Anda di halaman 1dari 44

1

BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ny. D
Usia : 56 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kalirahayu
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Buruh Tani
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamensis dan pemeriksaan fisik pada tanggal 03 Januari
2017 di poliklinik bagian mata RSUD Waled.
1. Keluhan Utama : Penglihatan buram di kedua mata dan mata kanan sakit
2. Riwayat Penyakit sekarang
Pasien datang ke poliklinik mata RSUD Waled dengan keluhan
penglihatan buram pada kedua mata, keluhan dirasakan sejak ± 1 tahun yang
lalu. Pasien mengatakan penglihatannya buram dan kabur seperti tertutup
kabut yang menghalangi pandangan kedua matanya. Penglihatan buram
dirasakan pada saat melihat dekat maupun jauh Pasien juga mengatakan
kadang merasa silau. keluhan dirasakan semakin lama semakin memberat
sejak 1 bulan belakangan terutama pada mata yang sebelah kanan. Mata
kanan kadang terasakan sakit dan merasa pusing apabila nyeri dirasakan,
keluhan ini dirasakan semakin memberat sehingga mengganggu aktivitas
sehari-hari.
Keluhan tidak disertai dengan mual ataupun muntah. Mata merah, mata
sering berair, gatal, perih, penglihatan ganda disangkal pasien. trauma
langsung terhadap mata (terjatuh/ terbentur) disangkal pasien. Pasien
mengaku sudah mengobati matanya.
2

3. Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat Keluhan serupa sebelumnya : disangkal
- Riwayat Dibetes Melitus : di sangkal
- Riwayat Hipertensi : di sangkal
- Riwayat Trauma pada daerah mata : di sangkal
- Riwayat Penyakit mata lainnya : di sangkal
- Riwayat Mata Merah : di sangkal
- Riwayat pemakaian kacamata : di sangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat mata buram dalam keluarga : di sangkal
- Riwayat hipertensi : tidak diketahui
- Riwayat diabetes melitus : tidak diketahui
-
5. Riwayat Pribadi Sosial
- Pasien tidak merokok
- Pasien tinggal di daerah pemukiman yang panas, kering dan berdebu.

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. Status Generalis
Keadaan umum : Pasien tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmetis, GCS = 15
Tanda – Tanda Vital :
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Suhu : 36,5 ºC
- Nadi : 72 x/ menit
- Frekuensi Nafas : 20 x/ menit
3

2. Status Oftalmologi

OD Pemeriksaan OS
20/40 Visus 20/40
PH (-) Pinhole PH (+)
Madarosis (-) Supersilia (Alis) Madarosis (-)

Trikiasis (-) Siliaris (bulu mata) Trikiasis (-)


Distikiasis (-) Distikiasis (-)
Glandula lakrimalis :
(-) - Sekret di pungtum (-)
(-) - Pembengkakan (-)
dipungtum
(-) - Warna pungtum (-)
(hiperemis)
Palpebra Superior :
(-)  Ptosis (-)
(-)  Hematom (-)
(-)  Hiperemis (-)
(-)  Edema (-)
(-) (-)
 Vulnus laserasi
(-) (-)
 Nyeri tekan
(-) (-)
 Ektropion
(-) (-)
 Entropion
(-) (-)
 Lagoftalmos
(-) (-)
 Blafarospasme
4

Palpebra posterior :
(-)  Hiperemis (-)
(-)  Edema (-)
(-)  Entropion (-)
Gerakan Bola Mata

Duksi (+) Duksi (+)


Versi (+) Versi (+)
Endoftalmus (-) Bulbus Okuli Endoftalmus (-)
Eksoftalmus (-) Eksoftalmus (-)
Strabismus(-) Strabismus(-)
Konjungtiva
(-)  Injeksi konjungtiva (-)
(-)  Injeksi siliar (-)
(-)  Injeksi episklera (-)
(-)  Edema (-)
(-) (-)
 Pertumbuhan
fibrovaskular
Warna putih (+) Sklera Warna putih (+)
Ikterik (-) Ikterik (-)
Jernih (+) Kornea Jernih (+)
Sikatrik (-) Sikatrik (-)
Infiltrat (-) Infiltrat (-)
Ulkus (-) Ulkus (-)
Edema (-) Edema (-)
Arkus senilis (+) Arkus senilis (+)
Kedalaman dangkal Camera Okuli Anterior Kedalaman sedang
5

Hipopion (-) (COA) Hipopion (-)


Hifema(-) Hifema(-)
Iris
Coklat  Warna Coklat
(-)  Edema (-)
Bentuk Bulat Pupil Bentuk Bulat
Reguler Reguler
Hirschberg Test (+) Hirschberg Test (+)
Isokor Isokor
Diameter 3 mm Diameter 3 mm
Reflak cahaya (+/+) Reflek cahaya (+/+)
Sebagian keruh Lensa Sebagian keruh
Shadow test (+) Shadow test (+)
Refleks fundus (+) Funduskopi Refleks fundus (+)
Pupil bulat, batas tegas Pupil bulat, batas tegas
Media sebagian keruh Media sebagian keruh
CD rasio 0,3-0,4 mm,
A/V rasio 2:3
Sama dengan pemeriksa Lapang pandang Sama dengan pemeriksa
N (+) meningkat Palpasi TIO N (normal)
50,6 mmHg Tonometer Schiotz 16,2 mmHg

IV. RESUME
Pasien perempuan berusia 56 tahun datang ke Poliklinik Mata RSUD Waled
dengan keluhan penglihatan buram pada kedua mata, keluhan dirasakan sejak ±
1 tahun yang lalu. Pasien mengatakan penglihatannya buram dan kabur seperti
tertutup kabut yang menghalangi pandangan kedua matanya. Penglihatan buram
dirasakan pada saat melihat dekat maupun jauh. Pasien juga mengatakan kadang
6

merasa silau. keluhan dirasakan semakin lama semakin memberat sejak 1 bulan
belakangan terutama pada mata yang sebelah kanan. Mata kanan kadang
terasakan sakit dan merasa pusing apabila nyeri dirasakan, keluhan ini dirasakan
semakin memberat sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Keluhan tidak
disertai dengan mual ataupun muntah. Mata merah, mata sering berair, gatal,
perih, penglihatan ganda disangkal pasien. trauma langsung terhadap mata
(terjatuh/ terbentur) disangkal pasien. Pasien mengaku sudah mengobati.
Pada pemerikasaan fisik didapatkan tanda – tanda vital pasien dalam batas
normal. Pada status oftamologi di dapatkan VOD 20/40 dan VOS 20/40. Reflek
cahaya ODS +/+, Lensa keruh sebagian ODS, shadow test ODS (+), lapang
pandang ODS tidak menyempit, TIO palpasi OD N(+) meningkat dan OS N
(normal), Tonometer Schiotz OD 50,6 mmHg dan OS 16,2 mmHg
V. DIAGNOSIS BANDING
 Katarak senilis imatur ODS + Glaukoma sekunder sudut tertutup OD +
Presbiopia OS
 Katarak intumesen ODS + Glaukoma fakomorfik OD + Presbiopia OS
VI. DIAGNOSIS KERJA
 Katarak senilis imatur ODS + Glaukoma Skunder Sudut Tertutup OD +
Presbiopia OS
VII. USULAN PEMERIKSAAN
- Funduskopi Indirect
- Gonioskopi
VIII. TATALAKSANA YANG DI BERIKAN
 Medikamentosa
- Timolol Maleat 0,5% 2 x gtt OD
- Asetazolamide 3x 250 mg PO
- Aspar K 1 x 300 mg PO
 Nonmedikamentosa
7

1. Operasi Glaukoma : Trabekulektomi


2. Operasi Katarak OD : Phacoemulsifikasi, Penanaman Intra ocular lensa
(IOL)
3. Menggunakan kacamata

IX. PROGNOSIS
OD OS
Quo ad Vitam Ad bonam Ad bonam
Quo ad Functionam Dubia ad bonam Ad bonam
Quo ad Sanationam Ad bonam Ad bonam

X. EDUKASI
- Menjelaskan penyakit katarak kepada pasien
- Modifikasi gaya hidup sehat dengan mengurangi faktor risiko

BAB II
ANALISA KASUS

Diagnosis untuk pasien Ny. D yaitu katarak senilis imatur ODS + glaukoma
sekunder sudut tertutup OD+ presbiopia OS, diagnosis ditegagkan berdasarkan :
I. Identitas Pasien
8

Nama Ny D usia 56 tahun jenis kelamin perempuan alamat kalirahayu loasari


pekerjaan sebagai petani. Berdasarkan identitas pasien faktor memiliki beberapa
faktor risiko di antaranya usia dan pekerjaan pasien. Seiring dengan usia, lensa
akan bertambah berat, padat, dan daya akomodasinya menurun. Lensa sebagian
besar terdiri dari air dan protein. Protein berada dalam komposisi paling tepat
sehingga lensa tetap jernih dan memungkinkan untuk dilalui cahaya. Tetapi
seiring bertambahnya usia, terjadi perubahan kimia dalam protein lensa yang
dapat menyebabkan koagulasi protein yang mengakibatkan pemandangan
menjadi kabur dengan cara menghambat jalannya cahay ke retina selain itu
seiring bertambahnya usia serabut kolagen juga terus bertambah sehingga terjadi
pemadatan serabut kolagen ditengah. Makin lama serabut tersebut semakin
bertambah banyak sehingga terjadilah sklerosis nucleus lensa yang menyebabkan
lensa kurang elastis. (Ilyas, 2010)
Berdasarkan identitas usia pasien 56 tahun, pasien memiliki faktor
predisposisi menderita katarak senilis imatur. Katarak senilis imatur adalah
kekeruhan pada lensa yang terdapat pada usia lanjut yaitu diatas 50 tahun. (Ilyas,
2010)
Pekerjaan seperti nelayan, petani, dan tukang ojeg memiliki resiko banyak
terkena paparan sinar matahari (sinar UV). Sinar UV menyebabkan kerusakan
oksidatif dan proses radikal yang mempercepat degenartif pertumbuhan
fibrovaskular dan invasif, selain itu mengakibatkan denaturasi protein lensa
yang menghamburkan berkas dan transparansi cahaya yang menimbulkan
kekekeruhan pada lensa. (Perdami, 2011)
Pada pasien bekerja sebagai petani yang berisiko lebih sering terpapar sinar
UV. Hal ini ditunjang dari hasil pemeriksaan lensa ODS mengalami sebagian
kekeruhan (+). (Perdami, 2011)
II. Anamnesis
- Penglihatan buram
9

Keluhan utama pasien penglihatan buram kemungkinan ini dari


beberapa faktor diantaranya faktor usia pasien yang mengalami pertambahan
ketebalan dan penurunan elastis lensa sehingga terjadi kemampuan
penurunan akomodasi. Selain itu dapat karena pengaruh kekeruhan pada lensa
pasien karena lensa merupakan media refraksi yang memiliki daya bias kira-
kira +20D. gangguan refraksi dapat berupa katarak. Katarak adalah suatu
keaadaan patologik pada lensa mata dimana lensa menjadi keruh akibat
hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa atau kedua-duanya. (Ilyas,
2010)
- Silau
Salah satu gangguan penglihatan yang terjadi dini pada katarak adalah
rasa silau atau ketidaknyamanan menoleransi cahaya terang misalnya sinar
matahari langsung atau lampu kendaraan bermotor. Derajat silau tergantung
pada lokasi dan ukuran kekeruhan lensa. (Perdami, 2011)
Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipudarkan dan
bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada
retina. Hasilnya adalah pandangan menjadi kabur atau redup, mata silau
dengan sitrosu bayangan (Perdami, 2011)
III. Pemeriksaan fisik
- Visus
Pada pasien dilakukan pemrikasaan tajam penglihatan dengan
menggunakan snellen chart yang menujukkan hasil VOD : 20/40 dan VOS
20/40. Berdasarkan hasil visus tersebut selanjutnya dilakukan uji pinhole
(lubang kecil) ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam
penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media
penglihatan, atau kelainan retina lainnya. (Voughan, 2009)
Bila tajam penglihatan bertambah berarti pada pasien tersebut terdapat
kelainan refraksi yang belum dikoreksi baik, bila tajam penglihatan
10

berkurang berarti pada pasien terdapat kekeruhan media penglihatan


ataupun retina yang mengganggu penglihatan. (Ilyas, 2010)
Dengan uji pin hole negatif pada mata kanan yang menandakan
terdapatnya kelainan media refraksi yaitu lensa keruh sedangkan pada matar
kiri positif yang berarti terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi
baik. (Ilyas, 2010)
Hal ini menunjukan adanya penurunan tajam penglihatan pada mata
kanan dan kiri. Adanya faktor risiko (usia, trauma, metabolik, obat-obatan)
menyebabkan perubahan struktur korteks dan kerusakan korteks. Sehingga
terjadi hidrasi sel lensa yang menyebabkan kepadatan lensa berkurang dan
lensa menjadi keruh, Sehingga jika terjadi penurunan visus penglihatan.
(Ocampo 2013)
- Lensa keruh
Lensa adalah struktur bikonpleks yang transparan, yang dibungkus
oleh kapsula transparan. Lensa terletak di belakang iris dan di depan corpus
vitreum, serta dikelilingi processus ciliaris. Lensa terdiri atas : (1) capsul
elastic, yang membungkus struktur, (2) epithelium cuboideum, yang terbatas
pada permukaan anterior lensa dan (3) fibrae lentis, yang dibentuk dari
epithelium cuboideum pada aquator lentis. Fibrae lentis menyusun bagian
terbesar lensa. (Snell, 2006)
Hasil pemeriksaan didapatkan terdapat kekeruhan pada sebagian lensa
pada mata kanan dan kiri. Dalam keadaan normal, lensa tidak berwarna
(jernih). Kekeruhan yang terjadi pada lensa dapat dilakukan tes bayangan
iris (shadow test) yaitu dengan cara mengarahkan lampu senter kearah pupil
dengan sudut 45o dan dilihat banyangan iris pada lensa yang keruh. Letak
bayangan yang jauh dan besar menandakan shadow test (+) yang berarti
katarak imatur sedangkan bila bayangan kecil dan dekat pupil menandakan
shadow test (-) yang berarti katarak matur dan bila katarak mengalami
11

degenerasi lanjut menjadi keras atau lembek dan mencair disebut katarak
hipermatur. (Sudoyo, dkk, 2009)
Pada pasien didapatkan hasil shadow test (+) yang menandakan
katarak pada pasien ini adalah imatur. (Ilyas, 2010)
- Peningkatan TIO
Pada stadium imatur, lensa yang degeneratif mulai menyerap cairan
lensa mata kedalam lensa sehingga lensa menjadi cembung dan terjadi
pembengkakan lensa yang disebut sebagai katarak intumesen. Akibat lensa
yang bengkak, iris terdorong ke depan, bilik mata dangkat dan sudut mata
akan sempit atau tertutup. Pada stadium ini dapat terjadi peningkatan TIO.
(Ilyas, 2010)
Karena usia dan progresi katarak, sejumlah protein bemolekul besar
meningkat dalam lensa. Pada katarak imatur protein ini ditemukan pada
nucleus lensa. Dengan proses maturase katarak dan akumulasi protein,
peningkatan jumlah protein bermolekul besar ditemukan pada cairan korteks
lensa. Akhirnya perubahan kasul lensa katarak ini menyebabkan
pengeluaran protein kedalah humour aquous. Peningkatan konsentrasi
protein bermolekul besar pada humour aquous ini menyebabkan obstruksi
pada trabecular menswork dan mengurangi aliran humour aquous. Protein
lensa yang berisi makrofag mungkin juga berkontribusi terhadap
penyumbatan trabecular. (Langston, 2003)
Galukoma skunder sudut tertutup yang disebabkan oleh peningkatan
ketebalan lensa. Kritalin lensa terus berkembang, garis pertumbuhan
berkombinasi denagn pertumbuhan anteroposterior meningkatkan
iridolentikuler dan berpotensi memblok pupil dan iris. Hal ini menghasilan
sudut tertutup dan menyebabkan peningkatan intra okuler. (Voughan, 2009)
- Lapang pandang
Gangguan penglihatan terjadi akibat gangguan peredaran darah terutama
pada papil saraf optik. Pembuluh darah retina yang mempunyai tekanan
12

sisitol 80 mmHg dan diastolik 40 mmHg akan kolap bila tekanan bola mata
40 mmHg. Akibatnya akan terjadi gangguan peredaran serabut saraf retina
yang akan mengganggu fungsinya. (Ilyas, 2010)
Pembuluh darah kecil pupil akan menciut sehingga peredaran darah papil
tergannggu yang akan mengakibatkan ekskavasi glaukomatosa pada papil
saraf optik. Akibat keadaan ini perlahan-lahan terjadi gangguan lapang
pandang dengan gambaran skotoma khas untuk glaukoma. (Ilyas, 2010)
IV. Diagnosis Banding
Mengingat umur pasien 56 tahun, maka dapat di katakana bahwa katarak yang
dialami oleh pasien termasuk klasifikasi katark sinilis. Katarak senilis merupakan
semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia >50 tahun. (Ilyas, 2010)
Table 1. katarak senilis berdasarkan stadium
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Lensa Normal Bertambah Normal Berkurang (air
(air masuk) keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik Mata Normal Dangkal Normal Dalam
Depan
Sudut Bilik Normal Sempit Normal Terbuka
Mata
Shadow Test Negatif Positif Negatif Pseudopos
Penyulit - Glaukoma - Uveitis+glaucoma

Berdasarkan pembagian stadiumnya, karena pasien ini iris masih normal, bilik
dan sudut mata depan masih normal sehingga pasien ini katarak insipient dan matur
masih belum dapat disingkirkan. Berdasarkan sumber kepustakan yang menyebutkan
bahwa dilihat dari umur yang 56 tahun, katarak insipient bisa disingkirkan.
Kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya
13

mulai terjadi pada usia > 60 tahun. Sedangkan katarak insipient ini kekeruham mulai
dari tepi ekuator berbentuk jenji menuju korteks anterior dan subkapsular posterior,
sehingga dari penjelasan diatas katarak insipient dapat disingkirkan. Ditunjang
dengan pemeriksaan pada lensa mata pasien, didapatkan kekeruhan yang belum
menutupi seluruh permukaan lensa mata pasien, sehingga katarak matur dapat
disingkirkan karena katarak matur merupakan kekeruhan yang telah mengenai
seluruh massa lensa, dan berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan kekeruhan hanya
terjadi pada sebagian lensa, sehingga maturasi katarak masih berada pada tahap
imatur, namun masih bisa juga katarak intumesen, karena biasanya terjadi pada
katarak yang berjalan cepat dan menyebabkan myopia lenticular. (Ilyas, 2010)
Sebagian katarak dapat mengalami kebocoran kapsul lensa anterior, dan
memungkinkan protein-protein lensa yang mencair masuk kedalam bilik mata depan.
Terjadi reaksi peradangan di bilik mata depan, anyaman trabekular menjadi edema
dan tersumbat oleh protein-protein lensa, dan menimbulkan peningkatan tekanan
intraokular akut. Hal inilah yang dapat terjadi sehingga pada mata kanan pasien
disertai dengan glaukoma skunder sudut tertutup. (Voughan, 2009)

V. Terapi
Terapi pada awalnya ditunjukan untuk menurunkan tekanan intraocular.
Dapat diberikan timolol maleat merupakan β-adrenergik non selektif baik β1 atau β2.
Timolol tidak memiliki aktivitas simpatomimetik, sehingga apabila diteteskan pada
mata dapat mengurangi tekanan intraokuler. Timolol dapat menurunkan tekanan
intraokuler sekitar 20-30%.15,16 Reseptor β- adrenergik terletak pada epitel siliaris,
jika reseptornya terangsang aktifitas sekresinya akan meningkatkan inflow humor
aquos melalui proses komplek enzim adenyl cyclase-reseptor sehingga menurunkan
produksi humor aquos. (Langston, 2003)
Farmakodinamik golongan β-adrenergic bloker dengan cara menekan
pembentukan humor aquos sehingga tekanan intraokuler dapat turun. Sedangkan
farmakokinetiknya sebagian besar diserap dengan baik oleh usus secara peroral
14

sehingga bioavaibilitas rendah , dan memiliki kadar puncak dalam plasma mencapai 1
sampa 3 jam. Kebanyakan golongan β-adrenergic bloker memiliki waktu paruh antara
3 sampai 10 jam. Waktu ekskresi yang dibutuhkan ginjal untuk mengeluarkan obat
golongan ini dapat diperpanjang apabila terdapat hambatan aliran darah yang menuju
ke hati atau hambatan enzim hati. (Langston, 2003)
Penggunaan obat golongan ini dalam jangka lama dapat mengakibatkan
kontraindikasi berupa obstruksi jalan napas kronik. Indikasi pemakaian diberikan
pada pasien glaukoma sudut terbuka sebagai terapi inisial baik secara tunggal atau
kombinasi terapi dengan miotik. Indikasi lainnya dapat diberikan pada glaukoma
inflamasi, hipertensi okuler dan glaukoma Kongenital. (Langston, 2003)
Efek samping pada mata dapat berupa konjungtivitis, blefaritis, gangguan
penglihatan, keratopati pungtata superficial, gejala sindrom mata kering, diplopia, dan
ptosis. Obat ini tidak boleh diberikan jika diketahui alergi atau mempunyai kelainan
yang merupakan kontraindikasi penyekat β pada umumnya. Obat yang tersedia
dengan konsentrasi 0.1% (bentuk gel) diberikan sekali sehari dan dengan konsentrai
0.25% - 5.0 % (bentuk tetes mata), diberikan 2 kali sehari. (Widodo 2010)
Selain itu dapat diberikan penghambat Karbonat Anhidrase, yaitu
asetazolamid intravena dan oral bersama obat topikal.. Asetasolamid oral merupakan
obat yang sering di gunakan karena dapat menekan pembentukan humor aquos
sebanyak 40-60%. Bekerja efektif dalam menurunkan tekanan intraokuler apabila
konsentrasi obat bebas dalam plasma ±2,5 μM.16,18 Apabila diberikan secara oral,
konsentrasi puncak pada plasma dapat diperoleh dalam 2 jam setelah pemberian dapat
bertahan selama 4-6 jam dan menurun dengan cepat karena ekskresi pada urin.
Diberikan asetazolamid 500 mg iv apabila TIO > 50 mmHg atau oral apabila TIO
<50 mmhg. (Langston, 2003)
Indikasi asetasolamid terutama untuk menurunkan tekanan intraokuler,
mencegah prolaps korpus vitreum, dan menurunkan tekanan introkuler pada pseudo
tumor serebri. Kontraindikasi relatif untuk sirosis hati, penyakit paru obstruktif
menahun, gagal ginjal, diabetes ketoasidosis dan urolithiasis. (Langston, 2003)
15

Efek samping yang paling sering dikeluhkan parastesi dan inisial diuresis,
sedangkan efek lain yang dapat muncul apabila digunakan dalam jangka lama antara
lain metalic taste, malaise, nausea, anoreksia, depresi, pembentukan batu ginjal,
depresi sumsum tulang, dan anemia aplastik. Selain itu dapat memberikan efek
samping hilangnya kalium tubuh (hipokalemi), Untuk mencegah efek samping
tersebut, pada pasien diberikan Aspar-K yang berisi kalium S asparat. (Indra
Mahardika, 2014)
Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drinase normal,
sehingga terbentuk akses langsung HA dari kamera okuli anterior ke jaringan
subkonjungtiva atau orbita, dapat dibuang dengan trabekulotomi atau insersi selang
drainase. Penyulit utama trabekulotomi adalah kegagalan bleb akibat fibrosis jaringan
episklera. (Voughan, 2009)
Trabekulotomi Merupakan teknik yang paling sering digunakan. Pada teknik
ini, bagian kecil trabekula yang terganggu diangkat kemudian dibentuk bleb dari
konjungtiva sehingga terbentuk jalur drainase yang baru. Lubang ini akan
meningkatkan aliran keluaran humor aquous sehingga dapat menurunkan tekanan
ocular. Tingkat keberhasilan operasi ini cukup tinggi pada tahun pertama, sekitar 70-
80%. (Voughan, 2009)
Untuk kataraknya dapat dilakukan tindakan operasi, Indikasi operasi katarak
dibagi dalam 3 kelompok : (Bradford, 2004)
1. Indikasi Optik
Merupakan indikasi terbanyak dari pembedahan katarak. Jika penurunan
tajam penglihatan pasien telah menurun hingga mengganggu kegiatan sehari-
hari, maka operasi katarak bisa dilakukan.
2. Indikasi Medis
Pada beberapa keadaan di bawah ini, katarak perlu dioperasi segera,
bahkan jika prognosis kembalinya penglihatan kurang baik: Katarak hipermatur,
Glaukoma sekunder, Uveitis sekunder, Dislokasi/Subluksasio lensa, Benda
asing intra-lentikuler, Retinopati diabetika, Ablasio retina
16

3. Indikasi Kosmetik
Jika penglihatan hilang sama sekali akibat kelainan retina atau nervus
optikus, namun kekeruhan katarak secara kosmetik tidak dapat diterima,
misalnya pada pasien muda, maka operasi katarak dapat dilakukan hanya untuk
membuat pupil tampak hitam meskipun pengelihatan tidak akan kembali.

Pada pasien ini tindakan pengobatan dilakukan yaitu dengan pembedahan


berdasarkan indikasi visus dan medis karena pasien sudah merasa terganggu dengan
penglihatannya. (Ilyas, 2009)
Phacoemulsifikasi
Pembedahan menggunakan vibrator ultrasonik untuk mengahancurkan
nucleus yang kemudian diaspirasi melalui insisi 2,5-3 mm dan kemudian dimasukan
lensa intraocular yang dapat dilipat. Keuntungan yang di dapat ialah tindakan bedah
insisi-kecil adalah kondisi intraoperasi lebih terkendali, menghindari penjaitan,
pemulihan visus lebih cepat, induksi astigmatis akibat operasi minimal, komplikasi
dan inflamasi pasca bedah minimal. (Voughan, 2009)
Lensa Tanam Intraokuler
Impantasi lensa intraokuler merupakan metode pilihan untuk koreksi afakia.
Biasanya bahan intraokuler terbuat dari bahan polymethymetharylate (PMMA).
Terdapat sejumlah rancangan, termasuk lensa lipat yang terbuat dari plastic hidrogel
yang dapat disisipkan ke dalam mata melalui suatu insisi kecil (Voughan, 2009)
Pembagian dari lensa intraokuler berdasarkan metode fiksasi pada mata :
(voughan, 2009)
a. IOL COA : lensa didepan iris dan disangga oleh sudut dari COA
b. Lensa yang disangga iris : lensa dijait pada iris, memiliki tingkat kompilikasi
yang tinggi
c. Lensa bilik mata belakang : lensa diletakkan di belakang iris, disangga oleh
sulkus siliaris atau kapsula posterior lensa
17

Pada kasus glaukoma skunder sudut tertutup yang terdiagnosis bersamaan


dengan katarak, maka selain operasi definitive untuk penanganan glaucoma, juga
perencanaan dilakukannya ektraksi lensa. Keputusan apakan tindakan tersebut
dilakukan bersamaan atau terpisah berdasarkan beberapa faktor, seperti derajat dan
progresifitas katarak, factor TIO, factor pasien (usia, ras, riwayat kebutaan akibat
galukoma dalam keluarga, kebutaan pada mata kontalateral akibat glaukoma) dan
faktor pengalaman dokter spesialis mata. Apabila glaukoma sudut tertutup terjadi
bersama dengan katarak yang menyebabkan penurunan tajam penglihatan yang
signifikan dan membutuhkan ektraksi lensa, maka dilakuka ektraksikatarak. (Indra
Mahardika, 2014)

VI. Usulan Pemeriksaan Penunjang


- Funduskopi indirect
Menambah dan melangkapi pemeriksaan oftalmoskop direk. Untuk
memeriksa seluruh retina sampai ke paling perifer yaitu ora serrata (Voughan,
2009)
- Gonioskopi
Pemeriksaan penunjang ini dilakukan hanya untuk menentukan jenis
glaucoma terbuka atau tertutup dan untuk memperkuat diagnose. Pada uji
gonioskopi, lensa cermin ditaruh didepan kornea sehingga dapat di lihat sudut
bilik mata secara langsung. Sudut sempit atau sudut terbuka dapat dilihat.
(Voughan, 2009)
VII. Edukasi
Pada pasien berkaitan dengan katarak yang dideritanya dapat dilakukan
perlambatan maturasi dan meminimalisir kontak dengan faktor-faktor yan dapat
menyebabkan katarak seperti (Paine dan Randleman, 2008)
1. Pola hidup sehat seperti makan makanan yang bergizi, olahraga teratur,
istirahat cukup, tidak merokok.
18

2. Memberikan pengetahuna cara mengindari paparan langsung dari sinar


matahari dengan menggunakan pelinding mata

VIII. Prognosis
Apabila terdeteksi dini, sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani
dengan baik secara medis. Tanpa pengobatan, glaukoma sudut terbuka dapat
berkembang secara perlahan sehingga akhirnya menimbulkan kebutaan total.
Apabila obat tetes antiglaukoma dapat mengontrol tekanan intraokular pada mata
yang belum pernah mengalami kerusakan glaukomatusa luas, prognosis akan
baik. (Langston, 2005)
Teknik bedah yang mutakhir, komplikasi atau penyulit menjadi sangat jarang.
Hasil pembedahan yang baik dapat mencapai 95%. Pada bedah katarak risiko ini
kecil dan jarang terjdi sehingga prognosis dalam penatalaksanaan adalah baik
(Indra Mahardika, 2014)

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III. LENSA
III. 1 Anatomi dan Fisiologi Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskuler, tak berwarna dan hampir
transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameter 9 mm. Dibelakang
19

iris lensa digantung oleh zonula yang menghubungkan dengan korpus ciliaris.Di
anterior lensa terdapat humor aquaeus; disebelah posteriornya, vitreus. Kapsul
lensa adalah membran yang semipermeabel (sedikit lebih permiabel dari pada
kapiler) yang menyebabkan air dan elektrolit masuk. Didepan lensa terdapat
selapis tipis epitel supkapsuler. Nucleus lensa lebih tebal dari korteksnya.
Semakin bertambahnya usia laminar epitel supkapsuler terus diproduksi
sehingga lensa semakin besar dan kehilangan elastisitas. (AAO, 2003)

Gambar 1. Lensa

Lensa dapat membiaskan cahaya karena indeks bias - biasanya sekitar 1,4
pada sentral dan 1,36 pada perifer-hal ini berbeda dari dengan aqueous dan
vitreus yang mengelilinginya. Pada tahap tidak berakomodasi, lensa memberikan
kontribusi sekitar 15-20 dioptri (D) dari sekitar 60 D kekuatan konvergen bias
mata manusia rata-rata. Lensa terdiri dari 65% air dan 35% protein (tertinggi
kandungan nya di antara seluruh tubuh) dan sedikit sekali mineral. Kandungan
kalium lebih tinggi pada lensa dibanding area tubuh lainnya.Asam askorbat dan
glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi.Tidak ada serat
nyeri, pembuluh darah, atau saraf pada lensa. (AAO, 2003)
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya yang datang dari jauh m. ciliaris berelaksasi, menegangkan
20

serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukuran


terkecil; dalam posisi ini daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya
akan terfokus pada retina. Sementara untuk cahaya yang berjarak dekat m.ciliaris
berkontrasi sehingga tegangan zonula berkurang, artinya lensa yang elastis
menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerja sama
fisiologis antara korpus siliaris, zonula dan lensa untuk memfokuskan benda
jatuh pada retina dikenal dengan akomodasi. Hal ini berkurang seiring dengan
bertambahnya usia. (AAO, 2003)

Gambar 2. Akomodasi Mata Normal

III.2 Katarak Senilis


1. Definisi
Katarak Senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun. Pada katarak senilis terjadi penurunan
penglihatan secara bertahap dan lensa mengalami penebalan secara
progresif.Katarak senilis menjadi salah satu penybeab kebutaan di dunia saat
ini. (Dorland, 2002)
21

Gambar 3. Perbedaaan Lensa normal dengan Lensa Katarak


2. Etiologi
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya
usia seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun
keatas. Akan tetapi, katarak dapat pula terjadi pada bayi karena ibu terinfeksi
virus pada saat hamil muda. (Kanski, 2009)
Penyebab katarak lainnya meliputi : Faktor keturunan, Cacat bawaan sejak
lahir, Masalah kesehatan (Diabetes), Penggunaan obat tertentu khususnya
steroid, Gangguan pertumbuhan, Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari
dalam waktu yang cukup lama, Asap rokok, Operasi mata sebelumnya, Trauma
(kecelakaan) pada mata, Faktor-faktor lainnya yang belum diketahui
3. Patofisiologi
Patofiologi katarak senilisl diduga adanya interaksi antara berbagai proses
fisiologis berperan dalam terjadinya katarak senilis dan belum sepenuhnya
diketahui. Komponen terbanyak dalam lensa adalah air dan protein. Dengan
menjadi tuanya seseorang maka lensa mata akan kekurangan air dan menjadi
lebih padat. Lensa akan menjadi padat di bagian tengahnya, sehingga
kemampuan fokus untuk melihat benda dekat berkurang. (Voughan, 2010)
Pada usia tua akan terjadi pembentukan lapisan kortikal yang baru pada
lensa yang mengakibatkan nukleus lensa terdesak dan mengeras (sklerosis
nuklear). Pada saat ini terjadi perubahan protein lensa yaitu terbentukanya
protein dengan berat molekul yang tinggi dan mengakibatkan perubahan
indeks refraksi lensa sehingga memantulkan sinar masuk dan mengurangi
22

transparansi lensa. Perubahan kimia ini juga diikut dengan pembentukan


pigmen pada nuklear lensa. (Voughan, 2010)
Pada keadaan normal lensa mata bersifat bening. Seiring dengan
pertambahan usia lensa mata dapat mengalami perubahan warna menjadi
kuning keruh atau coklat keruh. Proses ini dapat menyebabkan gangguan
penglihatan (pandangan kabur/buram) pada seseorang. Kekeruhan lensa
mengakibatkan lensa tidak transparan sehingga pupil berwarna putih dan abu-
abu. Kekeruhan ini juga dapat ditemukan pada berbagai lokalisasi di lensa
seperti korteks dan nukleus. Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring
dengan semakin padatnya kekeruhan lensa bahkan reaksi fundus bisa hilang
sama sekali. Miopia tinggi, merokok, konsumsi alkohol dan paparan sinar UV
yang tinggi menjadi faktor risiko perembangan katarak sinilis. (Voughan,
2010)
Katarak terkait disebabkan oleh usia paling sering ditemukan pada kelainan
mata yang menyebabkan gangguan pandangan. Pathogenesis dari katarak
terkait usia multifaktor dan belum sepenuhnya dimengerti. Berdasarkan usia
lensa, terjadi peningkatan berat dan ketebalan serta menurunnya kemampuan
akomodasi. Sebagai lapisan baru serat kortikal berbentuk konsentris, akibatnya
nukleus dari lensa mengalami penekanan dan pergeseran (nucleus sclerosis).
Cristalisasi (protein lensa) adalah perubahan yang terjadi akibat modifikasi
kimia dan agregasi protein menjadi high-molecular-weight-protein. Hasil dari
agregasi protein secara tiba tiba mengalami fluktuasi refraktif index pada lensa,
cahaya yang menyebar, penurunan pandangan. Modifiaksi kimia dari protein
nucleus lensa juga menghasilkan progressive pigmentasi.perubaha lain pada
katarak terkait usia pada lensa termasuk menggambarkan konsentrasi glutatin
dan potassium dan meningkatnya konsentrasi sodium dan calcium. (Voughan,
2010)
4. Klasifikasi
1). Katarak Nuklear
23

Pada katarak Nuklear terjadi sklerosis pada nukleus lensa dan menjadikan
nukleus lensa menjadi berwarna kuning dan opak. Katarak yang lokasinya terletak
pada bagian tengah lensa atau nukleus. Nukleus cenderung menjadi gelap dan
keras (sklerosis), berubah dari jernih menjadi kuning sampai coklat.
Progresivitasnya lambat. Bentuk ini merupakan bentuk yang paling banyak terjadi.
Pandangan jauh lebih dipengaruhi daripada pandangan dekat (pandangan baca),
bahkan pandangan baca dapat menjadi lebih baik. (Riordian, 2009)

Gambar 4 (a) katarak brunesens (b) katarak nigra (c) katarak rubra
2). Katarak Kortikal
Pada katarak kortikal terjadi perubahan komposisi ion dari korteks lensa serta
komposisi air dari serat-serat pembentuk lensa. Katarak menyerang lapisan yang
mengelilingi nukleus atau korteks. Biasanya mulai timbul sekitar usia 40-60 tahun
dan progresivitasnya lambat, tetapi lebih cepat dibandingkan katarak nuklear.
Terdapat wedge-shape opacities/cortical spokes atau gambaran seperti ruji.
Keluhan yang biasa terjadi yaitu penglihatan jauh dan dekat terganggu,
penglihatan merasa silau. (Riordian, 2009)
24

Gambar 5 Mekansime katarak senilis kortikal


5. Stadium katarak senilis
Katarak senilis secara klinik dikenal dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur,
matur, dan hipermatur. (Riordian, 2009)
Tabel 2. Perbedaan stadium katarak senillis
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Normal Bertambah (air Normal Berkurang (air+masa
Lensa masuk) lensa keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik Mata Normal Dangkal Normal Dalam
Depan
Sudut Bilik Normal Sempit Normal Terbuka
Mata
Shadow Test Negatif Positif Negatif Pseudopos
Penyulit - Glaukoma - Uveitis+glaukoma

a. Katarak Insipien
Pada stadium ini kekeruhan lensa tidak teratur, tampak seperti bercak-bercak
yang membentuk gerigi dangan dasar di perifer dan daerah jernih di antaranya.
Kekeruhan biasanya terletak di korteks anterior dan posterior. Kekeruhan ini pada
awalnya hanya nampak jika pupil dilebarkan. Pada stadium ini terdapat keluhan
25

poliopia yang disebabkan oleh indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian
lensa. (Riordian, 2009)

Gambar 5 Katarak Insipien


b. Katarak Imatur
Pada katarak imatur terjadi kekeruhan yang lebih tebal, tetapi belum mengenai
seluruh lapisan lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada
lensa. Terjadi penambahan volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik
bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan lensa yang mencembung akan dapat
menimbulkan hambatan pupil, mendorong iris ke depan, mengakibatkan bilik
mata dangkal sehingga terjadi glaukoma sekunder. Pada pemeriksaan uji
bayangan iris atau sahdow test, maka akan terlihat bayangn iris pada lensa,
sehingga hasil uji shadow test (+).(Riordian, 2009)

Gambar 6 Katarak Imatur


c. Stadium Intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif
menyerap air. Masuknya air ke dalam lensa menyebabkan lensa menjadi bengkak
dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal
dibandingkan dalam keadaan normal. Katarak intumesen biasanya terjadi pada
katarak yang berjalan cepat dan menyebabkan myopia lenticular. (Voughan,
2009)
d. Katarak Matur
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Proses
degenerasi yang berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama hasil
26

disintegrasi melalui kapsul, sehingga lensa kembali ke ukuran normal. Bilik mata
depan akan berukurang kedalaman normal kembali. Tidak terdapat bayangan iris
pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris negatif. (Budiono, 2013)

Gambar 7 Katarak Matur


e. Katarak Hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa, sehingga masa lensa yang
mengalami degenerasi akan mencair dan keluar melalui kapsul lensa. Lensa
menjadi mengecil dan berwarna kuning. Bila proses katarak berjalan lanjut
disertai kapsul yang tebal, maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat
keluar, maka korteks akan memperlihatkan sekantong susu dengan nukleus yang
terbenam di korteks lensa. (Budiono, 2013)

Gambar 1.8 Katarak Hipermatur


Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni. Uji bayangan iris memberikan
gambaran pseudopositif. Cairan / protein lensa yang keluar dari lensa tersebut
menimbulkan reaksi inflamasi dalam bola mata karena di anggap sebagai benda
asing. Akibatnya dapat timbul komplikasi uveitis dan glaukoma karena aliran melalui
COA kembali terhambat akibat terdapatnya sel-sel radang dan cairan / protein lensa
itu sendiri yang menghalangi aliran cairan bola mata. (Budiono, 2013)
6. Gejala Klinis
Seorang pasien dengan katarak senilis biasanya datang dengan riwayat
kemunduran secara progesif dan gangguan dari penglihatan. Penyimpangan
penglihatan bervariasi, tergantung pada jenis dari katarak ketika pasien
datang. (Budiono, 2013)
27

Gambar 9 Perbandingan penglihatan normal dan penglihatan katarak


b. Penurunan visus, merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan
pasien dengan katarak senilis.
c. Silau, Keluhan ini termasuk seluruh spectrum dari penurunan sensitivitas
kontras terhadap cahaya terang lingkungan atau silau pada siang hari
hingga silau ketika mendekat ke lampu pada malam hari.
d. Perubahan miopik, Progresifitas katarak sering meningkatkan kekuatan
dioptrik lensa yang menimbulkan myopia derajat sedang hingga berat.
Sebagai akibatnya, pasien presbiop melaporkan peningkatan penglihatan
dekat mereka dan kurang membutuhkan kaca mata baca, keadaan ini
disebut dengan second sight. Secara khas, perubahan miopik dan second
sight tidak terlihat pada katarak subkortikal posterior atau anterior.
e. Diplopia monocular. Kadang-kadang, perubahan nuclear yang
terkonsentrasi pada bagian dalam lapisan lensa, menghasilkan area
refraktil pada bagian tengah dari lensa, yang sering memberikan gambaran
terbaik pada reflek merah dengan retinoskopi atau ophtalmoskopi
langsung. Fenomena seperti ini menimbulkan diplopia monocular yang
tidak dapat dikoreksi dengan kacamata, prisma, atau lensa kontak.
f. Noda, berkabut pada lapangan pandang.
28

g. Ukuran kaca mata sering berubah.


7. Penatalaksanaan
Indikasi operasi katarak dibagi dalam 3 kelompok : (Bradford, 2004)
1. Indikasi Optik
Merupakan indikasi terbanyak dari pembedahan katarak. Jika
penurunan tajam penglihatan pasien telah menurun hingga mengganggu
kegiatan sehari-hari, maka operasi katarak bisa dilakukan.
2. Indikasi Medis
Pada beberapa keadaan di bawah ini, katarak perlu dioperasi segera,
bahkan jika prognosis kembalinya penglihatan kurang baik: Katarak
hipermatur, Glaukoma sekunder, Uveitis sekunder, Dislokasi/Subluksasio
lensa, Benda asing intra-lentikuler, Retinopati diabetika, Ablasio retina
3. Indikasi Kosmetik
Jika penglihatan hilang sama sekali akibat kelainan retina atau nervus
optikus, namun kekeruhan katarak secara kosmetik tidak dapat diterima,
misalnya pada pasien muda, maka operasi katarak dapat dilakukan hanya
untuk membuat pupil tampak hitam meskipun pengelihatan tidak akan
kembali.
a) Teknik-teknik pembedahan katarak
Penatalaksanaan utama katarak adalah dengan ekstraksi lensa melalui
tindakan bedah. Dua tipe utama teknik bedah adalah Intra Capsular Cataract
Extraction/Ekstraksi katarak Intra Kapsular (ICCE) dan Extra Capsular
Cataract Extraction/Ekstraksi katarak Ekstra Kapsular (ECCE). Di bawah ini
adalah metode yang umum digunakan pada operasi katarak, yaitu ICCE,
ECCE, phacoemulsifikasi dan SICS. (Ilyas. 2010)
1) Operasi katarak intrakapsular/ Intra Capsular Cataract Extration (ICCE)
Metode yang mengangkat seluruh lensa bersama kapsulnya melalui
insisi limbus superior 140-160 derajat. Metode ini sekarang sudah jarang
digunakan. Masih dapat dilakukan pada zonula Zinn yang telah rapuh atau
29

berdegenerasi atau mudah putus. Keuntungannya adalah tidak akan terjadi


katarak sekunder. (Ilyas. 2010)
Terdapat beberapa kerugian dan komplikasi post operasi yang
mengancam dengan teknik ICCE. Insisi limbus superior yang lebih besar 160-
180º dihubungkan dengan penyembuhan yang lebih lambat, rehabilitasi tajam
penglihatan yang lebih lambat, angka kejadian astigmatisma yang lebih tinggi,
inkarserata iris, dan lepasnya luka operasi. Edema kornea juga dapat terjadi
sebagai komplikasi intraoperatif dan komplikasi dini. (Ilyas. 2010)

Gambar 10 Teknik ICCE


2) Operasi katarak ekstrakapsular / Extra Capsular Cataract Extraction
(ECCE)
Metode ini mengangkat isi lensa dengan memecah atau merobek
kapsul lensa anterior, sehingga masa lensa dan korteks lensa dapat keluar
melalui robekan tersebut. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak
muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi
lensa okuler posterior. Keuntungan dari metode ini adalah karena kapsul
posterior untuh maka dapat dimasukan lensa intraokuler ke dalam kamera
posterior serta insiden komplikasi paska operasi (ablasi retina dan edema
makula sistoid) lebih kecil jika dibandingkan metode intrakapsular. Penyulit
yang dapat terjadi yaitu dapat timbul katarak sekunder. (Ilyas. 2010)
30

Gambar 11 Teknik ECCE


3) Fakoemulsifikasi
Merupakan modifikasi dari metode ekstrakapsular karena sama-sama
menyisakan kapsul bagian posterior. Insisi yang diperlukan sangat kecil yaitu
5 mm yang berguna untuk mempercepat kesembuhan paska operasi.
Kemudian kapsul anterior lensa dibuka. Dari lubang insisi yang kecil tersebut
dimasukan alat yang mampu mengeluarkan getaran ultrasonik yang mampu
memecah lensa menjadi kepingan-kepingan kecil, kemudian dilakukan
aspirasi. Teknik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik dan
kebanyakan katarak senilis. Namun kurang efektif untuk katarak senilis yang
padat. (Ilyas. 2010)
Keuntungan dari metode ini antara lain :
 (Insisi yang dilakukan kecil, dan tidak diperlukan benang untuk menjadhit
karena akan menutup sendiri. Hal ini akan mengurangi resiko terjadinya
astigmatisma, dan rasa adanya benda asing yang menempel setelah
operasi. Hal ini juga akan mencegah peningkatan tekanan intraokuli
selama pembedahan, yang juga mengurangi resiko perdarahan.
 Cepat menyembuh.
 Struktur mata tetap intak, karena insisi yang kecil tidak mempengaruhi
struktur mata.
31

Gambar 12 Teknik Fakoemulsifikasi


4) Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Insisi dilakukan pada sklera dengan ukuran insisi bervariasi dari 5-8
mm. Namun tetap dikatakan SICS  sejak design arsiteknya tanpa jahitan,
Penutupan luka insisi terjadi dengan sendirinya (self-sealing). Teknik operasi
ini dapat dilakukan pada stadium katarak immature, mature, dan hypermature.
Teknik ini juga telah dilakukan pada kasus glaukoma fakolitik dan dapat
dikombinasikan dengan operasi trabekulektomi. (Kanski, 2011)
8. Komplikasi Katarak
Komplikasi katarak yang tersering adalah glaukoma yang dapat terjadi
karena proses fakolitik, fakotopik, fakotoksik. (Kanski, 2011)
 Fakolitik
- Pada lensa yang keruh terdapat lerusakan maka substansi lensa akan
keluar yang akan menumpuk di sudut kamera okuli anterior terutama
bagian kapsul lensa.
- Dengan keluarnya substansi lensa maka pada kamera okuli anterior
akan bertumpuk pula serbukan fagosit atau makrofag yang berfungsi
merabsorbsi substansi lensa tersebut.
32

- Tumpukan akan menutup sudut kamera okuli anterior sehingga timbul


glaukoma.
 Fakotopik
- Berdasarkan posisi lensa
- Oleh karena proses intumesensi, iris, terdorong ke depan sudut kamera
okuli anterior menjadi sempit sehingga aliran humor aqueaous tidak
lancar sedangkan produksi berjalan terus, akibatnya tekanan
intraokuler akan meningkat dan timbul glaukoma
 Fakotoksik
- Substansi lensa di kamera okuli anterior merupakan zat toksik bagi
mata sendiri (auto toksik)
- Terjadi reaksi antigen-antibodi sehingga timbul uveitis, yang
kemudian akan menjadi glaukoma.
9. Pencegahan
Delapan puluh persen kebutaan atau gangguan penglihatan mata dapat
dicegah atau dihindari. Edukasi dan promosi tentang masalah mata dan cara
mencegah gangguan kesehatan mata. sebagai sesuatu yang tidak bisa
ditinggalkan. Usaha itu melipatkan berbagai pihak, termasuk media massa,
kerja sama pemerintah, LSM, dan Perdami2. (Budiono, 2013)
Katarak dapat dicegah, di antaranya dengan menjaga kadar gula darah
selalu normal pada penderita diabetes mellitus, senantiasa menjaga kesehatan
mata, mengonsumsi makanan yang dapat melindungi kelainan degeneratif
pada mata dan antioksidan seperti buah-buahan banyak yang mengandung
vitamin C, minyak sayuran, sayuran hijau, kacang-kacangan, kecambah,
buncis, telur, hati dan susu yang merupakan makanan dengan kandungan
vitamin E, selenium, dan tembaga tinggi. (Budiono, 2013)
Vitamin C dan E dapat memperjelas penglihatan. Vitamin C dan E
merupakan antioksidan yang dapat meminimalisasi kerusakan oksidatif pada
33

mata, sebagai salah satu penyebab katarak. Hasil penelitian yang dilakukan
terhadap 3.000 orang dewasa selama lima tahun menunjukkan, orang dewasa
yang mengonsumsi multivitamin atau suplemen lain yang mengandung
vitamin C dan E selama lebih dari 10 tahun, ternyata risiko terkena katarak
60% lebih kecil. (Budiono, 2013)
Seseorang dengan konsentrasi plasma darah yang tinggi oleh dua atau
tiga jenis antioksidan ( vit C, vit E, dan karotenoid) memiliki risiko terserang
katarak lebih rendah dibandingkan orang yang konsentrasi salah satu atau
lebih antioksidannya lebih rendah. Hasil penelitian lainnya yang dilakukan
Farida (1998-1999) menunjukkan, masyarakat yang pola makannya kurang
riboflavin (vitamin B2) berisiko lebih tinggi terserang katarak. Menurut
Farida, ribovlafin memengaruhi aktivitas enzim glutation reduktase. Enzim
ini berfungsi mendaur ulang glutation teroksidasi menjadi glutation tereduksi,
agar tetap menetralkan radikal bebas atau oksigen. (Budiono, 2013)
10. Prognosis
Dengan tehnik bedah yang mutakhir, komplikasi atau penyulit menjadi
sangat jarang. Hasil pembedahan yang baik dapat mencapai 95%. Pada bedah
katarak resiko ini kecil dan jarang terjadi. Keberhasilan tanpa komplikasi pada
pembedahan dengan ECCE atau fakoemulsifikasi menjanjikan prognosis
dalam penglihatan dapat meningkat hingga 2 garis pada pemeriksaan dengan
menggunakan snellen chart. (Budiono, 2013)
III. 2 Glaukoma
1. Definisi
Glaukoma merupakan suatu neuropati optik yang ditandai dengan
pencekungan “cupping” diskus optikus dan penyempitan lapang pandang yang
disertai dengan peningkatan tekanan intraokuler yang merupakan faktor resiko
terjadinya glaukoma. Mekanisme peningkatan tekanan intraokuler pada
glaukoma dipengaruhi oleh gangguan aliran keluar humor aquos. (Ilyas, 2010)
2. Humor Aquous
34

1. Fisiologi Humor Aquous

Gambar 13 Humour aquous


Tekanan intraokuler ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor aquos
dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Humor aquos merupakan cairan
jernih yang mengisi kamera okuli anterior dan posterior. Volume humor aquos sekitar
250 μL, dan kecepatan pembentukannya 2,5 μL/menit. Komposisi humor aquos
hampir sama dengan komposisi plasma, yaitu mengandung askorbat, piruvat, laktat,
protein, dan glukosa. (Ilyas, 2010)
Humor aquos merupakan media refrakta jadi harus jernih. Sistem pengeluaran
humor aquos terbagi menjadi 2 jalur, yaitu sebagian besar melalui sistem vena dan
sebagian kecil melalui otot ciliaris. Pada sistem vena, humor aquos diproduksi oleh
prosesus ciliaris masuk melewati kamera okuli posterior menuju kamera okuli
anterior melalui pupil. Setelah melewati kamera okuli anterior cairan humor aquos
menuju trabekula meshwork ke angulus iridokornealis dan menuju kanalis Schlemm
yang akhirnya masuk ke sistem vena. Aliran humor aquos akan melewati jaringan
trabekulum sekitar 90 %. Sedangkan sebagian kecil humor aquos keluar dari mata
melalui otot siliaris menuju ruang suprakoroid untuk selanjutnya keluar melalui
sklera atau saraf maupun pembuluh darah. Jalur ini disebut juga jalur uveosklera (10-
15%). (Ilyas, 2010)
35

2. Faktor Risiko Glaukoma


a. Tekanan Intra Okuli
Sejumlah faktor yang dapat berhubungan dengan timbulnya glaukoma
sudut terbuka primer adalah tekanan bola mata. Hal ini disebabkan karena
tekanan bola mata merupakan salah satu faktor yang paling mudah dan paling
penting untuk meramalkan timbulnya glaukoma di masa mendatang. Secara
umum dinyatakan bahwa tekanan bola mata yang lebih tinggi akan lebih
memungkinkan terhadap peningkatan progresifitas kerusakan diskus optikus,
walaupun hubungan antara tingginya tekanan bola mata dan besarnya
kerusakan sampai saat ini masih diperdebatkan. Beberapa kasus
menunjukkan, bahwa adanya tekanan bola mata di atas nilai normal akan
diikuti dengan kerusakan diskus optikus dan gangguan lapang pandangan
dalam beberapa tahun. Sebaliknya pada beberapa kasus, pada tekanan bola
mata yang normal dapat juga terjadi kerusakan pada diskus optikus dan lapang
pandangan. Oleh karena itu, definisi tekanan bola mata yang normal sangat
sukar untuk ditentukan dengan pasti (Liesegang, dkk, 2005)
b. Jenis Kelamin
Wanita lebih berisiko terkena glaukoma 3-4 kali daripada pria. Penelitian
pada mata normal menunjukkan bahwa wanita memiliki bilik mata depan
yang lebih dangkal daripada laki-laki. (Liesegang, dkk, 2005)
Bilik mata depan akan menurun volumenya seiring bertambahnya usia.
Perubahan ini biasanya mengakibatkan glaukoma sudut tertutup dan paling
umum diderita antara usia 55 dan 65 tahun.
3. Klasifikasi Glaukoma
Klasifikasi Vaughen untuk glaukoma adalah sebagai berikut :
1. Glaukoma primer
- Glaukoma sudut terbuka (glaukoma simpleks)
- Glaukoma sudut sempit
2. Glaukoma congenital
36

- Primer atau infantile


- Menyertai kelainan kongenital lainnya
3. Glaukoma sekunder
- Perubahan lensa
- Kelainan uvea
- Trauma
- Bedah
- Rubeosis
- Steroid dan lainnya
4. Glaukoma absolute
1. Glaukoma Sudut Tertutup Akut
Glaukoma sudut tertutup akut terjadi bila terbentuk iris bombe yang
menyebabkan oklusi sudut bilik mata depan oleh iris perifer. Timbul ketika
tekanan intra okuli meningkat dengan cepat sebagai akibat bendungan yang tiba-
tiba dari trabekular meshwork oleh iris. Khasnya terjadi nyeri mata, sakit kepala,
kekaburan mendadak, halo, mual, muntah, karena tingginya TIO menyebabkan
edema epitel. (Kanski, 2011)
Terapi
Glaukoma sudut tertutup akut merupakan suatu kegawatdaruratan
opthalmologik. Terapi pada awalnya ditujukan untuk menurunkan tekanan
intraokular. Asetazolamid intravena dan oral bersama obat topical, seperti
penyekat beta dan apraclodine dan jika perlu hiperosmotik biasanya akan
menurunkan tekanan intraokular. Kemudian diteteskan piokarpin 2% satu
setengah jam setelah terapi dimulai, yaitu saat iskmia iris berkurang dan tekanan
intraokuler menurun sehingga memungkinkan sfingter pupil berespons terhadap
obat. Steroid topikal dapat juga digunakan untuk menurunkan peradangan
intraokuler skunder. Setelah tekanan intraokuler dapat dikontrol, harus dilakukan
iridektomi perifer untuk membentuk hubungan permanen antara bilik mata depan
37

dan belakang sehingga kekambuhan iris bombe dapat dicegah. Ini paling sering
dilakukan laser YAG-neodymium. (Voughan, 2009)
1.2 Glaukoma Sudut Tertutup Subakut
Faktor-faktor etiologi yang berperan pada glaukoma sudut tertutup
subakut sama dengan yang berperan pada tipe akut, kecuali bahwa episode
peningkatan tekanan intraokularnya berlangsung singkat dan rekuren. Episode
penutupan sudut membaik dengan spontan, tetapi terjadi akumulasi kerusakan
pada sudut bilik mata depan disertai pembentukan sinekia anterior perifer.
Glaukoma sudut tertutup subakut kadang-kadang dapat berkembang menjadi
sudut tertutup akut. (Voughan, 2009)
Glaukoma sudut tertutup akut yang berulang dengan gejala ringan dan
sering didahului dengan peningkatan tekanan intra okuli. Didapatkan riwayat
serangan berulang berupa nyeri, kemerahan, dan kekaburan pengelihatan
disertai halo disekitar cahaya pada satu mata. Serangan sering terjadi pada
malam hari dan sembuh dalam semalam. Gejala yang timbul dapat hilang secara
spontan, terutama pada waktu tidur karena dapat menginduksi miosis. (Kanski,
2011)
Pemeriksaan diantara waktu serangan mungkin hanya memperlihatkan
sudut bilik mata depan yang sempit disertai dengan sinekia anterior perifer.
Diagnisa dapat dipastikan dengan genioskopi. Terapinya adalah iridotomi
perifer dengan laser. (Voughan, 2009)
1.3 Glaukoma Sudut Tertutup Kronik
Pasien dengan predisposisi anatomi penutupan sudut bilik mata depan
mungkin tidak pernah mengalami episode peningkatan tekanan intraokuler akut,
tetapi mengalami sinekia anterior yang semakin meluas disertai dengan
peningkatan tekanan intraokular secara bertahap. Para pasien ini bermanifestasi
seperti apa yang diperlihatkan oleh pasien glaukoma sudut terbuka primer,
sering dengan penyempitan lapang pandang yang intensif di kedua mata.
Sesekali, pasien-pasien tersebut mengalami serangan penutupan sudut subakut.3
38

Pada pemeriksaan dijumpai peningkatan tekanan intraokular, sudut bilik mata


depan yang sempit disertai sinekia anterior, serta kelainan diskus optikus dan
lapang pandang. (Kanski, 2011)
Iridotomi perifer dengan laser harus selalu dilakukan sebagai langkah pertama
penanganan pasien-pasien ini. Apabila mungkin, tekanan intraokuler kemudian
dikontrol secara medis, tetapi luasnya sinekia anterior dan lambatnya aliran
keluar aquous humor melalui anyaman trabekular yang tersisa menyebabkan
pengontrolan tekanan sangat sulit dilakukan. Jadi sering kali dilakukan tindakan
drainase secara bedah. (Voughan, 2009)
3. Glaukoma Sekunder
Peningkatan tekanan intraokular yang terjadi sebagai suatu manifestasi
dari penyakit mata lain. Golongan penyakit ini sulit diklasifikasikan secara
memuaskan. Terapinya adalah pengontrolan tekanan intraokular dengan cara
medis dan bedah, serta mengatasi penyakit yang mendasari apabila mungkin.
(Voughan, 2009)
3.1 Glaukoma Akibat Kelainan Lensa
3.1.1 Dislokasi Lensa/ Fakotoksik
Lensa kristalina dapat mengalami dislokasi akibat trauma atau secara spontan.
Dislokasi anterior dapat menimbulkan sumbatan pada aperture pupil yang
menyebabkan iris bombe dan penutupan sudut. Dislokasi posterior ke dalam vitreus
juga berkaitan dengan glaukoma, ini mungkin diakibatkan oleh kerusakan sudut pada
waktu dislokasi traumatik. (Voughan, 2009)
Pada dislokasi anterior, terapi definitifnya adalah ekstraksi lensa segera
setelah tekanan intraokular terkontrol secara medis. Pada dislokasi posterior, lensa
biasanya dibiarkan dan glaukoma diobati sebagai glaukoma sudut terbuka primer.
(Ilyas, 2010)
3.1. 2 Intumesensi Lensa/ Fakomorfik
Lensa dapat menyerap cukup banyak cairan sewaktu mengalami perubahan
katarak sehingga ukurannya membesar secara bermakna. Lensa ini kemudian dapat
39

melanggar batas bilik depan mata, menimbulkan sumbatan pupil dan pendesakan
sudut, serta menyebabkan glaukoma sudut tertutup. Terapi berupa ekstraksi lensa,
segera setelah tekanan intraokular terkontrol secara medikamentosa. (Kanski,
2011)
3. 1. 3 Glaukoma Fakolitik
Sebagian katarak stadium lanjut dapat mengalami kebocoran kapsul lensa
anterior, dan memungkinkan protein-protein lensa yang mencair masuk
kedalam bilik mata depan. Terjadi reaksi peradangan di bilik mata depan,
anyaman trabekular menjadi edema dan tersumbat oleh protein-protein lensa,
dan menimbulkan peningkatan tekanan intraokular akut. Ekstraksi lensa
merupakan terapi definitive, dilakukan segera setelah tekanan intraokular
terkontrol secara medis dan terapi steroid topikal telah mengurangi peradangan
intraocular. (Voughan, 2009)
6 Penatalaksanaan Medikamentosa
6.1 Supresi Pembentukan Humor Aqueus
6.1.1 Golongan β-adrenergik Bloker
Obat golongan ini dapat digunakan sebagai monoterapi atau dengan
kombinasi dengan obat yang lain. Contoh obat golongan B-adrenergic bloker
misalnya timolol maleat 0,25% dan 0.5%, betaxolol 0,25% dan 0,5%, levobunolol
dan lain-lain.
Timolol maleat merupakan β-adrenergik non selektif baik β1 atau β2. Timolol
tidak memiliki aktivitas simpatomimetik, sehingga apabila diteteskan pada mata
dapat mengurangi tekanan intraokuler. Timolol dapat menurunkan tekanan
intraokuler sekitar 20-30%.15,16 Reseptor β- adrenergik terletak pada epitel siliaris,
jika reseptornya terangsang aktifitas sekresinya akan meningkatkan inflow humor
aquos melalui proses komplek enzim adenyl cyclase-reseptor sehingga menurunkan
produksi humor aquos.
Farmakodinamik golongan β-adrenergic bloker dengan cara menekan
pembentukan humor aquos sehingga tekanan intraokuler dapat turun. Sedangkan
40

farmakokinetiknya sebagian besar diserap dengan baik oleh usus secara peroral
sehingga bioavaibilitas rendah , dan memiliki kadar puncak dalam plasma mencapai 1
sampa 3 jam. Kebanyakan golongan β-adrenergic bloker memiliki waktu paruh antara
3 sampai 10 jam. Waktu ekskresi yang dibutuhkan ginjal untuk mengeluarkan obat
golongan ini dapat diperpanjang apabila terdapat hambatan aliran darah yang menuju
ke hati atau hambatan enzim hati.
Penggunaan obat golongan ini dalam jangka lama dapat mengakibatkan
kontraindikasi berupa obstruksi jalan napas kronik. Indikasi pemakaian diberikan
pada pasien glaukoma sudut terbuka sebagai terapi inisial baik secara tunggal atau
kombinasi terapi dengan miotik. Indikasi lainnya dapat diberikan pada glaukoma
inflamasi, hipertensi okuler dan glaukoma Kongenital.
6.1.2. Golongan α2-adrenergik Agonis
Golongan α2-adrenergik agonis obat ini dibagi menjadi 2 yaitu selektif dan
tidak selektif. Golongan α2-adrenergic agonis yang selektif misalnya apraklonidin
memiliki efek menurunkan produksi humor aquos, meningkatkan aliran keluar humor
aquos melalui trabekula meshwork dengan menurunkan tekanan vena episklera dan
dapat juga meningkatkan aliran keluar uveosklera.
Farmakokinetik dari pemberian apraklonidin 1% dalam waktu 1 jam dapat
menghasilkan penurunan tekanan intraokuler yang cepat paling sedikit 20% dari
tekanan intraokuler awal. Efek maksimal dari apraklonidin dalam menurunkan
tekanan intraokuler dapat terjadi sekitar 3-5 jam setelah pemberian terapi.18,19
Indikasi penggunaan apraklonidin untuk mengontrol peningkatan akut tekanan
intraokuler pasca tindakan laser. Sedangkan kontraindikasi pemakaian obat ini
apabila pasien dengan mono amin oksidase (MAO) dan trisiklik depresan karena
mempengaruhi metabolisme dan uptake katekolamin.
6.1.3. Penghambat Karbonat Anhidrase
a. Asetasolamid Oral
Asetasolamid oral merupakan obat yang sering di gunakan karena dapat
menekan pembentukan humor aquos sebanyak 40-60%. Bekerja efektif dalam
41

menurunkan tekanan intraokuler apabila konsentrasi obat bebas dalam plasma ±2,5
μM.16,18 Apabila diberikan secara oral, konsentrasi puncak pada plasma dapat
diperoleh dalam 2 jam setelah pemberian dapat bertahan selama 4-6 jam dan menurun
dengan cepat karena ekskresi pada urin.
Indikasi asetasolamid terutama untuk menurunkan tekanan intraokuler,
mencegah prolaps korpus vitreum, dan menurunkan tekanan introkuler pada pseudo
tumor serebri. Kontraindikasi relatif untuk sirosis hati, penyakit paru obstruktif
menahun, gagal ginjal, diabetes ketoasidosis dan urolithiasis.
Efek samping yang paling sering dikeluhkan parastesi dan inisial diuresis,
sedangkan efek lain yang dapat muncul apabila digunakan dalam jangka lama antara
lain metalic taste, malaise, nausea, anoreksia, depresi, pembentukan batu ginjal,
depresi sumsum tulang, dan anemia aplastik.
b. Penghambat Karbonat Anhidrase Topikal
Penghambat karbonat anhidrase topikal bersifat larut lemak sehingga bila
digunakan secara topikal daya penetrasi ke kornea relatif rendah. Pemberian
dorsolamid topikal akan terjadi penetrasi melalui kornea dan sklera ke epitel tak
berpigmen prosesus siliaris sehingga dapat menurunkan produksi humor aqueus dan
HCO3- dengan cara menekan enzim karbonik anhidrase II. Penghambat karbonik
anhidrase topikal seperti dorsolamid bekerja efektif menurunkan tekanan intraokuler
karena konsentrasi di prosesus siliaris mencapai 2-10μM.Pe nghambat karbonat
anhidrase topikal (dorsolamid) dapat menurunkan tekanan intraokuler sebesar 15-
20%.
Indikasi pemberian untuk mengontrol glaukoma baik jangka pendek maupun
jangka panjang, sebagai obat tunggal atau kombinasi. Indikasi lain untuk mencegah
kenaikan tekanan intraokuler pasca bedah intraokuler. Efek samping lokal yang
dijumpai seperti mata pedih, keratopati pungtata superfisial, dan reaksi alergi. Efek
samping sistemik jarang dijumpai seperti metalic taste, gangguan gastrointestinal dan
urtikaria.
42

7. Penatalaksanaan Bedah
7.1 Laser Iridektomi
Iridektomi diindikasikan pada keadaan glaukoma sudut tertutup dengan blok
pupil, iridektomi juga diindikasikan untuk mencegah terjadinya blok pupil pada mata
yang beresiko, yang ditetapkan melalui evaluasi genioskopi. Iridektomi laser juga
dilakukan pada serangan glaukoma akut dan pada mata kontra-lateral dengan
potensial glaukoma akut.
7.2 Laser Iridoplasti
Merupakan tindakan alternative jika tekanan intraokular gagal diturunkan
secara intensif dengan terapi medikamentosa. Bila tekanan intraokulernya tetap
sekitar 40 mmHg, visus jelek, kornea edema dan pupil tetap dilatasi.
Penatalaksanaannya adalah dibuat sesuia untuk membakar iris agar otot sfingter iris
berkontraksi, sehingga iris bergeser kemudian sudut pun terbuka.
7.3 Iridektomi Bedah Insisi (Perifer)
Pada tindakan ini dibuat celah kecil pada kornea bagian perifer dengan insisi
di daerah limbus. Pada tempat insisi, iris dipegang dengan pinset dan ditarik keluar.
Iris yang keluar digunting sehingga akan didapatkan celah untuk mengalirnya cairan
humor aquous secara langsung tanpa harus melewati pupil dari COP ke COA. Teknik
ini biasanya dilakukan pada glaukoma sudut tertutup, sangat efektif dan sangat aman,
namun waktu pulihnya agak lama.
7.4 Trabekulektomi
Merupakan teknik yang paling sering digunakan. Pada teknik ini, bagian kecil
trabekula yang terganggu diangkat kemudian dibentuk bleb dari konjungtiva sehingga
terbentuk jalur drainase yang baru. Lubang ini akan meningkatkan aliran keluaran
humor aquous sehingga dapat menurunkan tekanan ocular. Tingkat keberhasilan
operasi ini cukup tinggi pada tahun pertama, sekitar 70-80%.
8 Prognosis Glaukoma
Apabila terdeteksi dini, sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani
dengan baik secara medis. Tanpa pengobatan, glaukoma sudut terbuka dapat
43

berkembang secara perlahan sehingga akhirnya menimbulkan kebutaan total. Apabila


obat tetes antiglaukoma dapat mengontrol tekanan intraokular pada mata yang belum
pernah mengalami kerusakan glaukomatusa luas, prognosis akan baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bradford C. Basic Ophtalmology. 8th Edition. San Fransisco-American


Academy of opthalmology. 2004.
44

2. Depkes RI dan PERDAMI. 2003. Strategi Nasional Penanggulangan


Gangguan Penglihatan dan Kebutaan (PGPK) untuk Mencapai Vision 2020.
3. ILyas, Shidarta. 2014. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Indonesia.
Edisi Keempat Balai Penerbit FKUI. Jakarta
4. Kanski’s Clinical Opthalmology A Systematic Approach. Seventh edition.
2011. Elsevier
5. Pambudy, Indra Mahardihika. 2014. Kapita Selekta Kedokteran : Glaukoma
Akut. Jakarta. Media Aesculapius.
6. Langston, PD. 2003. Manual Of Ocular Diagnosis and Therapy : Glaucoma.
Edisi 5. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins.
7. Riordian-Eva, Paul., Whitcher, John P. 2009. Vaughan & Asbury:
Oftalmologi Umum. Edisi ke 17. Jakarta: EGC
8. Snell, R. S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6.
EGC. Jakarta
9. Sudoyo A. W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Edisi V. Interna
Publishing. Jakarta
10. Vaughan, Daniel G. 2010. Oftamologi Umum Edisi Ke 14. Penerbit Widya
Medika. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai