TENTANG
BUPATI BANTAENG
MEMUTUSKAN
Pasal I
Pasal 1
2. Ketentuan Bagian keempat pada BAB III Pajak Hotel diubah sehingga
berbunyi sebagai berikut:
Bagian Keempat
Kewajiban Penggunaan Pencatatan Penjualan
Pasal 9
Pasal 10
(1) Dasar pengenaan pajak bagi wajib pajak yang tidak menggunakan
pencatatan penjualan dilakukan dengan penetapan jabatan.
(2) Penetapan jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
setelah dilakukan peninjauan lapangan untuk memperoleh nilai
pendapatan bruto.
(3) Hasil ketetapan jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
dengan SKPD.
(4) Nilai Ketetapan Pajak Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri
dari Nilai Ketetapan Pajak Daerah ditambah dengan denda sebesar 2%
(dua perseratus) per bulan.
Bagian Keempat
Kewajiban Penggunaan Pencatatan Penjualan
Pasal 16
Pasal 17
(1) Dasar pengenaan pajak bagi wajib pajak yang tidak menggunakan
pencatatan penjualan dilakukan dengan penetapan jabatan.
(2) Penetapan jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
setelah dilakukan peninjauan lapangan untuk memperoleh nilai
pendapatan bruto.
(3) Hasil ketetapan jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
dengan SKPD.
(4) Nilai Ketetapan Pajak Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri
dari Nilai Ketetapan Pajak Daerah ditambah dengan denda sebesar 2%
(dua perseratus) per bulan.
Bagian Keempat
Kewajiban Penggunaan Pencatatan Penjualan
Pasal 24
Pasal 25
(1) Dasar pengenaan pajak bagi wajib pajak yang tidak menggunakan
pencatatan penjualan dilakukan dengan penetapan jabatan.
(2) Penetapan jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
setelah dilakukan peninjauan lapangan untuk memperoleh nilai
pendapatan bruto.
(3) Hasil ketetapan jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
dengan SKPD.
(4) Nilai Ketetapan Pajak Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri
dari Nilai Ketetapan Pajak Daerah ditambah dengan denda sebesar 2%
(dua perseratus) per bulan.
Pasal 47
Pasal 52
(1) Dasar Pengenaan Pajak Air Tanah yaitu Nilai Perolehan Air Tanah.
(2) Nilai Perolehan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dinyatakan dalam rupiah yang dihitung dengan mempertimbangkan
sebagian atau seluruh faktor berikut :
a. jenis sumber air;
b. lokasi sumber air;
c. tujuan pengambilan dan/atau pemanfaatan air;
d. volume air yang diambil dan/atau dimanfaatakan;
e. kualitas air; dan
f. tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan
dan/atau pemanfaatan air.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai besarnya nilai perolehan air tanah
sebagamana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Bupati.
Pasal 53
14. Ketentuan ayat (1) Pasal 59 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 59
Pasal 65
Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dibagi atas 5
(lima) golongan yaitu :
a. Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dengan NJOP
di atas Rp0,00 - Rp500.000.000,00 - (nol rupiah – lima ratus juta
rupiah) dikenakan tarif sebesar 0,010 % (nol koma sepuluh perseribu)
b. Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dengan NJOP
di atas Rp500.000.000,00 - Rp1.000.000.000,00 (lima ratus juta rupiah –
satu miliar rupiah) dikenakan tarif sebesar 0,015 % (nol koma lima belas
perseribu)
c. Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dengan NJOP
di atas Rp1.000.000.000,00 - Rp1.500.000.000,00(satu miliar rupiah-
satu miliar lima ratus juta rupiah) dikenakan tarif sebesar 0,020 % (nol
koma dua puluh perseribu)
d. Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dengan NJOP
di atas Rp1.500.000.000,00 - Rp2.000.000.000,00(satu miliar lima ratus
juta rupiah- dua miliar rupiah) dikenakan tarif sebesar 0,025 % (nol koma
dua puluh lima perseribu)
Pasal 73
Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan secara
degresif dengan rincian sebagai berikut:
a. Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak sampai lebih kecil dari
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) ditetapkan sebesar 5% (lima
perseratus).
b. Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) sampai lebih kecil dari Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima
ratus juta rupiah) ditetapkan sebesar 4% (empat perseratus).
c. Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) sampai lebih kecil dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah) ditetapkan sebesar 3% (tiga perseratus).
d. Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah) keatas ditetapkan sebesar 2% (dua perseratus).
Pasal II
Ditetapkan di Bantaeng
Pada Tanggal 1 Maret 2020
BUPATI BANTAENG
Cap/ttd.
ILHAM SYAH AZIKIN
Diundangkan di Bantaeng
Pada Tanggal 1 Maret 2020
ABDUL WAHAB
TENTANG
A. Umum
Bahwa pajak daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah
yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah. Pajak
daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan
keadilan, peran serta masyarakat, dan akuntabilitas dengan memperhatikan
potensi yang terdapat di daerah. Selama ini Pajak daerah diatur dalam
Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah berdasarkan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah yang memuat 11 (sebelas) jenis pajak.
Dalam beberapa tahun pelaksanaannya Peraturan Daerah Kabupaten
Bantaeng Nomor 5 Tahun 2011 telah beberapa kali mengalami perubahan,
pertama dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng Nomor 3 Tahun
2013 dan kedua dengan Peraturan daerah Nomor 1 Tahun 2017 yang
memuat perubahan beberapa jenis pajak. Bahwa untuk melakukan
peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan tetap memperhatikan
perkembangan perekonomian di Kabupaten Bantaeng maka dilakukan
Perubahan Ketiga atas Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng Nomor 5
Tahun 2011 tentang Pajak Daerah Kabupaten Bantaeng, beberapa
pengaturan pajak yang diubah adalah:
a. Pajak Hotel, restoran dan hiburan
b. Pajak Parkir
c. Pajak Air Tanah
d. Pajak Sarang Burung Walet
e. Pajak Bumi dan bangunan
f. Pajak Bea Perolehan Atas Tanah dan Bangunan