PEMBAHASAN
A. Definisi Anestesi
Anestesi artinya adalah pembiusan, berasal dari bahasa Yunani an artinya “tidak
atau tanpa" dan aesthētos, "artinya persepsi atau kemampuan untuk merasa". Secara
umum berarti anestesi adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika
melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit
pada tubuh. Obat anestesi adalah obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit
dalam bermacam-macam tindakan operasi (Kartika Sari, 2013).
Istilah anestesi dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak
ada rasa sakit. Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesia lokal dan
anestesi umum.
1. Anestesi Umum
1) Definisi Anestesi Umum
Anestesi umum atau pembiusan artinya hilang rasa sakit di sertai hilang
kesadaran. Ada juga mengatakan anestesi umum adalah keadaan tidak
terdapatnya sensasi yang berhubungan dengan hilangnya kesdaran yang
reversibel (Neal, 2006).
Anestesi Umum adalah obat yang dapat menimbulkan anestesi yaitu suatu
keadaan depresi umum dari berbagai pusat di sistem saraf pusat yang bersifat
reversibel, dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan sehingga lebih
mirip dengan keadaan pinsan. Anestesi digunakan pada pembedahan dengan
maksud mencapai keadaan pingsan, merintangi rangsangan nyeri (analgesia),
memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan serta menimbulkan
pelemasan otot (relaksasi). Anestesi umum yang kini tersedia tidak dapat
memenuhi tujuan ini secara keseluruhan, maka pada anestesi untuk pembedahan
umumnya digunakan kombinasi hipnotika, analgetika, dan
relaksasi otot (Kartika Sari, 2013).
2) Klasifikasi Obat Anestesi Umum
Obat anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari tiga
golongan yaitu obat anestesi gas (inhalasi), obat anestesi yang menguap dan obat
anestesi yang diberikan secara intravena.
a. Obat Anestesi Gas (Inhalasi)
Pada umumnya anestetik gas berpotensi rendah, sehingga hanya
digunakan untuk induksi dan operasi ringan. Anestetik gas tidak mudah larut
dalam darah sehingga tekanan parsial dalam darah cepat meningkat. Batas
keamanan antara efek anestesi dan efek letal cukup lebar. Obat anestesi
inhalasi ini dihirup bersama udara pernafasan ke dalam paru-paru, masuk ke
darah dan sampai di jaringan otak mengakibatkan narkose.
Contoh obat anestesik inhalasi yaitu :
1) Dinitrogen Monoksida (N2O atau gas tertawa)
Dinitrogen Monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak
berbau, tidak berasa dan lebih berat daripada udara. N2O biasanya
tersimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi dalam baja, tekanan
penguapan pada suhu kamar ± 50 atmosfir. N2O mempunyai efek
analgesik yang baik, dengan inhalasi 20% N2O dalam oksigen efeknya
seperti efek 15 mg morfin. Kadar optimum untuk mendapatkan efek
analgesik maksimum ± 35% . Gas ini sering digunakan pada partus yaitu
diberikan 100% N2O pada waktu kontraksi uterus sehingga rasa sakit
hilang tanpa mengurangi kekuatan kontraksi dan 100% O2 pada waktu
relaksasi untuk mencegah terjadinya hipoksia. Anestetik tunggal N2O
digunakan secara intermiten untuk mendapatkan analgesik pada saat
proses persalinan dan pencabutan gigi.
2) Siklopropan
Siklopropan merupakan anestetik gas yang kuat, berbau spesifik,
tidak berwarna, lebih berat daripada udara dan disimpan dalam bentuk
cairan bertekanan tinggi. Gas ini mudah terbakar dan meledak karena itu
hanya digunakan dengan close method. Siklopropan relative tidak larut
dalam darah sehingga menginduksi dengan cepat (2-3 menit). Stadium III
tingkat 1 dapat dicapai dengan kadar 7-10% volume, tingkat 2 dicapai
dengan kadar 10-20% volume, tingkat 3 dapat dicapai dengan kadar 20-
35%, tingkat 4 dapat dicapai dengan kadar 35-50% volume. Sedangkan
pemberian dengan 1% volume dapat menimbulkan analgesia tanpa
hilangnya kesadaran. Untuk mencegah delirium yang kadang-kadang
timbul, diberikan pentotal IV sebelum inhalasi siklopropan. Siklopropan
menyebabkan relaksasi otot cukup baik dan sedikit sekali mengiritasi
saluran nafas. Namun depresi pernafasan ringan dapat terjadi pada
anesthesia dengan siklopropan. Siklopropan tidak menghambat
kontraktilitas otot jantung, curah jantung dan tekanan arteri tetap atau
sedikit meningkat sehingga siklopropan merupakan anestetik terpilih pada
penderita syok. Siklopropan dapat menimbulkan aritmia jantung yaitu
fibrilasi atrium, bradikardi sinus, ekstrasistole atrium, ritme
atrioventrikular, ekstrasistole ventrikel dan ritme bigemini. Aliran darah
kulit ditinggikan oleh siklopropan sehingga mudah terjadi perdarahan
waktu operasi. Siklopropan tidak menimbulkan hambatan terhadap
sambungan saraf otot. Setelah waktu pemulihan sering timbul mual,
muntah dan delirium. Absorpsi dan ekskresi siklopropan melalui paru.
Hanya 0,5% dimetabolisme dalam badan dan diekskresi dalam bentuk
CO2 dan air. Siklopapan dapat digunakan pada setiap macam operasi.
Untuk mendapatkan efek analgesic digunakan 1,2% siklopropan dengan
oksigen. Untuk mencapi induksi siklopropan digunakan 25-50% dengan
oksigen, sedangkan untuk dosis penunjang digunakan 10-20% oksigen.
b. Obat Anestesi yang Menguap
Anestetik yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3 sifat dasar
yang sama yaitu berbentuk cairan pada suhu kamar, mempunyai sfat anestetik
kuat pada kadar rendah dan relatif mudah larut dalam lemak, darah dan
jaringan. Kelarutan yang baik dalam darah dan jaringan dapat memperlambat
terjadinya keseimbangan dan terlawatinya induksi, untuk mengatasi hal ini
diberikan kadar lebih tinggi dari kadar yang dibutuhkan. Bila stadium yang
diinginkan sudah tercapai kadar disesuaikan untuk mempertahankan stadium
tersebut. Untuk mempercepat induksi dapat diberika zat anestetik lain yang
kerjanya cepat kemudian baru diberikan anestetik yang menguap.
Umumnya anestetik yang menguap dibagi menjadi dua golongan yaitu
golongan eter misalnya eter (dietileter) dan golongan hidrokarbon halogen
misalnya halotan, metoksifluran, etil klorida, dan trikloretilen.
Contoh obat anestesik yang menguap yaitu :
1) Eter
Eter merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau
mudah terbakar, mengiritasi saluran nafas dan mudah meledak. Sifat
analgesik kuat sekali, dengan kadar dalam darah arteri 10-15 mg % sudah
terjadi analgesik tetapi penderita masih sadar. Eter pada kadar tinggi dan
sedang menimbulkan relaksasi otot karena efek sentral dan hambatan
neuromuscular yang berbeda dengan hambatan oleh kurare, sebab tidak
dapat dilawan oleh neostigmin. Zat ini meningkatkan hambatan
neuromuscular oleh antibiotik seperti neomisin, streptomisin, polimiksin
dan kanamisin. Eter dapat merangsang sekresi kelenjar bronkus. Eter
diabsorpsi dan disekresi melalui paru dan sebagian kecil diekskresi juga
melalui urin, air susu, keringat dan difusi melalui kulit utuh.
2) Halotan
Merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah
terbakar dan tidak mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen.
Halotan bereaksi dengan perak, tembaga, baja, magnesium, aluminium,
brom, karet dan plastik. Karet larut dalam halotan, sedangkan nikel,
titanium dan polietilen tidak sehingga pemberian obat ini harus dengan alat
khusus yang disebut fluotec. Efek analgesic halotan lemah tetapi relaksasi
otot yang ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang aman waktu 10 menit
untuk induksi sehingga mempercepat digunakan kadar tinggi (3-4 volume
%). Kadar minimal untuk anestesi adalah 0,76% volume.
3) Metoksifluran
Merupakan cairan jernih, tidak berwarna, bau manis seperti buah,
tidak mudah meledak, tidak mudah terbakar di udara atau dalam oksigen.
Pada kadar anestetik, metoksifluran mudah larut dalam darah. Anestetik
yang kuat dengan kadar minimal 0,16 volume % sudah dapat
menyebabkan anestesi dalam tanpa hipoksia. Metoksifluran tidak
menyebabkan iritasi dan stimulasi kelenjar bronkus, tidak menyebabkan
spasme laring dan bronkus sehingga dapat digunakan pada penderita asma.
Metoksifluran menyebabkan sensitisasi jantung terhadap ketokolamin
tetapi tidak sekuat kloroform, siklopropan, halotan atau trikloretilan.
Metoksifluran bersifat hepatoksik sehingga sebaiknya tidak diberikan pada
penderita kelainan hati.
4) Etilklorida
Merupakan cairan tak berwarna, sangat mudah menguap, mudah
terbakar dan mempunyai titik didih 12-13°C. Bila disemprotkan pada kulit
akan segera menguap dan menimbulkan pembekuan sehingga rasa sakit
hilang. Anesthesia dengan etilklorida cepat terjadi tetapi cepat pula
hilangnya. Induksi dicapai dalam 0,5-2 menit dengan waktu pemulihan 2-3
menit sesudah pemberian anesthesia dihentikan. Karena itu etilkloretilen
sudah tidak dianjurkan lagi untuk anestetik umum, tetapi hanya digunakan
untuk induksi dengan memberikan 20-30 tetes pada masker selama 30
detik. Etilkloroda digunakan juga sebagai anestetik lokal dengan cara
menyemprotkannya pada kulit sampai beku. Kerugiannya, kulit yang beku
sukar dipotong dan mudah kena infeksi karena penurunan resistensi sel
dan melambatnya penyembuhan.
5) Trikloretilen
Merupakan cairan jernih tidak berwarna, mudah menguap, berbau
khas seperti kloroform, tidak mudah terbakardan tidak mudah meledak.
Induksi dan waktu pemulihan terjadi lambat karena trikloretilen sangat
larut dalam darah. Efek analgesic trikloretilen cukup kuat tetapi relaksasi
otot rangka yang ditimbulkannya kurang baik , maka sering digunakan
pada operasi ringan dalam kombinasi dengan N2O. untuk anestesi umum,
kadar trikloretilen tidak boleh lebih dari 1% dalam campuran 2:1 dengan
N2O dan oksigen. Trikloretilen menimbulkan sensitisasi jantung terhadap
katekolamin dan sensitisasi pernafasan pada stretch receptor. Sifat lain
trikloretilen tidak mengiritasi saluran nafas.
Pemeberian obat emergency adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan saat kondisi darurat dengan cara pemeberian obat dengan tujuan
meminimalisirkan keadaan darurat pada pasien.
1) Epinefrin (Adrenalin)
a. Pengertian epineftrin(andrenalin)
1. Absorpsi
Pada pemberian oral, epi tidak mencapai dosis terapi karena sebagian besar
dirusak oleh enzim COMT dan MAO yang banyak terdapat pada dinding
usus dan hati. Pada penyuntikan SK, absorpsi lambat karena vasokonstriksi
lokal, dapat dipercepat dengan memijat tempat suntikan. Absorpsi yang
lebih cepat terjadi dengan penyuntikan IM. Pada pemberian lokal secara
inhalasi, efeknya terbatas terutama pada saluran napas, tetapi efek sistemik
dapat terjadi, terutama bila digunakan dosis besar.5
2. Biotransformasi dan Ekskresi
d. Indikasi:
3. Derivat sintetis
4. Bronkodilatasi
b. Farmakokinetik
a) Emergensi
c.
2. Oftalmologi Atropin biasanya dipakai dengan kekuatan larutan 0,5-
1%, dua atau tiga tetes larutan ini cukup untuk menyebabkan midriasis
selama beberapa hari sampai seminggu.5
2. Susunan saraf pusat
d. Efek Samping
Derivat xantin yang terdiri dari kafein, teofilin dan teobromin ialah
alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan. Sejak dahulu ekstrak tumbuh-
tumbuhan ini digunakan sebagai minuman. Kafein terdapat dalam kopi yang
didapat dari biji Coffea Arabica, Teh dari daun Thea sinensis mengandung
kafein dan teofilin. Cocoa, yang didapat dari biji Theobroma cacao
mengandung kafein dan teobromin. Ketiganya merupakan derivat xantin yang
mengandung gugus metil. Xantin sendiri ialah dioksipurin yang mempunyai
struktur mirip dengan asam urat.5
b. Farmakokinetik
a) Asma bronkial
Berbentuk kristal putih, pahit dan sedikit larut dalam air. Di Indonesia,
tersedia dalam berbagai bentuk sediaan untuk penggunaan oral, yaitu
kapsul/kapsul lunak teofilin 130 mg; tablet teofilin 150 mg; tablet salut
selaput lepas lambat berisi teofilin 125 mg, 250 mg, dan 300 mg; sirup/eliksir
yang berisi teofilin sebanyak 50 mg/5 mL, 130 mg/15 mL dan 150 mg/15 mL.
Teofilin juga tersedia dalam kombinasi tetap dengan efedrin untuk asma
bronkial. Aminofilin merupakan garam teofilin untuk penggunaan IV, tersedia
dalam ampul 10 mL mengandung 24 mg aminofilin setiap mililiternya.5
5) Deksamethason (Kortikosteroid)
a. Pengertian
Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan
lemak; dan mempengaruhi juga fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik,
sistem saraf dan organ lain. Korteks adrenal berfungsi homeostatis, artinya
penting bagi organisme untuk dapat mempertahankan diri dalam menghadapi
perubahan lingkungan.5
c. Indikasi
Pada keadaan pengobatan lebih lama dari 10 hari, kurangi dosis secara
bertahap untuk mencegah kegagalan kelenjar adrenal.
Ibu hamil: tidak ada kontraindikasi.