Oleh :
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
Hidayatullah Jakarta.
iii
ABSTRAK
v
بسم اهلل الرمحن الرحيم
KATA PENGANTAR
Baginda Nabî Besar Muhammad Sallâllâhu ‘Alaihi Wasallam, beserta para handai
tolan, sahabat, dan umatnya, terkhusus para Ulama yang meneruskan estafet
dihadirkan ini masih jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi, penulis meyakini
teknologi yang semakin canggih dan penuh problematika yang berbeda dengan
bukan sebatas hasil usaha sendiri, akan tetapi berkat bimbingan dan motivasi
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih
sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Dr. Phil. Asep Saepudin Jahar, M.A., Dekan Fakultas Syarî‟ah dan
Hukum dan para Pembantu Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
vi
Mazhab dan ibu Hj. Siti Hana, S. Ag, Lc., M.A., Sekretaris Program Studi
Perbandingan Mazhab;
3. Ibu Dra. Hj. Afidah Wahyuni, M.Ag, Dosen Penasehat Akademik Penulis;
4. Bapak Dr. H. Supriyadi Ahmad, M.A., dan Ibu Ummu Hanah Yusuf Saumin,
LC, M.A,. dosen pembimbing I dan II yang telah memberikan arahan, saran
dan ilmunya hingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik;
5. Seluruh dosen Fakultas Syarîah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarîf Hidâyatullâh Jakarta, yang telah mendidik dan mengajarkan Ilmu dan
studi di Fakultas Syarîah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarîf
Hidayatullah Jakarta;
Ibunda Hj. Siti Khadijah, yang telah memberikan do‟a selama penulis
8. Abang Subli dan kakak-kakak penulis Hj. Hidayah, S.E., M.M., dan Hj. Siti
9. Ririn Purnama Dewi yang selalu ada di kala susah maupun senang, dan selalu
vii
Komisariat Fakultas Syarîah dan Hukum UIN Jakarta.
12. Syariah Junior F.C dan Terlambat Lulus F.C yang telah memberikan
skripsi ini. Semoga para pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun
materil dalam penulisan skripsi ini mendapat ganjaran pahala dari Allah
Penulis
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................... v
ix
1. Pengertian ............................................................................................... 15
2. Hukum..................................................................................................... 17
4. Tujuan ..................................................................................................... 24
1. Pengertian ............................................................................................... 25
1. Pengertian ............................................................................................... 27
1. Sejarah ............................................................................................. 32
3. Fatwa ................................................................................................ 40
1. Sejarah ............................................................................................. 48
3. Fatwa ................................................................................................ 57
x
A. Persamaan pendapat tentang Penggunaan Media Telekonferensi
C. Analisis Penulis....................................................................................... 67
A. Kesimpulan ............................................................................................. 77
B. Saran-saran .............................................................................................. 78
xi
PEDOMAN TRANSLITERASI1
1. Di dalam naskah skripsi ini banyak dijumpai nama dan istilah teknis
(technical term) yang berasal dari bahasa Arab ditulis dengan huruf Latin.
berikut:
ARAB LATIN
ب Ba b Be
ت Ta t Te
ج Jim j Je
د Dal d De
ر Ra r Er
س Sin s Es
1
Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM), Pedoman Penulisan Skripsi, (Ciputat: FSH-
UIN Jakarta, 2012), hal. 43-46.
xii
ض Dhat d De dengan garis bawah
ف Fa f Ef
ق Qaf q ki
ك Kaf k Ka
ل Lam l El
م Mim m Em
ن Nun n En
و Wawu w We
هـ Ha h Ha
ي Ya y Ye
2. Vokal tunggal atau monoftong dan vocal rangkap atau diftong bahasa Arab
sebagai berikut:
ؘ
‒ a fathah
xiii
‒
ؘ i Kasrah
‒
ؘ i dammah
ؘ‒ ي ai A dan I
ؘ‒ و au A dan U
3. Vokal panjang atau maddah bahasa Arab yang lambangnya berupa harakat
‒ؘ
ى î I dengan topi di atas
4. Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan huruf ()ال,
dialihaksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf syamsiyyah maupun
اإلجتهاد = al-ijtihad
xiv
sedangkan ta’ marbûtah yang hidup dilambangkan dengan huruf “t”, misalnya
menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak
berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata
xv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
“Nikah” atau “Zawaj” berasal dari bahasa Arab ) ( َِ َكا ُغatau ) ( َؤَّا ُض,
“zawaj” adalah :
2. Aqad yang ditetapkan Allah bagi seorang lelaki atas diri seorang
antara keduanya3
jika dilakukukan dengan akad yang mencakup ijab dab qabul antara
wanita yang dilamar dengan lelaki yang melamarnya, atau antara pihak
yang menggantikannya seperti wakil dan wali, dan dianggap tidak sah
1
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab-Indonesia, Yogyakarta, Pustaka Progressif,
hal. 1461
2
Mahmud Yunus,Kamus Arab-Indonesia, Jakarta, PT. Mahmud Yunus wa Dzurriyat,
2010, hal. 468
3
Ahmad Sudirman Abbas. Pengantar Pernikahan Analisa Perbandingan Mazhab,
Jakarta, PT PrIma Heza Lestari, 2005, hal. 1
4
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, Jakarta, PT lentera basritama,
1996, hal. 309
1
2
dalam akad itulah apa yang diniatkan dari awal menjadi kenyataan dan
memiliki kepastian hukum. Akad menjadi suatu perjanjian yang kuat atau
mitsaqan ghalizan. Dan oleh karena akadlah seorang pria dan wanita
lahir batin antara seoerang pria dan seorang wanita sebaagai suami istri
dengan tujuan membentu keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan
Mazhab Fikih terbesar sepakat menjadikan akad atau Sighat (ijab dan
qabul) sebagai salah satu rukun nikah. Akad adalah perjanjian yang
baik dilakukan oleh wali atau yang mewakili yang berisi menyerahkan
sang mempelai wanita kepada mempelai pria. Dan qabul adalah lafaz yang
5
Undang-undangn No. 1 1974 : Tentang Perkawinan.
6
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta, Kencana, 2007. Hal.
61
3
Para ulama mazhab sepakat bahwa ijab qabul itu sah jika dilakukan
mewakilinya dan redaksi qabiltu ( aku terima) atau radhitu (aku setuju)
ijab kabul, di antaranya adalah ittihad al-Majlis atau bersatu majelis dalam
apakah yang dimaksud dengan ittihad al-Majlis ini? Dalam hal ini terjadi
7
Muhammad Jawad Mughniyah, hal. 309
8
Abdurrahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ‘ala al-Mazahib al-Arba’ah, Beirut: Dar al-Fikr,
Jilid 4, hal. 24
4
kitabnya :
acara tersebut selesai kabul diucapkan pula pada acara berikutnya, maka
hal ini tidak sah walaupun dua acara tersebut dilakukan dalam satu tempat
keduanya tidak terwujud maka tidak sah. Namun sebaliknya, Ibnu Nujaim
yang beliau itu adalah salah seorang ulama‟ Hanafi mencontohkan kasus
pihak lain mengucapkan kabul dilantai atas tempat yang tadi digunakan
untuk berijab maka akadnya sah selama kedua belah pihak dapat melihat
9
Muhammad Amin Ibnu Abidin, Hasyiyah Radd al-Mukhtar, Beirut: Dar al-Fikr, Jilid 3,
hal. 14
5
pihak masing masing memiliki jarak yang jauh. Atau kedua belah pihak
jalan. Yaitu kedua belah pihak berada di tempat yang sama. Sehingga
secara fisik, bukan kesatuan waktu pengucapan ijab kabul antara kedua
belah pihak. Maka dari itu, dalam Mazhab Syafi‟i tidak sah ijab kabul
yang dilaukan dengan surat menyurat dan lain lain yang menunjukan
ُ َٚ ُه نَ ْىْٛ ٍِ َٚ فَاِ ٌْ ذَفَ هَّ َم َك ََل ٌوُّٙ ب َٔ ْانمَث ُْٕ ِل َك ََل ٌو اَظْ َُ ِث
َٗع َّه َػه ِْ
ِ َْعاٚاْل
11
ْػ
ِ ٛانص َِّؽ
Artinya : rukun yang kelima adalah Sighat, dan Sighat tersebut harus tidak
terselip diantara ijab dan kabul kata-kata lain diluar akad, apabila terselip
kata sangat sedikit maka itu tidak membahayakan akad menurut pendapat
yang shahih.
10
Zainuddin Ibnu Nujaim al-Hanafi, Al-Bahr al-Raiq: Syarah Kanz al-Daqa’iq, Beirut,
Dar al-Fikr, 1993, Jilid 5, Cet. 3, h. 294
11
Abi Zakaria al-Nawawi al-Syafi‟i, Raudhah al-Thalibin wa ‘Umdah al-Muttaqin,
Beirut, Dar al-Fikr, 1996, Juz 7, h. 395
6
Apabila dalam ijab kabul tersusup kalimat lain saja ijab kabul tersebut
dianggap tidak sah oleh Imam An-nawawi. Apalagi jika ijab kabul tersebut
dilakukan saat kedua belah pihak tidak berada di satu tempat yang sama.
tidak seperti dulu lagi. Teknologi yang disebut video call, net meeting, dan
Mereka tetap bisa bertatap muka walaupun sedang dalam ruang yang
berbeda.
dalam akad nikah yang dikeluarkan kedua lembaga fatwa ini mengingat
kedua lembaga ftawa ini pasti memiliki metode istinbath yang berbeda
B. Identifikasi Masalah
dipertanyakan
C. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan dalam skripsi ini lebih terarah dan efisien, maka
Tarjih Muhammadiyah
8
3. Data yang diteliti dibatasi pada adalah data pada tahun 2008
D. Rumusan Masalah
1. Tujuan Penelitian
2. Manfaat Penelitian
Akad Nikah
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
hukum Islam (fiqh) yang bersumber dari al-Qur‟an dan al-Hadits yang
12
Amiruddin, dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta, PT
Raja Grafindo Persada, 2004, Cet. Pertama, hal. 118
10
a. Studi Pustaka
13
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI-Press, 2014, hal 12
14
Fahmi Muhammad Ahmadi, Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Cipta
Karya Mandiri, 2010 hal. 17
11
b. Studi Dokumentasi
4. Analisis Data
yang akurat16.
15
Soerjono Soekanto dan Sri Majmud, Penelitian Hukum Normatif (suatu tinjauan
singkat), Jakarta, PT Rajagrafindo Persada, 2004, hal. 241
16
Suharsmi, arikunto, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek, Jakarta, Adi
Mahasatya, cet ke-12, hal. 236
12
akad nikah baik berupa kitab-kitab fikih maupun skripsi yang telah ada.
perspektif hukum islam secara umum. Dan tidak konsen membahas pada
perbedaan pendapat ulama‟ yang tentu saja berbeda dengan penilitian ini.
H. Sistematika Penulisan
sistematika penulisan dengan membagi kepada lima (5) bab, tiap-tiap bab
penulisan.
Telekonferensi
akad nikah
saran.
15
BAB II
1. Pengertian
yaitu nakaha – yankihu – nikahan (َ ُْ ِك ُػ – َِ َكاؼًاٚ – (ََ َك َػyang artinya nikah
untuk arti akad nikah18. Pernikahan sering juga disebut perkawinan yang
berasal dari kata “kawin”, dan dalam KBBI kawin memiliki arti
atau bersetubuh19
20
ع َّ اَ ْن: ًاَ ْنُِّ َكا ُغ نُ َغح
ُ ع ُى َٔ ْاْلظْ رِ ًَا
17
Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, Jakarta: Hidakarya Agung, 1990,
hal. 467
18
Abdurrahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, Jakarta: Prenada Media, 2003, hal 7
19
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1994, cet. Ke-3, edisi kedua
hal. 456
20
Muhammad Syata Ad-Dimyati, I’anah At-Thalibin, juz 3, Beirut: Dar Al-Ihya‟ Al-
Kutub Al-Arabiyah, hal. 254
15
16
berikut:
21
ع ُى ْ َٕ اَ ْن: ًاَنُِّ َكا ُغ نُ َغح
َّ غ ُء َٔ ان
22
غ ُء َٔ ْان َؼ ْم ُك
ْ َٕ ع ُى َٔ ْان
َّ َػهَٗ ان: ًك نُ َغح ْ َٚ اَنُِّ َكا ُغ
ُ ُ طه
bahasa dari nikah ini. Namun, kesemua pendapat tersebut bermuara disatu
23
ِ ك شَهْ ػًا َػهَٗ َػ ْم ٍك ُي ْشرَ ًِ ٍم َػهَٗ ْاْلَنْ َك
اٌ َٔان ُّشه ُْٔ ِغ ْ َٚ َٔ
ُ ُ طه
21
Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh ala Mazahibil Arbaah, juz 4, Beirut: Dar Al-Kutub Al-
Ilmiyah, 2003,hal 7
22
Ibrahim Al-Bajuri, Hasyiyah Al-Bajuri ala Syarhi Ibnu Qasim Al-Gazi, cet kedua,
Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1999, hal.111
17
Artinya : Dan menurut syara‟ (istilah) nikah adalah akad yang termasuk di
dalamnya rukun-rukun dan syarat-syarat.
Abdurrahman Al-Jaziri memberikan 3 pendapat mengenai definisi
nikah menurut istilah ini. Pendapat pertama yaitu nikah adalah secara
ulama‟ Mazhab Hanafi. Pendapat kedua yaitu nikah menurut istilah adalah
akad yang dilakukan untuk kebolehan wath’. Pendapat ini merujuk kepada
adalah lafaz umum yang menjelaskan tentang akad dan wath’. Pendapat
sangat kuat atau Mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan
berkumpul, dan akad. Selain pendapat ulama, hukum positif juga sudah
Hukum Islam (KHI) mengartikan nikah dengan akad yang sangat kuat.
2. Hukum
23
Ibrahim Al-Bajuri, hal. 111
24
Abdurrahman Al-Jaziri, hal. 8
25
Kompilasi Hukum Islam, Buku 1 , Hukum Perkawinan, pasal 2
18
dalam islam adalah firman Allah SWT dalam surah An-Nisa (4) ayat 3
berikut :
berfirman :
26
Abu Al-Husain Muslim bin Al-Hajjaj Al-Qusyairi Al-Naisaburi, Shahih Muslim, Juz 2,
Beirut: Daarul Kutub al-„Ilmiah, 1992, hal. 1018-1019
19
Artinya : Dari Abdurrahman bin Yazid, dari Abdullah bin Mas‟ud r.a (dia)
berkata, berkata Rasulullah Sallallahu „alaihi wa sallam : “wahai para
pemuda, barang siapa yang mampu untuk menikah maka menikahlah.
Karena sesungguhnya menikah itu dapat menundukkan pandangan dan
menjaga kemaluan (dari pebuatan zina) dan barang siapa yang tidak
mampu maka hendaknya ia berpuasa, karena puasa itu adalah sebuah
penawar”27. (H.R Muslim)
Dari segi ijma’, para ulama‟ sepakat bahwa nikah itu disyari‟atkan28.
Namun bisa saja hukum asal tersebut berubah menjadi wajib, sunnah,
makruh atau haram. Tergantung kondisi dan tujuan pelaku nikah tersebut.
a. Wajib
b. Haram
c. Sunnah
27
Ahmad Razak dan Rais Lathief, Terjemah Hadits Shahih Muslim Juz II, Jakarta:
Pustaka Al Husna, 1980, hal. 164
28
Ibnu Qudamah, Al-Mughniy, Al-Mughniy, Riyadh: Dar Al-„Alim Al-Kutub, 1417 H/
1997 M, Juz 9, hal, 340
29
Abdurrahman Al-Jaziri, hal 12
30
Ibnu Qudamah, hal, 340-341
31
Asrorun Ni‟am Sholeh, Fatwa-fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, Jakarta:
eLSAS, 2008, hal. 6
20
d. Makruh
Nikah dihukumi makruh bagi orang yang khawatir akan berbuat nista
dan membawa mudarat kepada istrinya dan tidak merasa yakin dapat
mengenai jumlah rukun nikah tersebut. Menurut jumhur ulama‟ rukun niah
itu ada empat, yaitu sighat (ijab dan qabul), calon istri, calon suami, dan
bahwa rukun nikah itu hanya ada dua yaitu ijab dan qabul saja, tak ada
yang lain34.
kalangan Malikiyah rukun nikah ada lima, yaitu wali, mahar yang harus
ada namun tidak disyaratkan untuk menyebutkannya saat akad, suami, istri
32
Ibnu Qudamah, hal, 340-341
33
Asrorun Ni‟am Sholeh, hal. 9
34
Asrorun Ni‟am Sholeh, hal. 14
21
(suami istri ini harus bebas dari hal-hal yang menghalangi pernikahan),
rukun nikah ada lima, namun sedikit berbeda dengan mazhab Maliki, lima
rukun nikah tersebut terdiri dari suami, istri, wali, dua orang saksi, dan
sighah36.
suami, istri, wali dan sighah atau ijab dan qabul. Sedangkan rukun yang
tidak disepakati adalah adanya dua orang saksi menurut ulama Syafi‟iyah,
a. Calon suami
b. Calon istri
c. Wali nikah
akad diakui keabsahannya dan keberadaannya oleh hukum islam, dan tidak
35
Abdurrahman Al-Jaziri, hal 16
36
Abdurrahman Al-Jaziri, hal 17
37
Kompilasi HuKum Islam Pasal 14
22
dan kelayakan serta kepantasan si calon istri untuk menjalani akad berupa
kedua belah pihak calon suami istri tanpa adanya syarat-syarat itu, dan
mempunyai kapasitas untuk itu, bahwa syarat seorang calon suami atau
syarat tersebut, kedua pihak atau salah satu dari kedua belah pihak
Dari penjelasan di atas mengenai rukun dan syarat pernikahan, akan lebih
38
Asrorun Ni‟am Sholeh, hal. 29
39
Asrorun Ni‟am Sholeh, hal. 29
40
Asrorun Ni‟am Sholeh, hal. 29
23
1. Muslim
2. Merdeka
3. Berakal
4. Benar-benar laki-laki
5. Adil
istri
1. Muslimah
2. Benar-benar perempuan
dilarang agama
4. Lafaz ijab qabul harus terjadi pada satu majelis, dan harus segera
1. Muslim
2. Berakal
3. Tidak fasik
4. Laki-laki
1. Muslim
2. Baligh
3. Berakal
4. Merdeka
5. Laki-laki
6. Adil
4. Tujuan
41
Asrorun Ni‟am Sholeh, hal. 30-32
25
dan kerusankan
42
Abdurrahman A-Ghazali, hal 22
43
Abdurrahman A-Ghazali, hal 24
26
1. Pengertian
Akad berasal dari bahasa arab yaitu Aqada ( ) َػمَ َكyang artinya
bahasa adalah ikatan antara dua perkara, baik ikatan secara nyata maupun
bagian. Yaitu akad secara umum dan akad secara khusus. Akad secara
ucapan seseorang yang berakad dengan yang lainnya secara Syara‟ dan
berdampak pada objeknya. Yang dimaksud disini adalah ijab dan kabul48.
44
Kompilasi Hukum Islam Pasal 3
45
Louis Ma‟luf, Al-Munjid fi Al-Lughat wa Al-‘Alam, Beirut: Dar Al-Masyriq, 1986, hal.
518
46
Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah, Beirut: Dar Al-Fikr, 1983, jilid ke-3 hal. 127
47
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Al-Islam wa Adillatuh, Dimsyiq: Dar Al-Fikr, 1985, cet ke-2,
hal. 80
48
Wahbah Az-Zuhaili, hal. 80-81
27
rukunnya. Namun jumhur ulama sepakat bahwa rukun akad terdiri atas49 :
terjadinya kabul
1. Pengertian
49
Wahbah Az-Zuhaili, hal. 92
50
Tengku Muhammad Hasbi As-Shiddiqi, Pengantar Fiqh Muamalah, Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 2009, hal. 29-30
28
yang memungkinkan kita untuk melihat secara visual lawan bicara kita
di lokasi berbeda.
51
Michael M.A Mirabito dan Barbara L Morgenstern, The New Communication
Technology, USA: Elsevier, 2004, hal, 219
29
Telekonferensi ini dalam prosesi akad nikah. Lebih tepatnya saat ijab
2. Prosedur Penerapan
52
Uke Kurniawan Usman, Pengantar Ilmu Telekomunikasi, Bandung: Informatika, 2008,
hal. 215
53
Erwadi Bakar, Pemanfaatan Ineternet sebagai Media Telekonferensi, Jurnal R & B, 4
(1), pp. 39-43, ISSN 1412-5080 diunduh pada tanggal 7 April 2017 pukul 01.54 AM
30
Telekonferensi, diantaranya 54 :
speaker.
b. Media Transmisi
kepada penerima.
54
Erwadi Bakar, Pemanfaatan Ineternet sebagai Media Telekonferensi, Jurnal R & B, 4
(1), pp. 39-43, ISSN 1412-5080 diunduh pada tanggal 7 April 2017 pukul 01.54 AM
31
suara, tapi juga dapat melihat secara fisik lawan bicara yang berada
BAB III
Muslimin55.
55
Kata Pengantar Wakil Rois Aam PBNU, Kacung Marijan, Quo Vadis NU setelah
kembali ke Khittah 1926, (Jakarta, Erlangga, 1992)
32
33
berakidah dan menganut salah satu darim empat mazhab; Hanafi, Maliki,
fatwa, petunjuk, dan keputusan hukum yang diberikan oleh ulama NU dan
keagamaan.
berdiri. Saat itu sudah ada tradisi diskusi di kalangan pesantren yang
melibatkan kyai dan santri yang hasilnya diterbitkan dalam buletin LINO
56
Kata Pengantar MA.Sahal Mahfudh, Ahkamul Fuqaha’ Solusi Problematika Aktual
Hukum Islam Keputusan Muktamar, munas, Konbes Nahdlatu Ulama’ (1926 – 2010), Surabaya,
Khalista, 2011
34
hasil Bahtsul Masa’il juga menjadi ajang diskusi interaktif jarak jauh antar
yang dihadapi warga NU. Di dalam forum inilah para intelektual pesantren
57
Kata Pengantar MA. Sahal Mahfudh, Ahkamul Fuqaha’ Solusi Problematika Aktual
Hukum Islam Keputusan Muktamar, munas, Konbes Nahdlatu Ulama’ (1926 – 2010), Surabaya,
Khalista, 2011
58
Solusi Hukum Islam, Keputusan Mukatamar , Munas, dan Konbes Nahdlatul Ulama
(1926-2004 M), Surabaya: Diantama, 2006, hlm. 9
59
Vivin Baharu Sururi, Metode Istinbat Hukum di Lembaga Bahtsul Masail NU, Jurnal
Bimas Islam, vol. 6. Ditjen Bimas Islam Kemenag RI, Jakarta, 2013, hal. 428
60
Vivin Baharu Sururi, hal. 428-429
35
bahwa tidak seluruh hukum syari‟at Islam dapat diketahui secara langsung
mengambil hukum secara langsung dari sumber hukum yang asli yaitu Al-
bathsul masa‟il ada tiga macam. Ketiga metode tersebut diterapkan secara
berjenjang, yaitu:
1. Metode Qauli
fiqh dari mazhab empat dengan mengacu dan merujuk secara langsung
berikut:
b. Dalam kasus ketika jawaban bisa dicukupi oleh ibarat kitab dan
2. Metode Ilhaqi
Metode ini adalah cara istinbath hukum dengan menyamakan hukum suatu
hukumnya) dengan kasus/ masalah serupa yang telah dijawab oleh kitab
Metode ini dipakai apabila metode qouli tidak dapat dilaksanakan karena
berikut:
hukumnya)
hukumnya.
Metode ilhaqi ini dalam prakteknya mirip qiyas, oleh karena itu
dinamakan metode qiyas versi NU. Ada perbedaan mengenai qiyas dan
hukum sesuatu yang belum ada ketetapannya dengan sesuatu yang sudah
3. Metode Manhaji
dengan cara mengikuti jalan fikiran dan kaidah penetapan hukum yang
dikaji dalam bahtsul masail yang tidak terdapat dalam teks kitab mu’tabar
jawabannya dalam Al-Qur‟an lalu pada hadits dan begitu seterusnya yang
Pertama, penetapan hukum yang dilakukan oleh bahtsul masail itu adalah
masyarakat.
68
Ahmad Muhtadi Anshor, hal. 84-89
69
Ahmad Zahro, hal. 122
70
Ahmad Zahro, hal. 126
39
modern atau artikel/majalah yang ditulis oleh para ulama yang diakui
ditampilkan dalam redaksi kitab atau teks rujukan yang dipilih. Biasanya,
pemilihan dilakukan secara alami, apakah kitab itu diterima oleh kalangan
A. Deskripsi
Saudi.
B. Pertanyaan:
telepon, e-mail atau Cybernet dalam akad jual beli dan akad
nikah?
C. Jawaban:
42
Aqwal Al-Ulama’
ْ ْ (ٔ ْاْل
ِ َّ ِْه ََؽْ ِٕ انفُمٛ َغٙصػُّ ) ِف
اع َك ًَا َي َّه ِ َٚ ظَٓ ُه اَََُّّ َْل َ
ُِ َي ْؼَُاٙ ِّ ِي ٍَ انهَّفْ ِع) اَْ٘ اَ ْٔ َيا ِفْٛ ََ ُكلُّ َػهٚ (لَ ْٕ نُُّ فَا ْػرُ ِث َه َيا
ِ ْاْل ْـ َه
ِ ي اِ تَهْ َي
ُّ٘ٔا
ِ ََٓا َْل ِنص َُٕ ِن ْاْلَ ْنفْٛ َِ ْان ُؼم ُ ْٕ ِق نِ ًَ َؼاَٙٔ انْ ِؼ ْث َهجُ ِف
ٍِ اظ َٔ َػ
ِ َاًِٛ َٔ انْثَهْ ل
خ ِ فُ ْٕ ٌِ َٔانرَّهَ ْكْٛ ِاٌطَ ِح انرِّه ِ ِْغ َٔ ان َّش َهَْٛانث
ِ َٕ ِاء ت
َٓا ْان َؼ ًَ ُمْٛ ََ ْٕ ِو َٔ َػهُْٛكمُّ َْ ِم ِِ انْ َٕ ٌَائِ ِم َٔ اَ ْيصَانَِٓا ُي ْؼرَ ًَ َكجُ ان
ٍِْ ٚ ُكمٍّ ِي ٍْ ان َّشا ِْ َكَٙ ْشرَ َهغُ ِفٚ َٔ ... )لَ ْٕنُُّ (تَمْ اِنَٗ اَ ْكصَ َه
45
ِ ع ْثػُ َٔ َيؼ
ِ ٍَ ْهفَحُ ِن
ٌا َ َْعًا ان ٍَّ ًْ ُغ َٔ ْانثَٚا
َّ ص ُه َٔ ان
ٍ َٕ َْ ْٔ َ َيائِ ٍغ اَٙ َٔ ْان ِكرَاتَحُ َْل َػه... َّ ِحَُِّٛ ِح) َي َغ انٚ( ِت ْان ِكَُا
اء
ِ َحُ اِنَ ْؿ) َٔ ِيصْهَُٓا ـَ ثَ ُه انٍ ِّْه ِك ْان ًُؽْ َكْٚان ِكَُا
َْ ِم ِِ ْاْلَ ْو ِيَُ ِحِٙز ف
(dan sah) jual beli dari selain orang yang mabuk, yang
tidak mengerti. Sebab ia tidak termasuk orang yang sah
niatnya, seperti keterangan dalam bab Talak yang akan
datang. (dengan sighat kinayah) beserta niat ... menulis
pada yang tidak zat cair dan udara termasuk kinayah.
Maka jual beli dengannya disertai niat hukumnya sah.
Meskipun bertransaksi dengan orang yang hadir dalam
majelis akad. Maka ia harus segera menerima akad
tersebut ketika mengetahuinya, dan khiyar mereka
46
خ َ َ ِح اِ َّْل ِت ْان ِكرَاتَ ِح َٔ اِ َشَُْٚ َؼمِ ُك ِتانْ ِكَُاٚ ًْ نََُا َِ َكا ٌغ
ِ ان َ َٛن
ْٕ َي ِا َلا اؼْ رَصَّ ِتفَْٓ ًَِٓا ْانفَ ِط ٍُ َٔ َي ْفٓ ُْٕ ُيُّ اَََُّّ ن
ِ ْاْلَ ْـ َه
َفَ رَصُّ ِتفَْٓ ًَِٓاٚ ٙان ِج انَّ ِر ِ ْ ِٔ َ ُم ِت ْان ِكرَاتَ ِح اْٛ اَ ْي َكَُُّ انر َّ ْٕ ِك
َ اْل َش
َِ ِح اَُْٚ َؼمِ ُك ِتانْ ِكَُاٚ َٕ َُْٔ ِْمٛ انرَّٕ ِكِٙ فَٙ ِٓ َْعًا فََٚحً اِٚكَُا
ٙ ِّ َٔ ٌَهَى َْلتُ َّك ِفْٛ َصهَّٗ ََّّللُ َػه ْ ََػ ٍْ َػا ِئ َشحَ لَان
َ َد ل
َ ال
476
Baharun, h. 246
398
1-3
48
dimana sejumlah besar orang Islam memandang keadaan agama yang ada,
dan selanjutnya berbuat sesuai dengan apa yang mereka anggap sebagai
M.
Darwis lahir di Yogyakarta tahun 1968 atau 1969 dari ayah yang bernama
Abu Bakar, beliau adalah Imam dan Khatib Masjid Besar Kauman, dan
telah masuk ke pulau-pulau di luar Jawa. Misi utama yang dibawa oleh
berubah ubah.
a. Bidang Keagamaan
ajaran atau prinsip dasar yang berlaku abadi, yang karena waktu,
tersebut kurang jelas tampak dan tertutup oleh kebiasaan dan pemikiran
tambahan lain.
b. bidang Pendidikan
c. bidang Kemasyarakatan
dibicaran oleh suatu lembaga yang bernama “lajnah tarjih”. Lembaga ini
Fungsi dari majelis ini adalah untuk mengeluarkan fatwa atau memastikan
semata masalah keagamaan dalam arti sempit, mungkin juga terletak pada
masalah yang dalam arti biasa tidak terletak dalam bidag agama.
53
hukumnya didasarkan pada ilmu ushul fiqh. Majelis ini berusaha untuk
sudah ada hukumnya dan bejalan di masyarakat tetapi masih ada perdeatan
berhubungan dengan ibadah mahdah dan tidak terdapat nash sharih dalam
Al-Qur‟an dan Hadits, digunakan ijtihad dan istinbath dari nash yang ada
73
Sejarah Mjalis Tarjih Muhammdiyah, http://tarjih.muhammadiyah.or.id/content-3-sdet-
sejarah.html, diakses pada tanggal 23 April 2017 pukul 02.40 AM
74
Fathurrahman Djamil, Metode Ijtihad Majelis Tarjih Muhammdiyah, Jakarta, Logos,
1995, hal. 70
54
ahli Hadits, salah satu tolak ukur untuk menyeleksi Hadits adalah harus
“diuji” dengan Al-Qur‟an. Kalau Hadits itu sejalan dengan dengan Al-
Qur‟an, maka Hadits itu dapat diterima. Tetapi kalau Hadits itu tidak
dapat diterima75.
ijtihad yang telah ditetapkan oleh para ahli ushul fikih terdahulu, namun
seperlunya.
menerima ijma’ yang terjadi di kalangan sahabat Nabi SAW. Hal ini
lagi setelah masa sahabat. Ijma’ dimungkinkan terjadi pada masa sahabat
75
Fathurrahman Djamil, hal. 71
76
Djuwaini, Keterjihan, Jakarta: Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis PPK, hal. 20
77
Fathurrahman Djamil, hal. 73
55
digunakan oleh imam Abu Hanifah, namun dari rumusan yang terdapat
78
Fathurrahman Djamil, hal. 75
79
Fathurrahman Djamil, hal. 76
56
a. Al-Ijtihad Al-Bayani
b. Al-Ijtihad Al-Qiyasi
c. Al-Ijtihad Al-Istislahi
Namun bila diurut secara rinci jalur yang terakhir menggunakan konsep
80
Fathurrahman Djamil, hal. 78
81
Fathurrahman Djamil, hal. 78
57
2008)
Pertanyaan:
Jawab:
82
Fathurrahman Djamil, hal. 78
83
Akad Nikah via Video Call, http://www.fatwatarjih.com/2011/06/akad-nikah-via-
vidieo-call.html diakases pada tanggal 23 April 2017 pukul 03.07 AM
58
adanya wali nikah, hadirnya dua orang saksi, dan akad ijab-qabul.
majelis pada syarat pertama, adalah ijab dan kabul terjadi dalam
satu waktu. Suatu akad ijab dan kabul dinamakan satu majelis jika
mengucapkan kabul. Antara ijab dan qabul tidak boleh ada jeda
waktu yang lama. Sebab jika ada jeda waktu lama antara ijab dan
akad.
dilakukan antara dua pihak dalam satu tempat. Para ulama imam
dilakukan oleh dua pihak yang berjauhan melalui sarana surat atau
utusan dari wali yang dikirimkan kepada calon suami. Jika akad
ijab dan qabul melalui surat, yang dimaksud dengan majelis akad
yaitu tempat suami membaca surat yang berisi ijab dari wali di
hadapan para saksi, dan jika calon suami setelah membaca surat
yang berisi ijab dari wali segera mengucapkan qabul, maka akad
dipandang dilakukan dalam satu majelis. Jika akad ijab dan qabul
para saksi, dan jika setelah utusan menyampaikan ijab dari wali,
60
lebih baik dari apa yang ada sekarang, yaitu pelayanan suara, teks
dan data. Jasa layanan yang diberikan oleh 3G ini adalah jasa
bicara.
Oleh sebab itulah, jika akad ijab dan qabul melalui surat
melalui video call lebih layak untuk dibolehkan. Dengan surat atau
utusan sebenarnya ada jarak waktu antara ijab dari wali dengan
dalam satu waktu. Dalam akad ijab qabul melalui surat atau utusan,
call, lebih baik dari itu, yakni pihak wali dapat mengetahui secara
sebaliknya. Kelebihan video call yang lain, para pihak yakni wali
sah nikah yang lain. Apabila akad ijab dan qabul melalui video call
sah antara wali dengan calon suami, maka sah juga untuk akad
mewakilkan akad nikah pada orang lain. Bahkan sah juga akad ijab
dan qabul melalui video call antara wakil dengan mempelai pria.
62
secara langsung. Ijab dan qabul dilakukan via video call apabila
langsung.
63
BAB IV
ANALISIS KOMPARATIF
Muhammadiyah
1. Kedua lembaga fatwa ini memiliki sumber hukum yang sama yaitu Al-
Al-Qur‟an dan alHadits. Karena bagi umat islam memang keduanya inilah
2. Fatwa yang dikeluarkan kedua lembaga fatwa ini merupakan jawaban atas
Di zaman yang sangat modern ini kita tak lagi bisa bisa
apapun kita pasti akan bersentuhan dengan teknologi itu sendiri. Kemajuan
teknologi ini menjadi masalah tersendiri bagi umat islam dalam segala
63
64
diajukan kepada dua lembaga fatwa ini agar tidak terjadi kegaduhan
diantara masyarakat.
3. Kedua lembaga fatwa ini merujuk kepada empat mazhab besar dalam fikih
Syafi‟i, dan Ahmad bin Hanbal sebagai sumber rujukan. Seperti yang telah
dibahas pada bab iii yang lalu, metode yang digunakan dalam menetapkan
fatwa ini
Bahtsul Masa‟il NU syarat akad nikah salah satunya adalah Ittihad Al-
Muhammadiyah
merujuk kepada pendapat imam Syafi‟i yang terkenal sangat detail dan
Tentu saja pada masa hidup imam Syafi‟i belum ada yang namanya
itu. Jika ingin berkomunikasi jarak jauh satu-satunya cara adalah dengan
Sejak berdirinya lembaga ini hingga sekarang, hasil dari kajian Lembaga
Bahtsul Masa‟il ini dapat dijadikan sebagai fatwa, dan boleh di fatwakan
produk hukum yang nantinya produk hukum tersebut akan dipatuhi oleh
qiyas ini. Namun tidak sedikit pula peserta yang menerima metode ini.
67
Ijma’ yang biasa digunakan oleh para ahli ushul fiqh dalam menetapkan
mengakui ijma’ yang dilakukan oleh sahabat Nabi SAW, selain dari itu
Muhammadiyah tidak mungkin ada lagi ijma’ setelah masa sahabat, hal
itu dikarenakan pada masa sahabat umat islam masih sedikit, jadi
Muhammadiyah.
Majelis Tarjih Muhammadiyah ini bersifat kolektif. Oleh sebab itu hasil
C. Analisis Penulis
mulai dari ibadah seperti shalat, zakat, puasa, haji, dll, hingga masalah
mu’ammalah umat islam. Jadi di dalam fikih telah diatur seluruh aturan-
aturan tentang hablu min Allah dan hablu min An-Nas yang berintisari dari
dengan teknologi tidak lagi dapat terelakkan oleh umat manusia, bahkan
bisa dikatakan memudahkan hidup manusia zaman modern ini. Hal ini
umat.
69
nikah. Tentu saja jika kita cari dalam kitab-kitab terdahulu karya ima-
imam mazhab seperti Imam Abu Hanifah, Imam Maliki, Imam Syafi‟i,
dan Imam Ahmad, pasti kita tidak menemukan keterangan yang jelas
tentang status hukum permasalahan ini. Hal itu wajar karena pada zaman
itu belum ada teknologi yang namanya telekonferensi. Telepon saja belum
ditemukan pada saat itu. Masalah yang dapat kita temukan pada kitab-
kitab fikih klasik hanyalah masalah akad nikah dengan surat dan akad
nikah dengan tawkil atau perwalian. Yang menjadi pertanyaan apakah sah
Inti dari masalah ini sebenarnya ialah salah satu syarat sah akad
nikah ialah ittihad Al-Majlis atau bersatunya majelis. Baik akad nikah
yang sama yaitu akad nikah dengan cara seperti ini tidak dilakukan di
dalam satu majelis yang mana beberapa ulama‟ menganggapnya tidak sah.
Pada skripsi ini yang dibahas adalah fatwa yang dikeluarkan oleh
keduanya.
70
Tentu saja keputusan ini diambil berdasarkan argumen yang kuat tentang
tidak sahnya akad nikah yang dilakukan tidak dalam satu majelis. Karena
kesatuan tempat secara fisik sehingga dalam akad nikah seluruh rukun dan
akad nikah hukumnya sah, yang pastinya diikuti dengan dasar argumen
yang kuat pula. Dari keputusan ini dapat dilihat bahwa menurut lembaga
Dari dua pendapat di atas, bisa dikatakan kedua lembaga fatwa ini
unsur keraguan dari kedua belah pihak yang menikah, karena tidak hanya
secara visual. Sehingga keduanya dapat melihat satu sama lain pada
monitor atau layar besar secara real time, dan dapat mendengar apa yang
dibicarakan dari pengeras suara. Kedua pihak yang berakad juga tentunya
harus sudah mengenal dengan baik satu sama lain, sehingga dapat dengan
yakin bahwa wajah yang ada pada layar dan suara yang terdengar dari
pengeras suara merupakan wajah dan suara dari pihak yang satu dalam hal
84
الح ْك ُم يَد ُْو ُر َم َع ا ْل ِعلَّ ِة ُو ُج ْو ًدا َو َع َد ًما
ُ
84
Muchtar Yahya dan Fathur Rachman, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fikih Islam,
Bandung: PT. Al-Ma'arif, 1993. hal.550
72
Pada kasus kali ini, illat-nya adalah tidak bersatunya majelis dalam
teknologi yang mutakhir seperti saat ini. Yang jika konsep fikih terdahulu
terdahulu terkesan sempit jika dihadapkan dengan masalah ini. Dalam hal
ini ditemukan penyataan Imam Syafi‟i yang dituangkan oleh Imam Jalal
85
َ ْي ُه اذَّ ٍَ َغٜق ْا َ اٍ َلا
َ ظا
pembahasan masalah yang kita dapat. Karena saat ini sudah tidak mungkin
masyarakat tidak bersentuhan dengan teknologi dan hal ini menuntut agar
fikih juga dapat beradaptasi dengan kondisi yang ada saat ini.
85
Jalal Al-Din Abu Bakr al-Suyuti, Al-Asybah wa al-Nazha'ir, Beirut: Dar Al-Kutub Al-
Ilmiyyah, 2005, Tahqiq: Muhammad Hasan Ismail al-Syafi'I, Jilid 1, hal. 165
73
via surat atau sejenisnya yang dikarenakan tidak bersatunya majelis secara
pihak yang berakad tidak melihat satu sama lain, dan akad nikah yang
kemungkinan untuk berbohong dalam akad nikah dengan cara ini sangat
kecil sekali, karena kedua belah pihak dapat melihat secara jelas pihak
lainnya dan dapat mendengar secara jelas juga apa yang dikatakan oleh
pihak lainnya secara real time atau saat itu juga. Sehingga jika ada
86
Ahmad ibn Mushtafa Al-Zarqa', Syarh al-Qawa'id al-Fiqhiyyah, Damaskus: Dar al-
Qalam, 1989, hal. 227
74
)۵۸۱ / ۲ : (انثمهج
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu (Q.S Al-Baqarah : 185)
Dalam ayat lain Alah SWT berfirman :
dari Anas bin Malik ra berkata : bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda :
mudahkanlah dan jangan kalian persulit, berilah mereka ketenangan dan
jangan buat mereka lari. (H.R Al-Bukhari)
dalam Hadits lainnya Nabi SAW bersabda :
87
Abu 'Abdullah Isma'il Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, Beirut: Dar al-Katsir, 1987,
Jilid. 5, hal. 2269
75
berbunyi :
89
َهْٛ ٍِْ َّْٛان ًَ َشمَّح ُ ذَعْ هِةُ انر
Dari ayat, Hadits, dan kaidah diatas, dapat kita pahami bahwa
akad nikah telah memenuhi seluruh rukun dan syarat sah pernikahan,
mendengar suara pihak lain, kedua belah pihak juga dapat saling melihat
pada monitor atau layar yang tersedia saat dilaksakannya akad nikah
88
Abu 'Abdullah Isma'il Al-Bukhari, hal. 2269
89
Jalal Al-Din Abu Bakr Al-Suyuti, hal. 157
76
lebih baik jika dilakukan dalam satu majelis atau pada tempat yang sama.
Momen yang diinginkan untuk dilakukan hanya sekali seumur hidup tentu
akan lebih baik jika seluruh pihak yang berakad baik mempelai maupun
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
nikah dengan cara seperti itu dilakukan tidak dalam satu majelis,
77
78
B. Saran-saran
nikah tetap mengikuti kaidah-kaidah yang sudah ada tentang pelaksanaan akad
nikah pada umumnya dan perlu pemahaman mendalam agar pelaksaan akad nikah
tersebut dilaksanakan tanpa menyalahi syari‟at yang sudah ditetapkan Allah SWT
belum ada hukum yang jelas mengenai pelaksanaannya baik hukum islam maupun
di masa depan akan banyak terjadi proses akad nikah yang seperti ini.
yang telah dilakukan oleh para pencinta ilmu di bidang kajian perbandingan
mazhab untuk diaplikasikan dalam era kekinian. Maka dari itu, penelitian ini
tidaklah lepas dari tergelincirnya tulisan yang kadang berakibat fatal, ditambah
DAFTAR PUSTAKA
Abu Bakar, Jalal al-Din al-Suyuti, Al-Asybah wa al-Nazha'ir, Beirut: Dar Al-
Kutub Al-Ilmiyyah, 2005, Tahqiq: Muhammad Hasan Ismail al-Syafi'I,
Jilid 1, hal. 165
Amin, Muhammad Ibnu Abidin, Hasyiyah Radd al-Mukhtar, (Beirut: Dar al-
Fikr), Jilid 3, h. 14
Baharu, Vivin sururi, Metode Istinbat Hukum di Lembaga Bahtsul Masail NU,
Jurnal Bimas Islam, vol. 6. Ditjen Bimas Islam Kemenag RI, Jakarta, 2013
Bajuri, Ibrahim, Hasyiyah Al-Bajuri ala Syarhi Ibnu Qasim Al-Gazi, cet kedua,
Beirut, Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1999
Jaziri Abdurrahman, Kitab al-Fiqh ‘ala al-Mazahib al-Arba’ah, (Beirut: Dar al-
Fikr), Jilid 4, h. 24
79
80
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1994, cet. Ke-3, edisi
kedua
Kata Pengantar DR. KH. MA. Sahal Mahfudh, Ahkamul Fuqaha’ Solusi
Problematika Aktual Hukum Islam Keputusan Muktamar, munas, Konbes
Nahdlatu Ulama’ (1926 – 2010), Surabaya, Khalista, 2011
Kata Pengantar DR. KH. MA. Sahal Mahfudh, Ahkamul Fuqaha’ Solusi
Problematika Aktual Hukum Islam Keputusan Muktamar, munas, Konbes
Nahdlatu Ulama’ (1926 – 2010), Surabaya, Khalista, 2011
Kata Pengantar Wakil Rois Aam PBNU, Kacung Marijan, Quo Vadis NU setelah
kembali ke Khittah 1926, Jakarta, Erlangga, 1992
Sabiq, Sayyid, Fiqh As-Sunnah, Beirut, Dar Al-Fikr, 1983, jilid ke-3
Zuhaili, Wahbah, Fiqh Al-Islam wa Adillatuh, Dimsyiq, Dar Al-Fikr, 1985, cet
ke-2,