Anda di halaman 1dari 5

TUGAS SOSIOLOGI HUKUM

TUGAS HUKUM ACARA PERDATA

Oleh :
Deva Mahendra C.B. 19040704035

JURUSAN ILMU HUKUM


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2021-2022
TUGAS HUKUM ACARA PERDATA

1. Gugatan Perwakilan
Pasal 1 angka 17 dan Pasal 5 RUU Hukum Acara Perdata
Proses beracara gugatan perwakilan belum diatur dalam hukum acara Perdata,
hanya terdapat pengakuan secara hukum untuk gugatan class-action, yang diatur dalam
UU perlindungan Konsumen, UU Lingkungan hidup, UU Kehutanan, dan UU Jasa
Konstruksi. untuk itu pada RUU hukum acara Perdata ini diatur, agar ada efisiensi
dalam mengajukan gugatan yang memiliki kesamaan fakta serta kesamaan
kepentingan. Ditegaskan bahwa gugatan perwakilan baru bisa diajukan Jika:
a. Jumlah anggota kelompok sedemikian banyak sehingga tidak efektif dan
efisien Bila gugatan dilakukan secara sendiri-sendiri;
b. Terdapat kesamaan berita atau peristiwa dan kecenderungan dasar hukum yang
digunakan, dan ada kecenderungan jenis tuntutan diantara wakil kelompok
menggunakan anggota kelompoknya; dan
c. Wakil kelompok mempunyai kejujuran serta kesungguhan untuk melindungi
kepentingan anggota kelompok yang diwakilinya.
2. Perubahan atau Pencabutan Gugatan Pasal 6 dan 7 RUU Hukum Acara Perdata
RUU Hukum Acara Perdata mengatur dilakukannya perubahan atau pencabutan
gugatan oleh Penggugat. Menegaskan adanya syarat pengajuan perubahan gugatan,
yang dapat diajukan sebelum tergugat memberikan jawabannya, yaitu apabila:
a. tidak mengubah peristiwa yang menjadi dasar gugatan;
b. tidak mengubah petitum; dan /atau
c. tidak merugikan tergugat.

Apabila tergugat sudah memberikan jawabannya, permohonan perubahan gugatan


hanya dapat dikabulkan setelah mendapat persetujuan dari tergugat. Begitu pula
dengan pencabutan gugatan, hanya dapat dilakukan oleh penggugat sebelum tergugat
memberikan jawaban. Jika terjadi permohonan pencabutan gugatan, Hakim
wajib mengabulkan permohonan pencabutan gugatan tersebut. Dan, permohonan
pencabutan gugatan yang diajukan setelah tergugat memberikan jawaban, hanya dapat
dikabulkan setelah mendapat persetujuan tergugat.

3. Pasal 24 s.d. 29 RUU Hukum Acara Perdata Penyangkalan Terhadap Kuasa


Hukum Pasal 24 s.d. 29 RUU Hukum Acara Perdata
Dalam hal pemberian surat kuasa khusus, pemberi kuasa khusus dapat
menyangkal tindakan yang dilakukan oleh penerima kuasa khusus. Penyangkalan
tersebut dilakukan secara tertulis dengan disertai tuntutan agar semua tindakan yang
disangkal dan akibatnya yang dapat dijadikan dasar putusan dalam perkara
itu, dinyatakan batal oleh hakim. Jika penyangkalan tersebut dikabulkan, pemberi
kuasa khusus dapat menggugat penerima kuasa khusus untuk membayar ganti
kerugian yang dideritanya. Jika ditolak, pemberi kuasa khusus dapat mengajukan
banding ke Pengadilan Tinggi. Namun jika permohonan banding ditolak, maka dapat
menggugat pemberi kuasa khusus untuk membayar ganti rugi.

4. Bab V Pasal 40 s.d. 48 RUU Hukum Acara Perdata Pengunduran Diri dan Hak
ingkar
Kewajiban bagi hakim dan panitera baik dalam persidangan tingkat pertama,
banding, kasasi, dan peninjauan Kembali, untuk mengundurkan diri dalam memeriksa
perkara, apabila:
a. mempunyai kepentingan pribadi dalam perkara yang diperiksanya;
b. merupakan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga dari salaah
satu pihak yang berperkara atau dengan penerima kuasa;
c. dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum memeriksa perkara, yang
bersangkutan mengadukan pihak yang berperkara, istri, suami, atau keluarga
sedarah atau semenda sampai derajat ketiga dan pihak yang berperkara, karena
telah terlibat dalam perkara pidana;
d. mempunyai istri, suami, bekas istri atau bekas suami, atau keluarga sedarah atau
semenda sampai derajt ketiga, yang mempunyai perkara yang serupa dengan
pokok perkara dalam perkara yang diperiksanya;
e. mempunyai istri, suami, bekas istri atau bekas suami, atau keluarga sedarah atau
semenda sampai derajt ketiga, yang mempunyai perkara sendiri yang diperiksa
dengan salah satu pihak yang perkara;
f. menjadi wali, pengampu, atau mungikin menjadi ahli waris, menerima bagian
dari salah satu pihak yang berperkara, atau salah satu pihak yang berperkara
mungkin akan menjadi ahli warisnya;
g. menjadi pengurus dari suatu badan hukum yang menjadi pihak dalam perkara
yang bersangkutan; dan/atau
h. yang memutus perkara di tingkat pertama kemudian telah menjadi hakim tinggi
atau Hakim Agung.
i. Hakim atau panitera harus diganti dan perkara yang bersangkutan diperiksa
ulang jika Hakim atau panitera tidak mengundurkan diri atau tidak diganti dan
perkara tersebut sudah diputus, putusan batal demi hukum.

Pihak yang berperkara mempunyai hak ingkar terhadap Hakim dan panitera yang
sedang memeriksa perkaranya. Tuntutan diajukan secara tertulis, disertai alasan dan
ditandatangani oleh pihak yang mengajukan tuntutan atau wakilnya. Tuntutan hak
ingkar, jika ketua pengadilan, ketua dan wakil ketua Pengadilan Tinggi berhalangan,
maka yang memeriksa dan memutus adalah hakin yang memiliki pangkat tertinggi di
Pengadilan Tinggi tersebut.

5. Pemeriksaan Acara Singkat


Pasal 79 s.d. 86 RUU Hukum Acara Perdata
Perkara yang dapat diperiksa, diadili, dan diputus dengan acara singkat meliputi
perkara:
a. pelaksanaan suatu putusan pengadilan atau suatu putusan instansi lain yang
mempunyai kekuatan eksekutorial sama dengan putusan pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum tetap;
b. kewajiban seorang notaris untuk membuat suatu akta yang menurut keadaannya
tidak dapat ditunda;
c. penyegelan barang atau pembukaan penyegelan barang; atau
d. perdata lainnya yang menurut kepentingan para pihak memerlukan tindakan
sementara dengan segera, dan akan menimbulkan kerugian bagi pihak yang
berperkara apabila diperiksa dengan secara biasa
Putusan Pengadilan dengan acara singkat yang mengabulkan gugatan dapat
dilaksaanakan terlebih dahulu meskipun ada perlawanan atau kasasi. Perlawanan
terhadap putusan pengadilan dengan acara singkat diajukan ke Pengadilan yang
memutus dengan acara singkat, paling lambat 7 hari setelah putusan verstek
diberitahukan kepada tergugat.

6. Acara Khusus BAB XII Pasal 217 s.d. 248 RUU Hukum Acara Perdata
Dalam bab ini diatur mengenai Prorogasi, yaitu upaya hukum berdasarkan
suatu persetujuan bersama antara kedua belah pihak dengan menggunakan suatu akta,
untuk mengajukan perkara tersebut kepada pengadilan yang sesungguhnya tidak
berwenang memeriksa perkara tersebut, yaitu kepada pengadilan tingkat banding atau
Pengadilan Tinggi sebagai pengadilan tingkat pertama dan tingkat kedua dan diatur
bagaimana berperkara secara cuma-cuma, yaitu bagi:

a. Barangsiapa yang hendak berperkara baik sebagai penggugat maupun sebagai


tergugat, tetapi tidak mampu menanggung biayanya, dapat memperoleh izin
untuk berperkara dengan cuma-cuma
b. Masyarakat tidak mampu yang menghadapi perkara di Pengadilan, dalam
rangka kepentingan dan pembelaan hak-hak hukumnya, dapat meminta
keterangan (informasi) dari instansi-instansi setempat.
c. Untuk mendapatkan bantuan hukum yang disediakan oleh Mahkamah Agung
RI dan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum, masyarakat wajib
mempersiapkan:
1) Surat Keterangan Tidak Mampu dari Kepala Desa/Lurah setempat; atau
2) Surat Pernyataan Tidak Mampu dari Pemohon dan dibenarkan oleh
Pengadilan Negeri setempat; atau
3) Surat Pernyataan Tidak Mampu dari Pemohon dan dibenarkan oleh
Lembaga Bantuan Hukum setempat.

Juga diatur mengenai penyegelan, yaitu tindakan yang dilakukan oleh Pejabat
Pemerintah untuk mengunci, menyegel, dan/atau melekatkan tanda pengaman. Siapa
saja yang dapat mengajukan penyegelan, apa saja yang harus dimuat dalam berita acara
penyegelan, pengangkatan segel, dan perlawanan terhdapat pengangkatan segel.

Anda mungkin juga menyukai