Anda di halaman 1dari 5

KEPUTUSAN bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Reformasi Birokrasi dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor: 182/6597/SJ, Nomor: 15
Tahun 2018 dan Nomor:153/KEP/2018 mewajibkan Kepala Daerah selaku Pejabat Pembina
Kepegawaian untuk memberhentikan secara tidak terhormat para ASN mantan terpidana korupsi
atau kejahatan yang memiliki hubungan dengan jabatan. Batas waktu pelaksanaan Keputusan
Bersama tersebut ditetapkan dalam Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor: 880/3713/SJ,
tanggal 10 Mei 2019, yakni selambat-lambatnya tanggal 31 Mei 2019.
Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor: 880/3713/SJ, tanggal 10 Mei 2019, angka 4
menetapkan “berdasarkan Pasal 61 ayat (2) Undang-Undang Nomor: 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah ditegaskan bahwa kepala daerah sebelum memangku jabatannya dilantik
dengan mengucapkan sumpah/janji yakni ‘Demi Allah/Tuhan saya bersumpah atau berjanji akan
memenuhi kewajiban saya sebagai kepala daerah dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya,
memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti
kepada masyarakat, nusa dan bangsa”. Angka 4 dari Surat Edaran Mendagri ini dapat dipahami
sebagai peringatan kepada para kepala daerah selaku Pejabat Pembina Kepegawaian untuk
segera memberhentikan secara tidak terhormat para ASN mantan terpidana korupsi atau
kejahatan jabatan lain yang berada di daerahnya. Namun pemberhentian tersebut, harus
dilaksanakan dengan memegang teguh pada sumpah jabatan yang ditetapkan dalam Pasal 61
ayat (2) Undang-Undang Nomor: 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
Bupati Rote Ndao termasuk salah satu Bupati yang melaksanakan Keputusan Bersama Dua
Menteri dan Satu Kepala Badan tersebut, dengan menerbitkan Keputusan Pemberhentian Dengan
Tidak Hormat (PTDH) kepada 26 ASN mantan terpidana korupsi, pada tanggal 29 April 2019.
Namun kemudian 15 (lima belas) orang terpidana korupsi yang telah diberhentikan, dicabut
kembali keputusan PTDH-nya serta dipulihkan kembali hak mereka sebagai ASN seperti keadaan
semula oleh Bupati Rote Ndao, sehingga telah menimbulkan berbagai polemik.Oleh karena itu,
melalui tulisan ini dapat dikaji 2 (dua) permasalahan, yakni Apakah Keputusan Pemberhentian
Tidak Dengan Hormat 15 ASN, tanggal 29 April 2019 mengandung cacat yuridis, sehingga
harus dicabut? Dan apakah Keputusan Tentang Pencabutan Keputusan PTDH 15 (lima
belas) ASN itu sah menurut hukum?
Keputusan Bupati Rote Ndao Tentang PTDH ASN Mantan Terpidana
Pasal 64 ayat (1) Undang-Undang Nomor: 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan
menetapkan “keputusan hanya dapat dilakukan pencabutan apabila terdapat cacat wewenang,
prosedur dan/atau substansi”. Kata “dan/atau” pada ketentuan hukum ini, mengandung arti bahwa
alasan pencabutan suatu keputusan tata usaha negara dapat bersifat komulatif maupun alternatif.
Sifat komulatif artinya satu keputusan dapat dicabut jika terpenuhi ketiga alasan pencabutan,
sedangkan alternatif artinya tidak wajib 3 (tiga) alasan pencabutan keputusan itu terpenuhi
melainkan jika salah satu alasan pencabutan saja terpenuhi maka keputusan itu dapat dicabut.
Penilaian tentang ada atau tidaknya cacat yuridis dari Keputusan PTDH ASN Mantan Terpidana
dapat ditentukan melalui 2 (dua) hal, yakni apakah Bupati Rote Ndao memiliki kewenangan untuk
menerbitkan Keputusan PTDH bagi ASN Mantan Terpidana Korupsi? Apakah keputusan PTDH
bagi ASN telah sesuai dengan prosedur dan/atau substansi peraturan perundang-undangan yang
berlaku atau asas-asas umum pemerintahan yang baik?
Mengenai kewenangan penerbitan Keputusan PTDH, Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor: 5
Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara menetapkan “Pejabat yang berwenang adalah pejabat
yang mempunyai kewenangan melaksanakan proses pengangkatan, pemindahan, dan
pemberhentian Pegawai ASN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Kemudian Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor: 5 Tahun 2014 Tentang ASN menetapkan
“Pejabat Pembina Kepegawaian adalah pejabat yang mempunyai kewenangan menetapkan
pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN dan pembinaan Manajemen ASN
di instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Berdasarkan
Pasal 1 angka 13 dan 14 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN, maka yang
berwenang memberhentikan ASN adalah Pejabat Pembina Kepegawaian. Siapakah Pejabat
Pembina Kepegawaian?
Menurut Pasal 53 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN bahwa Pejabat Pembina
Kepegawaian adalah Presiden Republik Indonesia, tetapi dalam menetapkan pengangkatan,
pemindahan, dan pemberhentian pejabat selain pejabat pimpinan tinggi utama dan madya, dan
pejabat fungsional keahlian utama, didelegasikan kepada a. menteri di kementerian; b. pimpinan
lembaga di lembaga pemerintah non kementerian; c. sekretaris jenderal di sekretariat lembaga
negara dan lembaga nonstruktural, gubernur di propinsi dan bupati/walikota di Kabupaten/Kota.
Merujuk pada ketentuan Pasal 1 angka 13 dan 14 Jo. Pasal 53 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, maka Bupati Rote Ndao selaku Pejabat Pembina
Kepegawaian di Kabupaten Rote Ndao  memiliki kewenangan untuk memberhentikan ASN mantan
terpidana korupsi dengan menerbitkan Keputusan PTDH.
Mengenai prosedur penerbitan Keputusan PTDH,Pasal 87 ayat (4) huruf b menetapkan “PNS
diberhentikan dengan hormat karena dihukum penjara  atau kurungan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan
jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana
umum”. Kemudian Pasal 266 Peraturan Pemerintah Nomor: 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen
PNS, pada dasarnya menetapkan Pemberhentian dengan hormat atau tidak dengan hormat PNS
yang melakukan tindak pidana/penyelewengan, diusulkan oleh pejabat yang berwenang kepada
PPK dan ditetapkan paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja, setelah diusulan pemberhentian
diterima.
Berdasarkan Pasal 87 ayat (4) huruf b Jo. Pasal 266 Peraturan Pemerintah Nomor: 11 Tahun 2017
Tentang Manajemen PNS, maka prosedur penerbitan Keputusan PTDH bagi ASN yang melakukan
tindak pidana korupsi adalah harus terdapat Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum
tetap yang membuktikan kesalahannya dan diusulkan oleh Pejabat yang berwenang kepada
Pejabat Pembina Kepegawaian serta penerbitan Keputusan PTDH haruslah paling lambat 21 (dua
puluh satu) hari kerja, setelah diterimanya pengusulan. Hubungannya dengan Keputusan PTDH
bagi ASN mantan terpidana korupsi oleh Bupati Rote Ndao didasarkan atas adanya Putusan
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Kupang maupun Pengadilan Tinggi
Kupang yang telah berkekuatan hukum tetap dan diusulkan oleh pejabat yang berwenang, in
casu Sekretaris Daerah Kabupaten Rote Ndao. Oleh karena itu,penerbitan Keputusan PTDH ASN
mantan terpidana korupsi oleh Bupati Rote Ndao telah sesuai dengan prosedur peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Selanjutnya mengenai substansi penerbitan Keputusan PTDH bagi ASN mantan terpidana korupsi
oleh Bupati Rote Ndao dapat dianalisis dari peraturan dasar yang diterapkan sebagai dasar hukum
penerbitan keputusan. Peraturan Dasar yang diterapkan sebagai dasar hukum oleh Bupati Rote
Ndao untuk menerbitkan Keputusan PTDH bagi ASN mantan terpidana korupsi, adalah: a.Pasal 23
ayat (5) Undang-Undang Nomor: 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor: 43 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor:
32 Tahun 1979 Tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Peraturan Pemerintah Nomor: 19 Tahun 2013;b.Pasal 87 ayat (4) huruf b Undang-Undang
Nomor: 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara dan Pasal 250 huruf b Peraturan Pemerintah
Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen PNS.
Pasal 23 ayat (5) Undang-Undang Nomor: 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor: 43 Tahun 1999 telah dicabut dan tidak lagi
memiliki kekuatan hukum mengikat setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor: 5 Tahun
2014 Tentang Aparatur Sipil Negara pada tanggal 15 Januari 2014. Pencabutan tersebut
didasarkan atas Pasal 136 Undang-Undang Nomor: 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara.
Demikian pula Peraturan Pemerintah Nomor: 32 Tahun 1979 Tentang Pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor: 19 Tahun
2013, telah dicabut dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat setelah diundangkan Peraturan
Pemerintah Nomor: 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen PNS pada tanggal 7 April 2017.
Pencabutan tersebut didasarkan atas Pasal 362 Peraturan Pemerintah Nomor: 11 Tahun 2017
Tentang Manajemen PNS.
Berdasarkan Pasal 136 Undang-Undang Nomor: 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara dan
Pasal 362 Peraturan Pemerintah Nomor: 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen PNS, maka
Keputusan Bupati Rote Ndao yang menerbitkan Keputusan PTDH bagi ASN mantan terpidana
korupsi pada tanggal 29 April 2019 mengandung cacat substansial sebab Pasal 23 ayat (5)
Undang-Undang Nomor: 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor: 43 Tahun 1999 telah dicabut dan tidak lagi memiliki
kekuatan hukum mengikat sejak tanggal 15 Januari 2014maupun Peraturan Pemerintah Nomor: 32
Tahun 1979 Tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Peraturan Pemerintah Nomor: 19 Tahun 2013 telah dicabut dan tidak lagi  memiliki
kekuatan hukum mengikat sejak tanggal 7 April 2017, namun masih diterapkan sebagai dasar
hukum penerbitan keputusan PTDH bagi ASN mantan terpidana korupsi pada tanggal 29 April
2019.
Demikian pula penerbitan Keputusan PTDH bagi 15 (lima belas) ASN berdasarkan Pasal 87 ayat
(4) huruf b Undang-Undang Nomor: 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara dan Pasal 250
huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen PNS juga mengandung
cacat substansial sebab Undang-Undang Nomor: 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara
barulah diberlakukan pada tanggal 15 Januari 2014, sedangkan Peraturan Pemerintah Nomor: 11
Tahun 2017 Tentang Manajemen PNS baru diberlakukan pada tanggal 7 April 2017. Padahal
berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap,membuktikan perbuatan
dalam jabatan yang dilakukan oleh 15 ASN itu sebelum diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2014 Tentang ASN maupun Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Tentang
Manajemen PNS.
Cacat yuridis dari Keputusan Bupati Rote Ndao tentang PTDH bagi 15 (lima belas) ASN karena
menerapkan Pasal 23 ayat (5) Undang-Undang Nomor: 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor: 43 Tahun 1999 dan
Peraturan Pemerintah Nomor: 32 Tahun 1979 Tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor: 19 Tahun 2013 adalah
Keputusan PTDH tersebut bertentangan dengan asas kepastian hukum sebagai salah satu dari
asas-asas umum pemerintahan yang baik.Demikian pula cacat yuridis dari Keputusan Bupati Rote
Ndao tentang PTDH bagi 15 (lima belas) ASN yang menerapkan Pasal 87 ayat (4) huruf b
Undang-Undang Nomor: 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara dan Pasal 250 huruf b
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen PNS sebagai dasar hukum
penerbitan keputusan bertentangan dengan Pasal 28I Undang-Undang Dasar, 1945 khususnya
jaminan hak setiap orang termasuk para ASN tersebut untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut. Oleh karena itu, meskipun Keputusan Bupati Rote Ndao tentang PTDH bagi 15 (lima
belas) ASN mantan terpidana sesuai kewenangan yang dimiliki dan prosedur yang berlaku, tetapi
mengandung cacat substansial sehingga tindakan Bupati Rote Ndao untuk mencabut kembali
Keputusan PTDH bagi 15 (lima belas) ASN sudah tepat dan benar menurut hukum, yakni telah
memenuhi salah satu syarat pencabutan sebagaimana ketentuan Pasal  64 ayat (3) Undang-
Undang Nomor: 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan.
Keabsahan Pencabutan Keputusan PTDH ASN Mantan Terpidana Korupsi
Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor: 30 Tahun 2014 menetapkan “syarat sahnya keputusan
meliputi a. ditetapkan oleh pejabat yang berwenang; b. dibuat sesuai prosedur; c. substansi yang
sesuai dengan objek keputusan”. Merujuk pada Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor: 30
Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan tersebut, maka dalam menilai sah atau tidaknya
Keputusan Bupati Rote Ndao tentang Pencabutan Keputusan Pemberhentian Tidak Dengan
Hormat 15 (lima belas) ASN, harus dinilai apakah Bupati Rote Ndao memiliki kewenangan untuk
menerbitkan Keputusan Tentang Pencabutan Keputusan PTDH 15 (lima belas) ASN dan
pemulihan kembali hak dan kedudukan mereka sebagai ASN? Dan apakah penerbitan Keputusan
Tentang Pencabutan Keputusan PTDH itu sesuai dengan prosedur dan substansi peraturan
perundang-undangan yang berlaku?
Penilaian terhadap berwenangkah Bupati Rote Ndao menerbitkan Keputusan Tentang Pencabutan
Keputusan PTDH bagi ASN mantan terpidana korupsi haruslah didasarkan atas asas hukum dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut asas contrarius actus bahwa badan atau
pejabat tata usaha negara yang menerbitkan keputusan tata usaha negara, memiliki kewenangan
pula untuk membatalkan atau mencabutnya. Demikian pula Pasal 64 ayat (3) dan (4) Undang-
Undang Nomor: 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan menetapkan “keputusan
pencabutan dapat dilakukan: a. oleh pejabat pemerintahan yang menetapkan keputusan; b. atasan
pejabat yang menetapkan keputusan atau; c. atas perintah pengadilan”.Keputusan pencabutan
yang dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan dan Atasan Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf a dan huruf b dilakukan paling lama 5 (lima) hari  kerja sejak ditemukannya dasar
pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan berlaku sejak tanggal ditetapkan keputusan
pencabutan.
Demikian pula Pasal 77 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Nomor: 30 Tahun 2014 Tentang
Administrasi Pemerintahan yang menetapkan “Keputusan dapat diajukan keberatan dalam waktu
paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak diumumkannya Keputusan  tersebut  oleh Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan. Keberatan diajukan secara tertulis kepada Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan yang menetapkan keputusan”. Dalam hal keberatan diterima, Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib menetapkan Keputusan sesuai permohonan keberatan”.
Berdasarkan asas contrarius actus maupun Pasal 64 dan Pasal 77 Undang-Undang Nomor: 30
Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, maka Bupati Rote Ndao selaku Pejabat Pembina
Kepegawain yang menerbitkan Keputusan PTDH bagi 15 (lima belas) ASN memiliki kewenangan
pula untuk membatalkan atau mencabut sendiri keputusan tersebut. Pencabutan itu dapat
dilakukan melalui 2 (dua) cara, yakni cacat yuridis dari keputusan diketahui sendiri oleh pejabat
yang bersangkutan atau melalui keberatan administratif dari orang atau badan hukum yang
merasa dirugikan. Pencabutan Keputusan PTDH bagi 15 ASN oleh Bupati Rote Ndao, dilakukan
melalui prosedur keberatan dari para ASN dan terhadap keberatan a quo Bupati Rote Ndao
memiliki kewajiban untuk memberikan keputusan ditolak atau dikabulkan dalam tenggang waktu
selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya keberatan. Hal ini didasarkan atas
Pasal 77 ayat (4) dan (5) Undang-Undang Nomor: 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi
Pemerintahan yang menetapkan “Badan/Pejabat Pemerintahan menyelesaikan keberatan paling
lama 10 (sepuluh) hari kerja. Dalam hal Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak
menyelesaikan keberatan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), keberatan
dianggap dikabulkan”.
Kemudian mengenai syarat subtansial, dicabutnya Surat Keputusan Pemberhentian Tidak Dengan
Hormat bagi 15 (enam belas) Pegawai Aparatur Sipil Negara karena 2 (dua) alasan, yakni:
1. Surat Keputusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat 15 (lima belas) Pegawai
Aparatur Sipil Negara, dinilai bertentangan dengan asas kepastian hukum sebab
Pasal 23 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun
1999, yang menjadi dasar hukum diterbitkannya Surat Keputusan Pemberhentian
Tidak Dengan Hormat a quo telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku setelah
diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil
Negara pada tanggal 15 Januari 2014. Demikian pula Peraturan Pemerintah Nomor
32 Tahun 1979 Tentang Pemberhentian PNS sebagaimana diubah terakhir dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2013 telah dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku lagi sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017
Tentang Manajemen PNS pada tanggal 07 April 2017;
2. Surat Keputusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat 15 (lima belas) Pegawai
Aparatur Sipil Negara, dinilai bertentangan dengan Pasal 28I UUD’1945
khususnya jaminan kepada setiap orang untuk tidak dituntut berdasarkan aturan
yang berlaku surut sebab Pasal 87 ayat (4) huruf b Undang-Undang Nomor: 5
Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara dan Pasal 250 huruf b Peraturan
Pemerintah Nomor: 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen PNS yang juga menjadi
dasar hukum penerbitan Surat Keputusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat bagi
15 (lima belas) Pegawai Aparatur Sipil Negara tersebut terjadi sebelum
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil
Negara pada tanggal 15 Januari 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor: 11 Tahun
2017 Tentang Manajemen PNS pada tanggal 07 April 2017.
Oleh karena Keputusan Bupati Rote Ndao Tentang Pencabutan Keputusan PTDH bagi 15 (lima
belas) ASN telah sesuai kewenangan yang dimiliki dan melalui prosedur keberatan administratif
sebagaimana diatur dalam Pasal 77 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi
Pemerintahan. Demikian pula secara substansil, Keputusan PTDH bagi 15 ASN mantan terpidana
korupsi bertentangan dengan asas kepastian hukum karena menerapkan peraturan perundang-
undangan yang telah dicabut dan tidak berlaku serta bertentangan dengan Pasal 28I UUD’1945
khususnya jaminan kepada setiap orang untuk tidak dituntut berdasarkan aturan yang
berlaku surut, maka menurut penulis Pencabutan Keputusan PTDH oleh Bupati Rote Ndao bagi
15 (lima belas) ASN di Kabupaten Rote Ndao dan memulihkan kembali hak-hak mereka sebagai
ASN seperti keadaan semula adalah sah menurut hukum

Anda mungkin juga menyukai