Anda di halaman 1dari 17

Pengembangan Sistim LEISA Pada Budidaya Kentang

(Solanum Tuberosum L.) Konsumsi Varietas Granola


Untuk Meningkatkan Kualitas dan Produktivitas Lahan
1) 2)
Yohanes Setiyo , Ketut Budi Susrusa I G.A. Lani Triani 3) , I D.G.
4)
Mayun Permana
1 2
Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian , Jurusan
3
Agribisnis, Fakultas Teknologi Pertanian; Jurusan Teknologi Industri
4
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian dan Jurusan Ilmu dan Teknologi
Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Bukit Jimbaran,
Badung Telp/Fax : 0361 701801,
setiyoyohanes@yahoo.co.id

ABSTRAK
Tujuan penelitian aplikasi sistem LEISA (Low External Input On
Sustainable Agriculture) pada budidaya kentang adalah perbaikan sifat fisik
dan kimia tanah untuk peningkatan produktivitas. Percobaan dirancang dengan
rancangan acak kelompok (RAK) dengan dua factor, factor pertama adalah
level dosis pemupukan kompos dan factor kedua adalah jenis kompos yang
dipergunakan. Dosis pemupukan kompos adalah : 0 kg/ha (kontrol), 10 kg/ha,
15 ton/ha, dan 17.5 ton/ha, 20 ton/ha, 22.5 ton/ha dan 25 ton/ha yang
dikombinasikan dengan pupuk NPK dosis 250 kg/ha, komposnya adalah
kompos kotoran ayam dan kompos kotoran sapi. Parameter yang diamati
adalah : sifat fisik tanah, kesuburan lahan, produktivitas lahan dan kualitas
umbi kentang.
Sistim LEISA yang diterapkan mampu meningkatkan produksi
kentang menjadi 34.2 ton/ha. Kualitas kentang juga meningkat ditunjukkan
dengan jumlah umbi kelas A mencapai 22.2 % dengan kerusakan 3.1 %.
Kenaikan produksi dan kualitas produksi kentang konsumsi disebabkan oleh
terjadinya perbaikan sifat fisik tanah terutama porositas tanah mencapai ideal
dengan ketersediaan air untuk tanaman kentang mencapai 41 – 49.9 % d.b.
Penyebab utama kenaikan produksi kentang selain perbaikan sifat fisik tanah
adalah terjadinya peningkatan kandungan bahan organic dan kapasitas tukar
kation, kandungan unsure hara utama dan kapasitas tukar kation berada pada
posisi tinggi sampai sangat tinggi.

Kata kunci: sistim LEISA, umbi kentang, kompos, produktivitas, sifat fisik
Development LEISA System On Cultivation Potatoes
Granola Variety (Solanum Tuberosum L.) To Increase
Productivity

by
1) 2)
Yohanes Setiyo , Ketut Budi Susrusa I G.A. Lani Triani 3) , I D.G.
4)
Mayun Permana
1 2
Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian , Jurusan
3
Agribisnis, Fakultas Teknologi Pertanian; Jurusan Teknologi Industri
4
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian dan Jurusan Ilmu dan Teknologi
Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Bukit Jimbaran,
Badung Telp/Fax : 0361 701801,
setiyoyohanes@yahoo.co.id

Abstract

The aim of this research studied the change of (1) the soil physic
properties, (2) the soil fertility and (3) the productivity because of
implementation LEISA system on cultivation potato. Randomized Complete
Block Design (RCBD) with two factor is used on this experiment. Dose
compost fertilizing on this research are : 15, 17.5, 20, 22.5 and 25 ton/ha, but
it is combined with NPK fertilizer dose 250 kg/ha. Parameters measured were
: soil physical properties (structure and soil porosity; the availability of water
for plants, soil fertility, land productivity and quality of potato tubers.
Chiken and cow manure compost fertilized on potatoes cultivation
with dose 15 – 25 ton/ha increased total organic material become to 6.2 %
with cation change 21.91 – 29.00 me/100g at soil pH 6.2 to 6.8. The LEISA
system repaired soil porosity nearly ideal condition, so that moisture content
of the soil at root zone available for plant growing along 25 – 30 days. LEISA
system on potato cultivation with dose compost fertilizer 15 to 25 ton/ha
increased potato productivity from 17 tons/ha 34. Repairing potatoes
production on cultivation by LEISA followed with repairing potatoes quality,
potatotuber class super with weight more than 200 g/potato is increased
become to 22.2 %.

Key word : LEISA system, soil physic, fertilizing, compost, potatoes


BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Isu-isu strategis nasional : (1) ketahanan dan kemanan


pangan; (2) pertanian berwawasan lingkungan dengan praktek
baik dalam budidaya atau GAP; (3) penggunaan pestisida yang
berdampak pada pencemaran lahan; (4) kandungan bahan organik
yang rendah di lahan pertanian yang berdampak pada
menurunnya daya tahan tanaman terhadap hama dan penyakit;
dan (5) kualitas dan daya saing hortikultura di bawah produk
import menjadi landasan pengembangan roadmapp penelitian di
atas. Berlandaskan hal tersebut, maka pada tahun 2007 sampai
2008 peneliti melakukan penelitian (1) pengembangan model
proses pengomposan dan (2) aplikasi kompos sebagai pupuk
untuk peningkatan kesuburan lahan dan perbaikan sifat fisik tanah
Praktek budidaya kentang belum menggunakan sistim
penjaminan mutu, sebab penggunaan fungisida dan insektisida
masih menjadi andalan petani Candikuning Kec. Baturiti Kab.
Tabanan. Berdasarkan hasil penelitian Setiyo et al., 2009,
pemberian kompos pada demplot budidaya kentang sangat efektif
mendukung proses bioremediasi residu fungisida. Jenis dan dosis
kompos yang diaplikasikan sebagai pupuk organik yang
mendukung proses bioremediasi pada budidaya kentang varietas
granola sangat penting untuk dikaji lebi lanjut untuk optimasi
proses bioremediasi itu sediri.
Selain itu, mikroba pada kompos juga memiliki
kemampuannya mendegradasi bahan organik menjadi unsure hara
yang tersedia bagi tanaman. sehingga dapat meningkatkan
kandungan unsure hara makro dan mikro di lahan. Penambahan
pupuk kompos kotoran ayam dan kotoran sapi dengan dosis 10
ton/ha, 15 ton/ha, 20 ton/ha dan 25 ton/ha menyebabkan lahan
semakin subur, karena pada semua plot percobaan terjadi
peningkatan kandungan bahan organic. Kandungan hara utama
(karbon, nitrogen, phospat, kalium) dari plot-plot percobaan
setelah kentang di panen tetap pada level tinggi sampai sangat
tinggi (Setiyo, et al., 2014).
Penggunaan kompos sebagai pupuk organik merupakan
upaya implementasi sistem LEISA, penerapan sistem ini dapat (1)
meningkatkan proses perbaikan kesehatan lahan dengan proses
bioremediasi secara in-situ, (2) peningkatan kesuburan lahan
dengan proses biodegradasi kompos oleh mikroba menjadi unsure
hara yang tersedia bagi tanaman, dan (3) perbaikan sifat fisik
tanah. Secara umum sistem LEISA akan secara tidak langsung
mendukung program swasembada dan ketahanan pangan yang
dicanangkan oleh pemerintah RI terutama peningkatan
produktifitas dan kualitas hasil budidaya tanaman pangan.
Optimalisasi sitem LEISA dan bioremediasi secara in-situ di
lahan budidaya kentang konsumsi perlu suatu kajian secara
mendalam.
Pemupukan menggunakan kompos adalah salah satu
praktek budidaya yang baik (Good Agriculture Practices atau
GAP, praktek ini juga sesuai sistem low external input on
sustainable agriculture atau LEISA. Pada penelitian Strasnas
2013 dan 2014, mikroba yang pada kompos memiliki kemampuan
meningkatkan ketersediaan unsure hara makro sampai pada
tingkatan tinggi s/d sangat tinggi (Setiyo et al., 2014). Rasio
karbon-nitrogen (C/N) di lahan budidaya kentang granola
menurun dari 10,5 – 12,6 (awal tanam kentang) menjadi 8,5 – 9,4
(saat panen), hal ini menunjukan bahwa mikroba pada kompos
selama budidaya masih melakukan perombakan unsure hara untuk
penyusunan selnya.

1.2 Tujuan dan Manfaat Khusus

Tujuan khusus penelitian adalah optimasi penerapan


sistem LEISA dan optimasi proses bioremidiasi in-situ pada
budidaya kentang varietas granola, sehingga hasil per satuan luas
optimal dan berkualitas. Tujuan dan manfaat lain dari penelitian
adalah :
1. Peningkatan ketersediaan unsure hara makro bagi tanaman
kentang dengan tingkat ketersediaan pada status tinggi
sampai sangat tinggi atau lahan memiliki nilai kapasitas
tukar kation di atas 25 me/ 100 g.
2. Optimalisasi sistem LEISA pada budidaya untuk
menghasilkan kentang konsumsi berkualitas (kentang
ukuran super di atas 20 % dan yang rusak di lahan kurang
dari 5 %) dengan produksi persatuan luas lebih dari 30
ton/ha sesuai dengan standar Bapenas.
3. Secara ekonomi sistem LEISA lebih menguntungkan
untuk diterapkan di budidaya kentang.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tepat


Tempat percobaan budidaya kentang di lahan milik Bpk
Nengah Mesir, Bpk Ngurah, dan Bpk Made Yasa yang berlokasi
di Kec. Baturiti Kab Tabanan. Kentang varietas granola G4 hasil
pengembangan petani pembibit di Bali dipergunakan sebagai
bibit. Penelitian budidaya, dan analisis laboratorium dilakukan
pada bulan Juni sampai September 2015 dengan pendanaan dari
Hibah Invensi Udayana 2015.

Bahan dan Alat

Kentang varietas granola G4, kompos kotoran ayam,


pupuk NPK majemuk, mulsa plastic dan atracol, dithane M45
dipergunakan sebagai bahan budidaya. Zat kimia yang digunakan
untuk analisis tanah adalah K2Cr2O7, Fe2SO4, H2SO4, CuSO4,
Na2SO4, NaOH, HCl, NH4OH, Na2SO5, BaCl2, alkohol 80%,
aquades, dan NH4-asetat.

Rancangan Percobaan

Budidaya kentang dilakukan dengan rancangan acak


lengkap (RAK) perlakukan 5 level dosis pemupukan
mempergunakan kompos. Dosis pemupukan mempergunakan
kompos adalah : 15 ton/ha, 17,5 ton/ha, dan 20 ton/ha, dan 22,5
ton/ha dan 25 ton/ha yang dikombinasikan dengan pupuk NPK
majemuk dosis 250 kg/ha Setiap perlakuan di ulang 3 kali di
lahan yang berbeda, sehingga secara keseluruhan didapatkan 15
unit percobaan.
Petak percobaan merupakan satu guludan dengan dua alur
penanaman yang memiliki lebar guludan 80 cm dengan panjang
guludan 10 m. Populasi tanaman pada setiap guludan adalah 82
tanaman, karena jarak tanam pada satu alur adalah 25 cm.
Parameter yang diamati adalah : sifat fisik tanah (struktur dan
porositas tanah; ketersediaan air bagi tanaman (kadar air kapasitas
lapang dan kadar air titik layu permanen)), kesuburan lahan,
produktivitas lahan dan kualitas umbi kentang.
Sampel tanah untuk pengamatan sifat fisik dan kesuburan
lahan diambil di zone perakaran atau kedalaman 5 – 20 cm. Pada
masing-masing unit percobaan diambil 3 sampel yang posisinya
ditentukan secara acak. Pengambilan sampel tanah untuk
pengamatan sifat fisik dan kesuburan lahan dilakukan di saat
tanaman kentang berumur 1 bulan, 2 bulan dan 3 bulan.
Parameter produktivitas adalah : (1) total berat umbi per
pohon dan total berat per satuan luas, (2) distribusi berat umbi
kentang per pohon berdasarkan kelas, dan (3) jumlah umbi
kentang yang rusak atau busuk. Jumlah pohon yang dijadikan
sampel untuk pengamatan produktivitas adalah 10 tanaman,
penetuan tanaman yang dijadikan sampel ditentukan secara acak.
Porositas tanah, berat jenis, kadar air kapasitas lapang dan
kadar air titik layu permanen diukur dengan metode gravimeteri.
Penetapan kandungan karbon organik, K2O, dan P2O5 dari sampel
tanah menggunakan metode AOAC 1995, sedangkan penentuan N-
organik dari sampel tanah dengan metode Kjdal.
Sampel produktivitas dilakukan dengan metode : (1)
mengukur distribusi berat umbi kentang berdasarkan kelas (kelas
super dengan berat umbi lebih dari 200 g, kelas A dengan berat
umbi antara 100 – 200 g, kelas A/B dengan berat umbi antara 60
- 99 g, kelas B dengan berat umbi antara 30 – 59 g, dan berat
umbi kurang dari 30 g) dari tiap sampel pohon yang ditentukan
secara acak ; (2) mengukur total produksi tiap plot percobaan
(jumlah total berat umbi kentang dan distribusinya menurut
kelas).
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Sifat Fisik Tanah

Penerapan sistem LEISA pada budidaya kentang tahun


2015 di lahan milik tiga petani kentang di Kec. Baturiiti dengan
mempergunakan pupuk kompos kotoran ayam dosis 15 - 25
ton/ha mampu memberikan dampak terjadinya peningkatan
kesuburan lahan. Namun, mineral-mineral organic pendukung
kesuburan lahan ini tidak mampu menyatukan partikel-partikel
tanah jenis andosol, sehingga struktur tanah di lahan percobaan
tetap tidak berstruktur, partikel-partikel tanah saling lepas dan
tidak membentuk sebuah agregat tanah.
Porositas tanah, kadar air kapasitas lapang dan titik layu
permanen untuk tanaman kentang, kapasitas penahanan air, serta
berat jenis tanah di zone perakaran yanaman kentang disajikan
pada Tebel 1. Secara umum dosis penggunaan kompos sebagai
pupuk organic jika penggunaannya semakin banyak maka
parameter-parameter sifat fisik tanah akan semakin membaik, hal
ini sesuai dengan hasil penelitian (Arsa et al., 2013, Setiyo et al.
2013, Setiyo et al., 2014). Sekam pada kompos kotoran ayam
agak sulit terdekomposisi menajadi mineral-mineral penyusun
fraksi debu, hal ini mengakibatkan jumlah pori-pori makro
meningkat dan diikuti dengan penurunan berat jenis tanah.
Sedangkan mineral-mineral seperti K+, Ca+, Fe+2, Al+ dan kation
lainnya sebagai penyusun fraksi debu meningkatkan jumlah pori
mikro yang diikuti dengan peningkatan kadar air kapasitas lapang
dan kapasitas penahanan air oleh tanah.
Tabel 1 Sifat fisik tanah lahan budidaya kentang
Dosis Kompos, ton/ha
Parameter Sifat Fisik Tanah 15 17.5 20 22.5 25
before potatoes
Number planting 14.14 14.69 15.96 17.2 18.15
macro pore after potatoes
,% harvesting 13.59 13.91 15.31 16.46 17.34
before potatoes
Number planting 34.53 35.66 37.05 37.64 40.69
micro pore after potatoes
,% havesting 33.57 34.5 36.15 36.77 39.47
before potatoes
planting 48.67 50.35 53.01 54.85 58.84
after potatoes
Total pore harvesting 47.41 48.65 51.73 53.52 57.12
before potatoes
Swpesific planting 1.254 1.233 1.207 1.182 1.101
gravity, after potatoes
g/cc harvesting 1.246 1.225 1.2 1.172 1.094
Field before potatoes
Capasity planting 34.53 35.66 37.05 37.64 40.69
Moisture
Content, % after potatoes
w.b harvesting 34.88 36.02 37.42 38.02 41.1
Permanent before potatoes
wilting planting 8.933 8.933 8.8 9.4 9.267
point
moisture
content, % after potatoes
w.b havesting 8.933 8.933 8.8 9.4 9.267

Water before potatoes


holding planting 25.6 26.73 28.25 28.24 31.42
capasity, after potatoes
% w.b harvesting 25.94 27.09 28.62 28.62 31.83
Jumlah porositas tanah untuk lahan yang dipupuk
menggunakan kompos kotoran ayam pada tahun 2015 mencapai
di atas 50 %, hal ini disebabkan karena petani sudah sekitar 3
tahun menggunakan kompos kotoran ayam sebagai pupuk dalam
budidaya hortikultura. Jumlah porositas tanah mendekati 50 %
adalah porositas yang ideal untuk budidaya hortikultura termasuk
kentang. Selain itu, keseimbangan jumlah pori makro dan pori
mikro di zone perakaran menyebabkan keseimbangan
ketersediaan air dan oksigen bagi tanamanan hortikulture.
Jumlah pori mikro yang ideal untuk budidaya hortikultura adalah
60 % dari total porositas tanah.
Jumlah air kapasitas lapang yang diserap oleh partikel tanah
pada pori mikro sebesar 34,53 – 40,69% w.b, peningkatan
ketersediaan air setelah tanah dipupuk dengan kompos dosis 15 - 25
ton / ha sebesar rata-rata 1,5 % untuk penambahan dosis pupuk
kompos 2,5 ton/ha, hasil ini hampir sama dengan hasil penelitian
Sutedjo, 2002; Setiyo, et al, 2009;. Arsa, et al, 2013;.. Setiyo et al, 2013;
Setiyo et al, 2014;. Rosen et al, 1993 dan Giusquiani et al.. , 1995.
Menurut Sutedjo (2002), jika tanah-tanah berat dipupuk
mempergunakan kompos berat jenisnya akan meningkat dan
kapasitas menahan air akan meningkat, tetapi pemupukan pada
tanah ringan mempergunakan kompos menyebabkan struktur tanah
menjadi lebih baik. Tanaman kentang yang diairi setiap 13-17 hari
dengan 200 cc / tanaman budidaya iklim kering, karena rata-rata
evaporasi dan transpirasi tingkat tanaman kentang adalah 0,5-0,7 cm /
hari.

Kesuburan Lahan Percobaan

Kandungan unsure hara pada tanah untuk lahan milik tiga


petani yang digunakan untuk budidaya kentang diekspresikan pada
Tabel 2. Kandungan C-organik, K2O, Fe, Ca, Al dan Mg dalam tanah
sebelum ditanami kentang dan setelah pane nada peningkatan,
sehingga unsure hara hasil dekomposisi kompos sebagian tidak
dipergunakan tanaman kentang. Namun, kandungan unsure N-organik
dan P2O5 kondisinya sebaliknya atau mengalami penurunan, sehingga
input unsur-unsur ini dari kompos dan pupuk NPK majemuk tidak
cukup untuk pertumbuhan tanaman.
Ketersediaan air sebesar 34,53 – 40,69 % w.b , kecukupan
oksigen, suhu tanah 26 – 29 oC dan pH tanah 6,8 – 6,9 adalah faktor
pendukung optimalnya proses dekomposisi kompos di lahan. Asam
organic di kompos pada pH netral mempercepat proses dekomposisi
(Sutanto, 2002).
Dengan jumlah unsure-unsur hara tersebut dan kapasitas tukar
kation 24,53 – 28,05 me/100 g, maka tanah di lahan percobaan
diklasifikasikan dalam kategori tanah yang subur. Tanah yang subur
memiliki kandungan bahan organic lebih dari 5 % dengan kapasitas
tukar kation lebih dari 25 me/100 g.
Table 2. Kandungan unsure hara pada lahan percobaan
Dosis Pemupukan dengan kompos,
Parametrs soil fertility at ton/ha
potatoes root zone 15 17.5 20 22.5 25
Content before
of C- planting 4.41 4.41 4.6 4.55 4.965
organic, after
% harvesting 4.05 4.545 4.665 4.965 5.265
Content before
of N- planting 0.38 0.395 0.405 0.425 0.43
organic, after
% harvesting 0.24 0.29 0.305 0.31 0.33
before
Content planting 813.2 813.2 751.7 797 828
of P2O5, after
ppm harvesting 429.6 449.3 481.2 524.2 542.9
before
Content planting 464.6 464.6 564.7 571.5 528.4
of K2O, after
ppm harvesting 152 154.4 158.8 721.3 804.2
before
Content planting 1096 1421 1521 1587 3048
of Ca after
mg/kg harvesting 2035 5658 6240 7845 11084
before
Content planting 125 163.6 188.1 245 725
of Mg, after
mg/kg harvesting 107.9 1020 2239 3957 4313
before
Content planting 632.8 662 1040 1663 2231
of Fe, after
mg/kg harvesting 4482 7552 8327 16657 41442
Content before
of Al, planting 6627 9864 11457 16282 19916
mg/kg after
harvesting 436.3 1282 1494 2496 5173
before
Soil pH planting 6.715 6.755 6.82 6.905 6.895
after
harvesting 6.8 6.815 6.855 6.905 6.91
Cation before
Exchange planting 24.63 24.65 24.49 26.7 28.05
Capasity, after
me/100g harvesting 18.96 20.96 20.68 21.9 25.62

Produktivitas Lahan Percobaan

Hubungan antara dosis pemupukan kompos kotoran ayam


untuk budidaya di lahan yang ditutup mulsa plastic hitam dengan
total berat umbi kentang per pohon dan per ha adalah seperti
Tabel 3. Adanya kecenderungan total produksi umbi kentang
meningkat dengan meningkatnya dosis pemupukan dengan
kompos kotoran ayam, namun pada dosis pemupukan kompos 20
ton/ha total produksi mulai tetap pada 29.1 ton/ha
Tabel 3 Total produksi umbi kentang per pohon dan per ha
Dosis pemupukan dengan kompos,
Parameter produktivitas ton/ha
dan kualitas produksi 15 17,5 20 22,5 25
Total production each
plant, g 1006 1052 1006 1059 1035
Total production, ton/ha 23.22 25.9 26.57 27.93 27.28
Number potatoes,
tuber/plant 9.65 11.2 9.533 9.667 11.1
Super (Weight > 200 g), % 16.43 23.47 24.43 21.63 30.44
A (Weight 100 – 200 g), % 50.41 47.1 45.47 45.33 32.63
A/B (Weight 61 – 100 g), % 23.28 18.77 17.57 17.77 19.13
B (Weight 30 – 60 g), % 8.794 7.133 7.833 10.5 12.39
Small Class (Weight < 30 g),
% 2.053 3.567 3.667 3.567 6.679
Sistim LEISA yang diterapkan oleh petani kentang Desa
Candikuning mampu memperbaiki total produksi kentang
persatuan luas dari rerata 17 ton/ha (th 2010, Supartha et al.,
2012) menjadi 23,22 – 27.8 ton/ha. Peningkatan kesuburan lahan
dan perbaikan sifat fisik tanah sangat relevan dengan kenaikan
jumlah umbi kentang per pohon dan persatuan luas.
Pada pemupukan dengan kompos kotoran ayam dengan
dosis 15 – 25 ton/ha dengan budidaya di guludan yang ditutup
mulsa plastic HPDE warna hitam dihasilkan kecenderungan
peningkatan produksi dan kualitas umbi kentang, hasil
pengamatan seperti Tabel 3. Peningkatan produksi juga diikuti
dengan pergeserran kelas umbi kentang konsumsi yang
dihasilkan, jumlah umbi kentang konsumsi hasil penelitian 2015
adalah sebesar 16,43 – 30,44 %. Peningkatan kualitas produksi
akibat terjadinya peningkatan kualitas lahan akibat budidaya
dengan sistim LEISA. Hasil penelitian Setiyo et al., 2014,
pemupukan dengan kompos juga berakibat terjadinya proses
penyehatan lahan dengan proses bioremediasi secara in-situ oleh
mikroba-mikroba yang ada pada kompos.
Namun karena budidaya menggunakan bibit kelompok
G4, maka produktivitas lahan masih di bawah produktivitas jika
mempergunakan bibit kelompok G3. Produktivitas lahan untuk
penggunaan bibit kelompok G3 adalah antara 28,7 – 34,3 ton/ha
untuk dosis pemupukan dengan kompos kotoran ayam 15 – 25
ton/ha (Setiyo et al., 2015).

KESIMPULAN

Sistim LEISA yang diterapkan pada budidaya kentang


varietas granola kelas G4 dengan teknik pemupukan
menggunakan kompos kotoran ayam mampu meningkatkan
produksi kentang konsumsi varietas granola dari 17 ton/ha
menjadi 23,22 – 27.8 ton/ha. Peningkatan produksi juga diikuti
dengan pergeserran kelas umbi kentang konsumsi yang
dihasilkan, jumlah umbi kentang konsumsi hasil penelitian 2015
adalah sebesar 16,43 – 30,44 %. Penyebab utama kenaikan
produksi kentang selain perbaikan sifat fisik tanah adalah
terjadinya peningkatan kandungan bahan organic dan kapasitas
tukar kation, kandungan unsure hara utama dan kapasitas tukar
kation berada pada posisi tinggi sampai sangat tinggi.

SARAN
Sistim LEISA dengan teknik pemupukkan menggunakan
kompos sangat diperlukan petani, karena produktivitas dan
kualitas kentang yang dihasilkan meningkat. Selain itu kualitas
lahan untuk budidaya juga dapat diperbaiki, hal ini sudah
ditunjukan dengan perbaikan sifat fisik tanah dan kesuburan lahan
di zone perakaran.
DAFTAR PUSTAKA
Arsa, W., Y. Setiyo dan I Made Nada. (2013). Kajian Relevansi
Sifat Psikokimia Tanah Pada Kualitas dan Produktifitas
Kentang. Skripsi FTP Universitas Udayana. Badung-Bali.
Setiyo, Y., Suparta U., Tika W., dan Gunadya, IBP. (2009).
Pengembangan Model Bioremidiasi Menggunakan Kompos
Pada Lahan Tercemar Untuk Meningkatkan Kualitas Produk
Hortikultura (Studi Kasus : Kawasan Agrowisata Bedugul-
Bali). Laporan Penelitian, 2009.
Setiyo, Y., I BW Gunam, Sumiyati, dan Manuntun Manurung.
(2013). Optimalisasi Produktivitas Kentang Bibit Varietas
Granola G3 Dengan Manipulasi Dosis Pemupukan.
KARYA UNUD UNTUK ANAK BANGSA 2013 ISBN :
578-602-7774-76-0. Universitas Udayana
Setiyo I BW Gunam, Sumiyati, dan Manuntun Manurung. (2014).
Kajian Populasi Mikroba Pada Proses Bioremediasi Secara
In-Situ Di Lahan Budidaya Kentang. Prosiding
SENASTEK 2014.
Supartha U., Y. Setiyo, I Ketut Budi Sususra, IB Gunadnya, Ida
Ayu Astarini. (2012). Pengembangan Usaha Pertanian
Hortikultura Dataran Tinggi Untuk Mendukung Daya Saing
Produk di Era pasar Global Melalui Kemitraan Perguruan
Tinggi, Pengusaha dan Pemerintah Daerah. Laporan Hi-
Link 2010-2012, Universitas Udayana. Denpasar
Sutanto, R. (2002). Penerapan Pertanian Organik. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai