Anda di halaman 1dari 6

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Mangga

Tanaman mangga (Mangifera indica,L) termasuk keluarga anacardiaceae,

sama dengan jambu monyet dan kedondong. Genus dari keluarga anacardiaceae

yang berasal dari Asia Tenggara tercatat ada 26 spesies. Enam belas spesies

diantaranya memiliki buah yang dapat dimakan, tetapi Mangifera caesia,

Jack.,Mangi/era foetida. Lour., Mangifera odorata, Griff., dan Mangifera

indica,L. Diantara keempat spesies mangga yang biasa dimakan adalah

Mangifera indica,L (Broto, 2003).

Buah mangga termasuk kelompok buah batu berdaging. Panjang buah

berkisar antara 2,5-3,0 cm. Bentuknya ada yang bulat, bulat telur, bulat

memanjang, dan ada yang pipih. Wama buah bermacam-macam, tergantung

varietasnya. Variasinya ada yang hijau, kuning, merah atau campuran masing-

masing wama itu. Daging buah mangga ada yang tebal dan tipis,berserat dan tidak

berserat, berair dan tidak berair, ada yang manis dan ada juga yang rasanya

seperti terpentin (Pracaya, 2005).

Mangga (Mangifera indica, L ) mengandung banyak vitamin A dan C yang

sangat dibutuhkan manusia. Selain itu, mangga juga mengandung kalori, protein,

karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, kalium, magnesium, dan sedikit Iemak.01eh

karena kepopulerannya yang mendunia itu, tidak heran kalau sebagian besar

masyarakat dunia menjulukinya sebagai king of the fruits (Paimin,1999)

Ditinjau dari kandungan gizinya, buah mempakan sumber zat pengatur

yaitu vitamin dan mineral yang sangat diperlukan oleh tubuh. Mineral dan vitamin

yang bergima untuk kelancaran metabolisme dalam pencemaan makanan yang

sangat vital untuk menjaga kesehatan. Kekurangan vitamin C dapat

mengakibatkan menumnnya fungsi tubuh dalam menutupi luka-luka, sariawan

mulut, gusi berdarah, pembentukan zat perekat antar s e l , dan proses pendewasaan

sel darah merah. Begitu pula halnya bila kekurangan vitamin A atau zat karoten

maka kesehatan yang berkaitan dengan mata akan terganggu, pembentukan sel-sel

baru akan terlambat serta daya tahan tubuh terhadap infeksi dari luar akan segera

menurun (Suyanti, 2003).


5

Buah mangga terdiri dari kulit kurang lebih 11%-18%, biji 14-22%, dan
daging buah bagian yang paling besar yakni 60-75%. Adapun komposisi kimia
buah mangga dapat diuraikan seperti pada Tabel 1. berikut:
Tabel 1. Daftar komposisi kimia dan nilai gizi buah mangga per 100 gram

Kandungan JAX
Mentah Matang
Air (%) 09,00 86,10
Protein (%) 00,70 00,60
Lemak (%) 00,10 00,10
Gula total (%) 08,80 11,80
Serat (%) - 01,10
Mineral (%) 00,40 00,30
- Kapur (%) 00,03 00,01
- Fosfat (%) 00,02 00,02
- Besi (mg/gram) 04,50 00,30
Vitamin A 150 U . I . 4.800 U . I .
Vitamin B I (mg/gram) - 00,04
Vitamin B2 (mg/gram) 00,03 00,05
Vitamin C (mg/gram) 03,00 13,00
Asam nicotinat (mg/gram) - 00,30
Nilai kalori per 100 gram 39,00 50-60
SumbenPracaya 2005

Pada Tabel 1, terlihat bahwa buah mangga banyak mengandung vitamin


A dan C. Buah mangga masak mengandung vitamin A sekitar 4.800 I.U
(International Unit) dan sekitar 13-80 mg vitamin C per 100 gram daging buah
masak. Selain itu juga mengandung sekitar 0,04 mg vitamin B1 dan 0,05 mg
vitamin B2. Selama proses masaknya buah, pembentukan gula dan karotin
(provitamin A) lebih besar dan lebih cepat dibanding dengan buah yang belum
masak (Pracaya, 2005).
Menurut A A K (1991) buah mangga banyak mengandung vitamin A, B, C,
dan B2. Sebagaimana telah di ketahui bahwa manusia dewasa memerlukan 2000-
4000 l.U.vitamin A, sedangkan kandungan buah mangga yang telah masak lebih
kurang 4800 I.U.setiap 100 gram hal ini menandakan bahwa kebutuhan akan
vitamin A sudah terpenuhi. Kebutuhan anak pada masa pertumbuhan memerlukan
6000-8000 l.U.vitamin A , demikian juga untuk ibu yang sedang mengandung atau
menyusui. Kebutuhan manusia akan vitamin C lebih kurang 25 mg setiap hari,
sedangkan buah mangga mengandung kira-kira 13-80 mg vitamin C setiap 100
6

grani,ini tergantung varietasnya. Kebutuhan akan vitamin B2 lebih kurang 1,5 mg,
sedangkan buah mangga yang masak mengandung lebih kurang 0,05 mg.
2.2. Jus Mangga Segar
Jus mangga atau sari buah adalah cairan yang diperoleh dari proses
peiumatan daging buah mangga matang dengan menggunakan blender tanpa
penyaringan dan langsung dapat diminum, sehingga akan diperoleh cairan sari
buah yang mempunyai cita rasa yang sama dengan buah aslinya, tergantung dari
varietas mangga tersebut (Broto,2003).

Heinerman (2007), menyatakan bahwa beberapa manfaat dari


mengkonsumsi jus buah segar adalah (1) membantu mempercepat proses
penyerap protein, karbohidrat, asam lemak esensial, vitamin dan mineral di dalam
tubuh dengan mudah; (2) terdapat enzim yang penting untuk saluran pencemaan
dan penyerapan zat gizi dalam makanan; (3) dipeiicaya akan potassium dan rendah
sodium. Keseimbangan seperti ini berperan penting dalam kesehatan pembuluh
darah jantung dan mencegah kanker, dan (4) kandungan flavanoid, pigmen
tanaman yang memberikan wama pada buah memiliki sifat antiperadangan, anti
alergi, antivims dan anti karsinogenik.

2 J . Mikroba Indikator Sanitasi dan Keamanan Produk Pangan


Dalam bidang mikrobiologi pangan, dikenal istilah bakteri indikator
sanitasi. Pengertian pangan adalah pangan seperti yang tercantum pada Undang-
Undang Pangan No.7 tahun 1996 yang mencakup makanan dan minuman. Bakteri
indikator sanitasi adalah bakteri yang keberadaannya dalam pangan menunjukkan
bahwa air atau makanan tersebut pemah tercemar oleh kotoran manusia (Pelezar
dan Chan, 1986).
Masyarakat yang sehat mempakan modal dari pembangunan nasional,
untuk itu pemerintah bemsaha menyelenggarakan berbagai upaya kesehatan
seperti pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, pemeliharaan kesehatan
masyarakat, pendidikan tenaga kesehatan, perlengkapan obat-obatan dan alat
kesehatan, penelitian tentang makanan dan minuman, serta pengawasan kualitas
makanan dan minuman (Departemen Kesehatan, 1978).

Menurut Undang-undang pangan nomor 7 tahun 1996, sanitasi pangan


adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan berkembang
7

biaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan, minuman, peralatan,
dan bangunan yang dapat mems£^ pangan dan membahayakan manusia. Maka
perlu dilaksanakan kegiatan rutin pengawasan paska pemasaran {post marketing
control) obat dan makanan dalam rangka menjamin mutu dan keamanan pangan
yang beredar di Indonesia (Anonim, 1996).

Marriot (1985), mengemukakan bahwa meningkamya usaha pengolahan


pangan di luar rumah tangga telah meningkatkan pentingnya praktek sanitasi dan
penciptaan kondisi higienis di dalam industri pangan. Apabila sanitasi tidak
dilaksanakan secara benar maka pangan dapat tercemar dengan mikroba
pembusuk dan mikroba patogenik. Buah-buahan segar dapat dicuci dan di
desinfeksi dengan menggunakan laratan CaCL2 selama 30 menit untuk mematikan
E.coli. Selanjutoya dibilas dengan larutan encer Na. Thiosulfate untuk
menyingkirkan Chior yang melekat pada buah yang dicuci.

Fields (1979), menyatakan bahwa kehadiran "Coliform''' dan E.coli di


dalam pangan menginformasikan pelaksanaan sanitasi yang kurang benar pada
waktu proses pengolahan. Kehadiran E.coli mengindikasikan produk tercemar
oleh faeces dan bahan baku yang digunakan tidak higienis serta penanganan
produk yang tidak saniter.
Mikroba yang paling banyak digunakan sebagai indikator sanitasi adalah
E.coli. E.coli adalah bakteri gram negatif berbentuk batang yang tidak spora yang
merupjikan flora normal dalam usus. Mikroba ini adalah mikroba komersial pada
usus manusia, umumnya bukan patogen penyebab f>enyakit sehingga
pengujiannya tidak membahayakan dan relatif tahan hidup di air sehingga dapat
dianalisis keberadaanya dalam air. Keberadaan Kcoli dalam air dan makanan juga
dianggap memiliki korelasi tinggi dengan ditemukannya mikroba patogen pada
pangan (Anonim, 2009).
Mikroba indikator pada produk olahan pangan merupakan mikroba yang
dapat digunakan sebagai batasan penetapan mutu suatu produk olahan pangan.
Mikroba yang digunakan sebagai indikator mutu suatu produk pangan olahan
dapat dibedakan dalam tiga kelompok, yaitu: (1) mikroba indikator keamanan; (2)
mikroba indikator sanitasi pengolahan; dan (3) mikroba indikator kebusukan.
Mikroba tersebut dapat berasal dari bahan mentah yang tercemar atau dari
8

pencemaran yang terjadi selama pengolahan. Jenis mikroba indikator berbeda-


beda untuk setiap jenis produk pangan olahan, yaitu tergantung dari jenis dan
komposisi produk pangan dan proses pengolahan yang diterapkan (Fardiaz, 1993).
Fardiaz (1993), telah mendefinisikan bahwa Coliform merupakan suatu
gmp bakteri yang digunakan sebagai indikator adanya polusi kotoran dan kondisi
sanitasi yang tidak baik terhadap air, makanan, susu dan produk-produk susu.
Adanya bakteri Coliform di dalam makanan atau minuman menunjukkan
kemungkinan adanya mikroorganisme yang b^sifat enteropatogenik &m atau
toksigenik yang berbahaya bagi kesehatan. Bakteri Coliform dapat dibedakan atas
dua grup yaitu Coliform feccd, misalnya E.coli, dan Coliform nonfecal, misalnya
Enterobacter aerogenes. E.coli merupakan bakteri yang berasal dari kotoran
hewan dan manusia, sedangkan Enterobacter aerogenes biasanya ditemukan pada
hewan atau tanaman-tanaman yang telah mati.

Banwart (1981), menjeiaskan bahwa Coliforms, Fecal Coliform (E.coli),


Enterobacteriaceae, Enierococci, Pseudomonas, Clostridia, Staphylococci, dan
"Aerobic plate counf sudah disarankan sebagai mikroba indikator. Kelompok ini
terdiri atas "«o« fecal coliforms" dan "fecal coliform (E.coli)^. Bakteri ini
dijumpai ditanah, tumbuh-tumbuhan, kulit telur, susu segar, bulu unggas, dan
hewan lainnya, faeces manusia dan hewan. Terdapat hubungan yang erat antara
E.coli, bahan faeces dan patogen enteric. Selanjumya dia mengemukakan bahwa
Enterococci merupakan mikroba indikator potensial. Kehadiran mikroba
Enterococci terutama E.faecalis menunjukkan adanya pencemaran faeces pada
air, bahan pangan dan bahan lainnya.

Marriot (1985), menambahkan bahwa "Coliforms" yang terdapat dalam


produk pangan menunjukkjui bahwa pangan air dan peralatan telah berhubungan
dengan kotoran yang mengandung "Coliforms". Apabila terdapat 360 sel
coliforms per gram atau ml pangan maka perlu dilakukan tindakan sanitasi yang
benar.
Menurut APHA-AWWA-WPLF (1980), suatu "double class sampling
plan " untuk kehadiran Coliforms di dalam air minum yang dikemas dalam botol
adalah n=10, c = l , dan m=2,2 sel per 100 ml. Sedangkan menurut Direktorat
9

Jendral Pengawasan Obat dan Makanan (1992), standar mutu makanan dan
minuman layak konsumsi apabila jumlah total bakteri maksimal 5 x 10^ sel/ml.
Banwart (1980), juga mengemukakan suatu "triple class sampling plan"
untuk kehadiran coliforms minuman botol sbb: n=10, c=2, m=10^ sel/lOOml dan
M=5 X 10* sel/lOOml. untuk air mineral n=10, c=2, m=2, dan M=10 dan untuk es
cream n=5, c = l , m=10, dan M=50 sel/100 ml.

Anda mungkin juga menyukai