Anda di halaman 1dari 6

1

PENGARUH VOLUME PELARUT ETANOL DALAM PENGAMBILAN TANIN


DARI BIJI PINANG SIRIH (Areca catechu L.)

Siti Maryam Yuniastuti Askhar

Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri IST AKPRIND Yogyakarta


Email: syuniastutiaskhar@gmail.com

ABSTRAK

Pinang (Areca Catechu L), merupakan salah satu tanaman obat yang banyak dimanfaatkan untuk tujuan
komersial karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi dalam berbagai bidang, hanya belum banyak dikelola
(Tjipto soepomo,1994). Tanaman ini dikatakan sebagai tanaman serbaguna karena mulai dari daun, batang,
serabut, dan biji dapat dimanfaatkan. Daun tanaman tersebut, banyak mengandung minyak atsiri, biji buahnya
banyak mengandung tanin dan alkaloid sebagai obat dan penyamak pada industri kulit.
Pengambilan tannin pada pinang dapat dilakukan dengan cara ekstraksi, yaitu proses yang
dilakukan untuk memindahkan suatu terlarut dari pelarutnya ke pelarut lain yang tidak dapat bercampur
dengan pelarut semula.
Proses pengambilan tannin dilakukan dengan cara biji pinang yang telah kering dihaluskan dan
ditimbang 100 g lalu diletakan pada labu alas di tambahkan varian solvenethanol 96%sebanyak 200 mL; 250 mL;
300 mL; dan 350 mL.Dilakukan ekstraksi dengan metode refluks selama 3 jam dengan suhu 78 oC, varian volume
yang diberikan semakin besar kadar tanin yang diperoleh, Hal ini dikarenakan kelarutan pada tanin yang
terekstrak akan semakin besar. Namun setelah mencapai titik optimalnya akan mengalami penurunan
karena proses pemanasan yang berlagsung secara terus menerus menyebabkan tanin terhidrolisis
menjadi glukosa dan asam tanat (sukardi,et al,2007). .Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh kondisi
operasi optimal pada volume 250 mL dengan kadar tanin sebesar 7,5542% dan rendimen optimal sebesar 51,56%.

Kata kunci : biji pinang, ekstraksi,volume , etanol,tanin,refluks

1. PENDAHULUAN dengan pelarut air dan etanol karena tanin dapat larut
dalam pelaryt tersebut. Tanin merupakan senyawa
Pinang sirih (Areca Catechu L), merupakan yang sangat penting penggunaaninya dalam bidang
salah satu tanaman obat yang banyak dimanfaatkan kesehatan dan bidang industri. (Endang suryadi,1984:
untuk tujuan komersial karena memiliki nilai 3).
ekonomis yang tinggi dalam berbagai bidang, hanya Kadar tanin yang terdapat pada biji pinang
belum banyak dikelola (Tjipto soepomo,1994). sirih memiliki kandungan yang berbeda-beda pada
Tanaman ini dikatakan sebagai tanaman serbaguna suatu wilayah atau daerah, hal ini disebabkan oleh
karena mulai dari daun, batang, serabut, dan biji factor keadaann iklim, dan faktor lingkungan tempat
dapat dimanfaatkan. Daun tanaman tersebut, banyak tumbuhnya. Factor iklim seperti keadaan suhu, cuaca
mengandung minyak atsiri, biji buahnya banyak dan curah hujan. Factor lingkungan seperti jenis
mengandung tanin dan alkaloid sebagai obat dan tanah, kesuburan tanah, ketinggian tempat tumbuh
penyamak pada industri kulit. Serabut buahnya dan pemeliharaan tanaman. Pada umumnya tanaman
digunakan sebagai obat gangguan pencernaan, pinang sirih ini merupakan tanaman liar yang masih
sembelit, aderma dan beri- beri. Sedangkan kurang dibudidayakan, namun di beberapa daerah
batangnya dapat di gunakan sebagai bahan bangunan, yang telah mengetahui nilai ekonomis dari tanaman
jembatan, saluran air dan sebagainya. ini telah dikembangkan dan dibudidayakan secara
Biji pinang sirih banyak mengandung besar-besaran karena nilai ekonomisnya yang cukup
beberapa komponen senyawa kimia yang sangat tinggi.
penting yaitu: Tanin, alkaloid, lemak, minyak atsiri, Berdasarkan uraian tersebut maka perlu
air dan sedikit gula. Tanin adalah salah satu senyawa diadakan penelitian mengenai analisis kadar tanin
yang terkandung dalam buah pinang yang kadarnya dalam ekstrak etanol pada biji pinang sirih (Areca
cukup tinggi. Tanin diperoleh dengan cara ekstraksi catechu L.) Adapun tujuan penelitian ini adalah
ISN: 1978-1520
untuk mengetahui kadar tanin optimal dalam ekstraks kinetik). Kelebihan dari metode ini yaitu
etanol pada biji pinang sirih (Areca catechu L.) efektif untuk senyawa yang tidak tahan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan panas (terdegradasi karena panas),
dari penelitian ini yaitu: Mengetahui pengaruh peralatan yang digunakan relatif
volume pelarut dalam pengambilan tannin dibiji sederhana, murah, dan mudah didapat.
pinang (Areca catechu L.) dengan varian 200 mL; Namun metode ini juga memiliki
250 mL; 300 mL; dan 350 mL. beberapa kelemahan yaitu waktu ekstraksi
. yang lama, membutuhkan pelarut dalam
2. TINJAUAN PUSTAKA jumlah yang banyak, dan adanya
kemungkinan bahwa senyawa tertentu
Buah Pinang tidak dapat diekstrak karena kelarutannya
Tanaman pinang (Areca catechu L.) adalah yang rendah pada suhu ruang (Sarker,
salah satu jenis palma yang memiliki banyak S.D., et al, 2006).
kegunaan antara lain untuk konsumsi, bahan industri ii. Perkolasi
kosmetika, kesehatan, dan bahan pewarna pada Perkolasi merupakan metode ekstraksi
industri tekstil. Tanaman ini tersebar luas di wilayah dengan bahan yang disusun secara unggun
Indonesia, baik secara individu maupun populasi, dan dengan menggunakan pelarut yang selalu
umumnya masyarakat menggunakannya sebagai baru sampai prosesnya sempurna dan
tanaman pagar atau pembatas kebun (Syukur dan umumnya dilakukan pada suhu ruangan.
Hernani, 2001). Prosedur metode ini yaitu bahan direndam
dengan pelarut, kemudian pelarut baru
Ekstraksi dialirkan secara terus menerus sampai
Ektrasi adalah jenis pemisahan satu atau warna pelarut tidak lagi berwarna atau
beberapan bahan dari suatu padatan atau cairan. tetap bening yang artinya sudah tidak ada
Proses ekstrasi bermula dari penggumpalan ekstrak lagi senyawa yang terlarut. Kelebihan dari
dengan pelarut kemudian terjadi kontak antara bahan metode ini yaitu tidak diperlukan proses
dan pelarut sehingga pada bidang antara muka bahan tambahan untuk memisahkan padatan
ekstraksi dan pelarut terjadi pengendapan masa dengan ekstrak, sedangkan kelemahan
dengan cara difusi (Sudjadadi.1988). metode ini adalah jumlah pelarut yang
dibutuhkan cukup banyak dan proses juga
Metode Ekstraksi memerlukan waktu yang cukup lama,
a) Metode Ekstraksi Padat Cair serta tidak meratanya kontak antara
Metode ekstraksi berdasarkan ada tidaknya padatan dengan pelarut (Sarker, S.D., et
proses pemanasan dapat dibagi menjadi dua al, 2006).
macam yaitu ekstraksi cara dingin dan ekstrasi 2) Ekstraksi cara panas
cara panas (Hamdani, 2009): Pada metode ini melibatkan pemanasan
1) Ekstraksi cara dingin selama proses ekstraksi berlangsung. Adanya
Pada metode ini tidak dilakukan panas secara otomatis akan mempercepat
pemanasan selama proses ekstraksi proses ekstraksi dibandingkan dengan cara
berlangsung dengan tujuan agar senyawa dingin. Beberapa jenis metode ekstraksi cara
yang diinginkan tidak menjadi rusak. panas, yaitu:
Beberapa jenis metode ekstraksi cara dingin, i. Ekstraksi refluks
yaitu: Ekstraksi refluks merupakan metode
i. Maserasi atau dispersi ekstraksi yang dilakukan pada titik didih
Maserasi merupakan metode ekstraksi pelarut tersebut, selama waktu dan
dengan menggunakan pelarut diam atau sejumlah pelarut tertentu dengan adanya
dengan adanya pengadukan beberapa kali pendingin balik (kondensor). Pada
pada suhu ruangan. Metoda ini dapat umumnya dilakukan tiga sampai lima kali
dilakukan dengan cara merendam bahan pengulangan proses pada rafinat pertama.
dengan sekali-sekali dilakukan Kelebihan metode refluks adalah padatan
pengadukan. Pada umumnya perendaman yang memiliki tekstur kasar dan tahan
dilakukan selama 24 jam, kemudian terhadap pemanasan langsung dapat
pelarut diganti dengan pelarut baru. diekstrak dengan metode ini. Kelemahan
Maserasi juga dapat dilakukan dengan metode ini adalah membutuhkan jumlah
pengadukan secara sinambung (maserasi pelarut yang banyak ( Irawan, B., 2010).
IJCCS Vol. x, No. x, July 201x : first_page – end_page
IJCCS ISSN: 1978-1520

ii. Ekstraksi dengan alat soxhlet Alat


Ekstraksi dengan alat soxhlet Gelas beaker,labu ukur, soxhlet, desikator, oven,
merupakan ekstraksi dengan pelarut yang klem, statif, pipet tetes, alumunium voil, blender,
selalu baru, umumnya dilakukan ayakan 60 mesh, tabung reaksi, timbangan digital.
menggunakan alat khusus sehingga terjadi
ekstraksi konstan dengan adanya Teknik Pengambilan Data
pendingin balik (kondensor). Pada metode 1. Studi pustaka, yaitu penggunaan literatur (buku,
ini, padatan disimpan dalam alat soxhlet jurnal ilmiah tentang pembuatan inhibitor alami
dan dipanaskan, sedangkan yang dan narasumber).
dipanaskan hanyalah pelarutnya. Pelarut 2. Eksperimen langsung di laboratorium
terdinginkan dalam kondensor, kemudian (percobaan pendahuluan, pembuatan inhibitor
mengekstraksi padatan. Kelebihan metode korosi biji pinang sirih dan analisis kandungan
soxhlet adalah proses ekstraksi tanin).
berlangsung secara kontinu, memerlukan
waktu ekstraksi yang lebih sebentar dan
jumlah pelarut yang lebih sedikit bila Tahapan Penelitian
dibandingkan dengan metode maserasi 1. Pengambilan Tanin melalui Ekstraksi Biji
atau perkolasi. Kelemahan dari metode ini Pinang
adalah dapat menyebabkan rusaknya Biji pinang sirih yang telah dibersihkan dan
solute atau komponen lainnya yang tidak dipotong, lalu dikeringkan. Biji yang telah
tahan panas karena pemanasan ekstrak kering diblender menjadi serbuk halus dan
yang dilakukan secara terus menerus diayak ukuran 65 mesh.
(Sarker, S. D., et al., 2006; Prashant Proses ekstraksi dilakukan dengan metode
Tiwari, et al., 2011). refluks. Serbuk biji pinang sirih sebanyak 100 g
dibungkus kertas saring kemudian dimasukkan
Tanin ke dalam soklet. Campuran varian pelarut
Tanin adalah senyawa metabolit sekunder etanol dan air sebanyak (200,250,300,350) mL
yang terdapat pada beberapa tanaman. Tanin dimasukkan dalam labu leher tiga dan dirangkai
mampu mengikat protein, sehingga protein pada alat sokletasi. Proses ekstraksi dilakukan pada
tanaman dapat resisten terhadap degradasi oleh suhu 78oC selama 3 jam dan larutan dalam
enzim protease di dalam silo ataupun rumen tabung berubah
(Kondo et al., 2004). Tanin selain mengikat protein kekuningan.
juga bersifat melindungi protein dari degradasi Hasil ekstraksi
enzim mikroba maupun enzim protease pada kemudian distilasi
tanaman (Oliveira et al., 2009), sehingga tanin hingga didapatkan
sangat bermanfaat dalam menjaga kualitas silase. hasil yang murni di
Tanin merupakan senyawa kimia yang tergolong dalam labu karena
dalam senyawa polifenol (Deaville et al., 2010). etanol sudah
menguap dan
Pelarut dipisahkan.
Sebagai tenaga pemisah, solven harus dipilih
sedemikian hingga kelarutannya terhadap salah satu
komponen murninya adalah terbatas atau sama Tahap Analisis Inhibitor Biji Alpukat
sekali tidak saling melarutkan. Karenanya, dalam 1. Analisis Kualitatif Tanin
proses ekstraksi akan terbentuk dua fase cairan Analisa kualitatif pengujian tanin dalam biji
yang saling bersinggungan dan selalu mengadakan alpukat dengan cara melarutkan 3 mL ekstrak biji
kontak. Fase yang banyak mengandung diluen pinang sirih dengan 1 mL aquades dalam tabung
disebut fase rafinat sedangkan fase yang banyak reaksi kemudian di tambahkan larutan FeCl3 1% .
mengandung solven dinamakan ekstrak. Jika sampel berubah warna kehitaman maka
sampel mengandung Tanin.
3. METODOLOGI PENELITIAN 2. Analisis Kuantitatif Tanin
Analisis kuantitatif kandungan tanin dalam
Bahan ekstrak biji pinang dengan metode folin ciocalteu
Biji Pinang, Hcl, Aquades, Etanol 96%, FeCl3 dengan instrumen spektrofotometer visible.
ISN: 1978-1520
Dengan menentukan nilai absorbansi antara ciri fisik seperti berwarna coklat, bau yang sedikit
larutan sampel dengan larutan standar sehingga khas, dan rasa pahit.
akan di dapatkan konsentrasi kandungan tanin.
3. Analisis Kadar Air dalam Biji Pinang Serbuk biji pinang sebanyak 100 g dibungkus
Analisis kadar air dalam biji pinang sirih kain putih kemudian dimasukkan ke dalam soklet.
dengan cara ditimbang potongan biji pinang Campuran varian pelarut etanol dan air sebanyak
sebelum dikeringakan untuk mendapatkan berat 200 mL; 250 mL; 300 mL; dan 350 mL.
basah, setelah ditimbang keringkan biji pinang Hasil ekstraksi kemudian didistilasi hingga
didalam oven selama 3 hari dengan suhu 75 oC, didapatkan hasil yang murni di dalam labu karena
selanjutnya biji pinang yang sudah kering etanol sudah menguap dan dipisahkan, setalah itu
ditimbang untuk mendapatkan berat kering biji masukkan oven untuk mendapatkan hasil rendimen
pinang, lalu dapat dihitung berapa persen kadar optimal sebesar 51,56%.
air yang diperoleh.
4. Analisis Kadar Pati dalam Biji Pinang
Analisis kadar air dalam biji pinang sirih Pengaruh Volume Pelarut Etanol dalam
dengan cara ditimbang potongan biji pinang Pengambilan Ekstrak Biji Pinang
sebelum dikeringakan untuk mendapatkan berat Untuk mengetahui pengaruh volume pelarut
basah, setelah ditimbang keringkan biji pinang etanol dalam pengambilan ekstrak biji pinang
didalam oven selama 3 hari dengan suhu 75 oC, dilakukan variasi pelarut etanol dan air pada ekstrak
selanjutnya biji pinang yang sudah kering biji pinang 200 mL; 250 mL; 300 mL; dan 350 mL.
ditimbang untuk mendapatkan berat kering biji Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan
pinang. Biji pinang yang sudah kering diblender Grafik 4.1
untuk dihaluskan sampai berupa tepung (pati), Tabel 4.1 Hasil Rendemen ekstrak biji pinang
timbang pati yang sudah didapatkan setalah berat terhadap variasi volume pelarut etanol.
pati diperoleh, lalu dihitung untuk mendapatkan Volume Rendemen
No % Rendemen
kadar pati. (mL) (g)
5. Analisis Perhitungan Rendemen Ekstrak Biji 1 200 3,48 40,64
Pinang 2 250 2,41 51,56
Analisis perhitungan rendemen ekstrak biji
3 300 3,73 50,54
pinang dapat dihitung dengan cara hasil destilat
sebelum masuk oven ditimbang lalu dikeringkan 4 350 3,8 43,26
dalam oven dengan suhu 80 oC sampai berbentuk
Kristal, lalu didapatkan hasil berat kering sesudah Dari data yang telah disajikan, terlihat bahwa
dioven dari hasil tersebut dapat dihitung persen titik optimum ditunjukan pada volume pelarut
rendemen. sebanyak 250 mL dengan hasil rendimen 51,56%.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Persiapan Bahan
Proses ekstraksi dimulai dengan memisahkan
biji pinang dari kulit. Biji pinang kemudian
menimbang berat total untuk menghitung rendemen
dan mengambil sampel untuk analisa kadar airnya.
Selanjutnya biji pinang dikeringkan dengan Gambar 4.1. Grafik hubungan antara volume pelarut
menggunakan oven pada suhu 75C selama 3 hari. dengan persen rendemen
Biji pinang yang sudah kering dihaluskan dengan Berdasar Tabel 4.1 dan Gambar 4.1 dapat
menggunakan blender kering dan diayak dilihat, semakin banyak volume pelarut yang
menggunakan ayakan 60 mesh. digunakan untuk ekstraksi maka hasilnya akan
Hasil Serbuk Biji Pinang semakin besar. Hal ini dikarenakan semakin banyak
pelarut dalam melarutkan bahan, menjadikan
Sampel biji pinang yang telah dianalisa kandungan tanin yang terikat dengan solven semakin
didapatkan hasil kadar air sebesar 87,32% dan kadar besar. Namum kadar tanin dalam larutan akan terus
pati sebesar 10,51%. bertambah hingga mencapai titik puncak. Terlihat
Hasil sampel pada volume 250ml, lalu kurva turun disetiap
memperlihatkan ciri- penambahan kadar pelarut yaitu pada titik 300ml dan
IJCCS Vol. x, No. x, July 201x : first_page – end_page
IJCCS ISSN: 1978-1520

350ml. Hal ini dikarenakan pada awal proses dikarenakan kelarutan pada tannin yang
ekstraksi seluruh senyawa dalam biji pinang terutama terekstrak akan semakin besar. Namun setelah
tanin akan terekstrak keluar dan bercampur dengan mencapai titik optimalnya akan mengalami
pelarut, dan setelah mencapai titik optimal beberapa penurunan karena proses pemanasan yang
senyawa yang terdapat dalam bahan akan mengalami berlagsung secara terus menerus menyebabkan
penurunan. Disamping itu penurunan tanin diduga tannin terhidrolisis menjadi glukosa dan asam
juga disebabkan karena kerusakan tanin akibat proses tanat (sukardi,et al,2007). Berdasarkan hasil
hidrolisis selama proses ekstraksi. Ekstrak yang didapatkan kondisi optimal operasi pada volume
didapatkan dilakukan perhitungan rendemen dengan 250 mL dengan hasil tanin 7,5542%.
persen rendemen sebesar 51,56%. Perhitungan
rendemen digunakan untuk menghitung prosentase 5. KESIMPULAN
jumlah bahan yang tersisa hasil proses ekstraksi dan
mengetahui tingkat keefektifan dari proses yang Dari penelitian yang telah dilakukan dapat
dihasilkan (Senduk, Montolalu, & Dotulong, 2020). disimpulkan bahwa:
1. Analisis kadar air yang diperoleh sebesar
Pengaruh Volume Pelarut Terhadap Kadar Tanin 87,32% menunjukan kadar air yang dimiliki
Untuk mempelajari pengaruh volume pelarut oleh biji pinang sangatlah tinggi dan kadar pati
terhadap kadar tanin dilakukan proses ekstrak biji didapatkan hasil sebesar 10,51%. Ini jelas
pinang dengan volume 200 mL; 250 mL; 300 mL; membuktikan bawah pati yang diperoleh
dan 350 mL. untuk mengetahui besar kadar tannin sangatlah sedikit.
yang dihasilkan dilakukan analisi kadar tannin 2. Semakin besar volume yang digunakan untuk
dengan metode spektrofotometer. Pengaruh volume proses ekstraksi maka akan semakin banyak
pelarut terhadap kadar tanin dapat dilihat pada table tanin yang terambil hingga pada titik
4.2 jenuhnya.
Tabel 4.2 Hasil variasi volume pelarut etanol 3. Semakin besar volume yang digunakan untuk
terhadap kadar tannin melakukan ekstraksi maka akan semkain
% Tanin banyak tannin yang terambil, namun bila
Volume suhu operasi terlalu besar dapat membuat
No Percobaan Percobaan Rata-
(mL) tannin rusak sehingga pengambilan tannin
1 2 rata
menjai tidak optimal.
1 200 6,6484 6,6588 6,6536 4. Kondisi operasi optimal yang didapatkan dari
2 250 7,5593 7,5491 7,5542 percobaan ini sebasar 7,5542% untuk kadar
3 300 7,013 7,004 7,0085 tannin dan 51,56% untuk hasil rendemen pada
4 350 7,1926 7,2021 7,19735 volume 250 Ml.
Dari data yang telah disajikan, terlihat bahwa
titik optimum ditunjukan pada volume 250 mL
dengan hasil tanin 7,5542%.
DAFTAR PUSTAKA

Gusti, D. R., Farid, F., dan Lestari I, 2013, Ekstraksi


Kulit Kayu Akasia Sebagai Inhibitor Pada Laju
Korosi Baja Lunak Dalam Media Asam Sulfat,
Prosiding Semirata FMIPA Universitas
Lampung
Goffar, A., 2011, Rancangan Dasar Perhitungan
Proteksi Katodik Dengan Menggunakan Anoda
Karbon Pada Struktur Baja Anjungan Minyak di
Gambar 4.2. Grafik hubungan antara volume Lingkungan Air Laut, Lembaran Publikasi
pelarut dengan kadar tanin Lemigas, 1(45), 79-90.
Haryono G, Sugiarto B, Farid H, Tanoto Y 2010,
Berdasar Tabel 4.2 dan Gambar 4.2 dapat dilihat Ekstrak Bahan Alam Sebagai Inhibitor Korosi,
semakin banyak volume yang diberikan semakin Prosiding Se
besar kadar tannin yang diperoleh, Hal ini
ISN: 1978-1520
minar Nasional Teknik Kimia Kejuangan, ISSN
1693-4393, D09-1-D09-6.
Naili, K, 2010, Corrosion and Its Mitigation In The
Oil and Gas Industy – An Overview, Petromin
Pipeline
Nugroho, A., 2011, Pengaruh Penambahan Inhibitor
Organik Ekstraksi Ubi Ungu Terhadap Laju
Korosi Pada Material Baja Low Carbon di
Lingkungan NaCl 3,5%, Skripsi, Universitas
Indonesia, Depok.
Raja, P. Bothi, M. G. Sethuraman, 2008. Natural
Products as Corrosion Inhibitor for Metals in
Corrosive Media. Materials Letters. 62, 113-
116.
Roberge, P.R., 2000, Handbook of Corrosion
Engineering, McGraw-Hill, New York.
Sari, D.M., Handani, S., dan Yetri, Y., 2013,
Pengendalian Laju Korosi Baja St-37 Dalam
Medium Asam Klorida dan Natrium Klorida
Menggunakan Inhibitor Ekstrak Daun Teh,
Jurnal Fisika Unand, Vol. 2,No. 3, ISSN2302-
8491.
Setyawan, B.Y., A.Warsinto dan Karnoto. 2010.
Analisa Kebutuhan Perlindungan Katodik untuk
Sistem Pertahanan Peralatan Tipe Grid-Rod
Berbahan Baja Pada Gardu Induk. Skripsi.
Universitas Diponegoro. Semarang
Syamsuhidayat, S.S., Hutapia, J. R. 1991. Inventaris
Tanaman Obat Indonesia. Edisi ke-2.
Departemen Kesehatan RI. Jakarta
Syukur, Cheppy. dan Hernani. 2001. Budidaya
Tanaman Obat Komersial . Penebar Swadaya,
Jakarta.

Sukardi, Mulyarto A.R, Sadera W., 2007 Optiasi


Waktu Ekstraksi Terhadap Kandungan Taninn
Pada Bubuk Ekstrak Dan Jambu Biji Serta
Biaya Produksiny,Malang, Teknologi
Industri Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, Universitas Brawijaya.
Senduk, T. W., Montolalu, L. A. D. Y., & Dotulong,
V. (2020). Rendemen Ekstrak Air Rebusan
Daun Tua Mangrove Sonneratia alba (The
rendement of boiled water extract of mature
leaves of mangrove Sonneratia alba). Jurnal
Perikanan Dan Kelautan Tropis, 11(1), 9–15

IJCCS Vol. x, No. x, July 201x : first_page – end_page

Anda mungkin juga menyukai