0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
6 tayangan5 halaman
Teks tersebut membahas tentang pentingnya menjadi orang yang bijaksana dan hidup dalam didikan Tuhan. Orang bijaksana didefinisikan sebagai orang yang perkataannya penuh kebaikan dan mampu memperbaiki diri, berbeda dengan orang bodoh yang selalu menganggap dirinya benar dan berbahaya bagi orang lain. Untuk menjadi bijaksana diperlukan ketundukan pada ajaran Tuhan agar tidak sia-sia dalam hidup.
Teks tersebut membahas tentang pentingnya menjadi orang yang bijaksana dan hidup dalam didikan Tuhan. Orang bijaksana didefinisikan sebagai orang yang perkataannya penuh kebaikan dan mampu memperbaiki diri, berbeda dengan orang bodoh yang selalu menganggap dirinya benar dan berbahaya bagi orang lain. Untuk menjadi bijaksana diperlukan ketundukan pada ajaran Tuhan agar tidak sia-sia dalam hidup.
Teks tersebut membahas tentang pentingnya menjadi orang yang bijaksana dan hidup dalam didikan Tuhan. Orang bijaksana didefinisikan sebagai orang yang perkataannya penuh kebaikan dan mampu memperbaiki diri, berbeda dengan orang bodoh yang selalu menganggap dirinya benar dan berbahaya bagi orang lain. Untuk menjadi bijaksana diperlukan ketundukan pada ajaran Tuhan agar tidak sia-sia dalam hidup.
Ev. Pengkhotbah 10: 10 - 15 Hidup Dalam Didikan Tuhan Mian/Mangolu Dibagasan Pangajarion ni Debata ========================== 1. Perikope Pengkhotbah 10:10-15, dalam bagian ini, kembali terlihat ciri khas dari pengkhotbah sebagai seorang guru kebijaksanaan. Hal ini diperlihatkan orang yang bodoh sangat berbahaya sebab ia tidak pernah bisa menilai dirinya sehingga tidak akan bisa maju. 2. Dia tidak bisa memperbaiki dirinya sendiri karena memang ia selalu menganggap bahwa dirinyalah yang benar seratus persen. Orang seperti itu adalah orang yang paling malang karena bukan hanya tidak bisa maju, melainkan juga mengalami kemunduran. 3. Yang terpenting dari kerja keras adalah bekerja dengan bijaksana, maka dibutuhkan hikmat sebelum mengawali setiap pekerjaan. Bekerja dengan kapak yang tumpul tentu hanya akan menguras tenaga, tetapi orang bijak dalam bekerja akan terlebih dahulu mempersiapkan alat pendukung pekerjaan yang akan memudahkannya dalam pekerjaan. 4. Ay. 11 ini hendak menjelaskan kepada kita seperti pribahasa yang sudah sering kita dengar “menyesal kemudian tiada arti”. Jika kerbau sudah di curi, apa gunanya mengunci pintu kandang, apa gunanya kata-kata mantera jika yang dikawatirkan sudah terjadi.Jangan anggap remeh didikan dan ajaran Tuhan, Dia memberikan firmanNya sebagai pedoman dalam hidup kita, supaya kita tersandung dan jatuh. 5. Ayat 12-15 berbicara tentang mulut atau pembicaraan orang bodoh. Jadi, fokus utama pembahasan pada bagian ini adalah tentang orang bodoh. Oleh karena itu, nasihat yang sebenarnya mau diberikan adalah jangan menjadi orang bodoh. 6. Dalam ayat 12 disebutkan perbedaan antara antara orang yang bodoh dan orang yang berhikmat. Menurut Pengkhotbah yang membedakan keduanya adalah perkataannya. 1 2
7. Perkataan yang berhikmat menarik, sedangkan perkataan orang
bodoh mencelakakan dirinya sendiri. Kalau dikatakan bahwa perkataan orang berhikmat itu menarik, maksudnya adalah perkataan orang berhikmat itu bisa membuat orang lain menghargai atau menghormatinya. 8. Sebenarnya dalam Bahasa Ibrani, kata menarik di sini artinya penuh dengan kebaikan atau kemurahan hati. Jadi orang yang bijaksana adalah orang yang perkataannya itu penuh dengan kebaikan. Perkataan yang tidak pernah dimaksudkan untuk menghina, merendahkan, mempermalukan, mengecam, dan menghancurkan orang lain. 9. Orang yang dalam pembicaraannya selalu ingin menyalahkan dan merendahkan orang lain, serta hanya membanggakan dirinya sendiri, ini jelas bukanlah orang yang berhikmat, melainkan orang yang bodoh atau tidak bijaksana. Perkataan orang bodoh hanya akan menjadi bumerang yang mencelakakan dirinya sendiri. 10. Dengan perkataannya, dia menyakiti orang lain dan membuat orang lain tidak menyukainya. Lalu, orang akan menghindari dan membencinya. Jadi, kalau kita ingin menjadi orang yang bijaksana, perhatikanlah perkataan kita. 11. Berpikirlah dahulu baik-baik sebelum kita berbicara atau sebelum kita mengeluarkan perkataan. Ingatlah bahwa perkataan itu bisa jauh lebih menusuk, melukai, dan menyakiti daripada pedang yang tajam. (Jolo ni dilat bibir asa nidok hata.) 12. Ayat 14, Pengkhotbah membicarakan tentang ciri-ciri lain dari kebodohan atau ketidakbijaksanaan itu. Orang yang tidak bijaksana adalah orang yang banyak bicaranya, meskipun sebenarnya ia tidak tahu apa-apa. Orang yang tidak tahu apa- apa biasanya menjadi orang yang sok tahu dan banyak bicara. Orang yang seperti itu tidak pernah tahu kapan ia harus diam. 13. Mereka terus-menerus bicara dan tidak mau mendengarkan orang lain. Itu membuat orang lain menjadi lelah dan bosan. 2 3
Karena itu, kita harus ingat apa yang dikatakan Pengkhotbah 3
bahwa ada waktunya berbicara, tetapi juga ada waktunya mendengarkan. 14. Dalam ayat 15 dijelaskan orang yang tidak bijaksana itu sering melakukan hal-hal yang sebenarnya tidak penting. Mungkin orang itu bisa terlihat sibuk atau lelah, tetapi sebenarnya tidak ada satupun hal berarti yang dilakukannya, selain melelahkan dirinya sendiri. Dia tidak tahu tentang tujuan dari setiap hal yang dilakukannya. 15. Peribahasa orang Yahudi yang ingin menyatakan tentang seseorang yang mengerjakan segala sesuatu secara salah diibaratkan dengan orang yang tidak tahu jalan ke kotanya sendiri. Dia tidak tahu bagaimana keadaan kotanya atau rumahnya sendiri. Apabila orang tidak pernah tahu dan menyadari keterbatasannya sendiri, ia akan melakukan segala sesuatu secara salah. 16. Sebaliknya, orang yang bijaksana itu justru adalah orang yang tahu kelemahan, keterbatasan, dan ketidaktahuannya, serta mau mengakuinya. Dalam Alkitab, ada dua sikap yang sangat penting yang sering dianjurkan untuk diteladani. Mengetahui kekurangan dan keterbatasan diri sendiri sehingga bisa selalu rendah hati. 17. Menyadari talenta atau karunia yang Tuhan berikan supaya tidak rendah diri. Dua hal ini perlu kita lakukan secara seimbang sebab hanya mengakui keterbatasan saja akan membuat seseorang tidak mampu mensyukuri berkat Tuhan. Sebaliknya, hanya menyadari talenta saja, hanya akan membuat seseorang menjadi tinggi hati. 18. Belajar adalah rekonstruksi mental atau melihat ulang segala sesuatu dengan konfigurasi yang berbeda, begitu kata teori Gestalt. Belajar adalah memandang arti dan peristiwa sedemikian rupa sehingga menimbulkan arti yang baru dan hubungan yang baru, begitu kata teori Eksistensial. Belajar
3 4
adalah proses di mana orang mengidentikkan diri atau
menirukan perilaku pendudukm begitu kata teori Perkembangan. 19. Kita memiliki harapan dan cita-cita yang tinggi, dan kita juga telah bekerja keras untuk mengusahakan agar cita-cita kita tercapai, tetapi jika kita tidak berhikmat, maka kita sama saja dengan orang bodoh, yang melakukan usaha yang sia-sia. Seperti yang diumpamakan oleh Tuhan Yesus di Matius 7: 26 “Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir.” 20. Dalam cerita St. Lukas, Yesus menolak menjadi “hakim” dalam perselisihan tentang warisan duniawi. Apa yang diminta oleh orang kaya kepada Yesus (Luk 12:13-21) adalah sebuah simbol kesia-siaan. Fokus perhatian si kaya itu yakni lumbung, gandum dan harta duniawi lainnya. 21. Sesudah itu, ia berorientasi pada “kenikmatan” :istirahat, makan-minum, bersenang-senang /berfoya-foya. Warisan duniawi tidak menjadi jaminan untuk orang masuk ke dalam kerajaan surga. Kekayaan dalam Kristuslah yang menjadi jaminan dan bekal untuk masuk dalam kerajaan surga. 22. Maka apapun yang menjadi harapan dan cita-cita kita dalam hidup ini, tidak cukup hanya berharap dengan kata-kata, tidak cukup juga hanya dengan kerja keras, tetapi lebih dari pada itu semua hendaklah kita menjadi orang yang bijaksana dengan menjadi orang yang selalu mau untuk dituntun Tuhan dengan firmanNya. Oleh Karena itu Hiduplah dalam didikan Tuhan. SALAM SEHAT…! 5-M Pdt. Ro Sininta Hutabarat, MTh JK-SK