Anda di halaman 1dari 7

Nama : Steven Hutahaean

NPM : 19121011202
UTS HUKUM KETENAGAKERJAAN

PENDAPAT HUKUM (LEGAL OPINION)


TENTANG PERALIHAN STATUS PEKERJA PT MLNM SERTA PENUTUPAN
PERUSAHAN YANG BERDAMPAK PADA PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

Oleh :
Steven Hutahean

A. KASUS POSISI (Case Position)


Adapun kronologis singkat tentang kasus tersebut adalah sebagai berikut:
1. PT MLNM bergerak di bidang retail dan mempekerjakan ratusan buruh dan berkedudukan di
Natar Kabupaten Lampung Selatan.
2. Perusahaan tersebut mempekerjakan ratusan orang pekerja yang diikat dengan perjanjian kerja
waktu tertentu (PKWT/kontrak). Sedangkan yang diikat dengan perjanjian kerja waktu tidak
tertentu (PKWTT) adalah pekerja yang mempunyai posisi di manajemen inti (sekitar 15 orang)
dan sekitar 50 orang pekerja lainnya.
3. Dalam rangka memperbaiki performance perusahaan, manajemen membut kebijakan terhadap
50 orang yang terikat PKWTT menjadi PKWT. Hal tersebut kemudian diprotes oleh pekerja.
4. Perusahaan tersebut telah mempunyai peraturan perusahaan dan pekerja sudah tergabung
dalam serikat buruh. Oleh karena itu, serikat buruh berupaya meningkatkan perturan perusahaan
menjadi perjanjian kerja bersama. Namun, ada dinamika yang terjadi yaitu serikat buruh yang
ada terpecah menjadi dua sehingga ada dua serikat buruh.
5. Dinamika selanjutnya adalah pemilik Perusahaan tersebut kemudian menjual perusahaan
retail tersebut kepada PT Chuan Pandra Tbk, sehingga kepemilikan perusahaan tersebut berubah.
Kebijakan pemilik baru perusahaan adalah menutup perusahaan dan memutuskan hubungan
kerja dengan semua pegawai.

B. Isu Hukum (Legal Issues)


Adapun yang menjadi permasalahan hukum antara lain:
1. Bagaimana penerapan Pasal 157 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan terhadap pengalihan status pekerja?
2. Bagaimana penerapan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 28 Tahun 2014 tentang Tata
Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran
Perjanjian Kerja Bersama?

3. Bagaimana penerapan Pasal 146 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang


Ketenagakerjaan terhadap penutupan perusahaan?
4. Bagaimana penerapan Pasal 17 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 28 Tahun 2014
Tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan
Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama?

C. Sumber Hukum (Source of Law)


1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
2. Keputusan Menteri 100 Tahun 2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu
3. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 28 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan
Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama
4. Surat Edaran SE-907/MEN/PHI-PPHI/X/2004 Tentang Pencegahan Pemutusan Hubungan
Kerja Massa

D. Argumentasi Hukum (Legal Arguments)


1. Bahwa PT MNLM melakukan pengalihan status 50 orang pekerja yang terikat PKWTT
menjadi PKWT, hal peralihan status pekerja dari PKWTT menjadi PKWT adalah masuk dalam
kategori PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) secara sepihak dari perusahaan dan dalam satu
waktu yang sama pengusaha mengangkat kembali pekerja yang semulanya pekerja tetap menjadi
pekerja kontrak.
2. Bahwa PT MNLM memiliki peraturan perusahaan, yang didalamnya terdapat pekerja/serikat
buruh yang menginginkan adanya perjanjian kerja buruh, hal ini harus diwujudkan oleh
perusahaan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 28 Tahun 2014
tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan
Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama dimana pengusaha harus melayani serikat pekerja/serikat
buruh yang mengajukan permintaan secara tertulis untuk merundingkan PKB.
3. Bahwa PT MNLM menjual perusahaan kepada PT Chuan Pandra Tbk, perusahaan melakukan
penutupan yang dimana tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 146 Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, hal ini menimbang putusan Mahkamah Konstitusi (MK)
yang mengatakan sepanjang frasa “perusahaan tutup” tidak dimaknai perusahaan tutup permanen
atau perusahaan tutup tidak untuk sementara waktu, perusahaan tidak boleh melakukan PHK
Artinya, Mahkamah Konstitusi (MK) mensyaratkan perusahaan boleh mem-PHK buruh jika
perusahaan itu benar-benar tutup secara permanen atau tidak sementara waktu.

4. Bahwa PT MNLM mengabaikan surat edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor: SE-907/MEN/PHI-
PPHI/X/2004 Tentang Pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja Massal, yang dalam pokoknya
berisi:
Jika perusahaan mengalami klesulitan maka pemutusan hubungan kerja adalah upaya terakhir
setelah dilakukan upaya sebagai berikut :
a. Mengurangi upah dan fasilitas pekerja tingkat atas, misalnya tingkat manajer dan direktur.
b. Mengurangi shift
c. Membatasi/menghapuskan kerja lembur
d. Mengurangi jam kerja
e. Mengurangi hari kerja
f. Meliburkan atau merumahkan pekerja buruh untuk sementara waktu
g. Tidak memperpanjang masa kerja karyawan kontrak
e. Memberikan pensiun bagi yang sudah memenuhi syarat.

E. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


1. Diharapkan PT MNLM mengembalikan status serta hak dari 50 orang pekerja yang
sebelumnya PKWTT, hal ini didasari mekanisme peralihan status yang tidak diatur secara
ekspilsit di perundang-undangan, adapun pengalihan status harus melalui persetujuan pekerja.
2. Diharapkan PT MNLM menyelesaikan inisiasi pembuatan perjanjian kerja buruh sebagaimana
sesuai dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 28 Tahun 2014 tentang Tata Cara
Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian
Kerja Bersama.
3. Diharapkan PT Chuan Pandra Tbk tidak melakukan penutupan perusahaan, hal ini melanggar
ketentuan Pasal 146 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
4. Diharapkan PT Chuan Pandra Tbk terus melakukan operasi perusahan dan mempekerjakan
pekerja sesuai dengan status dan hak pekerja masing, hal ini pasca akuisisi pekerja berhak untuk
mempertahankan perkara hubungan privatnya dengan perusahaan yaitu tentang perjanjian kerja
sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 1 angka 14 UU Ketenagakerjaan.
a) Dapatkah PT MLNM melakukan perubahan perjanjian kerja dan apakah syarat
pekerjaan dapat diikat dengan PKWTT.

PT MLNM tidak dapat melakukan perubahan perjanjian kerja tetap menjadi pekerja kontrak.
Secara aturan hukum memang tidak mengatur secara eksplisit mengenai hal ini, namun
justifikasi yang dapat disampaikan adalah bahwa status pekerja dari pekerja tetap menjadi
pekerja kontrak adalah sama saja dengan penurunan status. Peralihan status pekerja dari pekerja
tetap menjadi pekerja kontrak adalah masuk dalam kategori PHK (Pemutusan Hubungan Kerja)
secara sepihak dari perusahaan dan dalam satu waktu yang sama pengusaha mengangkat kembali
pekerja yang semulanya pekerja tetap menjadi pekerja kontrak. Peralihan status ini bisa
dilakukan apabila pekerja yang akan di alihkan statusnya menyepakati atau
menyetujuinya.Setelah pengusaha melakukann PHK maka pengusaha wajib memberikan uang
pesangon,uang penghargaan masa kerja, dan uang pengganti hak yang seharusnya diterima yang
tertunda yang telah diatur dalam Pasal 157 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.

b) Mengapa buruh PT MLNM tidak menerima perubahan tersebut dan apakah


kelemahan/kerugiannya bagi buruh atas perubahan status dari PKWTT menjadi PKWT.

Kelemahan ataupun kerugian bagi buruh atas perubahan status dari PKWTT menjadi PKWT
sebagai berikut:

1. Buruh/pekerja masih memiliki waktu lama bekerja dalam perusahaan yang dimana masih
kontrak dan tidak bersifat tetap.

2. Penempatan posisi kerja/jabatan yang tidak strategis cenderung bekerja dibidang operasional
yang membutuhkan tenaga lebih ekstra.

3. Upah kerja yang lebih sedikit dibandingkan menjadi PKWTT

4. Tidak mendapat pesangon saat masa kerja habis melainkan upah konpensasi saja.

c) Apa yang menjadi dasar hukum dan pertimbangan buruh PT MLNM untuk merubah
peraturan perusahaan menjadi perjanjian kerja bersama.

Buruh PT MLNM meninggkatkan peraturan perusahaan dengan mengajukan perjanjian kerja


bersama sesuai dengan ketentuan Pasal 17 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 28 Tahun
2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan
Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama dan Undang-Undang Nomor 13/2003 Pasal 111 Ayat 4.

d) Bagaimana proses yang harus ditempuh untuk mewujudkan perjanjian kerja bersama
antara PT MLNM dengan dua serikat buruhnya.

Tentunya perjanjian kerja bersama dilakukan secara musyawarah sesuai antara kedua belah pihak
antara serikat buruh dan pengusaha/perusahaan. Melihat dinamika yang terjadi di PT MLNM
dengan dua serikat buruh dapat diselesaikan dengan menentukan serikat buruh mana yang berhak
secara hukum untuk mewakili pekerja/buruh dalam mengajukan perjanjian kerja bersama sesuai
dengan ketentuan Pasal 119 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
yang berbunti “satu perusahaan hanya terdapat satu serikat pekerja/serikat buruh, maka serikat
pekerja/seri-kat buruh tersebut berhak mewakili pekerja/buruh dalam perundingan pembuatan
perjanjian kerja bersama dengan pengusaha apabila memiliki jumlah anggota lebih dari 50%
(lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan”
serta ketentuan pada 17 Peraturan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 28 Tahun 2014
tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan
Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama yang menyebutkan serikat pekerja/serikat buruh telah
tercatat berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat
Buruh.

e) Materi apa saja yang dapat dituangkan dalam Perjanjian kerja bersama agar lebih
menjamin kesejateraan buruh PT MLNM.

Materi yang dapat dituangkan dalam perjanjian kerja bersama untuk menjamin kesejahteraan
buruh PT MLNM, seperti :

1. Penjaminan jenis dan status hubungan kerja

2. Kepastian pembayaran upah dan besaran upah sesuai dengan kinerja

3. Pemberian Tunjangan hari raya (keagamaan) dan bonus kinerja

4. Jaminan kesehatan dan status kerja selama sakit maupun cacat karena saat bekerja

5. Mekanisme waktu kerja sesuai perundang-undangan

6. Penunjang keselamatan dalam bekerja

7. Bantuan penunjang fasilitas buruh diluar operasional perusahaan seperti ruang terbuka, ruang
olahraga, ruang pengembangan bakat.

f) Apakah buruh mempunyai hak bila terjadi perubahan kepemilikan atas sebuah
perusahaan.

Adapun beberapa hak dan kewajiban penting yang harus diketahui oleh para pekerja yang
perusahaan tempatnya bekerja di akuisisi, antara lain:

1. Menurut Pasal 127 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (UUPT) pekerja pada perusahaan yang diakuisisi berhak mendapatkan pengumuman
mengenai informasi rancangan akuisisi perusahaan dengan jangka waktu 30 hari sebelum
pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
2. Bagi para pekerja yang tidak setuju atas perubahan pengendalian tersebut, maka dapat
mengajukan permohonan PHK atau mengundurkan diri sebagaimana yang termuat dalam Pasal
81 angka 42 UU Cipta Kerja perubahan atas Pasal 154A ayat (1) huruf a UU Ketenagakerjaan.

3. Pasca akuisisi pekerja berhak untuk mempertahankan perkara hubungan privatnya dengan
perusahaan yaitu tentang perjanjian kerja sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 1 angka 14 UU
Ketenagakerjaan. Apabila salah satu pihak tidak dapat memenuhinya maka berhak untuk
menggugat ke pengadilan berdasarkan pada Pasal 52 ayat (2) UU Ketenagakerjaan Jo. Pasal 3
ayat 1 UU Ketenagakerjaan.

g.) Dapatkah pemilik baru, yaitu PT Chuan Pandra Tbk menutup perusahaan dan
kemudian memutuskan hubungan kerja dengan pekerja.

1. Bahwa Pihak PT Chuan Pandra Tbk mengabaikan Putusan Mahkamah Konstitusi


Republik Indonesia Nomor 19/PUU-IX/2011 Berbunyi :

 Menyatakan pasal 164 ayat 3 UU No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan


(Lembaga negara republik indonesia tahun 2003 Nomor 39, tambahan lembaga
negara republik indonesia nomer 4279) Bertentangan dengan undang undang
dasar negara rupublik indonesia tahun 1945 sepanjang frase “ perusahaan tutup”
sepanjang tidak di maknai “ permanen tutup permanen atau perusahaan tutup
tidak untuk sementara waktu”.

 Menyatakan pasal 164 ayat (3) undang undang nomer 13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan (Lembaga Negara Republik Indonesia tahun 2003 Nomor 39,
Tambahan lembaran negara republik indonesia Nomor 4279) padapadafrase
“perusahaan tutup” tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak
dimaknai “perusahaan tutup permanen atau perusahaan tutup tidak untuk
sementara waktu”.

Jelas dalam hal tersebut dimaknai bahwa perusahaan tidak boleh mem-PHK
karyawannya jika perusahaan tidak tutup dan dalam hal pihak perusahaan Karya
Kencana Indonesia tidak dalam kondisi tutup atau pailit.
2. Bahwa Pihak PT Chuan Pandra Tbk mengabaikan surat edaran Menteri
Tenagakerja Nomor : SE-907/MEN/PHI-PPHI/X/2004 Tentang Pencegahan
Pemutusan Hubungan Kerja Massal , yang dalam pokoknya berisi :
Jika perusahaan mengalami klesulitan maka pemutusan hubungan kerja adalah upaya
terakhir setelah dilakukan upaya sebagai berikut :
a. Mengurangi upah dan fasilitas pekerja tingkat atas, misalnya tingkat manajer
dan direktur.
b. Mengurangi shift
c. Membatasi/menghapuskan kerja lembur
d. Mengurangi jam kerja
e. Mengurangi hari kerja
f. Meliburkan atau merumahkan pekerja buruh untuk sementara waktu
g. Tidak memperpanjang masa kerja karyawan kontrak
h. Memberikan pensiun bagi yang sudah memenuhi syarat.

Dan hal tersebut di atas harus dibahas terlebih dahulu dengan serikat pekerja/buruh.

Anda mungkin juga menyukai