LP CHF Putri Dwi Rusmayanti 2141312036
LP CHF Putri Dwi Rusmayanti 2141312036
Disusun Oleh :
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2021
A. Landasan Teoritis Gagal Jantung Kongestif (CHF)
1. Definisi Gagal Jantung Kongestif (CHF)
Gagal jantung kongestif atau biasa dikenal dengan CHF, merupakan keadaan
kelainan fungsi jantung dimana jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolism jaringan, atau jantung hanya mampu memompa
darah jika disertai dengan tingginya volume diatstolik secara abnormal. Dikatakan
gagal jantung kongestif apabila terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan
(Mansjoer, 2001).
Gagal jantung (HF), atau juga biasa disebut dengan HF kongestif adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. HF ditandai dengan tanda dan gejala
kelebihan cairan atau perfusi jaringan yang tidak memadai. Mekanisme dasar dari HF
itu sendiri adalah gangguan sifat kontraktil jantung (disfungsi sistolik) atau pengisian
jantung (diastolic) yang mengarah ke curah jantung lebih rendah dari keadaan normal.
Keluaran jantung yang rendah akan mengarah kepada mekanisme kompensasi yang
akan menyebabkan peningkatan beban kerja jantung dan akhirnya resistensi terhadap
pengisian jantung (Brunner & Suddarth’s, 2010).
Gagal jantung merupakan kondisi progresif bersifat seumur hidup yang dapat
dikelola dengan perubahan gaya hidup dan mengonsumsi obat-obatan untuk
mencegah episode gagal jantung akut dekompensasi, ditandai dengan peningkatan
gejala, penurunan CO, dan perfusi rendah. Gagal jantung merupakan hasil dari
berbagai kondisi kardiovaskuler, termasuk hipertensi kronis, penyakit arteri coroner,
dan penyakit katup. Kondisi ini dapat menyebabkan kegagalan sistolik, kegagalan
diastolic, ataupun keduanya. Beberapa kondisi sitemik (misalnya gagal ginjal
progresif dan hipertensi yang tidak terkontrol) dapat berkontribusi pada
perkembangan dan perparahan gagal jantung (Brunner & Suddarth’s, 2010).
2. Etiologi
Penyebab gagal jantung menurut Keith, et.all (2008) adalah :
1) Hipertensi (10-15%)
2) Kardiomiopati (dilatasi, hipertrofik, restriktif)
3) Penyakit katup jantung (mitral dan aorta)
4) Kongenital (defek septum atrium)
5) Aritmia (persisten)
6) Alcohol
7) Obat-obatan
8) Kondisi curah jantung tinggi
9) Pericardium (konstriksi atau efusi)
10) Gagal jantung kanan (hipertensi paru)
a. Preload
Jumlah darah yang mengisi jantung berbanding lurus dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut otot jantung.
b. Kontraktilitas
Mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel,
berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium.
c. Afterload
Mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan pada saat
memompa darah. Melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan
arterio 1.
Pada gagal jantung bila salah satu factor ini terganggu, maka curah jantung akan
berkurang (Brunner & Suddarth, 2002).
3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala gagal jantung dapat dilihat sesuai tempat ventrikel yang terkena.
HF pada sisi kiri (gagal ventrikel kiri) menyebabkan manifestasi yang berbeda
dengan HF sisi kanan (gagal ventrikel kanan). Pada gagal jantung kronis pasien
mungkin memiliki tanda dan gejala dari kegalalan ventrikel kanan dan kiri (Brunner
& Suddarth, 2010).
a. HF sisi kiri
Kongesti paru : dyspnea, batuk, ronkhi paru dan tingkat saturasi
oksigen rendah ditandai dengan suara jantung ekstra, S3, atau
“ventriculargallop” kondisi ini dapat di deteksi pada saat auskultasi.
Dyspnea saat beraktivitas (DOE), ortopnea, dyspnea nocturnal
proksimal (PND).
Batuk yang awalnya kering dan tidak produktif, bisa menjadi lembab
lembur
Dahak berbuih dalam jumlah besar, terkadang berwarna merah muda
(diwarnai darah).
Retak bibasilar berkembang menjadi radang di semua bidang paru-
paru.
Perfusi jaringan yang tidak adekuat
Oliguria dan nokturia
HF berkembang menyebabkan : pencernaah berubah, pusing,
kebingungan, gelisah dan pucat, kulit dingin dan lembab.
Takikardi, lemah, denyut nadi : kelelahan
b. HF sisi kanan
Kemacetan visera dan jaringan perifer
Edema ekstremitas bawah (edema dependen), hepatomegaly
(pembesaran hati), asites (akumulasi cairan dalam rongga peritoneum),
anoreksia dan mual, kelemahan dan kenaikan berat badan karena
retensi cairan.
4. Klasifikasi Gagal Jantung
Menurut American Health Association (Yancy, 2013), klasifikasi gagal jantung
adalah sebagai berikut :
a. Stage A
Merupakan keadaan dimana pasien memiliki risiko tinggi tetapi belum
ditemukan kerusakan structural pada jantung, tanpa adanya tanda dan gejala
dari gagal jantung tersebut. Pasien yang di diagnose dengan gagal jantung
stage A biasanya adalah pasien hipertensi, penyakit jantung coroner, diabetes
mellitus, atau pasien yang mengalami keracunan pada jantung (cardiotoxins).
b. Stage B
Pasien dengan gagal jantung stage B apabila telah ditemukan kerusakan
structural pada jantung tetapi tidak menunjukkan tanda dan gejala dari gagal
jantung tersebut. Umumnya ditemukan pada pasien dengan infark miokard,
disfungsi sistolik pada ventrikel kiri, ataupun penyakit valvular asimptomatik.
c. Stage C
Pada pasien dengan stage C telah menunjukkan kerusakan structural pada
jantung dan bersamaan dengan munculnya tanda dan gejala sesaat ataupun
setelah terjadinya kerusakan. Gejala yang timbul berupa napas pendek, lemah,
tidak dapat melakukan aktivitas berat.
d. Stage D
Pasien dengan gagal jantung stage D membutuhkan penanganan ataupun
intervensi khusus dan gejala dapat timbul bahkan saat dalam keadaan istirahat,
serta pasien perlu di monitoring secara ketat.
The New York Health Association (Yancy et al, 2013) juga mengklasifikasikan
gagal jantung dalam empat kelas, yaitu :
a) Kelas I
Aktivitas fisik tidak dibatasi, ketika pasien melakukan aktivitas fisik tidak
akan merasa kelelahan, dyspnea, ataupun palpitasi.
b) Kelas II
Aktivitas fisik sedikit dibatasi. Apabila pasien melakukan aktivitas fisik akan
menyebakan kelelahan, dyspnea, palpitasi, serta angina pectoris (mild CHF).
c) Kelas III
Aktivitas fisik sangat dibatasi. Apabila pasien melakukan aktivitas fisik
sedikit saja akan mengalami gejala yang berat (moderate CHF).
d) Kelas IV
Pasien yang di diagnose gagal jantung kelas IV tidak dapat melakukan
aktivitas fisik apapun, bahkan dalam keadaan istirahat akan menimbulkan
gejala yang berat (Severe CHF).
5. Patofisologi Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung adalah hasil dari berbagai penyakit kardiovaskuler yaitu kelainan
jantung umum yang akan mengakibatkan penurunan kontraksi (sistol), dan penurunan
pengisian (diastol), ataupun keduanya. Sebelum pasien menunjukkan tanda dan gejala
gagal jantung, hal yang paling sering terjadi ada disfungsi miokard.
Gagal jantung sistolik menyebabkan jumlah darah yang dikeluarkan oleh
ventrikel menurun. Hal ini dapat merangsang system darah simpatis melepaskan
epinefrin dan norepinefrin. Respon ini awalnya dikeluarkan untuk mendukung
kegagalam miokard, tetapi respon yang dikeluarkan terus menerus menyebabkan
hilangnya reseptor beta adrenergic (downregulation). Selanjutnya akan terjadi
kerusakan otot-otot jantung, stimulasi saraf simpatik dan penurunan perfusi ginjal
menyebabkan penurunan pelepasan renin oleh ginjal. Renin mempromosikan
pembentukan angiotensin 1, yaitu zat yang dapat mengaktifkan Angiotensin-
converting enzim (ACE) dalam lumen pembuluh darah mengkonversi angiotensin I
menjadi angiotensin II yaitu zat vasokontriktor yang menyebabkan pelepasan
aldosterone. Aldosterone akan mempromosikan retensi natrium dan cairan dan akan
merangsang haus pusat. Aldosterone memberikan dampak merugikan tambahan ke
miokardium (Pitt et al, 1999: Weber, 2001).
Angiotensin, aldosterone, dan neuro hormone lainnya (misalnya : factor atrial
natriuretic, endotelin, dan prostasiklin) menyebabkan peningkatan preload dan
afterload. Hal ini dapat meningkatkan tekanan pada dinding ventrikel, yang akan
meningkatkan beban kerja jantung. Beban kerja jantung yang meningkat
menyebabkan kontraktilitas dari myofibril menurun. Penurunan kontraktilitas
menyebabkan peningkatan volume end-diastolik dari ventrikel, serta peregangan
miofibers meningkatkan ukuran ventrikel (dilatasi ventrikel).
Peningkatan ukuran ventrikel menyebabkan peningkatan tekanan dinding
ventrikel yang akan menambah beban kerja jantung. Cara jantung mengkompensasi
beban kerja yang meningkat adalah dengan cara meningkatkan ketebalan otot jantung
(hipertrof ventrikel), sehingga terjadi iskemia miokard. Vasokontriksi arteri coroner
yang disebabkan oleh saraf simpatik, meningkatkan stress pada dinding ventrikel, dan
penurunan produksi energy mitokondria juga menyebabkan iskemia miokard.
Akhirnya iskemia miokard menyebabkan kematian myofibril, bahkan juga terjadi
pada pasien tanpa penyakit arteri coroner.
Mekanisme kompensasi disebut juga dengan “Lingkaran Setan Gagal Jantung”.
Karena jantung tidak bisa memompa darah yang cukup untuk tubuh. Sehingga
menyebabkan jantung harus bekerja lebih keras, jantung tidak dapat merespon dan
kegagalan menjadi lebih buruk. Stimulasi system saraf simpatis juga menyebabkan
pembuluh darah perifer menyempit, sehingga kulit tampak pucat, terasa dingin dan
berkeringat. Penurunan volume ventrikel yang dikeluarkan menyebabkan system
saraf simpatik untuk meningkatkan denyut jantung (takikardia).
Beban kerja jantung yang terus menerus terjadi menyebabkan gagal jantung
diastolic berkembang. Respon ini menyebabkan retensi pengisian ventrikel, yang
meningkatkan tekanan pengisian ventrikel meskipun volume darah normak ataupun
menurun. Kurangnya darah di ventrikel menyebabkan cardiac output menurun.
Penurunan cardiac output dan tekanan pengisian ventrikel tinggi menyebabkan respon
neurohormonal yang sama seperti yang dijelaskan pada gagal jantung sistolik.
Kongesti paru terjadi saat ventrikel kiri tidak dapat memompa darah keluar dari
ventrikel ke seluruh tubuh. Tekanan akhir diastolic di ventrikel meningkat dapat
menurunkan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri selama diastole. Volume
darah dan tekanan di vena pulmonal meningkat memaksa dari kapiler paru ke dalam
jaringan paru dan alveoli, yang dapat menganggu pertukaran gas. Ketika ventrikel
kanan gagal, kemacetan didominasi dari visera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi
karena sisi jantung tidak dapat mengeluarkan darah dan tidak dapat mengakomodasi
semua darah yang normal kembali ke sirkulasi vena. Peningkatan tekanan vena
menyebabkan distensi vena jugularis (JVD) sumber : (Abu Bakar : 2018).
6. Pemeriksaan Diagnostik atau Penunjang
1) Elektrokardiogram (EKG)
Untuk melihat hipertropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia,
disritmia, takikardi, fibrilasi atrial.
2) Scan jantung
Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding.
3) Sonogram (ekokardiogram, ekokardiogram dopple)
Dapat menunjukkan dimensi perbesaran bilik, perubahan dalam fungsi struktur
katup, dan area yang mengalami penurunan kontraktilitas ventricular.
4) Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung
kanan dan gagal jantung kiri serta stenosis katup atau insufisiensi.
5) Rongent dada
Menunujukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi atau
hipertropi bilik, dan perubahan pada pembuluh darah abnormal.
6) Studi laboratorium: elektrolit serum, nitrogen urea darah (BUN), kreatinin,
hormon perangsang tiroid (TSH), hitung CBC, brain natriureticpeptide (BNP),
dan urinalisis rutin
7) Tes stres jantung, kateterisasi jantung (Brunner & Suddarth, 2010)
7. Penatalaksanaan Gagal Jantung
Penatalaksaan gagal jantung menurut Brunner & Suddarth (2010) :
1) Manajemen medis
Tujuan dari penatalaksanaan pasien gagal jantung adalah untuk meringankan
gejala, meningkatkan status fungsional dan kualitas hidup, dan memperpanjang
kelangsungan hidup. Pilihan perawatan bervariasi disesuaikan dengan keparahan
kondisi pasien. Mungkin bisa berupa pengobatan oral, obat-obatan IV, perubahan
gaya hidup, pemberian oksigen tambahan, implantasi alat bantu dan pendekatan
bedah, termasuk transplantasi jantung. Perubahan gaya hidup bisa termasuk
pembatasan natrium makanan, menghindari asupan cairan berlebihan, alcohol,
rokok, serta olahraga teratur.
2) Terapi farmakologi
a) Terapi vasodilator (penghambat enzim pengonversi angiotensin), penghambat
reseptor angiotensin II (ARB), betablocker terpilih, penghambat saluran
kalsium, terapi diuretic, glikosida jantung (digitalis), dll.
b) Infus IV : nesiritide, milrinzine, dobutamine.
c) Obat-obatan untuk disfungsi diastolic
d) Kemungkinan anti-koagulan, obat yang mengelola hiperplidemia (statin).
3) Manajemen bedah
Bedah bypass coroner, koroner transluminal perkutan angioplasty (PTCA), terapi
inovatif lainnya seperti yang ditunjukkan (mis. alat bantu mekanik, transplantasi)
8. Komplikasi
1) Aritmia ventrikel
Pasien gagal jantung akan berisiko mengalami aritmia, biasanya karena
tachiaritmias ventrikuler. Aritmia ventrikel dapat menyebabkan sinkop dan
kematian jantung secara mendadak (20-25%). Pada pasien yang berhasil
diresusitasi, amiodaron, bloker β, dan defribilator yang ditanam mungkin turut
memiliki peranan.
2) Efusi pleura
Komplikasi ini dihasilkan dari tekanan kapiler. Transudasi cairan terjadi dari
kapiler masuk ke dalam ruang pleura. Efusi pleura biasanya terjadi pada lobus
bawah darah.
3) Hepatomegaly
Terjadi karena lobus hati mengalami kongestif dengan darah vena sehingga
menyebabkan perubahan fungsi hati. Kematian sel pada hati dimulai dari fibrosis
hingga akhirnya menjadi sirosis. Gagal jantung menyebabkan penumpukan cairan
yang menempatkan terlalu banyak tekanan pada hati. Cairan ini dapat
menyebabkan terbentuknya jaringan parut yang menyebabkan hati tidak dapat
berfungsi dengan baik.
4) Kerusakan atau kegagalan ginjal
Gagal jantung mengurangi aliran darah ke ginjal yang akhirnya akan
menyebabkan gagal ginjal. Kerusakan ginjal yang disebabkan oleh gagal jantung
membutuhkan dialysis untuk pengobatan.
5) Syok kardiogenik
Syok kardiogenik terjadi karena jantung mengalami dekompensasi sehingga
cardiac output menurun yang menyebabkan vaskularisasi jantung tidak efektif.
Tanda klasik dari syok kardiogenik adalah tekanan darah menurun, nadi cepat dan
lemah, hipoksia otak yang termanifestasikan dengan adanya konfusi dan agitasi,
serta kulit yang dingin dan lembab (Smeltzer, 2002).
9. WOC
Sistolik Overload
Demand overload
Kerja ventrikel
Kegagalan kompensasi
Gagal jantung
Gagal jantung
MK : Intoleransi aktivitas
Intake output menurun
MK : Ketidakseimbangan
nutrisi : Kurang dari
kebutuhan tubuh
Referensi :
6. Evaluasi
Rencana keperawatan ini adalah proses pencapaian tujuan antara perawat
dengan pasien, keluarga pasien, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya agar
hasil yang telah ditetapkan dapat diamati dengan jelas perubahannya.
Disamping itu diharapkan pasien dapat memberikan respon yang positif
terhadap tindakan keperawatan yang akan diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth’s. (2010). Handbook for Brunner & Suddarth’s: text
Book of
EGC
https://doi.org/10.1016/j.cardfail.2012.05.002.Nocturia
https://doi.org/10.1080/13607860310001613374
https://doi.org/10.1097/MCO.0b013e32832cdb0f