NPM : 19121011202
UTS HUKUM KETENAGAKERJAAN
Oleh :
Steven Hutahean
4. Bahwa PT MNLM mengabaikan surat edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor: SE-907/MEN/PHI-
PPHI/X/2004 Tentang Pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja Massal, yang dalam pokoknya
berisi:
Jika perusahaan mengalami klesulitan maka pemutusan hubungan kerja adalah upaya terakhir
setelah dilakukan upaya sebagai berikut :
a. Mengurangi upah dan fasilitas pekerja tingkat atas, misalnya tingkat manajer dan direktur.
b. Mengurangi shift
c. Membatasi/menghapuskan kerja lembur
d. Mengurangi jam kerja
e. Mengurangi hari kerja
f. Meliburkan atau merumahkan pekerja buruh untuk sementara waktu
g. Tidak memperpanjang masa kerja karyawan kontrak
e. Memberikan pensiun bagi yang sudah memenuhi syarat.
PT MLNM tidak dapat melakukan perubahan perjanjian kerja tetap menjadi pekerja kontrak.
Secara aturan hukum memang tidak mengatur secara eksplisit mengenai hal ini, namun
justifikasi yang dapat disampaikan adalah bahwa status pekerja dari pekerja tetap menjadi
pekerja kontrak adalah sama saja dengan penurunan status. Peralihan status pekerja dari pekerja
tetap menjadi pekerja kontrak adalah masuk dalam kategori PHK (Pemutusan Hubungan Kerja)
secara sepihak dari perusahaan dan dalam satu waktu yang sama pengusaha mengangkat kembali
pekerja yang semulanya pekerja tetap menjadi pekerja kontrak. Peralihan status ini bisa
dilakukan apabila pekerja yang akan di alihkan statusnya menyepakati atau
menyetujuinya.Setelah pengusaha melakukann PHK maka pengusaha wajib memberikan uang
pesangon,uang penghargaan masa kerja, dan uang pengganti hak yang seharusnya diterima yang
tertunda yang telah diatur dalam Pasal 157 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
Kelemahan ataupun kerugian bagi buruh atas perubahan status dari PKWTT menjadi PKWT
sebagai berikut:
1. Buruh/pekerja masih memiliki waktu lama bekerja dalam perusahaan yang dimana masih
kontrak dan tidak bersifat tetap.
2. Penempatan posisi kerja/jabatan yang tidak strategis cenderung bekerja dibidang operasional
yang membutuhkan tenaga lebih ekstra.
4. Tidak mendapat pesangon saat masa kerja habis melainkan upah konpensasi saja.
c) Apa yang menjadi dasar hukum dan pertimbangan buruh PT MLNM untuk merubah
peraturan perusahaan menjadi perjanjian kerja bersama.
d) Bagaimana proses yang harus ditempuh untuk mewujudkan perjanjian kerja bersama
antara PT MLNM dengan dua serikat buruhnya.
Tentunya perjanjian kerja bersama dilakukan secara musyawarah sesuai antara kedua belah pihak
antara serikat buruh dan pengusaha/perusahaan. Melihat dinamika yang terjadi di PT MLNM
dengan dua serikat buruh dapat diselesaikan dengan menentukan serikat buruh mana yang berhak
secara hukum untuk mewakili pekerja/buruh dalam mengajukan perjanjian kerja bersama sesuai
dengan ketentuan Pasal 119 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
yang berbunti “satu perusahaan hanya terdapat satu serikat pekerja/serikat buruh, maka serikat
pekerja/seri-kat buruh tersebut berhak mewakili pekerja/buruh dalam perundingan pembuatan
perjanjian kerja bersama dengan pengusaha apabila memiliki jumlah anggota lebih dari 50%
(lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan”
serta ketentuan pada 17 Peraturan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 28 Tahun 2014
tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan
Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama yang menyebutkan serikat pekerja/serikat buruh telah
tercatat berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat
Buruh.
e) Materi apa saja yang dapat dituangkan dalam Perjanjian kerja bersama agar lebih
menjamin kesejateraan buruh PT MLNM.
Materi yang dapat dituangkan dalam perjanjian kerja bersama untuk menjamin kesejahteraan
buruh PT MLNM, seperti :
4. Jaminan kesehatan dan status kerja selama sakit maupun cacat karena saat bekerja
7. Bantuan penunjang fasilitas buruh diluar operasional perusahaan seperti ruang terbuka, ruang
olahraga, ruang pengembangan bakat.
f) Apakah buruh mempunyai hak bila terjadi perubahan kepemilikan atas sebuah
perusahaan.
Adapun beberapa hak dan kewajiban penting yang harus diketahui oleh para pekerja yang
perusahaan tempatnya bekerja di akuisisi, antara lain:
1. Menurut Pasal 127 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (UUPT) pekerja pada perusahaan yang diakuisisi berhak mendapatkan pengumuman
mengenai informasi rancangan akuisisi perusahaan dengan jangka waktu 30 hari sebelum
pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
2. Bagi para pekerja yang tidak setuju atas perubahan pengendalian tersebut, maka dapat
mengajukan permohonan PHK atau mengundurkan diri sebagaimana yang termuat dalam Pasal
81 angka 42 UU Cipta Kerja perubahan atas Pasal 154A ayat (1) huruf a UU Ketenagakerjaan.
3. Pasca akuisisi pekerja berhak untuk mempertahankan perkara hubungan privatnya dengan
perusahaan yaitu tentang perjanjian kerja sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 1 angka 14 UU
Ketenagakerjaan. Apabila salah satu pihak tidak dapat memenuhinya maka berhak untuk
menggugat ke pengadilan berdasarkan pada Pasal 52 ayat (2) UU Ketenagakerjaan Jo. Pasal 3
ayat 1 UU Ketenagakerjaan.
g.) Dapatkah pemilik baru, yaitu PT Chuan Pandra Tbk menutup perusahaan dan
kemudian memutuskan hubungan kerja dengan pekerja.
Menyatakan pasal 164 ayat (3) undang undang nomer 13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan (Lembaga Negara Republik Indonesia tahun 2003 Nomor 39,
Tambahan lembaran negara republik indonesia Nomor 4279) padapadafrase
“perusahaan tutup” tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak
dimaknai “perusahaan tutup permanen atau perusahaan tutup tidak untuk
sementara waktu”.
Jelas dalam hal tersebut dimaknai bahwa perusahaan tidak boleh mem-PHK
karyawannya jika perusahaan tidak tutup dan dalam hal pihak perusahaan Karya
Kencana Indonesia tidak dalam kondisi tutup atau pailit.
2. Bahwa Pihak PT Chuan Pandra Tbk mengabaikan surat edaran Menteri
Tenagakerja Nomor : SE-907/MEN/PHI-PPHI/X/2004 Tentang Pencegahan
Pemutusan Hubungan Kerja Massal , yang dalam pokoknya berisi :
Jika perusahaan mengalami klesulitan maka pemutusan hubungan kerja adalah upaya
terakhir setelah dilakukan upaya sebagai berikut :
a. Mengurangi upah dan fasilitas pekerja tingkat atas, misalnya tingkat manajer
dan direktur.
b. Mengurangi shift
c. Membatasi/menghapuskan kerja lembur
d. Mengurangi jam kerja
e. Mengurangi hari kerja
f. Meliburkan atau merumahkan pekerja buruh untuk sementara waktu
g. Tidak memperpanjang masa kerja karyawan kontrak
h. Memberikan pensiun bagi yang sudah memenuhi syarat.
Dan hal tersebut di atas harus dibahas terlebih dahulu dengan serikat pekerja/buruh.