Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KASUS GERONTIK

“DEMENSIA PADA LANSIA “

Oleh :

Tiya Islamiyah (20214663073)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

2021
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1. Konsep Lanjut Usia


1.1.1. Pengertian Lanjut Usia
Usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu
periode di mana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih
menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat. Secara biologis
lansia adalah proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya
daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat
menyebabkan kematian (Wulansari, 2011).
1.1.2. Batasan Lanjut Usia
Batasan usia lansia menurut WHO meliputi (Santi, 2009):
a. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) : antara 60 dan 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) : antara 75 dan 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) : diatas 90 tahun

Batasan Lansia menurut Depkes RI (2009) meliputi:

a. Menjelangusialanjut (45-54 thn) : masavibrilitas


b. Kelompokusialanjut (55 – 64 thn) : masapresenium
c. Kelompokusialanjut (> 64 thn) : masasenium

Pemerintah Indonesia dalam hal ini Departemen Sosial membagi lansia ke dalam
2 kategori yaitu usia lanjut potensial dan usia lanjut non potensial. Usia lanjut
potensial adalah usia lanjut yang memiliki potensi dan dapat membantu dirinya
sendiri bahkan membantu sesamanya. Sedangkan usia lanjut non potensial adalah
usia lanjut yang tidak memperoleh penghasilan dan tidak dapat mencari nafkah untuk
mencukupi kebutuhannya sendiri (Hayati, 2010).

1.1.3. Proses Menua


Proses menua menurut (Santi, 2009), (aging) adalah suatu keadaan alami selalu
berjalan dengan disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial
yang saling berinteraksi. Hal tersebut berpotensi menimbulkan masalah kesehatan
secara umum maupun kesehatan jiwa. Secara individu, pada usia di atas 55 tahun
terjadi proses menua secara alamiah.
Menua didefinisikan sebagai perubahan progresif pada organisme yang telah
mencapai kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel serta menunjukkan adanya
kemunduran sejalan dengan waktu. Proses alami yang disertai dengan adanya
penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial akan saling berinteraksi satu sama
lain. Proses menua yang terjadi pada lansia secara linier dapat digambarkan melalui
tiga tahap yaitu, kelemahan (impairment), keterbatasan fungsional
(functionallimitations), ketidakmampuan (disability) dan keterhambatan (handicap)
yang akan dialami bersamaan dengan proses kemunduran.
Proses menua dapat terjadi secara fisiologis maupun patologis. Apabila seseorang
mengalami proses menua secara fisiologis maka proses menua terjadi secara alamiah
atau sesuai dengan kronologis usianya (penuaan primer). Proses menua seseorang
yang lebih banyak dipengaruhi faktor eksogen, misalnya lingkungan, sosial budaya
dan gaya hidup disebut mengalami proses menua secara patologis (penuaan
sekunder).
Teori-teori yang menjelaskan bagaimana dan mengapa penuaan terjadi biasanya
dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu teori biologis dan psikososial.
Secara umum teori biologi dan psikososiologis dijelaskan sebagai berikut (Stanley,
2008):
a. Teori Biologi
1) Teori Genetika
Teori sebab-akibat menjelaskan bahwa penuaan terutama dipengaruhi oleh
pembentukan gen dan dampak lingkungan pada pembentukan kode genetik.
Menurut teori genetik, penuaan adalah suatu proses yang secara tidak sadar
diwariskan yang berjalan dari waktu ke waktu untuk mengubah sel atau
struktur jaringan. Dengan kata lain, perubahan rentang hidup dan panjang usia
telah ditentukan sebelumnya.
2) Teori Wear and Tear
Teori Wear and Tear (Dipakai dan Rusak) mengusulkan bahwa akumulasi
sampah metebolik atau zat nutrisi dapat merusak sintesis DNA, sehingga
mendorong malfungsi molecular dan akhirnya malfungsi organ tubuh.
Pendukung teori ini percaya bahwa tubuh akan mengalami kerusakan
berdasarkan suatu jadwal.
3) Riwayat Lingkungan
Menurut teori ini, faktor-faktor di dalam lingkungan (misalnya karsinogen
dari industry, cahaya matahari, trauma dan infeksi) dapat membawa
perubahan dalam proses penuaan. Walaupun faktor-faktor ini diketahui dapat
mempercepat penuaan, dampak dari lingkungan lebih merupakan dampak
sekunder dan bukan merupakan faktor utama dalam penuaan.
4) Teori Imunitas
Teori Imunitas menggambarkan suatu kemunduran dalam sistem imun yang
berhubungan dengan penuaan.Ketika orang bertambah tua, pertahanan
mereka terhadap orgenisme sering mengalami penurunan, sehingga mereka
lebih rentan untuk menderita berbagai penyakit seperti kanker dan
infeksi.Seiring dengan berkurangnya fungsi sistem imun, terjadilah
peningkatan dalam respons autoimun tubuh.
5) Teori Neuroendokrin
Para ahli menyatakan bahwa penuaan terjadi karena suatu perlambatan dalam
suatu sekresi hormon tertentu yang mempunyai suatu dampak pada reaksi
yang diatur oleh suatu sistem saraf.Hal ini lebih jelas ditunjukkan dalam
kelenjar hipofisis, tiroid, adrenal dan reproduksi.
b. Teori Psikososiologis
1) Teori Kepribadian
Kepribadian manusia adalah suatu wilayah pertumbuhan yang subur dalam
tahun-tahun akhir kehidupannya.Teori kepribadian menyebutkan aspek-aspek
pertumbuhan psikologis tanpa menggambarkan harapan atau tugas spesifik
lansia.
2) Teori TugasPerkembangan
Tugas perkembangan adalah aktivitas dan tantangan harus dipenuhi oleh
seseorang pada tahap-tahap spesifik dalam hidupnya untuk mencapai penuaan
yang sukses. Pada kondisi tidak adanya pencapaian perasaan bahwa ia telah
menikmati kehidupan yang baik, maka lansia tersebut berisiko untuk
mengalami penyesalan atau putus asa.
3) Teori Disengagement
Teori Disengagement (teori pemutusan hubungan) menggambarkan proses
penarikan diri oleh lansia dari peran bermasyarakat dan tanggung jawabnya.
Menurut ahli teori ini.Proses penarikan diri ini dapat diprediksi, sistematis,
tidak dapat dihindari, dan penting untuk fungsi yang tepat dari masyarakat
yang sedang tumbuh. Manfaat pengurangan kontak sosial untuk lansia adalah
agar ia dapat menyediakan waktu untuk merefleksikan pencapaian hidupnya
dan untuk menghadapi harapan yang tidak terpenuhi.
4) Teori Aktivitas
Menurut teori ini, jalan menuju penuaan yang sukses adalah dengan cara tetap
aktif. Berbagai penelitian telah memvalidasi hubungan positif antara
mempertahankan interaksi yang penuh arti dengan orang lain dan
kesejahteraan fisik dan mental orang tersebut. Penelitian terbaru
menunjukkan bahwa pentingnya aktivitas mental dan fisik yang
berkesinambungan untuk mencegah kehilangan dan pemeliharaan kesehatan
sepanjang masa kehidupan manusia.
5) Teori Kontinuitas
Teori kontinuitas, juga dikenal sebagai suatu teori perkembangan, merupakan
suatu kelanjutan dari kedua teori sebelumnya dan mencoba untuk
menjelaskan dampak kepribadian pada kebutuhan untuk tetap aktif atau
memisahkan diri agar mencapai kebahagiaan dan terpenuhinya kebutuhan di
usia tua. Teori ini menekankan pada kemampuan koping individu sebelumnya
dan kepribadian sebagai dasar untuk memprediksibagaimana seseorang akan
dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan akibat penuaan. Ciri kepribadian
dasar dikatakan tetap tidak berubah walaupun usianya telah
lanjut.Selanjutnya, ciri kepribadian secara khas menjadi lebih jelas pada saat
orang tersebut bertambah tua.
1.1.4. Kebutuhan HidupLanjut Usia
Secara lebih detail, kebutuhan lansia terbagi atas (Subijanto et al, 2011):
a. Kebutuhan fisik meliputi sandang, pangan, papan, kesehatan.
b. Kebutuhan psikis yaitu kebutuhan untuk dihargai, dihormati dan mendapatkan
perhatian lebih dari sekelilingnya.
c. Kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan untuk berinteraksi dengan masyarakat sekitar.
d. Kebutuhan ekonomi, meskipun tidak potensial lansia juga mempunyai kebutuhan
secara ekonomi sehingga harus terdapat sumber pendanaan dari luar, sementara
untuk lansia yang potensial membutuhkan adanya tambahan keterampilan,
bantuan modal dan penguatan kelembagaan.
e. Kebutuhan spiritual, spiritual adalah kebutuhan dasar dan pencapaian tertinggi
seorang manusia dalam kehidupannya tanpa memandang suku atau asal-usul.
Kebutuhan spiritual diidentifikasi sebagai kebutuhan dasar segala usia. Fish dan
Shelly mengidentifikasi kebutuhan spiritual sebagai kebutuhan akan makna dan
tujuan, akan cinta dan keterikatan dan akan pengampunan (Stanley, 2008).
1.1.5. Perubahan-perubahan yang terjadi pada Lanjut Usia
Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai berikut (Stanley, 2008):
a. Perubahan Fisik
1) Perubahan penampilan
Saat seseorang memasuki usia lanjut, penampilan secara fisik akan berubah.
Misal sudah mulai terlihat kulit keriput, bentuk tubuh berubah, rambut mulai
menipis.
2) Perubahan fungsi fisiologis
Perubahan pada fungsi organ juga terjadi pada lansia.Perubahan fungsi organ
ini yang menyebabkan lansia tidak tahan, terhadap temperatur yang terlalu
panas atau terlalu dingin, tekanan darah meningkat, berkurangnya jumlah
waktu tidur.
3) Perubahan panca indera
Perubahan pada indera berlangsung secara lambat dan bertahap, sehingga
setiap individu mempunyai kesempatan untuk melakukan penyesuain dengan
perubahan tersebut. Misal, kacamata dan alat bantu dengar hampir sempurna
untuk mengatasi penurunan kemampuan melihat atau kerusakan pendengaran.
4) Perubahan seksual
Pada lansia, terjadi penurunan kemampuan seksual karena pada fase ini
klimakterik pada lansia laki-laki dan menopause pada wanita.Tapi, hal itu
juga tidak membuat potensi seksual benar–benar menurun.Ini disebabkan
penurunan atau peningkatan potensi seksual juga dipengaruhi oleh
kebudayaan, kesehatan dan penyesuain seksual yang dilakukan di awal.
5) Perubahan Kemampuan Motorik
a) Kekuatan
Terjadi penurunan kekuatan otot.Hal ini menyebabkan lansia lebih cepat
capai dan memerlukan waktu yang lebih lama untuk memulihkan diri dari
keletihan dibandingkan orang yang lebih muda.
b) Kecepatan
Kecepatan dalam bergerak nampak sangat menurun setelah usia enam
puluhan.
c) Belajar keterampilan baru
Lansia yang belajar keterampilan baru cenderung lebih lambat dalam
belajar dibanding dengan yang lebih muda dan hasil akhirnya juga
cenderung kurang memuaskan.

d) Kekakuan
Lansia cenderung canggung dan kagok, yang menyebabkan sesuatu yang
dibawa dan dipegangnya tertumpah dan jatuh.Selain itu, lansia juga
melakukan sesuatu dengan tidak hati-hati dan dikerjakan secara tidak
teratur.
6) Perubahan Kemampuan Mental
a) Belajar
Lansia lebih berhati-hati dalam belajar, memerlukan waktu yang lebih
banyak untuk dapat mengintegrasiakan jawaban mereka dan kurang
mampu mempelajari hal-hal baru yang tidak mudah diintegrasikan dengan
pengalaman masa lalu.
b) Berpikir dalam memberi argument
Secara umum terdapat penurunan kecepatan dalam mencapai kesimpulan,
baik dalam alasan induktif maupun deduktif.
c) Kreativitas
Kapasitas atau keinginan yang diperlukan untuk berpikir kreatif bagi
lansia cenderung berkurang.
d) Ingatan
Lansia pada umumnya cenderung lemah dalam mengingat hal-hal yang
baru dipelajari dan sebaliknya baik terhadap hal-hal yang telah lama
dipelajari.
e) Mengingat kembali
Kemampuan dalam mengingat ulang banyak dipengaruhi oleh faktor usia
dibanding pemahamam terhadap objek yang ingin diungkapkan kembali.
Banyak lansia yang menggunakan tanda-tanda, terutama simbol visual,
suara, dan gerakan, untuk membantu kemampuan mereka dalam
mengingat kembali.
f) Mengenang
Kecenderungan untuk mengenang sesuatu yang terjadi padamasa lalu
meningkat semakin tajam sejalan dengan bertambahnya usia.
g) Rasa humor
Kemampuan lansia dalam hal membaca komik berkurang dan perhatian
terhadap komik yang dapat mereka baca bertambah dengan bertambahnya
usia.
h) Perbendaharaan kata
Menurunnya perbendaharaan kata yang dimiliki lansia menurun dengan
sangat kecil, karena mereka secara konstan menggunakan sebagian besar
kata yang pernah dipelajari pada masa anak – anak dan remajanya.
i) Kekerasan mental
Kekerasan mental tidak bersifat universal bagi usia lanjut.
j) Perubahan Minat
- Minat Pribadi
Minat pribadi meliputi minat terhadap diri sendiri, minat terhadap
penampilan, minat pada pakaian dan minat pada uang.Minat terhadap
diri sendiri pada lansia cenderung meningkat, sedangkan minat
terhadap uang dan penampilan cenderung menurun.Untuk minat
terhadap pakaian, disesuaikan dengan kegiatan sosial lansia.
- Minat Kegiatan Sosial
Dalam bertambahnya usia mengakibatkan banyak orangyang merasa
menderita karena jumlah kegiatan sosial yang dilakukannya semakin
berkurang. Hal ini lazim diistilahkan sebagai lepas dari kegiatan
kemasyarakatan (social disengagement).
- Minat Rekreasi
Lansia cenderung untuk tetap tertarik pada kegiatan rekreasi yang
biasa dinikmati pada masa mudanya, dan mereka hanya akan
mengubah minat tersebut kalau betul – betul diperlukan.
- Minat KegiatanKeagamaan
Sikap sebagian besar lansia terhadap agama mungkin lebih sering
dipengaruhi oleh bagaimana mereka dibesarkan atau apa yang telah
diterima pada saat mencapai kematangan intelektualnya.
Bagaimanapun juga, perubahan minat dan sikap terhadap kegiatan
keagamaan merupakan ciri orang berusia lanjut dalam beberapa
kebudayaan dewasa ini. Beberapa perubahan keagamaan selama usia
lanjut memberi pengaruh pada usia lanjut, antara lain dalam hal
toleransi keagamaan dan ibadat keagamaan.
Terdapat bukti-bukti bahwa kualitas keanggotan dalam tempat
peribadatan memainkan peranan yang lebih penting bagi penyesuaian
individual pada usia lanjut dibanding keanggotan itu sendiri. Mereka
yang aktif di tempatperibadatan secara sukarela di waktu masih muda
cenderung dapat menyesuaikan diri dengan pada masa tuanya
dibanding mereka yang minat dan kegiatannya dalam perkumpulan
keagamaan terbatas.
- Minat Mengenai Kematian
Semakin lanjut usia seseorang, biasanya mereka menjadi semakin
kurang tertarik terhadap kehidupan akherat dan lebih mementingkan
tentang kematian itu sendiri serta kematiannya
2.1 Konsep Demensia
2.1.1. Pengertian
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tiada gangguan fungsi
vegetative atau keadaan yang terjadi pada memori, pengetahuan umum, pikiran
abstrak, penilaian, dan interpretasi atas komunikasi tertulis maupun lisan bisa
terganggu. (Corwin, 2009).
Demensia ialah sindrom klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan
memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari.
Demensia adalah mewujudkan ketika keadaan ketika seseorang mengalami
menurunnya daya ingat dan daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas
kehidupan sehari-hari (Nugroho, 2008).
Demensia merujuk pada sindrom klinis yang mempunyai gangguan memori
selain kemampuan mental lain seperti berfikir abstrak, penilaian, kepribadian,
bahasa dan praksis. Deficit yang terjadi harus cukup berat sehingga mempengaruhi
aktivitas kerja dan sosial secara bermakna (Sudoyo, 2010).

2.1.2. Etiologi
Penyebab utama dari penyakit demensia adalah penyakit alzheimer, yang
penyebabnya sendiri belum diketahui secara pasti, namun diduga penyakit
Alzheimer disebabkan karena adanya kelainan faktor genetik atau adanya kelainan
gen tertentu.
Penyebab lainnya dari Demensia yaitu, serangan stroke yang berturut-turut.
Stroke tunggal yang ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan yang ringan atau
kelemahan yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini secara bertahap
menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah otak yang mengalami kerusakan
akibat tersumbatnya aliran darah yang disebut dengan infark. Demensia yang
disebabkan oleh stroke kecil disebut demensia multi-infark. Sebagian penderitanya
memiliki tekanan darah tinggi atau kencing manis, yang keduanya menyebabkan
kerusakan pembuluh darah di otak.
Penyebab demensia menurut Nugroho (2008) dapat digolongkan menjadi 3
golongan besar :
1. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal
kelainan yaitu : terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada
sistem enzim, atau pada metabolisme
2. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati,
penyebab utama dalam golongan ini diantaranya :
a. Penyakit degenerasi spino-serebelar.
b. Subakut leuko-ensefalitis sklerotik van Bogaert
c. Khorea Huntington
3. Sindoma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam golongan
ini diantaranya :
a. Penyakit cerebro kardiofaskuler
b. penyakit- penyakit metabolik
c. Gangguan nutrisi
d. Akibat intoksikasi menahun
2.1.3. Klasifikasi
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, (2015) klasifikasi
demensia:
1) Demensia kortikal; gejala khas melibatkan memori, bahasa, penyelesaian
masalah, dan pemikiran dan gejalanya muncul pada:
a) Penyakit Alzheimer’s (Alzheimer’s Disease, AD) Gangguan perilaku dan
ketergantungan dalam aktivitas hidup keseharian menyusul gangguan
memori episodic mendukung diagnosis ini. Penyakit ini mengenal lansia
(>65 tahun) walaupun dapat ditemukan pada usia yang lebih muda.
Pemeriksaan mikroskopik, gambaran utama berupa hilangnya neuron dan
adanya (terutama pada korteks dan hipokampus) plak amiloid dan kekusutan
serat- serat saraf.
b) Demensia Vaskuler (Vascular dementia, VaD) adalah penyakit yang
disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di otak dan setiap penyebab atau
factor resiko stroke dapat berakibat terjadinya demensia.
c) Demensia badan Lewy (Dementia with Lewy bodies, DLB), Jenis demensia
progresif yng mengarah pada penurunan fungsi berpikir, bernalar dan
independen karena deposit mikroskopis abnormal yang merusak sel-sel otak
seiring waktu.
d) Demensia frontotemporal adalah Gangguan yang disebabkan oleh hilangnya
sel saraf progresif di lobus frontal otak (area di belakang dahi) atau lobus
temporal (dibelakang telinga).
2) Demensia Subkortikal; gejala khas meliputi perlambatan psikomotor dan
disfungsi eksekutif terkait dengan gangguan terhadap jalur frontal, sedangkan
gejala kognitif fokal seperti afasia atau agnosia jarang ada, dan gejalanya
muncul pada:
a) Penyakit Parkinson : Memiliki masalah dengan pergerakan selama
setidaknya satu tahun sebelum mengalami demensia.
b) Penyakit Hungtinton : Kelainan otak progresif yang disebabkan gen yang
rusak dan menyebabkan perubahan di area pusat otak, yang mempengaruhi
gerakan, suasana hati dan keterampilan berpikir.
Menurut Sjahrir, (1999 dalam Skripsi USU) Demensia menurut umur terbagi 2:
a) Demensia senilis (usia >65 tahun)
b) Demensi prasenilis (usia <65 tahun)
2.1.4 Patofisiologi
Proses menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya demensia.
Penuaan menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan biokimiawi di susunan saraf
pusat yaitu berat otak akan menurun sekitar 10% pada penuaan antara umur 30-70
tahun. Berbagai faktor etiologi yang telah disebutkan di atas merupakan kondisi-
kondisi yang dapat mempengaruhi sel-sel neuron korteks serebri.
Penyakit degenerative pada otak, gangguan vaskular dan penyakit lainnya, serta
gangguan nutrisi, metabolic dan toksisitas secara langsung maupun tak langsung
dapat menyebabkan sel neuron mengalami kerusakan melalui mekanisme iskema,
infark, inflamasi, deposisi protein abnormal sehingga jumlah neuron menurun dan
mengganggu fungsi dari area kortikal ataupun subkortikal. Di samping itu, kadar
neurotransmitter di otak yang di perlukan untuk proses konduksi saraf juga akan
berkurang. Hal ini akan menimbulkan gangguan fungsi kognitif (daya ingat, daya
pikir dan belajar), gangguan sensorium (perhatian, kesadaran), persepsi, isi pikir,
emosi dan mood. Fungsi yang mengalami gangguan tergantung lokasi area yang
terkena (kortikal atau subkortikal) atau penyebabnya, karena manifestasinya dapat
berbeda. Keadaan patologis dari hal tersebut akan memicu keadaan konfusio akut
demensia (Boedhi-Darmojo, 2009).

2.1.5. Manifestasi Klinis


Menurut Nasrullah. Dede, (2016) Tanda dan gejala yang muncul adalah:
1) Menurunnya gangguan memori jangka pendek dannjangka panjang.
2) Menurunnya bahasa (afasia nominal).
3) Menurunnya pemikiran dan penilaian.
4) Hilangnya kemampuan hidup sehari-hari (misalnya, mencuci,
memakai pakaian, dan mengatur keuangan).
5) Perilaku yang abnormal (misalnya, menyerang, berjalan-jalan tanpa tujuan).
6) Apatis, depresi dan ansietas.
7) Pola tidur terganggu.
8) Mengantuk di siang hari.
9) Fenomena psikotik, terutama waham kejar (diperburuk dengan sifat pelupa).
10) Halusinasi visual.
2.1.6. Penatalaksanaan
Menurut Untari. Ida, (2018) Terapi farmakologi untuk pasien demensia:
a) Anti-oksidan: vitamin E yang terdapat dalam sayur, kuning telur, margarin,
kacang-kacangan, minyak sayur, meurunkan risiko demensia Alzheimer.
Vitamin C dapat mengrangi radikal bebas (misal sayuran, stroberry, melon,
tomat dan brokoli).
b) Obat anti-inflamasi.
c) Obat penghambat asetilkoln esterase (misal Exelon).
Selain terapi farmakologi, tindakan lain yang dapat dilakukan meliputi:
1) Penyampaian informasi yang benar kepada keluarga.
2) Program harian untuk pasien.
3) Istirahat ang cukup.
4) Reality Orientation Training (ROT) atau orientasi realitas.
5) Validasi/tehabilitasi/reminiscene.
6) Terapi musik.
7) Terapi rekreasi.
8) Brain movement and exercise (gerak dan latihan otak).
9) Aroma terapi (terapi wangi-wangian).
2.1.7 Pemeriksaan penunjang
Dengan melakukan serangkaian tes untuk mendiagnsis demensia sera melakukan
anamnesis dan pemeriksaan kondisi mental secara terperinci (Dementia, 2016)

a. Tes darah: untuk membantu memastikan adanya gangguan lain seperti hipotiroidisme
atau kekurangan vit B12,dll.
b. Ada keluhan gangguan ingatan/memori atau kognitif, daya pikir, misalnya adanya
perubahan berupa kurang lancarnya bicara dan fungsi eksekutif yang terganggu.
c. Anamnesis riwayat keluhan dan relasi yang tedekat/terpercaya.
d. Pemeriksaan srkrining neuropsikologis/kognitif MMSE (Mini Mental State
Examination). Tes ini paling sering di pakai.
e. Diagnostik fisik, seperti CT Scan, MRI, positron emission tomoghraphy (PET), single
photo emission computed tomography (SPELT).
3. Web Of Caution

Gangguan peredaran darah di otak, radang, neoplasma, enyakit degenarative, faktor usia (lansia)

Kerusakan sel otak

Hilangnya memori/ingatan jangka pndek

Demensia

Demensia Alzeimer Kehilangan kemampuan menyelesaikan Demensia Vaskular


masalah

Kematian sel otak yang masif Tingkah laku aneh dan


Perubahan mengawasi keadaan yang
kacau
kompleks
Mudah lupa
Pelupa, apatis, emosi tidak Kurang koordinasi gerakan
Perubahan persepsi, transmisi stabil
dan integrasi sensori
Tremor, Tidak mampu
ketidakmampuan mengingat informasi Resiko cedera
melakukan aktivitas faktual Koping tidak efektif
Gangguan persepsi sensori

Defisit perawatan diri Gangguan memori


2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1. Pengkajian

Dapatkan riwayat dengan pemeriksaan status mental , catat gejala yang


mengindikasikan demensia. Laporkan hasil pengkajian kepada dokter. Sesuai
indikasi bantu evaluasi diagnostic, meningkatkan lingkungan yang tenang untuk
memaksimalkan keamanan dan kerjasama klien.
a. Riwayat kesehatan
1) Anamnesis
a. Masalah apa yang dilaporkan ? siapa yang melaporkannya ?
klien, kerabat, teman, atau orang lain
b. Adakah tanda-tanda depresi ?
c. Adakah tanda yang menunjukkan penyakit fisik ?
d. Adakah tanda neurologis yang tidak biasa (misalnya kelemahan,
nyeri kepala, atau gejala neuropati) ?
2) Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien dan keluarga untuk meminta bantuan
kesehatan adalah penurunan daya ingat dan perubahan kognitif.
3) Riwayat penyakit sekarang
Pada anamnesis klien mengeluhkan sering lupa dan hilangnya
ingatan yang baru. Pada beberapa kasus, keluarga sering
mengeluhkan bahwa klien sering mengalami bertingkah laku aneh
dan kacau serta sering keluar rumah sendiri tanpa mengatakan pada
anggota keluarga yang lain sehingga sangat meresahkan anak-
anknya yang mnejaga klien.
4) Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riayat hipertensi,
diabetes melitus, penyakit jantung, penggunaan obat-obatan anti
ansietas dan penggunaan obat-obatan antikolinergik dalam jangka
waktu yang lama. Kemudian kaji adanya riwayat kondisi neurologis
lain sebelumnya dan adanya riwayat penyakit yang berhubungan
dengan penyakit ateromatosa dan faktor resikonya.
5) Pengkajian psikospiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien berfunsi untuk
menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons
atau pengaruhnya dalam kehiudapn sehari-hari, baik dalam keluarga
maupun dalam masyarakat.
b. Pemeriksaan fisik
1) Perubahan kognitif
a. Perhatian dan konsentrasi
b. Pengambilan dkeputusan dan persepsi
c. Belajar dan meningat
d. Komunikasi dan bahasa
e. Kecepatan menerima informasi
2) Perubahan kepribadian dan perilaku
a. Tingkah lkau agresif
b. Perubahan koping, cepat marah, takut
c. Depresi
3) Perubahan dalam merawat diri
a. Menunrunnya kemampuan merawat diri
b. Kurang perhatian dalam menjaga penampilan
b. Pola psiko-sosio-cultural
1) Pola psikologis
Kaji tentang maalah utamanya, bagaimana sikap terhadp proses
penuaan, apakah dirinya merasa dibutuhkan atau tidak, apakah
memandang kehidupan dengan optimis, bagaimana mengatasi stress
yang dialami, perlu dikaji mengenai fungsi kognitif, daya ingat,
proses pikir, alam perasaan, orientasi dan kemampua menyelesaikan
masalah.
2) Sosial ekonomi
Kaji tentang sumber keuangan lansia, apakah kesibukan lansia dalam
mengisi waktu luang, kegiatan organisasi yang diikuti oleh lansia,
pandangan lanis atentang lingkungannya.
3) Spiritual
Kaji tentang apakah melakukan iabadah secara teratur, bagaimana
cara lansia menyelesaikan masalah, apakaha lansia sabar dan
tawakkal.
2.2.2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan memori berhubungan dengan proses penuaan ditandai dengan
tidak mampu mengingat informasi faktual
2. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan usia lanjut ditandai
dengan konstrasi buruk
3. Koping tidak efektif berhubungan dengan kerentanan personalitas
ditandai dengan mengungkapkan tidak mampu mengatasi masalah
2.2.3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Kriteria Intervensi
. Keperawatan Hasil
1. Gangguan memori Setelah dilakukan 1. Verbalisasi kemampuan mempelajari hal Latihan memori
berhubungan dengan tindakan keperawatan baru
proses penuaan 1x24 jam diharapakan 2. Verbalisasi kemmapuan mengingat O :
ditandai dengan tidak gangguan memori dapat informasi faktual 1. Identifikasi masalah memori
mampu mengingat teratasi 3. Verbalisasi kemampuan mengingat perilaku yang dialami
informasi faktual tertentu yang pernah dilakukan 2. Identifikasi kesalahan terhadap
4. Verbalisasi kemampuan mengingat orientasi
peristiwa 3. Monitor perilaku dan perubahan
5. Verbalisasi pengalaman lupa memori selama terapi
T:
1. Rencanakan metode mengajar
sesuai kemampuan pasien
2. Stimulasi memori dengan
mengulang pikiran yang
terakhir kali diucapkan
3. Koreksi kesalahan orientasi
4. Fasilitasi mengingat kembali
masa lalu
5. Fasilitasi kemampuan
konsentrasi
6. Stimulasi menggunakan
memori pada peristiwa yang
baru terjadi (mis menanyakan
kapan terakhir ia pergi)
E:
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
latihan
2. Ajarkan teknik memori yang
tepat (papan nama)
K:
Rujuk pada terapi okupasi jika perlu
2. Gangguan persepsi Setelah dilakukan 1. Identifikasi diri sendiri meningkat (5) Manajemen demensia
sensori berhubungan tindakan keperawatan 2. Identifikasi orang terdekat meningkat (5)
dengan usia lanjut 1x24 jam diharapakan 3. Identifikasi tempat saat ini meningkat (5) O:
ditandai dengan gangguan persepsi sensori 4. Identifikasi hari meningkat (5) 1. Identifikasi riwayat fisik, sosial,
konstrasi buruk dapat teratasi 5. Identifikasi bulan meningkat (5) psikologis, dan kebiasaan
6. Identifikasi tahun meningkat (5) 2. Identifikasi pola aktivitas (tidur,
7. Identifikasi peristiwa penting meningkat (5) perawatan diri, minum obat)
T:
1. Sediaakan lingkungan aman,
nyaman, konsisten, dan rendah
stimulus (musik tenang,
dekorasi sederhana,
pencahayaan memadai)
2. Orientasikan waktu, tempat, dan
orang
3. Gunankan distraksi untuk
mengatasi masalah perilaku
4. Libatkan keluarga dalam
merencanakan, menyediakan,
dan mengevaluasi perawatan
5. Fasilitasi orientasi dengan
simbol-simbol
6. Libatkan dalam kegiatan
individu
E:
1. Anjurkan memperbanyak
istirahat
2. Ajarkan keluarga cara
perawatan demensia
3. Koping tidak efektif Setelah dilakukan 1. Kemampuan memenuhi peran meningkat (5) Promosi koping
berhubungan dengan tindakan keperawatan 2. Perilaku koping adaptif meningkat (5)
kerentanan personalitas 1x24 jam diharapakan 3. Verbalisasi pengakuan masalah meningkat O :
ditandai dengan koping tidak efektif dapat (5) 1. Identifikasi kegiatan jangka
mengungkapkan tidak teratasi 4. Partisipasi sosial meningkat (5) pendek dan panjang sesuai
mampu mengatasi tujuan
masalah 2. Identifikasi metode
penyelesaian masalah
3. Identifikasi kebutuhan dan
keinginan terhadap dukungan
sosial
T:
1. Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
2. Hindari mengambil keputusan
saat pasien berada dibawah
tekanan
3. Motiviasi terlibat dalam
kegiatan sosial
4. Dukung penggunaan
mekanisme pertahanan yang
tepat
5. Kurangi rangsangan lingkungan
yang mengancam
E:
1. Anjurkan penggunaan sumber
spiritual
2. Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
3. Latih penggunaan teknik
relaksasi
4. Latih keterampilan sosial
5. Anjurkan keterlibatan keluarga
6. Ajarkan cara memecahkan
masalah secara konstruktif
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SIKI DPP PPNI.(2018). Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia.Edisi 1. Cetakan II. Jakarta: Penerbit Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI.(2019). Standar Luaran Keperawatan


Indonesia.Edisi 1. Cetakan II. Jakarta: Penerbit Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.(2016). Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia.Edisi 1. Jakarta: Penerbit Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai