Pola Asuh Pengetahuan Pemberian Makan Dengan Status Gizi Balita
Pola Asuh Pengetahuan Pemberian Makan Dengan Status Gizi Balita
Indra Domili , Zulfiah Nurhidayah Tangio, Fitri Yani Arbie , M. Anas Anasiru,
Rahma Labatjo, Novian Swasono Hadi
Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Gorontalo
Indra Domili
Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Gorontalo
Telp. 085256869346
Email: indra.domili76@gmail.com
antara varibel status gizi dengan pengetahuan waktu pemberian makan sesuai dengan jadwal
ibu mengenai pola asuh pemberian makan pada sarapan, makan siang, makan malam dan
balita. Nilai Confidence Interval (CI) sebesar selingan. Sebagian besar responden (12 orang)
95%. dengan pengetahuan kurang, tidak memberi
makan anaknya sesuai dengan jadwal
HASIL PENELITIAN pemberian makan. Mereka sering tidak
Karakteristik Sampel memberikan makan tepat waktu.
Karakteristik sampel yang diamati Waktu makan yang sering dilewati
mencakup sebaran umur, jenis kelamin dan adalah makan pagi. Seringkali, makan pagi
status gizi tinggi/panjang badan menurut umur. diberikan pada siang hari. Sedangkan di pagi
Data mengenai karakteristik sampel disajikan hari, balita hanya diberikan minuman teh
pada tabel 1. manis.
pemberian makan pada balita. Data mengenai kali lebih tinggi dibandingkan dengan
variabel-variabel tersebut disajikan dalam tabel kelompok umur di bawahnya (Habimana &
2. Berikut. Biracyaza, 2019). Anak pada kelompok umur
24-59 bulan telah lebih mandiri dibandingkan
Tabel 2. Pengetahuan Pola Asuh Pemberian dengan anak yang berada di kelompok umur di
Makan dan Status Gizi Balita bawahnya. Anak pada rentang umur tersebut
sudah mulai bersosialisasi dengan teman
S tatus Gizi Pengetahuan p- sebaya. Sehingga, pengaruh teman sebaya akan
Jumlah
(TB/U) Baik Kurang value berkontribusi juga terhadap asupan makan
Stunting 2 15 17 balita. Pengaruh teman sebaya terhadap
Tidak stunting 9 7 16 0,006 kebiasaan makan anak bersifat negatif.
Total 11 22 33 Pengaruh negatif tersebut terutama pada
konsumsi makanan tinggi kalori dan bernutrisi
Hasil uji chi-square dengan CI 95% rendah. Anak akan lebih terpengaruh untuk
menunjukkan bahwa pengetahuan ibu mengenai mengkonsumsi jenis makanan yang tinggi
pola asuh pemberian makan pada balita kalori dan bergizi jika teman sebaya dan
berhubungan dengan kejadian stunting. Pola saudaranya mengkonsumsi jenis makanan
asuh menjadi salah satu faktor yang tersebut(Habimana & Biracyaza, 2019).
berhubungan erat dengan status gizi, khususnya
kejadian stunting pada balita (Aridiyah, Jenis Kelamin
Rohmawati, & Ririanty, 2015). Hasil penelitian ini menunjukkan
Pengetahuan mengenai pemberian bahwa stunting paling banyak diderita oleh
makan pada balita pada penelitian ini mencakup anak perempuan. Namun, hal berbeda
pengetahuan mengenai jenis dan frekuensi ditunjukkan oleh penelitian lainnya yang
makan, waktu pemberian makanan pendamping menyatakan bahwa anak laki-laki memiliki
ASI (MP-ASI), dan teknik pemberian makan. resiko menderita stunting sebanyak 1,08 kali
Pengetahuan mengenai asupan gizi seimbang dibandingkan dengan anak perempuan.
pada masa balita, terbukti secara signifikan Demikian pula halnya dengan kasus stunting
berhubungan dengan status gizi balita (Susanti, lebih banyak ditemui pada anak laki-laki
2018). dibandingkan dengan perempuan (Habimana &
Biracyaza, 2019; Islam et al., 2018).
PEMBAHASAN Jenis kelamin tidak berpengaruh
Umur signifikan terhadap status gizi balita, khususnya
Tiap tahapan di usia balita tinggi badan. Beberapa penelitian
berkontribusi terhadap tumbuh kembang dan menitikberatkan pada jumlah kasus stunting
status kesehatan. Pada tahapan baduta (12-23 pada kelompok jenis kelamin tertentu, namun
bulan) merupakan tahapan kritis di mana paling dengan hasil analisis hubungan yang
sering terjadi masalah kesehatan, seperti menyatakan tidak adanya hubungan antara
penyakit infeksi yang dapat mempengaruhi kedua variabel tersebut (Hasanah, 2018),(Dewi
status gizi (Welasasih & Wirjatmadi, 2012). & Adhi, 2016).
Pada masa ini terjadi perubahan asupan jenis Dengan demikian, dapat dikatakan
makanan yang signifikan, yaitu dari makanan bahwa hubungan antara jenis kelamin dengan
semi padat ke makanan padat. Anak di usia ini kejadian stunting belum dapat dijelaskan
sudah bisa memilih makanan yang disukai, dengan pasti. Secara biologis, pada kelompok
sehingga seringkali anak menolak jenis umur balita, belum terjadi perbedaan
makanan tertentu. Akibatnya asupan gizi dapat pertumbuhan, khususnya tinggi badan yang
berkurang. Dalam jangka panjang, kekurangan signifikan antara laki-laki dan perempuan.
gizi kronis akan berakibat pada gagal tumbuh, Perbedaan tinggi badan akan jelas terlihat pada
seperti stunting. saat anak berumur di atas enam tahun, yaitu
Namun, hasil yang berbeda ditunjukkan pada saat mencapai titik growth spurt.
oleh penelitian yang dilakukan oleh Habimana
dan Biracyaza (2019), yang menyatakan bahwa Status Gizi
anak pada kelompok umur 24 – 59 bulan Menurut klasifikasi status gizi dengan
memiliki resiko untuk menderita stunting dua menggunakan indeks tinggi/panjang badan
menurut umur, sebagian besar sampel termasuk Ausman, & Agho, 2014; Udoh & Amodu,
dalam kategori stunting. Hasil ini menunjukkan 2016) Semakin beragam makanan yang
bahwa stunting masih menjadi masalah gizi di diberikan, maka akan menurunkan resiko
Provinsi Gorontalo dengan prevalensi yang stunting pada anak. Anak yang mengkonsumsi
tinggi. Hal inipun sejalan dengan laporan jenis makanan dari lebih dari 4 kelompok
Riskesdas pada tahun 2018, yang menyatakan pangan, cenderung terhindar dari masalah
bahwa angka pervalensi stunting di Provinsi pertumbuhan, seperti stunting(Damanik &
Gorontalo berada di atas angka nasional (Badan Wanda, 2019).
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Sesuai rekomendasi oleh WHO,
2019). komposisi makanan balita minimal terdiri dari
Anak yang menderita stunting beresiko makanan pokok dengan satu jenis protein
untuk mengalami masalah kesehatan dan hewani dan satu jenis sayur atau buah(Udoh &
penurunan daya kognitif, sehingga pada saat Amodu, 2016). Hasil penelitian menunjukkan
dewasa akan menurunkan tingkat produktivitas bahwa balita stunting memiliki komposisi
dan kualitas hidup. Resiko yang dapat makan yang hanya terdiri dari dua kelompok
disebabkan oleh stunting, yaitu peningkatan pangan, yaitu makanan pokok dan lauk hewani.
resiko angka kesakitan dan kematian, Minimnya kelompok pangan yang dikonsumsi
abnormalitas sistem reproduksi, dan menyebabkan tidak tercukupinya asupan zat
peningkatan resiko obsesitas serta penyakit gizi lainnya, seperti vitamin, mineral dan serat.
penyerta (Dewey & Begum, 2011; World Sehingga, dalam jangka waktu yang lama,
Health Organization, 2013). Selain itu, anak berkonsekuensi negatif terhadap pertumbuhan
stunting cenderung akan menderita penyakit anak.
degeneratif pada saat dewasa (World Health
Organization, n.d.). Waktu Pemberian MP-ASI
Sebagian besar ibu yang mempunyai
Jenis dan Frekuensi Makan balita stunting tidak mengetahui mengenai
Terkait dengan pengetahuan mengenai pentingnya waktu pemberian MP-ASI yang
jenis dan frekuensi makan pada balita, sebagian tepat. Mereka umumnya mengetahui waktu
besar ibu balita stunting memberikan makanan pemberian MP-ASI, yaitu pada saat anak
selingan kurang dari 2 kali sehari. Pemberian berusia 6 bulan. Namun, untuk alasan mengapa
makanan dengan frekuensi minim dapat harus diberikan pada saat anak berumur 6
meningkatkan resiko stunting sebanyak bulan, para ibu tidak bisa menjawab dengan
20,1%(Udoh & Amodu, 2016). tepat. Mereka cenderung memilih untuk
Selain itu pula, ibu balita stunting tidak memberikan MP-ASI tidak sesuai dengan
memberikan jenis makanan yang beragam. rekomendasi yang telah mereka ketahui.
Mereka juga tidak mengetahui makanan Waktu pemberian MP-ASI yang tepat
kesukaan anak. Oleh karenanya, nafsu makan dapat mencegah terjadinya masalah gizi. WHO
balita menurun dan asupannya pun berkurang. merekomendasikan pemberian MP-ASI setelah
Keragaman jenis makanan yang anak berusia lebih dari 6 bulan (World Health
diberikan pada balita yang disarankan adalah Organization, 2017). Rekomendasi oleh
minimal 4 kelompok pangan (makanan pokok, European Society for Pediatric
lauk, sayur dan buah) (Menteri Kesehatan Gastroenterology, Hepatology and Nutrition
Republik Indonesia, 2014). Tujuan pemberian (ESPGHAN) menyebutkan bahwa pemberian
makanan yang beragam adalah untuk MP-ASI dilakukan pada saat anak berumur
memenuhi kebutuhan zat gizi baik makro lebih dari 17 minggu dan tidak lebih dari 26
maupun mikro. Selain itu pula untuk mencegah minggu (Agostoni et al., 2008).
kebosanan pada balita. Pemberian MP-ASI yang tidak tepat
Pada kelompok umur 0-23 bulan, dapat menyebabkan meningkatnya resiko
keragaman makanan berkorelasi dengan stunting sebanyak tiga kali(Aguayo, Badgaiyan,
kejadian stunting (Ahmad, Khalique, Khalil, & Paintal, 2015). MP-ASI direkomendasikan
Urfi, & Maroof, 2018; Fekadu, Mesfin, Haile, untuk diberikan setelah periode ASI eksklusif.
& Stoecker, 2015; Kim, Mejía-Guevara, Corsi, Hal tersebut berkaitan dengan kesiapan sistem
Aguayo, & Subramanian, 2017; Rakotomanana, pencernaan anak. Pencernaan anak siap untuk
Gates, Hildebrand, & Stoecker, 2017; Tiwari, makanan padat setelah berumur 6 bulan.
MP-ASI yang diberikan terlalu dini upaya dalam peningkatan akses informasi
akan berakibat fatal bagi pencernaan dan mengenai pemberian makan pada balita. Akses
pertumbuhan anak. Hal ini disebabkan karena tersebut dapat disediakan oleh petugas
sistem pencernaan yang belum siap untuk kesehatan melalui kegiatan penyuluhan,
memproses makanan semi-padat dan makanan maupun dengan menggunakan media dengan
padat. Oleh karenanya, anak yang diberikan pemanfaatan teknologi. Contohnya dengan
MP-ASI terlalu dini akan beresiko menderita memanfaatkan media sosial yang terbukti
diare dan infeksi saluran pernapasan atas(Beka sangat berpengaruh terhadap paparan informasi
Sariy, Yosephin Simanjuntak, & Suryani, pada masyarakat luas.
2018).
Pemberian MP-ASI yang sesuai dapat DAFTAR PUSTAKA
menunjang asupan gizi anak yang sudah tidak Agostoni, C., Decsi, T., Fewtrell, M., Goulet,
bisa dicukupi lagi oleh ASI. Sehingganya, O., Kolacek, S., Koletzko, B., … Van
pemberian MP-ASI yang terlambat akan Goudoever, J. (2008). Complementary
meningkatkan resiko anak untuk menderita feeding: A commentary by the
kekurangan gizi. Kondisi tersebut jika terjadi ESPGHAN Committee on Nutrition.
dalam jangka waktu yang lama akan Journal of Pediatric Gastroenterology
meningkatkan resiko stunting. Keterlambatan and Nutrition, 46(1), 99–110.
waktu pemberian MP-ASI berkorelasi https://doi.org/10.1097/01.mpg.00003044
signifikan dengan stunting (Dhami, Ogbo, 64.60788.bd.
Osuagwu, Ugboma, & Agho, 2019). Aguayo, V. M., Badgaiyan, N., & Paintal, K.
(2015). Determinants of child stunting in
Teknik Pemberian Makan the Royal Kingdom of Bhutan: an in-
Selain pengetahuan tentang jenis dan depth analysis of nationally
frekuensi makan, teknik pemberian makan pada representative data. Maternal & Child
balita juga mempengaruhi asupan makan balita. Nutrition, 11, 333–345. https://doi.org/
Ibu harus mengetahui mengenai waktu 10.1111/mcn.12168.
pemberian makan yang tepat. Selain itu pula, Ahmad, I., Khalique, N., Khalil, S., Urfi, &
jika anak menolak untuk makan, ibu hendaknya Maroof, M. (2018). Dietary diversity and
bisa membujuk anak untuk makan. stunting among infants and young
Sebaliknya, jika anak dapat children: A cross-sectional study in
menghabiskan makanan yang diberikan, ibu Aligarh. Indian Journal of Community
bisa memberikan pujian pada anak. Praktek Medicine, 43(1), 34–36. https://doi.org/
pemberian makan yang tepat dapat menunjang 10.4103/ijcm.IJCM_382_16.
pertumbuhan dan perkembangan anak. Anasiru, M. A., & Domili, I. (2017). Pengaruh
Contohnya dengan menerapkan teknik Asupan Energi dan Protein, Pola Asuh,
melibatkan anak dalam memilih makanan serta dan Status Kesehatan Terhadap Kejadian
pemberian pujian dan bujukan (Perdani, Hasan, Stunting pada Anak usia 12-36 bulan di
& Nurhasanah, 2016). Puskesmas Tilango Kecamatan Tilango
Kabupaten Gorontalo. Gorontalo Health
KESIMPULAN DAN SARAN Polytechnic.
Pola asuh berkaitan dengan status gizi Aridiyah, F. O., Rohmawati, N., & Ririanty, M.
balita, khususnya tinggi badan. Pola asuh dapat (2015). Faktor-faktor yang
mencakup pengetahuan ibu mengenai Mempengaruhi Kejadian Stunting pada
pemberian makan pada balita. Keahlian Anak Balita di Wilayah Pedesaan dan
pemberian makan mencakup pengetahuan Perkotaan . Jurnal Pustaka Kesehatan,
mengenai porsi makan yang cukup sesuai 3(1), 163–170. Retrieved from
dengan umur balita, cara pengolahan, makanan https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JPK/ar
alternatif jika balita tidak menyukai jenis ticle/view/2520/2029.
makanan tertentu, adanya pujian ataupun Badan Penelitian dan Pengembangan
bujukan untuk meningkatkan nafsu makan Kesehatan. (2019). Laporan Nasional
anak. RISKESDAS 2018. Retrieved from
Oleh karenanya, untuk mencapai http://labmandat.litbang.depkes.go.id/ima
penurunan angka stunting, maka diperlukan