LP DEMENSIA Tiya
LP DEMENSIA Tiya
Oleh :
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
Pemerintah Indonesia dalam hal ini Departemen Sosial membagi lansia ke dalam
2 kategori yaitu usia lanjut potensial dan usia lanjut non potensial. Usia lanjut
potensial adalah usia lanjut yang memiliki potensi dan dapat membantu dirinya
sendiri bahkan membantu sesamanya. Sedangkan usia lanjut non potensial adalah
usia lanjut yang tidak memperoleh penghasilan dan tidak dapat mencari nafkah untuk
mencukupi kebutuhannya sendiri (Hayati, 2010).
d) Kekakuan
Lansia cenderung canggung dan kagok, yang menyebabkan sesuatu yang
dibawa dan dipegangnya tertumpah dan jatuh.Selain itu, lansia juga
melakukan sesuatu dengan tidak hati-hati dan dikerjakan secara tidak
teratur.
6) Perubahan Kemampuan Mental
a) Belajar
Lansia lebih berhati-hati dalam belajar, memerlukan waktu yang lebih
banyak untuk dapat mengintegrasiakan jawaban mereka dan kurang
mampu mempelajari hal-hal baru yang tidak mudah diintegrasikan dengan
pengalaman masa lalu.
b) Berpikir dalam memberi argument
Secara umum terdapat penurunan kecepatan dalam mencapai kesimpulan,
baik dalam alasan induktif maupun deduktif.
c) Kreativitas
Kapasitas atau keinginan yang diperlukan untuk berpikir kreatif bagi
lansia cenderung berkurang.
d) Ingatan
Lansia pada umumnya cenderung lemah dalam mengingat hal-hal yang
baru dipelajari dan sebaliknya baik terhadap hal-hal yang telah lama
dipelajari.
e) Mengingat kembali
Kemampuan dalam mengingat ulang banyak dipengaruhi oleh faktor usia
dibanding pemahamam terhadap objek yang ingin diungkapkan kembali.
Banyak lansia yang menggunakan tanda-tanda, terutama simbol visual,
suara, dan gerakan, untuk membantu kemampuan mereka dalam
mengingat kembali.
f) Mengenang
Kecenderungan untuk mengenang sesuatu yang terjadi padamasa lalu
meningkat semakin tajam sejalan dengan bertambahnya usia.
g) Rasa humor
Kemampuan lansia dalam hal membaca komik berkurang dan perhatian
terhadap komik yang dapat mereka baca bertambah dengan bertambahnya
usia.
h) Perbendaharaan kata
Menurunnya perbendaharaan kata yang dimiliki lansia menurun dengan
sangat kecil, karena mereka secara konstan menggunakan sebagian besar
kata yang pernah dipelajari pada masa anak – anak dan remajanya.
i) Kekerasan mental
Kekerasan mental tidak bersifat universal bagi usia lanjut.
j) Perubahan Minat
- Minat Pribadi
Minat pribadi meliputi minat terhadap diri sendiri, minat terhadap
penampilan, minat pada pakaian dan minat pada uang.Minat terhadap
diri sendiri pada lansia cenderung meningkat, sedangkan minat
terhadap uang dan penampilan cenderung menurun.Untuk minat
terhadap pakaian, disesuaikan dengan kegiatan sosial lansia.
- Minat Kegiatan Sosial
Dalam bertambahnya usia mengakibatkan banyak orangyang merasa
menderita karena jumlah kegiatan sosial yang dilakukannya semakin
berkurang. Hal ini lazim diistilahkan sebagai lepas dari kegiatan
kemasyarakatan (social disengagement).
- Minat Rekreasi
Lansia cenderung untuk tetap tertarik pada kegiatan rekreasi yang
biasa dinikmati pada masa mudanya, dan mereka hanya akan
mengubah minat tersebut kalau betul – betul diperlukan.
- Minat KegiatanKeagamaan
Sikap sebagian besar lansia terhadap agama mungkin lebih sering
dipengaruhi oleh bagaimana mereka dibesarkan atau apa yang telah
diterima pada saat mencapai kematangan intelektualnya.
Bagaimanapun juga, perubahan minat dan sikap terhadap kegiatan
keagamaan merupakan ciri orang berusia lanjut dalam beberapa
kebudayaan dewasa ini. Beberapa perubahan keagamaan selama usia
lanjut memberi pengaruh pada usia lanjut, antara lain dalam hal
toleransi keagamaan dan ibadat keagamaan.
Terdapat bukti-bukti bahwa kualitas keanggotan dalam tempat
peribadatan memainkan peranan yang lebih penting bagi penyesuaian
individual pada usia lanjut dibanding keanggotan itu sendiri. Mereka
yang aktif di tempatperibadatan secara sukarela di waktu masih muda
cenderung dapat menyesuaikan diri dengan pada masa tuanya
dibanding mereka yang minat dan kegiatannya dalam perkumpulan
keagamaan terbatas.
- Minat Mengenai Kematian
Semakin lanjut usia seseorang, biasanya mereka menjadi semakin
kurang tertarik terhadap kehidupan akherat dan lebih mementingkan
tentang kematian itu sendiri serta kematiannya
2.1 Konsep Demensia
2.1.1. Pengertian
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tiada gangguan fungsi
vegetative atau keadaan yang terjadi pada memori, pengetahuan umum, pikiran
abstrak, penilaian, dan interpretasi atas komunikasi tertulis maupun lisan bisa
terganggu. (Corwin, 2009).
Demensia ialah sindrom klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan
memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari.
Demensia adalah mewujudkan ketika keadaan ketika seseorang mengalami
menurunnya daya ingat dan daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas
kehidupan sehari-hari (Nugroho, 2008).
Demensia merujuk pada sindrom klinis yang mempunyai gangguan memori
selain kemampuan mental lain seperti berfikir abstrak, penilaian, kepribadian,
bahasa dan praksis. Deficit yang terjadi harus cukup berat sehingga mempengaruhi
aktivitas kerja dan sosial secara bermakna (Sudoyo, 2010).
2.1.2. Etiologi
Penyebab utama dari penyakit demensia adalah penyakit alzheimer, yang
penyebabnya sendiri belum diketahui secara pasti, namun diduga penyakit
Alzheimer disebabkan karena adanya kelainan faktor genetik atau adanya kelainan
gen tertentu.
Penyebab lainnya dari Demensia yaitu, serangan stroke yang berturut-turut.
Stroke tunggal yang ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan yang ringan atau
kelemahan yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini secara bertahap
menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah otak yang mengalami kerusakan
akibat tersumbatnya aliran darah yang disebut dengan infark. Demensia yang
disebabkan oleh stroke kecil disebut demensia multi-infark. Sebagian penderitanya
memiliki tekanan darah tinggi atau kencing manis, yang keduanya menyebabkan
kerusakan pembuluh darah di otak.
Penyebab demensia menurut Nugroho (2008) dapat digolongkan menjadi 3
golongan besar :
1. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal
kelainan yaitu : terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada
sistem enzim, atau pada metabolisme
2. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati,
penyebab utama dalam golongan ini diantaranya :
a. Penyakit degenerasi spino-serebelar.
b. Subakut leuko-ensefalitis sklerotik van Bogaert
c. Khorea Huntington
3. Sindoma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam golongan
ini diantaranya :
a. Penyakit cerebro kardiofaskuler
b. penyakit- penyakit metabolik
c. Gangguan nutrisi
d. Akibat intoksikasi menahun
2.1.3. Klasifikasi
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, (2015) klasifikasi
demensia:
1) Demensia kortikal; gejala khas melibatkan memori, bahasa, penyelesaian
masalah, dan pemikiran dan gejalanya muncul pada:
a) Penyakit Alzheimer’s (Alzheimer’s Disease, AD) Gangguan perilaku dan
ketergantungan dalam aktivitas hidup keseharian menyusul gangguan
memori episodic mendukung diagnosis ini. Penyakit ini mengenal lansia
(>65 tahun) walaupun dapat ditemukan pada usia yang lebih muda.
Pemeriksaan mikroskopik, gambaran utama berupa hilangnya neuron dan
adanya (terutama pada korteks dan hipokampus) plak amiloid dan kekusutan
serat- serat saraf.
b) Demensia Vaskuler (Vascular dementia, VaD) adalah penyakit yang
disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di otak dan setiap penyebab atau
factor resiko stroke dapat berakibat terjadinya demensia.
c) Demensia badan Lewy (Dementia with Lewy bodies, DLB), Jenis demensia
progresif yng mengarah pada penurunan fungsi berpikir, bernalar dan
independen karena deposit mikroskopis abnormal yang merusak sel-sel otak
seiring waktu.
d) Demensia frontotemporal adalah Gangguan yang disebabkan oleh hilangnya
sel saraf progresif di lobus frontal otak (area di belakang dahi) atau lobus
temporal (dibelakang telinga).
2) Demensia Subkortikal; gejala khas meliputi perlambatan psikomotor dan
disfungsi eksekutif terkait dengan gangguan terhadap jalur frontal, sedangkan
gejala kognitif fokal seperti afasia atau agnosia jarang ada, dan gejalanya
muncul pada:
a) Penyakit Parkinson : Memiliki masalah dengan pergerakan selama
setidaknya satu tahun sebelum mengalami demensia.
b) Penyakit Hungtinton : Kelainan otak progresif yang disebabkan gen yang
rusak dan menyebabkan perubahan di area pusat otak, yang mempengaruhi
gerakan, suasana hati dan keterampilan berpikir.
Menurut Sjahrir, (1999 dalam Skripsi USU) Demensia menurut umur terbagi 2:
a) Demensia senilis (usia >65 tahun)
b) Demensi prasenilis (usia <65 tahun)
2.1.4 Patofisiologi
Proses menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya demensia.
Penuaan menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan biokimiawi di susunan saraf
pusat yaitu berat otak akan menurun sekitar 10% pada penuaan antara umur 30-70
tahun. Berbagai faktor etiologi yang telah disebutkan di atas merupakan kondisi-
kondisi yang dapat mempengaruhi sel-sel neuron korteks serebri.
Penyakit degenerative pada otak, gangguan vaskular dan penyakit lainnya, serta
gangguan nutrisi, metabolic dan toksisitas secara langsung maupun tak langsung
dapat menyebabkan sel neuron mengalami kerusakan melalui mekanisme iskema,
infark, inflamasi, deposisi protein abnormal sehingga jumlah neuron menurun dan
mengganggu fungsi dari area kortikal ataupun subkortikal. Di samping itu, kadar
neurotransmitter di otak yang di perlukan untuk proses konduksi saraf juga akan
berkurang. Hal ini akan menimbulkan gangguan fungsi kognitif (daya ingat, daya
pikir dan belajar), gangguan sensorium (perhatian, kesadaran), persepsi, isi pikir,
emosi dan mood. Fungsi yang mengalami gangguan tergantung lokasi area yang
terkena (kortikal atau subkortikal) atau penyebabnya, karena manifestasinya dapat
berbeda. Keadaan patologis dari hal tersebut akan memicu keadaan konfusio akut
demensia (Boedhi-Darmojo, 2009).
a. Tes darah: untuk membantu memastikan adanya gangguan lain seperti hipotiroidisme
atau kekurangan vit B12,dll.
b. Ada keluhan gangguan ingatan/memori atau kognitif, daya pikir, misalnya adanya
perubahan berupa kurang lancarnya bicara dan fungsi eksekutif yang terganggu.
c. Anamnesis riwayat keluhan dan relasi yang tedekat/terpercaya.
d. Pemeriksaan srkrining neuropsikologis/kognitif MMSE (Mini Mental State
Examination). Tes ini paling sering di pakai.
e. Diagnostik fisik, seperti CT Scan, MRI, positron emission tomoghraphy (PET), single
photo emission computed tomography (SPELT).
3. Web Of Caution
Gangguan peredaran darah di otak, radang, neoplasma, enyakit degenarative, faktor usia (lansia)
Demensia