1
Balai Pustaka, Ensiklopedi Nasional, Jilid VII., PT. Cipta Adi Pustaka, Jakarta, 1994,
hlm. 525
2
Seni murni, hasil terjemahan dari kata Prancis beaux-arts, lebih merujuk pada estetika
atau keindahan, sedangkan seni budaya adalah berkenaan dengan keahlian untuk menghasilkan
sesuatu dalam bentuk tulisan, percakapan dan benda bermanfaat yang diperindah. Berbagai bentuk
obyek merupakan hasil kombinasi estetika dengan kegunaan yang berfaedah, seperti benda-benda
dan tembikar, hasil kerajinan logam, arsitektur, dan rancangan periklanan Ensiklopedia Nasional
Indonesia, Ibid.,
3
Dieter Mack, Mengapa ’New Age’ dan ‘World Music’ Musik dari Sudut Pandang
Multikultural, Kalam 7, Jurnal Kebudayaan, 1996, hlm. 83
4
Muhammad Hatta, Alam Pikiran Yunani, UI Press, Jakarta, 1986, hlm. 52
12
13
sosiologi. Yang pertama berasaskan pada perangai dasar, tolok ukur dan
nilai seni (yaitu karya seni). Yang kedua adalah mengambil sasaran
aktivitas menghayati dan menciptakan serta telaah seni, yang ketiga
menyoroti masalah yang berkaitan publik, peran sosial seni, dan
lingkungan sekitar.5
Jadi, istilah seni tidak hanya menunjukan hal-hal yang
mengungkapkan keindahan saja. Sebagian seniman ada yang
mengatakan bahwa seni merupakan bahasa suatu bahasa perasaan.
Kesenian selalu melukiskan suatu unsur atau aspek kodrat ditambah
tanggapan atau pengalaman manusia. Keindahan membawa serta
ekspansi rasa hidup dan kesadaran diri sebagai bagian dari keseluruhan,
sifat sosial, dari kesenian meratakan pengalaman dan perasaan dari
seorang seniman kepada orang lain yang berkat kesenian memanusiakan
fitrah diri dan mengasah fitrahnya lebih dengan sempurna.6
Titik tolak berkesenian adalah (salah satu) ekspresi proses
kebudayaan manusia dan kebudayaan disalah satu pihak adalah proses
pemerdekaan diri. Dilain pihak kebudayaan juga berciri “fungsional”
untuk melangsungkan hidup. Maka ukuran atau nilai kebudayaan tidak
hanya manfaat, guna, fungsional, efesien tetapi juga pemerdekaan,
membuat orang lebih manusiawi. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa kesenian mempunyai dua dimensi yaitu dimensi budayannya
(pemerdekaan) pemanusiawian dan dimensi fungsional, guna, efesien,
teknis.
Seni atau kesenian bagaimanapun adanya sangatlah menarik
untuk diperhatikan dan diteliti. Sebagai makhluk yang sempurna
manusia diberi naluri dan perasaan yang halus sehingga dapat
merasakan keindahan, melihat, meraba, atau mendengar sesuatu yang
5
Drs. Human Sahman, Mengenali Dunia Seni Rupa, IKIP Semarang Press, Semarang,
1993, hlm. 11
6
Ketika manusia berbicara tentang fitrah maka tidak akan lepas dari ”kebenaran,
kebaikan, dan keindahan”. Epistimologi bersangkutan dengan teori mengenai kebaikan.
Sedangkan bagi penyelidikan mengenai hakekat keindahan dinamakan estetikaLouis O Kattsof,
Pengantar Filsafat, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1987, hlm. 379
14
7
Drs. Humar Sahman, Telaah Sistematik Dan Historik, IKIP Semarang Press, Semarang,
1993, hlm.189
8
Drs. H. Hartomo, Ilmu Sosial Dasar, Bumi Aksara, Jakarta, 1999, hlm. 40
15
9
Dan diceritakan bahwa melalui kebersihan jiwa dan ketajaman pikirannya, Phythagoras
telah mampu mendengarkan musik samawi dan dari sinilah, ia mulai membahas dan menciptakan
musik duniawi. Oleh karena itu, ia disebut sebagai orang pertama yang kali membicarakan musik
secara filosofis di dunia ini. Lihat Dr. Abdul Muhaya, M.A, Bersufi Melalui Musik Sebuah
Pembelaan Musik Sufi Oleh Ahmad al-Ghazali, Gama Media, Yogyakarta, 2003 hlm. 24
10
Ensiklopedi Nasional Indonesia, op.cit.,hlm. 413.
16
11
Selain secara fitrah (naturlaisme), musik juga dapat dilihat secara revalationisme yakni
alirann yang mempercayai bahwa musik berasal dari sumber dari alam metafisika melalui
tersibaknya tabir atau pewahyuan. Dr. Abdul Muhaya, M. A, Bersufi…op. cit., Hlm. 22
12
Ibid, hlm. 27
13
Ibid,..
14
Djohan, Psikologi Musik, Buku Baik , Yogyakarta, 2003, hlm. 7-8
17
15
Ensiklopedi Nasional Indonesia, op.cit.,hlm. 413.
18
16
Abdul Muhaya, op. cit., hlm. 31
17
Adapun menurut psikologis, musik dunia melalui harmonitas dapat mengantarkan jiwa
pendengar untuk berpulang kedalam ide Universal (alam al nafs) yaitu tempat kenikmatan yang
bersifat ruhani. Alam ini adalah alam yang sejati bagi para suf. Karena senantiasa dirindukan oleh
jiwa yang ada didunia, Ibid,.
18
Orang tidak pernah mengira bahwa beberapa tabib Muslim pada abad ke-9 dan ke-10
telah menggunakan musik sebagai sarana penyembuh penyakit, baik rohani maupun jasmani.
Berbagai risalah tentang pengobatan melalui musik telah ditulis oleh para tabib tersebut. Seorang
filsuf, Al-Farabi. Dalam kehidupannya Beetoven, musik pun (tanpa disadari oleh komposernya
sendiri) telah menjadi alat penyembuh penyakit jiwa dari composer yang kesepian dengan
ketuliannya ini. “Kedudukan musik pada peristiwa kehidupan musikus (composer) Beetiven
menunjukan kita dengan jelas, pengaruh terhadap jiwa raga manusia, baik ia sehat maupun dalam
keadaan memerlukan penyembuhan penyakityang diderita termasuk cacat-cacat mental. Suhardjo
Parto, op. cit., hlm xvi
19
Otak manusia dibagi menjadi dua bagian, yaitu Righ Hemisphere (otak kanan) dan Left
Hemisphere (otak kiri). Demikian hasil penemuan Dr. Roger W. Sperry yang memenangkan
hadiah Nobel atas jasanya tahun 1981. Keseimbangan 2 bagian otak tersebut dapat mempengaruhi
kecerdasan manusia. “Otak kiri merupakan pusat pengendali intlektual seperti daya ingat, bahasa,
19
logika, perhitungan, daya analsis, dan pemikiran konvergen. Otak kanan berdasarkan kepada
spontanitas, pengendalian fungsi mental melibatkan intuisi, sikap, emosi, hubungan ruang, dan
dimensi, gambar musik dan irama, gerak dan tari serta pikiran devergen”. Jadi pada dasarnya,
musik dapat dijadikan sebagai alat penyeimbang otak kiri. Daya estetis musik dapat dimanfaatkan
sebagai penambah IQ. Ibid., hlm xvii
20
Ibid., hlm. xii
20
21
Seyyed Hossein Nasr, Spiritualitas Dan Seni Islam, Terj. Drs. Sutejo, Mizan, Bandung,
1993, hlm. 16
22
Prof. Shin Nagakawa, Musik Dan Kosmos Sebuah Pengantar Etnomusikologi, Yayasan
Obor Bentang Budaya, Jakarta, 2000, hlm. 1
21
23
Rahayu Supanggah, Etnomusikologi, Yayasan Obor Bentang Budaya, Yogyakarta,
1995, hlm. 1
24
Ibid., hlm. 2-3
25
Faiz Ahsoul (editor), Alat Musik Jawa Kuno, Yayasan Mahardhika, Yogyakarta, 2003,
hlm. 9
22
26
Rahayu Supanggah, op. cit., hlm. 2-3
27
Ibid., hlm. 54
23
dipandang dari segi etikanya saja, melainkan lebih pada latar belakang
budaya masyarakat pendukung.28
B. Sejarah Etnomukologi
Etnomusikologi merupakan disiplin ilmu yang baru muncul sesudah
perang dunia II, yaitu dari sisa-sisa musikologi komparatif. Namun hal yang
baru dari kemunculannya ini adalah perkembanganya yang dinamis, yang
memungkinkannya untuk memegang peranan besar atas pengulangan
kelahiran.29
Sejarah ilmu ini belum lama, kira-kira seratus tahun yang lalu. Di
Jerman etnomukologi muncul pada abad XIX, akan tetapi ilmu ini berasal
dari tradisi ilmu pengetahuan Barat atau Eropa. Setelah perkembangan di
Barat etnomusikologi kemudian menyebar ke seluruh pelosok dunia,
termasuk di dalamnya ke Indonesia.
Etnomusikologi merupakan nama baru yang diberikan oleh Jaap-
Kunts, yang digunakan dalam bukunya yang berjudul Musicologica a Study
of the Nature of Ethnomukologi, its Problem, Methods, and Representative
Personalities, dalam edisi-edisi selanjutnya buku itu disebut
etnomusikology. Pada edisi yang pertama dia menggunakan tanda baca
hubung [Ethno (-) musicology], sedangkan yang kedua tanda baca
penghubung itu tidak dipergunakan lagi. Jaap Kunst berpandangan bahwa
istilah ini lebih tepat bagi “comparativ musicology,” oleh karena “ilmu ini
menggunakan metode ‘Pembandingan’ melebihi [metode] ilmu lain.30
Studi musik secara ilmiah, di tempat mana etnomusikologi
menempatkan eksistensinya, (dan hampir disebut sebagai ‘musik
komparatif’), dimulai pada tahun 1880-an. Ini dapat ditelusuri melalui karya
Guido Adler yang menulis outline tentang studi musik secara ilmiah pada
tahun 1885. Di dalam outline itu disebutkan bahwa studi ilmiah musikal
dapat dibagi ke dalam dua divisi utama, yaitu studi kesejarahan serta studi
28
H. H Arius Swamin Taryanto dan Laz Wiwiek W, “Etnomusikologi” Ensiklopedi
Nasional Indonesia, PT. Adi Cipta Pustaka, Jakarta, 1990, Jilid IV, hlm. 217-218
29
Rahayu Supangah, op. cit., Hlm. 8
30
Ibid.
24
31
Disebut demikian karena para peneliti pada saat itu benar-benar membandingkan musik
yang ada di dunia ini. Dalam analisisnya para peneliti pada saat itu selalu menggunakan teori
musik Barat. Sehingga pengaruh musik Barat tidak dapat dielakkan lagi. Hal ini membawa
dampak sangat luas, misalnya karena mereka sudah terbiasa mendengarkan musik diatonic yang
menggunakan 12 nada maka mereka merasa aneh apabila mendengar tangga nada slendro atau
pelog gamelan Jawa. Bagi mereka tangga nada atau laras gamelan jawa itu salah. Namun demikian
tidak semua peneliti berbuat demikian, ada peneliti yang berusaha menghindari pengaruh Barat
tersebut. Shin Nagakawa, op.cit., hlm. 2
25
32
Rahayui Supanggah, op. cit., hlm. 3-9
33
Suka Hardjana, op.cit., hlm. 288
34
Franki Raden, "Dinamika Pertemuan Dua Tradisi, di abad ke 20", Kalam "Jurnal
Kebudayaan", edisi 2, (September, 1994), hlm. 6
26
35
DR. F.X. Suhardjo Parto, Musik Seni Barat dan Sumber Daya Manusia, Puataka
Pelajar, Yogyakarta, 1996, hlm. 5
36
Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pemgembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1990, hlm. 466
37
Hassan Shadliy, Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia, PT. Bina Aksara, Jakarta,
1983, hlm. 1
38
Ibid., 2
27
41
Ibid., hlm. 35
42
Abdulsyani, op.cit., hlm. 116
43
Hassan Shadliy, op. cit., hlm. 365
44
Ibid., hlm. 366
29
45
Hartomo, op.cit., hlm. 40
46
D. S Moelyanto, Prahara Budaya Kilas Balik Ofensif Lekra/PKI dkk, Mizan, Bandung,
1995, hlm. 302
47
Ibid., hlm. 192
30
48
Ibid.,
49
Dalam menjelaskan unsur pokok yang terdapat pada musik, Joseph Machlis
menerangkan unsure-unsur penting yang ada dalam musik. Menurutnya, musik memiliki lima
materi pokok: musical line (lagu), musical space (harmoni), musical time (ritme), musical pace
musical color (timbre/warna nada).Dr. Abdul Muhaya, op. cit., hlm. 28
31
50
Sementara secara kulatitatif, Menurut Sutopo penelitian kualitatif memberikan
prespektif baru, dengan warna yang lebih kaya nuansa. Lantaran prespektif tersebut memberikan
realitas internal. Daya tarik penelitian kualitatif terletak pada cara kerja induktif dengan kekayaan
tafsirnya. Apalagi bila diingat realitas sosial sebenarnya bersifat subyektif, sebab tergantung pada
tempat, waktu, dan konteks (realitas) sosial budaya yang ada dilapangan. Ali Mufis, Metode
Penelitian Kualitatif Untuk Kebijakan Publik, Jurnal Jaclit Bima Suci, Nomor 6 tahun 1997, hlm.
63
51
Nama asli Iwan Fals adalah Virgiawan Listanto lahier di Jakarta tanggal 3 September
1961. Ibunya bernama Lies yang lahir tanggal 24 Juni 1940 dan bapak Harso lahir pada tanggal 19
Agustus 1923 di Nganjuk Jawa Timur. http//:www. Iwan_com.
32
52
Yudi noor Hadiyanto, Perjalanan Batin Iwan Fals (Studi Syair Atas Lagu Mistis),
Fakultas Ushuluddin, Semarang, 2006, Hlm. 198-204
53
Emha Ainun Nadjid lahir pada tanggal 27 Mei 1953, tepatnya didesa Menturo,
Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Karya Emha Ainun nadjid terdiri menjadi lima bagian; Pertama
sajak, kedua cerpen, ketiga Esai, keempat kolom, kelima syair lagu. Lihat Karya Tulis, Nur Huda
Widiana, Pesan-Pesan Dakwah Islam Emha Ainun Nadjid Tentang Sosial Politik Tahun 1997-
1999 (Studi Penggunaan Bahasa Dakwah Melalui Pendekatan Hermeunetik), Fakultas Dakwah,
Semarang, 2000, hlm. 93
33
54
Arius Swamin Taryanto op. cit., hlm. 217-218
55
Wouter Raap, Kearah Pengertian dan Penikmatan Musik (mens ed Melodi), Pustaka
Recordansa, Jakarta, 1978, cet. II., hlm. 9
56
Dr. Abdul Muhaya, op. cit., hlm 24
57
Bahkan dalam Islam sendiri, kalau melihat narasi keseimbangan dan keselarasan
bentuk seninya, sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Qur’an, bukanlah semata proses kreatif
penyeimbang antara kriteria seni dan kriteria dakwah, tetapi juga merupakan proses holistikasi
antara rigiusitas, Etika, dan Estetika, yang kemudian melahirkan argumentasi makna, Hakekat seni
bukanlah semata alat yang efektif untuk berdakwah, melainkan dapat dijadikan rujukan sebagai
kekuatan psikologis yang mampu menembus dinding ruhani secara lebih intensif melalui
transendensi kode-kode simbolik dan estetik. Dengan demikian, untuk menjalankan dakwah
diperlukan apresiasi terhadap seni, sedangkan berseni tidak harus menggunakan sistemasi dakwah
Hamdy Salad, Agama Seni Refleksi Teologis Dalam Ruang Estetik, Semesta, Yogyakarta, 2000,
hlm. 55-56
34
58
Musik merupakan kesenian yang keindahannya dapat dinikmati melalui indera
pendengaran dan telah ada sejak zaman sebelum datangnya Islam. DR. Yusuf Al-Qardhawy,
Nasyid Versus Musik Jahiliyah, Terj. H. Ahmad Fulex Bisri, H. Awan Sumarna, H Anwar
Mustafa, Mujahid Press, Bandung, 2003, hlm. 9-10
59
Djohan, op.cit., hlm.221
60
Seperti kata Jaya Suprana dalam bukunya Suhardjo Parto yang berjudul “Musik Seni
Barat Dan Sumber Daya Manusia” bahwa musik dapat tingkatkan produktifitas kerja.
Suhardjo Parto, op. cit., hlm. xvii
61
Suhardjo Parto, op. cit., hlm. 1-2
62
Shin Nagakawa, op.cit., hlm. 3-4
35
DAFTAR PUSTAKA
Balai Pustaka, Ensiklopedi Nasional, Jilid VII., PT. Cipta Adi Pustaka, Jakarta,
1994.
Mack, Dieter., Mengapa ’New Age’ dan ‘World Music’ Musik dari Sudut
Pandang Multikultural, Kalam 7, Jurnal Kebudayaan, 1996.
Sahman, Human, Drs., Mengenali Dunia Seni Rupa, IKIP Semarang Press,
Semarang, 1993.
Muhaya, Abdul, Dr., M.A, Bersufi Melalui Musik Sebuah Pembelaan Musik Sufi
Oleh Ahmad al-Ghazali, Gama Media, Yogyakarta, 2003.
Nasr, Hossein, Seyyed., Spiritualitas Dan Seni Islam, Terj. Drs. Sutejo, Mizan,
Bandung, 1993.
Ahsoul, Faiz (editor), Alat Musik Jawa Kuno, Yayasan Mahardhika, Yogyakarta,
2003.
Raden, Franki, "Dinamika Pertemuan Dua Tradisi, di abad ke 20", Kalam "Jurnal
Kebudayaan", edisi 2, (Bulan, 1994).
Parto, Suhardjo, D R. F.X., Musik Seni Barat dan Sumber Daya Manusia, Puataka
Pelajar, Yogyakarta, 1996.
36
Moelyanto S.D., Prahara Budaya Kilas Balik Ofensif Lekra/PKI dkk, Mizan,
Bandung, 1995.
Mufis, Ali, Metode Penelitian Kualitatif Untuk Kebijakan Publik, Jurnal Jaclit
Bima Suci, Nomor 6 tahun 1997.
Hadiyanto, Noor, Yudi, Perjalanan Batin Iwan Fals (Studi Syair Atas Lagu
Mistis), Fakultas Ushuluddin, Semarang, 2006.
Widiana, Huda, Nur, Pesan-Pesan Dakwah Islam Emha Ainun Nadjid Tentang
Sosial Politik Tahun 1997-1999 (Studi Penggunaan Bahasa Dakwah
Melalui Pendekatan Hermeunetik), Fakultas Dakwah, Semarang, 2000.
Salad, Hamdy., Agama Seni Refleksi Teologis Dalam Ruang Estetik, Semesta,
Yogyakarta, 2000.
Al-Qardhawy, DR., Yusuf, Nasyid Versus Musik Jahiliyah, Terj. H. Ahmad Fulex
Bisri, H. Awan Sumarna, H Anwar Mustafa, Mujahid Press, Bandung,
2003.