Anda di halaman 1dari 12

DIGITAL MARKETING

Tugas Essay
“Kisah Sukses Transformasi Pemasaran Digital

Disusun Oleh:

Nama : Nyoman Mutiara Pradnyani


NIM : 2007521227
No. Absen : 21
Kelas : Digital Marketing F3

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2021
Apa itu Tranformasi Digital
Teknologi memberikan efek kombinatorial yang mempercepat kemajuan diberbagai aspek
baik dibidang bisnis maupun kehidupan bermasyarakat secara eksponensial. Ini adalah konteks
dimana inovasi digital kini mengganggu bisnis dan model operasi, dan membuat beberapa dampak
yang signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Era digital merupakan revolusi yang
sedang terjadi di dunia. Revolisi digital ini didorong oleh 4 (empat) teknologi yang telah
dissebutkan di atas semakin berkembang beberapa tahun ini yang terus memberikan dampak yang
signifikan di dalam ekonomi global1. Menurut McKinsey (2016) revolusi digital juga sedang
terjadi di Indonesia, walaupun ditemukan di Indonesia sedikit agak lambat dalam mengadopsi
potensi digital jika dibandingkan dengan negara lain.
Digitalisasi merupakan salah satu kunci penting dalam peningkatan produktifitas, yaitu
dengan membangun teknologi digital seperti remote sensors, intelligent machine, big data, dan
real time comunication yang meningkatkan efisiensi proses, kualitas produk dan layanan, dan
optimalisasi alokasi sumber daya, sehingga mampu mengurangi waktu proses menjadi lebih cepat,
operasional yang lebih ramping, dan kepuasan pelanggan yang lebih baik.
Transformasi digital adalah perubahan organisasi yang melibatkan orang, proses, strategi,
struktur, melalui penggunaan teknologi dan model bisnis untuk meningkatkan kinerja.
Transformasi digital akan melakukan banyak sekali inovasi yang mengubah perusahaan menjadi
lebih efektif dan efisien di dalam menjalankan bisnis. Transformasi digital juga didefinisikan
sebagai penggunaan teknologi yang secara radikal meningkatkan kinerja atau pencapaian tujuan
perusahaan, transformasi digital membawa serta banyak tantangan bahwa organisasi harus
mempertimbangkan lebih hati-hati dari sebelumnya.
Hampir setiap keputusan strategis yang pilih oleh kebanyakan organisasi sangat
bergantung pada teknologi untuk berhasil, pemahaman dan komunikasi persyaratan teknis,
menjadi sangat penting bagi pengambil keputusan bisnis untuk membuat keputusan terbaik.
Namun, berdasarkan penelitian terdahulu, para pengambil keputusan seringkali kurang memahami
gambaran besarnya sehingga dalam membuat perencanaan strategi dan pengembangan bisnisnya
sering mengalami kesulitan. Adapun Manfaat dari transformasi digital diantaranya adalah :
a) Nilai proposisi
Menggunakan teknologi digital untuk mendefinisikan ulang penawaran
b) Nilai jaringan
Menggunakan teknologi digital untuk mendefinisikan kembali hubungan dengan mitra
rantai nilai (disintermediasi, remediasi, mediasi berbasis jaringan)
c) Saluran digital
Menggunakan teknologi digital untuk mendefinisikan kembali cara berinteraksi dengan
pelanggan (untuk mengirimkan informasi atau produk), mis. membuat saluran baru untuk
menghadapi pelanggan, menjangkau pelanggan potensial menggunakan mesin
pembelajaran
d) Kelincahan
Menggunakan teknologi digital untuk beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan
lingkungan (menjadi gesit), mis. mendeteksi peluang untuk berinovasi dan menangkapnya
dengan cepat dan secara mengejutkan, memberikan wawasan tentang peluang pasar yang
belum dimanfaatkan

Faktor Pendorong Transformasi Digital


Faktor pendorong transformasi digital yang utama saat ini adalah pandemi covid-19.
Karena untuk memutus rantai penyebaran covid-19, semua orang diminta tidak bertemu secara
fisik tetapi melalui media digital baik itu untuk bekerja ataupun belajar. Sehingga pada masa- masa
pandemi, istilah bekerja dan belajar dari rumah menjadi sesuatu yang umum. Terdapat 4 faktor
pendorong terjadinya transformasi digitial. Faktor-faktor tersebut yaitu:
a) perubahan regulasi
b) perubahan lanskap persaingan
c) pergeseran/perubahan ke bentuk digital dari industry
d) perubahan perilaku dan harapan konsumen
Kondisi saat ini bila dinilai dari faktor pendorong terjadinya transformasi digital, dapat
dikatergorikan dalam kategori faktor pertama, perubahan regulasi. Munculnya pandemi covid-19
menyebabkan pemerintah mengeluarkan regulasi baru bahwa selama masa pandemi semua
dikerjakan melalui media digital / dalam jaringan sehingga mau tidak mau semua harus mengikuti
regulasi tersebut.

Tujuan Melakukan Transformasi Digital


Bila faktor-faktor pendorong transformasi digital sudah dialami oleh organisasi, tetapi
organisasi tersebut tidak menyelaraskan antara apa yang terjadi dengan cita-cita organisasi, maka
transformasi digitial akan menjadi sesuatu kegiatan yang sia-sia. Tujuan utama melakukan
transformasi digital oleh organisasi adalah berelasi dengan kesiapan digital dari organisasi
tersebut. Artinya, organisasi yang ingin memastikan bahwa dirinya siap memasuki dunia digital
dan siap untuk berubah bila sewaktu-waktu dibutuhkan. Beberapa hal yang dapat dilihat sebagai
bukti kesiapan digital dari organisasi adalah menghasilkan inovasi produk yang lebih baik,
mengeksplorasi dan mengembangkan model bisnis baru yang bersifat disruptif agar tetap dapat
bersaing dan menghasilkan keuntungan. Hal lain yang menjadi tujuan melakukan transformasi
digital adalah meningkatkan saluran distribusi ataupun bisnis yang dimiliki menjadi lebih digital,
mendekatkan diri ke konsumen melalui saluran digital sehingga dapat lebih memahami keinginan
mereka. Tidak kalah pentingnya adalah mengirimkan servis atau produk secara digital agar
kepuasan konsumen meningkat dan memicu mereka untuk menggunakan kembali produk/servis
yang dihasilkan.

Dampak Transformasi Digital


Dampak dari transformasi digital merupakan hal yang harus diketahui oleh manajer atau pimpinan
organisasi. Berikut ini merupakan dampak yang dapat dilihat bila transformasi digital terjadi.
1. Teleworking
Istilah bekerja jarak jauh (teleworking atau remote working) merupakan istilah yang
populer di masa pandemi. Bekerja jarak jauh dapat diartikan sebagai bekerja di luar kantor
atau tempat kerja. Pegawai dapat menyelesaikan tugas-tugasnya dari jarak jauh (rumah,
cafe, dll). Dalam bekerja jarak jauh, komunikasi yang dilakukan oleh pegawai dapat
melalui saluran telekomunikasi biasa atau saluran telekomunikasi berbasis komputer.
Bekerja jarak jauh, merupakan hal lama yang sudah diteliti dampak positif dan negatif nya.
Begitu juga jenis-jenis pekerjaan yang dapat dikerjakan secara jarak jauh menjadi lebih
efektif atau tidak.
2. Substitusi pegawai
Pegawai dari organisasi dapat disubstitusi atau digantikan karena penerapan transformasi
digital. Contoh sederhana adalah buruh pabrik. Bila pabrik dimana buruh tersebut bekerja
mulai menerapkan otomasi terhadap kegiatan produksi dari awal sampai akhir, maka buruh
tersebut rawan untuk dikeluarkan atau putus kerja. Hadirnya teknologi kecerdasan buatan
dan periode masa Big Data, membuat beberapa bidang pekerjaan dimasa mendatang akan
hilang. Berikut ini merupakan contoh bidang pekerjaan yang akan berkurang atau bahkan
dapat dikatakan hilang.
• Bidang Kesehatan, bidang ini dapat hilang dengan hadirnya teknologi digital yang
semakin mumpuni dalam melakukan analisa dan pengambilan gambar (scan) tubuh
manusia.
• Bidang asuransi, bidang ini dapat digantikan dengan komputer yang memanfaatkan
big data dan mesin pembelajar (machine learning) untuk menghitung, menjual
asuransi ataupun membeli saham.
• Bidang jurnalis, jurnalis dapat memanfaatkan otomasi dengan mesin pembelajar
untuk membuat berita.
• Bidang finansial, bidang ini sudah mulai kelihatan proses hilangnya pekerjaan yang
ada seperti teller yang dapat digantikan dengan mesin ATM. Dan beberapa bidang
yang lain yang mulai nampak posisi-posisi pekerjaan yang tradisional mulai hilang.

Peran Transformasi Digital pada UKM Menghadapi Pandemi COVID-19


Pandemi Corona Virus Disease (COVID) menjadi momok bagi banyak kalangan, mulai
dari pekerja yang takut kehilangan pekerjaan, pengusaha yang khawatir usahanya tidak cukup kuat
untuk bertahan di tengah penurunan daya beli konsumen, hingga Pemerintah yang disibukkan
dengan bagaimana penanganan pandemi yang tepat untuk kesehatan dan juga perekonomian.
Namun demikian, semua pihak berusaha untuk beradaptasi dengan keadaan ini agar dapat tetap
bertahan. Di Indonesia, sejak kasus pertama COVID terjadi pada Maret 2020, banyak hal yang
telah dilakukan Pemerintah maupun pelaku usaha dalam beradaptasi dengan pandemi ini.
Pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sejak April guna membatasi
mobilitas masyarakat sehingga dapat menurunkan risiko penyebaran COVID. Hal ini membuat
sebagian pelaku usaha terpaksa memberhentikan atau membatasi operasionalnya. Tidak hanya
kegiatan usaha besar yang mayoritas berada pada sektor formal, tetapi juga kegiatan Usaha Kecil
dan Menengah (UKM) juga mengalami hal yang sama. Sudah menjadi rahasia umum bahwa UKM
merupakan segmen bisnis yang cukup rentan di tengah pandemi ini. Pasalnya banyak UKM yang
secara modal tidak cukup kuat untuk menghadapi kerugian operasional secara terus menerus.
Selain itu, banyaknya UKM yang berada dalam kategori sektor informal membuat akses terhadap
pembiayaan modal tambahan menjadi sangat terbatas. Sementara itu, peran UKM dalam
perekonomian sangat besar.

Sumber: apfcanada-msme survey (2018)

Menurut Asosiasi Usaha Kecil Menengah Indonesia (Akumindo), kontribusi UKM dalam
Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun 2019 mencapai 60 persen. UKM bergerak dalam
berbagai sektor perekonomian seperti perdagangan (26.2%), industri material (24.8%), restoran,
makanan, dan minuman (22.6%), dll. Jumlah tenaga kerja yang diserap oleh UKM pun mencapai
121 juta pada tahun 2019. Besarnya peran UKM juga menjadi pertimbangan Pemerintah untuk
memberikan stimulus khusus bagi UKM. Untuk tetap mendukung keberlangsungan UKM saat
pandemi, Pemerintah menganggarkan Rp 120,6 triliun stimulus dalam Program Pemulihan
Ekonomi Nasional (PEN). Alokasi anggaran tersebut digunakan untuk restrukturisasi kredit UKM,
subsidi bunga, insentif pajak, dan pembiayaan investasi UKM. Sampai dengan 18 November 2020,
realisasi stimulus yang diberikan Pemerintah kepada sektor UKM mencapai Rp 96,6 triliun setara
dengan 84% anggaran yang tersedia. Meski demikian, UKM tentunya tidak dapat bergantung
hanya pada stimulus yang diberikan oleh Pemerintah. UKM perlu untuk cepat beradaptasi dengan
kondisi sekarang agar tetap dapat bertahan baik di masa pandemi maupun setelah ini berakhir.
Terlebih lagi, jika ekonomi kembali normal namun perilaku konsumen berubah menyesuaikan
kebiasaan yang ada pada masa pandemi ini.
UKM DAN TRANFORMASI DIGITAL
Salah satu hal yang dapat menjadi senjata ampuh adalah transformasi digital. Transformasi
digital dalam dunia usaha mengacu pada proses dan strategi penggunaan teknologi dalam kegiatan
operasional sehingga mengubah cara bisnis beroperasi dan melayani pelanggan. Transformasi
digital dapat dilakukan dalam berbagai aspek bisnis mulai dari pemasaran hingga produksi.
Kisah sukses transformasi digital dalam meningkatkan omzet bisnis sangat mudah
ditemukan. Seperti halnya kemunculan Gojek, Grab, Tokopedia, Shopee, dll. sebagai start-up
teknologi yang membantu mendorong transformasi digital pada dunia bisnis baik untuk korporasi
besar maupun UKM. Masih tergambar jelas di benak kita bagaimana dulu kita harus menghubungi
call center jika ingin memesan taksi. Namun, kehadiran Gojek/Grab membuat pemesanan moda
transportasi roda dua atau empat menjadi lebih mudah. Hal ini bahkan mendorong BlueBird
sebagai perusahaan penyedia jasa taksi terbesar di Indonesia untuk melakukan transformasi digital
dengan turut bekerjasama dengan Gojek dan membuat aplikasi pemesanan moda transportasi
sendiri. Contoh kasus lainnya yang juga sangat dirasakan oleh banyak orang adalah tersedianya
layanan Gofood/GrabFood yang mempermudah pelanggan untuk melakukan pemesanan produk
makanan dan minuman dari berbagai merchant. Mayoritas merchant tentunya adalah UKM yang
sebelumnya beroperasi secara tradisional dan tidak memiliki layanan pesan antar.
Kurva peningkatan penjualan produk sanitasi serta makanan dan minuman di berbagai
platform e-commerce.

TRANSFORMASI DIGITAL DAN COVID-19


UKM yang telah melakukan transformasi digital terutama dengan memanfaatkan digital
platform yang ada, tentunya diuntungkan di tengah hantaman pandemi seperti sekarang. Selain
karena market coverage yang lebih luas, UKM yang melakukan transformasi digital juga menjadi
lebih siap dalam menghadapi perubahan perilaku konsumen. Pada masa pandemi, konsumen
cenderung mengurangi aktivitas luar rumah. Fenomena ini tercermin pada laporan Google untuk
mobilitas masyarakat yang menurun tajam sejak pandemi, terutama untuk kegiatan rekreasi
(termasuk restaurant dine-in, jalan ke mall, dan menginap di hotel). Penurunan mobilitas tersebut
tentunya juga membatasi pengeluaran masyarakat sehingga aktivitas ekonomi juga menurun.
Layanan yang ditawarkan digital platform memungkinkan konsumen untuk tetap berbelanja meski
tidak keluar rumah. Tidak hanya karena layanan pesan antar yang ditawarkan oleh platform
tersebut tetapi juga kemudahan pembayaran transaksi melalui uang elektronik. Uang elektronik
membuat konsumen tidak perlu ke ATM untuk menarik uang ataupun melakukan pembayaran.
Fasilitas ini juga sangat nyaman digunakan saat pandemi karena dapat mencegah penularan virus
melalui uang kertas. Bank Indonesia mencatat dari Januari-September 2020, rerata nilai transaksi
uang elektronik meningkat 31% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Nilai transaksi
uang elektronik paling tinggi tahun ini terjadi pada April seiring dengan diberlakukannya
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Hal ini menunjukkan bahwa terbatasnya mobilitas
masyarakat mendorong penggunaan uang elektronik sebagai medium pembayaran yang lebih
aman.

Kemudahan yang ditawarkan digital platform mendorong aktivitas masyarakat yang


dilakukan secara online. Peningkatan tersebut tercermin dari kinerja sektor informasi dan
komunikasi yang tetap tumbuh double digit dalam dua kuartal terakhir. Go-Food melaporkan
bahwa terjadi peningkatan transaksi hingga 20% dari awal pandemi hingga September 2020,
sedangkan Grab-Food mengalami peningkatan sekitar 4% untuk periode yang sama. Peningkatan
transaksi pada platform perdagangan ritel seperti Tokopedia dan Shopee juga meningkat.
Tokopedia mencatatkan peningkatan transaksi hingga 3 kali lipat sejak awal pandemi hingga
September 2020, sedangkan Shopee sebanyak 1,3 kali lipat pada periode yang sama. Perubahan
perilaku konsumen yang mengarah ke digital platform dari cara tradisional juga diikuti
peningkatan jumlah merchant. Go-Food mencatat terjadi penambahan jumlah merchant sebanyak
lebih dari 250 ribu selama pandemi berlangsung, sedangkan Tokopedia mencatat sekitar 2 juta
merchant baru. Hal ini menunjukkan tidak hanya konsumen, tetapi juga merchant sudah melihat
kebutuhan transformasi digital ini terutama di tengah pandemi.

Digital platform pada umumnya dimanfaatkan oleh UKM pada sektor perdagangan dan
makanan-minuman, dimana mayoritas UKM Indonesia memang bergerak pada sektor-sektor
tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa ketersediaan digital platform cukup berperan besar dalam
membantu survival UKM pada masa pandemi.

Peluang dan Tantangan Transformasi Digital untuk UKM

Kondisi di atas menunjukkan bahwa transformasi digital untuk UKM adalah sebuah
kebutuhan. Terlebih lagi jika perubahan perilaku konsumen tetap terjadi (permanen) meski
pandemi telah berakhir. Tidak cukup pada konsep transformasi digital yang sudah ada, inovasi
terus dibutuhkan sesuai dengan profil dan model bisnis masing-masing. Namun, dalam mendorong
transformasi digital pada UKM tentunya memiliki tantangan tersendiri di samping peluang yang
begitu besar.
Beberapa penelitian telah dilakukan dalam mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi
transformasi digital pada UKM. Mayoritas penelitian menyebutkan bahwa alasan utama dari
lambatnya tingkat penetrasi digital pada UKM adalah kurangnya pengetahuan terhadap
keuntungan dan penggunaan instrumen digital dalam bisnis. Kurangnya pengetahuan terkait
instrumen digital memunculkan banyak kekhawatiran mulai dari keamanan instrumen digital yang
digunakan terutama jika terkait dengan pembayaran, hingga biaya yang dibutuhkan dalam
implementasinya. Selain itu, adopsi digital yang lambat juga terkait dengan profil kepemilikan
UKM di Indonesia.Menurut Asia Pacific Foundation of Canada (APFC), mayoritas pemilik UKM
di Indonesia adalah penduduk berusia lebih dari 35 tahun dengan tingkat pendidikan terakhir
Sekolah Menengah Atas (SMA). Karakteristik penduduk tersebut cenderung lebih enggan untuk
mengadopsi teknologi digital yang perkembangannya sangat cepat.
Tantangan lain yang juga mempengaruhi tingkat adopsi teknologi digital adalah kesiapan
infrastruktur digital pendukung di berbagai daerah. Salah satu infrastruktur dasar yang dibutuhkan
adalah internet. Penetrasi internet di Indonesia masih mengalami ketimpangan yang cukup
signifikan antar wilayah. Menurut survei dari Asosiasi Penyelenggaraan Jasa Internet Indonesia
(APJII), penetrasi internet masih terkonsentrasi pada Pulau Jawa dengan rasio terhadap total
penduduk mencapai 41,7%. Sementara itu, penetrasi di daerah lain masih berada di bawah 20%
dengan rasio terendah berada di Maluku dan Papua sebesar 2,2%.
Untuk menghadapi tantangan yang ada dan menjadikannya sebagai peluang, Pemerintah
dan sektor swasta perlu bekerja sama. Pemerintah melalui Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional (PPN) juga sudah merancang peta jalan 25 tahun transformasi digital
Indonesia yang dimulai dari 2020 dengan fokus utama dalam lima tahun kedepan untuk
pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), diikuti oleh percepatan pembangunan infrastruktur
digital dan pengembangan ekosistem digital pada tahun-tahun mendatang. Pada tahun depan,
anggaran infrastruktur tercatat sebesar Rp 414 triliun (tertinggi dalam 5 tahun terakhir) dengan
pengembangan teknologi informasi dan digital sebagai salah satu fokus pembangunan. Output
strategis yang menjadi target Pemerintah salah satunya adalah Base Transceiver Station (BTS) di
5.053 lokasi wilayah terpencil. Dengan ekosistem digital yang dibangun oleh Pemerintah
diharapkan akan menjadi insentif bagi pengusaha terutama UKM untuk melakukan inovasi dan
transformasi digital. Pengusaha harus turut memanfaatkan program-program yang dirancang
Pemerintah untuk mengoptimalkan inovasi pada unit bisnis sesuai dengan perkembangan perilaku
pasar.
Kemunculan start-up digital juga turut akan membantu mempercepat penetrasi digital pada
UKM, tentunya juga dengan dukungan ekosistem yang baik terutama dari perbankan sebagai
pelaku utama sektor keuangan dan otoritas yang terkait sebagai regulator. Salah satunya juga
dengan adanya aplikasi pembukuan android yang mendukung proses tersebut.Selain itu,
diperlukan juga penggunakan program akuntansi UKM untuk membantu para pengusaha UKM
mengelola bisnisnya lebih efektif. Dengan begitu, perkembangan UKM di era digital ini akan lebih
pesat.
DAFTAR PUSTAKA

Rosita, R. (2020). Pengaruh pandemi Covid-19 terhadap UMKM di Indonesia. Jurnal Lentera
Bisnis, 9(2), 109-120. ISO 690
Mahadewi, E. P., & Muhmin, A. H. (2021, February). Pelatihan Pengelolaan Manajemen Bisnis
Untuk UMKM di Era New Normal. In Seminar Nasional ADPI Mengabdi Untuk Negeri
(Vol. 2, No. 2, pp. 295-298).
Hadiono, K., & Santi, R. C. N. (2020). Menyongsong Transformasi Digital. ISO 690

Anda mungkin juga menyukai