Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pre eklamsia adalah timbulnya hipertensi disertai dengan proteinuria pada
umur kehamilan lebih dari 20 minggu atau segera setelah persalinan dan gangguan
multisistem pada kehamilan yang dikarakteristikkan disfungsi endotelial,
peningkatan tekanan darah karena vasokonstriksi, proteinuria akibat kegagalan
glomerolus, dan udema akibat peningkatan permeabilitas vaskuler (Fauziyah,
2012). Preeklampsia berat adalah jika tekanan darah sistolik >160 mmHg atau
diastolik >110 mmHg pada dua kali pengukuran rentang waktu minimal 6 jam
ketika klien tirah baring. Proteinuria >5 g per 24 jam atau >3+ pada pemeriksaan
dipstik setidaknya pada dua kali pemeriksaan acak menggunakan contoh urine
yang diperoleh dengan cara bersih dan berjarak minimal 4 jam. Oliguria <400 ml
dalam 24 jam. Gangguan serebral atau penglihatan, seperti gangguan kesadaran,
sakit kepala, skotomata, atau penglihatan kabur. Edema paru atau sianosis dan
nyeri ulu hati (Bobak, 2012). Preeklampsia berat dan eklampsia merupakan risiko
yang membahayakan ibu di samping membahayakan janin melalui placenta.
Beberapa kasus memperlihatkan keadaan yang tetap ringan sepanjang kehamilan.
jika preeklamsia berat tidak ditangani dengan baik maka pasien akan mengalami
kejang dan berlanjut ke eklamsia. Demikian pula Jika eklampsia tidak ditangani
secara cepat akan terjadi kehilangan kesadaran dan kematian karena kegagalan
jantung, kegagalan ginjal, kegagalan hati atau perdarahan otak. Oleh karena itu
kejadian kejang pada penderita preeklamsia berat dan eklampsia harus dihindari.
Karena eklampsia menyebabkan angka kematian sebesar 5% atau lebih tinggi
(Omilabu et all, 2014).
Menurut World Health Organization (WHO), salah satu penyebab
morbiditas dan mortalitas ibu dan janin adalah pre-eklamsia berat (PEB), angka
kejadiannya berkisar antara 0,51%-38,4%. Di negara maju angka kejadian
preeklampsia berat berkisar 6-7% dan eklampsia 0,1-0,7%. Sedangkan angka
kematian ibu yang diakibatkan pre eklampsia berat dan eklampsia di negara
berkembang masih tinggi (Betty & Yanti, 2011). Angka kematian ibu (AKI) dan
angka kematian bayi (AKB) merupakan barometer pelayanan kesehatan suatu
Negara Berdasarkan pengamatan World Healt Organization (WHO), AKI
diperkirakan sebesar 359 kematian maternal per 100.000 kelahiran hidup.
Gambaran AKI menunjukkkan trend yang meningkat dari tahun 2007 sejumlah
228 per 100.000 kelahiran hidup (BPS Macro, 2012). Hasil Survey Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 menunjukkan bahwa secara nasional Angka
Kematian Ibu di Indonesia adalah 228/100.000 kelahiran hidup, yang disebabkan
oleh perdarahan 28%, eklampsia 12%, abortus 13%, sepsis 15%, partus lama
18%, dan penyebab lainnya 2%.Angka ini masih jauh dari target tujuan
pembangunan milenium (Millenium Development Goals/MDGs), yakni hanya
102/100.000 kelahiran tahun 2015 (Depkes RI, 2010).
Preeklampsia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu primigravida atau >10
tahun sejak kelahiran terakhir, kehamilan pertama dengan pasangan baru, riwayat
preeklampsia sebelumnya, riwayat keluarga dengan preeklampsia, kehamilan
kembar, kondisi medis tertentu, adanya proteinuria, umur >40 tahun, obesitas, dan
fertilitas in vivo (Bothamley dan Maureen, 2012). Perempuan yang memiliki
banyak faktor resiko dengan riwayat penyakit yang buruk dan sebelumnya
mengalami awitan resiko preeklampsia sejak dini meningkatkan resiko 20%
(Robson dan Jason, 2012). Preeklampsia sepuluh kali lebih sering terjadi pada
primigravida, kehamilan ganda memiliki resiko dua kali lipat, perempuan obesitas
dengan indeks massa tubuh > 29 meningkatkan resiko empat kali lipat terjadi
preeklampsia dan ibu yang memiliki riwayat preeklampsia sebelumnya akan
meningkatkan 20% resiko mengalami kekambuhan (Chapman, 2006:162).

Pencegahan preeklampsia hanya dapat dicapai secara umum dengan


memberikan perawatan antenatal care berkualitas tinggi (Benson dan Pernol,
2009). Dalam memberika asuhan keperawatan perawat berperan sebagai pendidik,
konselor, dan bekerja sama dengan tim kesehatan lainnya. Oleh karena itu
pentingnya peran ibu untuk mengurangi / mencegah resiko terjadinya pre
eklampsia menjadi eklamsia.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan di atas, maka penulis
merumuskan masalah yaitu “Asuhan Keperawatan Pada Wanita Dengan Pre
eklampsia Berat"
1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Meningkatkan ketrampilan, kemampuan mengetahui, dan menerapkan asuhan


keperawatan pada wanita dengan Pre eklampsia Berat.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mampu melakukan pengkajian pada wanita dengan Pre Eklampsia berat.


2. Mampu merumuskan intepretasi data yang meliputi data fokus (data
subyektif dan obyektif), masalah keperawatan serta etiologinya pada
wanita dengan Pre eklampsia berat.
3. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada wanita dengan Pre
eklampsia berat.
4. Mampu menyusun rencana tindakan asuhan keperawatan pada wanita
dengan Pre eklampsia berat.
BAB II
STUDY LITERATURE

2.1 Definisi
Pre eklamsia adalah timbulnya hipertensi disertai dengan proteinuria pada umur
kehamilan lebih dari 20 minggu atau segera setelah persalinan dan gangguan
multisistem pada kehamilan yang dikarakteristikkan disfungsi endotelial,
peningkatan tekanan darah karena vasokonstriksi, proteinuria akibat kegagalan
glomerolus, dan udema akibat peningkatan permeabilitas vaskuler (Fauziyah,
2012).
Preeklampsia berat adalah jika tekanan darah sistolik >160 mmHg atau
diastolik >110 mmHg pada dua kali pengukuran rentang waktu minimal 6 jam
ketika klien tirah baring. Proteinuria >5 g per 24 jam atau >3+ pada pemeriksaan
dipstik setidaknya pada dua kali pemeriksaan acak menggunakan contoh urine
yang diperoleh dengan cara bersih dan berjarak minimal 4 jam. Oliguria <400 ml
dalam 24 jam. Gangguan serebral atau penglihatan, seperti gangguan kesadaran,
sakit kepala, skotomata, atau penglihatan kabur. Edema paru atau sianosis dan
nyeri ulu hati (Bobak, 2012).
Preeklampsia berat dan eklampsia merupakan risiko yang membahayakan
ibu di samping membahayakan janin melalui placenta. Beberapa kasus
memperlihatkan keadaan yang tetap ringan sepanjang kehamilan. jika preeklamsia
berat tidak ditangani dengan baik maka pasien akan mengalami kejang dan
berlanjut ke eklamsia. Demikian pula Jika eklampsia tidak ditangani secara cepat
akan terjadi kehilangan kesadaran dan kematian karena kegagalan jantung,
kegagalan ginjal, kegagalan hati atau perdarahan otak. Oleh karena itu kejadian
kejang pada penderita preeklamsia berat dan eklampsia harus dihindari. Karena
eklampsia menyebabkan angka kematian sebesar 5% atau lebih tinggi (Omilabu et
all, 2014).

2.2 ETIOLOGI
Preeklampsia ialah suatu kondisi yang hanya terjadi pada kehamilan
manusia. Tanda dan gejala timbul hanya selama masa hamil dan menghilang
dengan cepat setelah janin dan plasenta lahir. Ada beberapa faktor resiko tertentu
yang berkaitan dengan perkembangan penyakit: primigravida, grand multigravida,
janin besar, kehamilan dengan janin lebih dari satu, morbid obesitas (Zuspan,
1991).

2.3 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi preeklampsia-eklampsia setidaknya berkaitan dengan
perubahan fisiologis kehamilan. Adaptasi fisiologis normal pada kehamilan
meliputi peningkatan volume plasma darah, vasodilatasi, penurunan resistensi
vaskular sistemik, peningkatan curah jantung, dan penurunan tekanan osmotik
koloid.pada preeklampsia, volume plasma yang beredar menurun, sehingga terjadi
hemakonsentrasi dan peningkatan hematokrit maternal. Perubahan ini membuat
perfusi organ maternal menurun, termasuk perfusi ke unit janin-uteroplasenta.
Vasospasme siklik lebih lanjut menurunkan perfusi organ dengan menghancurkan
sel-sel darah merah, sehingga kapasitas oksigen maternal menurun.

Selain kerusakan endotelial, vasospasme arterial turut menyebabkan


peningkatan permeabilitas kapiler. Keadaan ini meningkatkan edema dan lebih
lanjut menurunkan volume intravaskular, mempredisposisi pasien yang
mengalami preeklampsia mudah menderita edema paru (Dildy, dkk., 1991).

Keterlibatan ginjal seiring perubahan haluaran urine dan kimiawi serum.


Aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus menurun, sehingga timbul oliguria,
klirens kreatinin urine menurun, dan nitrogen urea darah, kreatinin serum, serta
asam urat serum meningkat (Dildy, dkk., 1991).

Preeklampsia juga mempengaruhi sistem saraf pusat (SSP) dengan


menginduksi edema otak dan meningkatkan resistensi otak (Dildy, dkk., 1991).
Komplikasi meliputi nyeri kepala, kejang, dan gangguan pembuluh darah otak.
Dengan berkelanjutan keterlibatan SSP, ibu akan mengeluh nyeri kepala dan
gangguan penglihatan (skotoma) dan perubahan keadaan mental dan tingkat
kesadaran. Komplikasi yang mengancam jiwa ialah eklampsia atau timbulnya
kejang.
Gangguan perfusi plasenta menimbulkan degenerasi plasenta yang lebih
dini dan kemungkinan IUGR pada janin. Penurunan perfusi hati menyebabkan
gangguan fungsi. Edema hati dan perdarahan subkapsular, yang dialami wanita
sebagai nyeri ulu hati atau nyeri di kuadran kanan atas, adalah salah satu tanda
ancaman eklampsia. Kadar enzim hati meningkat sebagai respons terhadap
kerusakan hati. Ruptur hati jarang terjadi, tetapi merupakan komplikasi yang
membahayakan (Cunningham, dkk., 1993)

2.4 KLASIFIKASI

1. Preeklampsia Ringan
Adalah timbulnya hipertensi disertai protein urin dan atau edema setelah
umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah kehamilan. Gejala ini dapat
timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas
(Rukiyah, 2010).
2. Preeklamsia berat
Preeklampsia berat adalah jika tekanan darah sistolik >160 mmHg atau
diastolik >110 mmHg pada dua kali pengukuran rentang waktu minimal 6
jam ketika klien tirah baring. Proteinuria >5 g per 24 jam atau >3+ pada
pemeriksaan dipstik setidaknya pada dua kali pemeriksaan acak
menggunakan contoh urine yang diperoleh dengan cara bersih dan berjarak
minimal 4 jam. Oliguria <400 ml dalam 24 jam. Gangguan serebral atau
penglihatan, seperti gangguan kesadaran, sakit kepala, skotomata, atau
penglihatan kabur. Edema paru atau sianosis dan nyeri ulu hati (Bobak,
2012).
3. Eklampsia

Eklampsia ialah terjadinya konvulsi atau koma pada pasien disertai tanda
dan gejala preeklampsia. Konvulsi atau koma dapat muncul tanpa didahului
gangguan neurologis.
2.5 MANIFESTASI KLINIS
1) Peningkatan tekanan darah
Adanya peningkatan darah sistolik sebesar 30 mmHg atau peningkatan
tekanan darah diastolik sebesar 15 mmHg melebihi nilai dasar pada dua
kali pengukuran dengan rentang waktu 6 jam atau lebih.
2) Peningkatan berat badan
Peningkatan berat badan secara tiba-tiba ini sebagian besar disebabkan
oleh penumpukan cairan dalam jaringan. Peningkatan berat badan tersebut
menunjukkan terjadinya edema tersembunyi dan hamper selalu
menimbulkan edema pada wajah dan jari yang sangat jelas terlihat pada
tahap lanjut penyakit. Peningkatan berat badan sebanyak 0,5 kg/minggu
adalah normal, sedangkan apabila lebih dari 1 kg/minggu atau 1 bulan
maka perlu dicurigai adanya preeklampsia (Cunningham et al., 1993).
3) Terdapat protein dalam urine
Terdapat protein dalam urine secara tiba-tiba, dengan atau tanpa adanya
temuan lain, harus selalu dicurigai sebagai sebuah tanda preeklampsia.

Untuk manifestasi klinis dari preeklampsia berat antara lain:

 Sakit kepala berat dan terus-menerus, biasanya pada kepala bagian


depan atau oksipital
 Penglihatan gelap atau kabur
 Penurunan jumlah ekskresi urine (<400 mL/ 24 jam), peningkatan
proteinuria (3+ - 4+)
 Nyeri epigastrik
 Retardasi pertumbuhan janin
 Dekompensasi jantung, edema paru, atau sianosis

Tingkat keparahan penyakit tersebut tidak selalu berbanding lurus dengan derajat
hipertensi. Seorang klien dapat mengalami proteinuria 3+ dan kejang, sementara
tekanan darahnya hanya 140/85 mmHg (Cunningham et al., 1993).

2.6 PENATALAKSANAAN MEDIS


2.6.1 Preeklampsia
Terapi yang paling efektif adalah pencegahan. Perawatan prenatal dini,
identifikasi ibu beresiko selama kehamilan, dan pengenalan serta pelaporan tanda-
tanda bahaya fisik. Keterampilan perawat dalam mengkaji ibu untuk memeriksa
adanya faktor dan gejala preeklampsia tidak bisa disepelekan. Perawat juga
berperan sebagai advokat yaitu dengan member informasi kepada ibu tentang
tanggung jawabnya dalam menatalaksana preeklampsia baik di rumah maupun di
rumah sakit. Dukungan emosional dan psikologis juga perlu untuk membantu ibu
dan keluarganya mengatasi keadaan mereka.

Perawatan di Rumah

Penatalaksaan di rumah dapat memuaskan bila preeklampsia masih ringan


dan tidak ada masalah retardasi pertumbuhan janin. Supaya perawatan di rumah
bisa efektif, perawat perlu memeriksa lingkungan rumah dan kemampuan ibu
untuk menjalankan tanggung jawabnya. Sistem pendukung perlu dimobilisasi dan
dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan perawatan ibu. Pengetahuan
tentang gejala subjektif dan tanda-tanda objektif, yang menunjukkan penurunan
merupakan hal yang penting. Jika gejala ini timbul, ibu harus segera
memeriksakan ke dokter.

2.6.2 Preeklampsia Berat


Ibu yang didiagnosis preeklampsia berat menderita penyakit kritis dan
memerlukan penanganan yang tepat, biasanya di pusat perawatan tersier
(rujukan). Protokol penatalaksanaannya masih kontroversial diantara rumah sakit,
rekomendasi berkisar dari melahirkan segera sampai penatalaksanaan kehamilan
secara konservatif (Dildy, dkk., 1991; Harve, Burke, 1992; Sibai, 1991).

Apapun pengobatan yang dibutuhkan, kelahiran adalah satu-satunya terapi


yang definitif untuk preeklampsia berat. Komponen penting penatalaksanaan
meliputi pemberian magnesium sulfat (MgSO4) untuk mencegah kejang dan
pemberian obat antihipersensitif jika tekanan darah diastolik lebih dari 110 mmHg
(Egley, dkk., 1985).

Perawatan di Rumah Sakit


Perawatan antepartum berpusat pada penstabilan dan persiapan kelahiran.
Pemeriksaan meliputi tinjauan ulang sistem kardiovaskuler, pulmoner, ginjal,
hematologi, dan saraf pusat. Pemeriksaan kesehatan janin penting karena ada
kemungkinan terjadi hipoksia yang disebabkan oleh insufisiensi uteroplasenta.
Pemeriksaan laboratorium dasar meliputi hitung darah lengkap dan trombosit,
paket metabolik untuk menentukan enzim-enzim hati, profil pembekuan darah,
dan paket elektrolit untuk menentukan fungsi ginjal (Farmakides, dkk., 1990).

2.6.3 Eklampsia
Berbagai tanda dan gejala eklampsia selain kejang, meliputi: hipertensi
yang ekstrim, hiperefleksia, proteinuria 4+, edema umum sampai hipertensi ringan
tanpa edema. Ibu melaporkan adanya nyeri kepala dengan atau tanpa gangguan
penglihatan selama satu sampai empat hari sebelum kejang timbul.
Hemokonsentrasi terbukti dngan adanya peningkatan hematokrit. Asam urat,
kreatinin dalam serum, tes fungsi hati, dan klirens kreatinin urine meningkat. DIC
bisa timbul jika pengobatan tertunda atau jika terjadi solusio plasenta.

Perawatan Segera

Perawatan segera selama kejang dilakukan dengan memastikan bahwa


saluran napas tidak tersumbat. Setelah itu, lakukan oksigenasi yang cukup dengan
member oksigen tambahan. Jika timbul kejang, tubuh ibu dimiringkan untuk
mencegah aspirasi akibat muntahan dan mencegah sindrom hipotensi akibat
berbaring. Setelah kejang berhenti, isap (suction) makanan dan cairan dari trakea
atau glottis. Magnesium sulfat dan natrium amobarbital untuk kejang berulang
diberikan sesuai perintah (Sibai, 1990). Jika tidak dipasang infus IV, pemberian
dilakukan dengan memakai jarum suntik berukuran besar. Waktu, durasi, dan
penjelasan kejang dicatat, dan setiap inkontinensia feses dan kemih dicatat. Janin
dipantau untuk mengetahui adanya efek samping. Sering terjadi bradikardia
sementara dan penurunan variabilitas denyut jantung janin.

Suatu pengkajian yang cepat untuk mengetahui aktivitas rahim, status


serviks, dan status janin dilakukan. Selama kejang, ketuban dapat pecah dan
serviks berdilatasi karena rahim menjadi kontarksi dan hipertonik; kelahiran akan
segera terjadi. Jika tidak, segera sesudah tendensi kejang dan tekanan darah ibu
bisa dikendalikan, harus dibuat keputusan apakah persalinan akan segera
dilakukan. Semakin berat keadaan ibu, semakin besar kebutuhan untuk segera
melahirkan, tergantung pada keadaan maternal dan janin. Semua pengobatan dan
terapi hanyalah tindakan sementara (Iams, dkk., 1990). Jika paru-paru janin belum
matur, persalinan dapat ditunda selama 48 jam, bisa diberikan steroid, misalnya
betametason.

2.7 KLINIKAL LABORATORIUM

Perawat membantu dalam upaya memperoleh sejumlah contoh urine dan darah
untuk membantu menegakkan diagnosis preeklampsia, sindrom HELLP, atau
hipertensi kronis. Contoh darah yang mula-mula didapat untuk tes-tes berikut
guna menilai proses penyakit dan efeknya pada fungsi ginjal dan hati:

 Hitung sel darah lengkap (termasuk hitung trombosis)


 Pemeriksaan pembekuan (termasuk waktu perdarahan, PT, PTT, dan
fibrinogen)
 Enzim hati (laktat dehidrogenase (LDH), aspartat aminotransferase (AST)
(SGOT), alanin aminotransferase (ALT) (SGPT))
 Kimia darah (BUN, kreatinin, glukosa, asam urat)
 Pemeriksaan silang darah

Hematrokit, hemoglobin, dan trombosis dipantau secara ketat untuk menemukan


perubahan yang mengindikasikan perburukan status pasien. Karena ada
kemungkinan hati terkena, kadar glukosa serum dipantau jika hasil tes fungsi hati
menunjukkan adanya peningkatan enzim hati (Egley, dkk., 1985).

Protein ditetapkan melalui pemeriksaan memakai kertas strip pada urine


yang diperoleh dengan cara pengambilan bersih (clean-catch) atau dengan
memakai kateter. Hasil lebih dari 1+ pada dua atau lebih contoh urine dengan
jarak setidaknya 4 jam harus diikuti pemeriksaan urine 24 jam (Gilbert, Harmon,
1993). Pengumpulan urine 24 jam untuk pemeriksaan protein dan klirens kreatinin
lebih merefleksikan status ginjal yang sebenarnya. Proteinuria biasanya
merupakan tanda lanjut perjalanan preeklampsia (Consensus, Report, 1990).
Keluaran urine (urine output) dikaji untuk volume minimal 30 ml per jam atau
120 ml dalam 4 jam.
BAB III

WEB OF CAUTION

Penyakit Gangguan Trofoblas


vascular ibu Plasenta Berlebihan

Faktor Genetik, Imunologi,


atau Inflamasi

Penurunan Perfusi
Uteroplasenta

Zat vasoaktif: Zat Perusak:


Prostaglandin, Nitrat Sitokinin,
Oksida. Peroksidase Lemak

Aktivitas
Endotel

Endotelia

Kebocoran Aktivitasi
Vasospasme Kapiler Koagulasi

Hipertensi
Edema Proteinuria
Kejang
Hemokonsentrasia Solusia
Oliguria

Iskemia
Hepar

Trombositopenia
BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 PENGKAJIAN

A. Data Biografi
Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida, < 20 tahun atau >35 tahun,
jenis kelamin.

B. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama: biasanya klien dengan preeklamsia mengeluh demam,
sakit kepala.
b) Riwayat Kesehatan Dahulu
 Kemungkinan ibu menderita penyakit hipertensi sebelum hamil.
 Kemungkinan ibu mempunyai riwayat preeklampsia pada kehamilan
terdahulu.
 Biasanya mudah terjadi pada ibu dengan obesitas.
 Ibu mungkin pernah menderita penyakit ginjal kronis.
c) Riwayat Kesehatan Sekarang
 Ibu merasa sakit kepala di daerah frontal.
 Terasa sakit di ulu hati/nyeri epigastrium.
 Gangguan virus: penglihatan kabur, skotoma, dan diplopia.
 Mual dan muntah, tidak ada nafsu makan.
 Gangguan serebral lainnya: terhuyung-huyung, refleks tinggi, dan
tidak tenang.
 Edema pada ekstremitas.
 Tengkuk terasa berat.
 Kenaikan berat badan mencapai 1 kg seminggu.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kemungkinan mempunyai riwayat preeklampsia dan eklampsia dalam
keluarga.
e) Riwayat Pernikahan
Biasanya terjadi pada wanita yang menikah dibawah usia 20 tahun atau
diatas 35 tahun.
f) Riwayat Kehamilan
Riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat
kehamilan dengan pre eklampsia atau eklampsia sebelumnya.

C. Pola Sistem Reproduksi


a) Riwayat menstruasi dan reproduksi:
 Usia saat Menarche
 Siklus (teratur/tidak teratur)
 Banyaknya (berapa kali sehari ganti tampon/softex karena penuh)
 Lamanya menstruasi (dalam hari)
 Keluhan selama haid
b) Riwayat reproduksi (kehamilan, persalinan, nifas/post partum):
 Anak ke…..: Kehamilan (usia kehamilan saat melahirkan, penyulit
selama kehamilan); Persalinan (jenis persalinan, penolong, penyulit),
Komplikasi nifas (Infeksi, perdarahan), BB lahir anak, PB anak, serta
jenis kelamin.
c) Riwayat KB:
 Pernah/tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi
 Jenis kontrasepsi yang digunakan (kapan mulai menggunakan
kontrasepsi tersebut, keluhan yang dialami selama menggunakan alat
kontrasepsi tersebut, alasan pemberhentian kontrasepsi (bila tidak
memakai lagi) serta lamanya menggunakan kontrasepsi).
d) Kemampuan untuk melakukan perawatan payudara.
e) Kemampuan untuk melakukan pemeriksaan payudara sebagai teknik
screening kanker payudara.
f) Kemampuan melakukan perineal care.
g) Masalah atau perhatian seksual.
h) Gambaran perilaku seksual (perilaku seksual yang aman).
i) Pengetahuan yang berhubungan dengan seksualitas dan reproduksi
(senam nifas, senam hamil, proses persalinan pervagina/section
caesarea).
j) Efek terhadap status kesehatan

D. Pemeriksaan Fisik Pendukung:


Keadaan umum : lemah.
Kepala : sakit kepala, wajah edema.
Mata : konjungtiva sedikit anemis, edema pada retina.
Pencernaan abdomen : nyeri daerah epigastrium, anoreksia, mual, dan
muntah.
Ekstremitas : edema pada kaki dan tangan juga pada jari-jari.
Sistem persarafan : hiperefleksia, klonus pada kaki.
Genitourinaria : oliguria, proteinuria.
Sistem integumen : penurunan tonus otot
Pemeriksaan janin : bunyi jantung janin tidak teratur, gerakan janin
melemah.

Pemeriksaan Fisik Pendukung:

a. Dada
Payudara: Dikaji apakah ada massa abnormal, nyeri tekan pada payudara.
b. Genetalia
Inspeksi: adakah pengeluaran pervaginam berupa lendir bercampur
darah, adakah pembesaran kelenjar bartholini / tidak.
c. Abdomen
Palpasi: untuk mengetahui tinggi fundus uteri, letak janin, lokasi edema,
periksa bagian uterus biasanya terdapat kontraksi uterus.

4.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ansietas yang berhubungan dengan:


 Preeklampsia dan efeknya pada ibu dan bayi
2. Kurang pengetahuan tentang:
 Penatalaksanaan (diet, tirah baring)
3. Koping individu/keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan:
 Keterbatasan aktivitas ibu dan kekuatiran ibu tentang komplikasi
kehamilan atau ketidakmampuan ibu untuk bekerja di luar rumah
4. Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan:
 Ketidakmampuan untuk mengendalikan prognosis
5. Perubahan perfusi jaringan/organ menurun yang berhubungan dengan:
 Hipertensi
 Vasospasme siklik
 Edema serebral
 Perdarahan
6. Risiko tinggi edema paru yang berhubungan dengan:
 Penurunan tekanan osmotic kolid
 Peningkatan resistensi vaskular sistemik
 Kerusakan endotelium vaskular paru
7. Risiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan:
 Terapi magnesium sulfat
 Edema paru
8. Risiko tinggi perubahan curah jantung menurun yang berhubungan dengan:
 Terapi antihipertensi yang berlebihan
 Jantung terkena dalam proses penyakit
9. Risiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan:
 Lingkungan rumah sakit dan kompromi pejamu
10. Risiko tinggi mengalami solusio plasenta yang berhubungan dengan:
 Vasospasme sistemik
 Hipertensi
 Penurunan perfusi uteroplasenta
11. Risiko tinggi cedera janin yang berhubungan dengan:
 Insufisiensi uteroplasenta
 Kelahiran premature
 Solusio plasenta
12. Risiko tinggi cedera pada ibu yang berhubungan dengan:
 Iritabilitas SSP akibat edema otak, vasospasme, penurunan perfusi ginjal
 Terapi magnesium sulfat dan antihipertensi
4.3 INTERVENSI KEPERAWATAN

Anda mungkin juga menyukai