morfologi tanah merupakan sifat-
sifat fisik dari tanah tersebut. Sifat-sifat morfologi tanah terdiri dari warna tanah,
tekstur tanah, struktur tanah, dan konsistensi tanah serta sifat-sifat lain.8
Warna tanah. Warna merupakan petunjuk untuk beberapa sifat tanah,
karena warna tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terdapat dalam tanah
tersebut. Penyebab perbedaan warna umumnya disebabkan oleh perbedaan
kandungan bahan organik. Semakin tinggi kandungan bahan organik, warna tanah
akan semakin gelap.
Dalam buku MunsellSoilColorChart, terdapat warna-warna baku yang
disusun oleh 3 (tiga) variable yaitu hue, value dan chroma. Hue adalah warna
spektrum yang dominan sesuai dengan panjang gelombang. Value menunjukkan
gelap terangnya warna sesuai dengan banyaknya sinar yang dipantulkan. Chroma
menunjukkan kemurnian atau kekuatan dari warna spectrum (hue).
Tekstur tanah. Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah dari fraksi
tanah halus (fineearthfraction). Partikel-partikel tanah primer mempunyai bentuk
dan ukuran yang berbeda-beda. Ada yang berdiameter besar dan ada pula yang
sedemikian halusnya seperti koloid.
Tanah dikelompokkan dalam beberapa kelas tekstur seperti dibawah ini.
1. Kasar : pasir, pasir berlempung
2. Agak kasar : lempung berpasir, lempung berpasir halu
3. Sedang : lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu, debu
4. Agak halus : lempung liat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu
5. Halus : liat berpasir, liat berdebu, liat

Struktur tanah. Struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butir-butir


tanah. Gumpalan terjadi karena butir-butir pasir, debu, dan liat terikat satu sama
lain oleh suatu perekat seperti bahan organik, oksida-oksida besi dan lain-lain.
Gumpalan-gumpalan ini mempunyai bentuk, ukuran dan kemantapan (ketahanan)
yang berbeda-beda. Butir-butir tersebut dibatasi oleh bidang-bidang yang disebut
agregat. Berdasarkan bentuknya, struktur tanah dibedakan menjadi:

8
Sutanto, Rachman. Dasar-Dasar Ilmu Tanah: Konsep dan Kenyataan. (Yogyakarta:
Kanisius, 2005)

15
1. Lempeng (platy) yaitu sumbu vertikal lebih pendek dari sumbu horizontal.
Membentuk lapisan-lapisan halus. Ditemukan pada horizon E atau pada
lapisan padas liat.
2. Prisma yaitu sumbu vertikal lebih panjang dari sumbu horizontal dan
bagian atasnya rata dan tidak membulat. Ditemukan di horizon B tanah
daerah iklim kering.
3. Tiang (columnar) yaitu sumbu vertikal lebih panjang dari sumbu
horizontal dan bagian atasnya membulat. Ditemukan di horizon B tanah
daerah iklim kering.
4. Gumpal bersudut (angularblocky) yaitu berstruktur seperti kubus dengan
sudut-sudut tajam. Sumbu vertikal sama dengan sumbu horizontal.
Ditemukan di horizon B tanah daerah iklim basah.
5. Gumpal membulat (subangularblocky) yaitu berstruktur seperti kubus
dengan sudut-sudut membulat. Sumbu vertikal sama dengan sumbu
horizontal. Ditemukan di horizon B tanah daerah iklim basah.
6. Granuler (granular) berstruktur membulat atau banyak sisi. Masing-maisng
butir struktur (ped) tidak porous. Ditemukan di horizon A.
7. Remah (crumb) yaitu berstruktur membulat atau banyak sisi sangat
porous. Masing-masing butir struktur (ped) bersifat porous. Ditemukan di
horizon A.

Tanah dengan struktur baik (granuler dan remah) mempunyai tata udara
yang baik. Unsur-unsur udara yang baik, unsur-unsur hara lebih mudah tersedia
dan mudah diolah. Struktur tanah yang baik adalah yang bentuknya membulat
sehingga tidak dapat saling bersinggungan dengan rapat. Akibatnya pori-pori
tanah banyak terbentuk. Disamping itu struktur tanah harus tidak mudah rusak
(mantap) sehingga pori-pori tanah tidak cepat tertutup bila terjadi hujan.
Konsistensi tanah. Konsistensi tanah adalah kekuatan daya kohesi butir-
butir tanah atau daya adhesi butir-butir tanah dengan benda lain. Hal ini
ditunjukkan oleh daya tahan tanah terhadap gaya yang akan mengubah bentuk.
Tanah yang mempunyai konsistensi baik umumnya mudah diolah dan tidak
melekat pada alat pengolah tanah. oleh karena tanah dapat ditemukan dalam

16
keadaan lembab, basah atau kering maka konsistensi tanah disesuaikan dengan
keadaan tanah tersebut.
Tanah basah memiliki kandungan air diatas kapasitas lapang. Tanah basah
dibedakan menjadi 2 yaitu kelekatan (menunjukkan kekuatan adhesi tanah dengan
benda lain) dan plastisitas (menunjukkan kemampuan tanah membentuk
gulungan). Tanah lembab dibedakan ke dalam konsistensi gembur (mudah diolah)
sampai teguh (agak sulit dicangkul). Tanah kering dibedakan ke dalam konsistensi
lunak sampai keras.
Degradasi tanah semakin cepat akibat alih guna lahan dan pertanian
intensif. Indikator di lapangan yang bisa diidentifikasi apa saja? Mekanisme di
lapangan kejadiannya bagaimana? Jelaskan!
Dalam praktek budidaya pertanian sering akan menimbulkan dampak pada
degradasi lahan. Dua faktor penting dalam usaha pertanian yang potensial
menimbulkan dampak pada sumberdaya lahan, yaitu tanaman dan manusia (sosio
kultural) yang menjalankan pertanian.
Identifikasi indikator di lapangan adalah faktor manusialah yang
berpotensi berdampak positif atau negatif pada lahan, tergantung cara
menjalankan pertaniannya. Apabila dalam menjalankan pertaniannya benar maka
akan berdampak positif, namun apabila cara menjalankan pertaniannya salah,
maka akan berdampak negatif. Kegiatan menjalankan pertanian atau cara
budidaya pertanian yang menimbulkan dampak antara lain meliputi kegiatan
pengolahan tanah, penggunaan sarana produksi yang tidak ramah lingkungan
(pupuk dan insektisida) serta sistem budidaya termasuk pola tanam yang mereka
gunakan.
Mekanisme degradasi lahan yang terjadi saat ini antara lain penggunaan
lahan diatas daya dukung lahan tanpa diimbangi dengan upaya konservasi dan
perbaikan kondisi lahan. Misalnya, lahan didaerah hulu dengan lereng curam yang
hanya sesuai untuk hutan, apabila mengalami alih fungsi menjadi lahan pertanian
tanaman semusim akan rentan terhadap bencana erosi dan atau tanah longsor.

17
Erosi tanah oleh air di Indonesia (daerah tropis) merupakan bentuk degradasi
lahan yang sangat dominan.9
Konversi lahan pertanian yang semakin meningkat akhir-akhir ini
merupakan salah satu ancaman terhadap keberlanjutan pertanian. Salah satu
pemicu alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan lain adalah rendahnya isentif
bagi petani dalam berusaha tani dan tingkat keuntungan berusaha tani relatif
rendah. Selain itu, usaha pertanian dihadapkan pada berbagai masalah yang sulit
diprediksi dan mahalnya biaya pengendalian seperti cuaca, hama dan penyakit,
tidak tersedianya sarana produksi dan pemasaran. Alih fungsilahan banyak terjadi
justru pada lahan pertanian yang mempunyai produktivitas tinggi menjadi lahan
non-pertanian. Dilaporkan dalam periode tahun 1981-1999, sekitar 30% (sekitar
satu juta ha) lahan sawah di pulau Jawa, dan sekitar 17% (0,6 juta ha) di luar
pulau Jawa telah menyusut dan beralih ke non-pertanian, terutama ke areal
industri dan perumahan.10
Tanah pertanian yang di usahakan secara terus-menerus cenderung
produktivitasnya rendah. Jelaskan!
Hasil gambar untuk penyemprotan sawah
Faktor penyebab menurunnya produktivitas tanah pertanian akibat
pertanian intensif atau pertanian yang diusahakan terus-menerus yaitu
menurunnya kesuburan tanah. Uraiannya sebagai berikut.
Pola tanam yang diterapkan para petani salah dengan adanya satu jenis
komoditas yang ditanam setiap musimnya tanpa adanya pergiliran tanaman,
sehingga unsur hara yang ada di tanah diambil secara terus menerus sesuai dengan
kebutuhannya. Selanjutnya, penggunaan pupuk kimia yang diterapkan selama
revolusi hijau menjadikan kerusakan tanah karena residu yang disebabkan bahan
kimia. Tanah yang terkena bahan kimia terus-menerus akan mengalami degradasi
kesuburan dan mengalami ketergantungan akan bahan kimia. Kemudian,
terjadinya leaching atau pencucian akan mengakibatkan kehilangan unsur hara
karena terbawa oleh air turun ke tanah yang paling bawah sehingga sulit diambil

9
Sitorus, Santun R.P, Mila Mulyani, dan Dyah Retno Panuju. 2011. Konversi Lahan
Pertanian dan Keterkaitan dengan Kelas Kemampuan Lahan serta Hirarki Wilayah di Kabuoaten
Bandung Barat. Dalam Jurnal Tanah dan Lingkungan (online),vol 13 (2), 49-57 halaman.
10
Salikin, K.A. Sistem Pertanian Berkelanjutan. (Yogyakarta: Kanisius, 2003).

18
akar bahkan tidak dapat diambil akar tanaman. Selanjutnya, penurunan kesuburan
tanah yang mengakibatkan produktivitas lahan pertanian menurun adalah adanya
daerah pertambangan yang merusak ekosistem dan meninggalkan logam berat
yang merusak tanah.11
Intensifnya pertanian dan penanaman tanaman semusim tanpa diimbangi
dengan perhatian terhadap lingkungan dapat menyebabkan pemasukan bahan
organik rendah seperti msalnya adanya seresah. Kemudian, penggunaan pestisida
kimia untuk membunuh hama dan penyakit akan memengaruhi kesuburan tanah
yang juga karena residu yang ditimbulkan. Saat pengaplikasian pestisida pasti
mengenai tanah.

11
Dewi, I.A.L dan Sarjana, I.M. Faktor-Faktor Pendorong Alih Fungsi Lahan Sawah
menjadi Lahan Non-Pertanian (Kasus: Subak Kerdung, Kecamatan Denpasar Selatan).(Bali:
Universitas Udayana, 2015).

19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Prinsip dasar pertanian organik yaitu: 1) Prinsip Kesehatan, 2) Prinsip
Ekologi, 3) Prinsip Keadilan, 4) Prinsip Keadilan. Kualitas tanah merupakan
kapasitas dari suatu tanah dalam suatu lahan untuk menyediakan fungsi-fungsi
yang dibutuhkan manusia atau ekosistem alami dalam waktu yang lama. Fungsi
tersebut merupakan kemampuannya untuk mempertahankan pertumbuhan dan
produktivitas tumbuhan serta hewan, mempertahankan kualitas udara dan air atau
mempertahankan kualitas lingkungan. Tanah berkualitas membantu hutan untuk
tetap sehat dan menumbuhkan tanaman yang baik. Tanah (soil) adalah suatu
wujud alam yang terbentuk dari suatu campuran hasil pelapukan batuan, bahan
organik, bahan anorganik, air, dan udara yang menempati bagian paling atas dari
litosfer.

B. Saran
Penyusunan malakah ini masih perlu dilengkapi, didalamnya masih
banyak terdapat kekurangan. Kepada dosen mata kuliah bersangkutan serta semua
pihak yang membaca makalah ini agar memberi masukan sehingga makalah ini
dapat lebih bermanfaat serta mudah di mengerti.

20
Daftar Pustaka

Dewi, I.A.L dan Sarjana, I.M. 2015. Faktor-Faktor Pendorong Alih Fungsi Lahan
Sawah menjadi Lahan Non-Pertanian (Kasus: Subak Kerdung, Kecamatan
Denpasar Selatan). Bali: Universitas Udayana
Hartono. 2007. Geografi: Jelajah Bumi dan Alam Semesta. Bandung: Citra Praya
Osman, K.T. 2013. Soils: Principles, PropertiesandManagement.
SpringerDordrechtHeidelberg New York London
Salikin, K.A. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Yogyakarta: Kanisius
Sitorus, Santun R.P, Mila Mulyani, dan Dyah Retno Panuju. 2011. Konversi
Lahan Pertanian dan Keterkaitan dengan Kelas Kemampuan Lahan serta
Hirarki Wilayah di Kabuoaten Bandung Barat. Dalam Jurnal Tanah dan
Lingkungan (online), vol 13 (2), 49-57 halaman.
Sutanto, Rachman. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah: Konsep dan Kenyataan.
Yogyakarta: Kanisius
Sutanto, R. 2006. Pertanian Organik. Yogyakarta: Gramedia
Soetriono, dkk. 2006. Pengantar Ilmu Pertanian. Malang: Bayumedia
Hanafiah, A.K. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Notohadiprawiro, T. 2000. Tanah dan Lingkungan. Yogyakarta: Pusat Studi
Sumber Daya Lahan UGM.
Purwanto. 2009. Biologi Tanah. Yogyakarta: Indonesia Cerdas.

21

Anda mungkin juga menyukai