Anda di halaman 1dari 11

KEMENTERIAN AGAMA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

Jurusan/Prodi : Tadris Biologi Hari/Tanggal :


Mata Kuliah : Pemikiran Islam & Filsafat Waktu :
Bobot : 3 SKS Sifat :
Semester : II (Tiga) A, B, dan C dan D Tahun Akademik : 2019-2020

No. Pertanyaan Bobot


Sebagai doktrin yang diyakini berasal dari Tuhan, agama Islam (al-
qur’an dan al-hadits) diyakini bukan merupakan hasil pemikiran
1
manusia (muhammad sebagai rasul), akan tetapi kemudian kita
mengenal istilah “pemikiran Islam”, disamping juga kita mengenal 15 %
istilah filsafat.
Apa yang dimaksud dengan istilah pemikiran “Islam tersebut”,
Apakah di dalam al-qur’an dan al-hadits terdapat pemikiran atau
hasil pemikiran manusia?,
dan apa pula yang dimaksud dengan filsafat?.
Jelaskan..!!!
Apakah pe rbedaan fiqh dan syariah? Jelaskan..!!
Dan bagaimana sikap dan pandangan anda ketika menghadapi
2 25 %
perbedaan pemahaman, pendapat atau pemikiran di kalangan kaum
muslim tentang suatu masalah keagamaan.? Jelaskan dengan
alasannya.!
Bagaimanakah proses terjadinya pertikaian politik dan perebutan
kekuasaan di kalangan kaum muslim awal (pada zaman sahabat nabi)
3 30 %
sehingga kemudian memicu munculnya kajian ilmu kalam?
Uraikan..!
Dan kelompok manakan yang pertama kali mengkafirkan sesama
muslim, apa alasannya.?
Bagaimana sikap kelompok atau aliran Murji’ah dalam politik, dan
4 bagaimana pula sikap dan pandangan mereka terhadap orang muslim 30 %
yang telah melakukan dosa besar, yang mana oleh kaum khawarij
mereka (kaum muslim yang melakukan dosa) telah dianggap kafir.
Apa perbedaan konsep tentang perbuatan manusia menurut aliran
5 Jabariah, Mu’tazilah dan Asyariyah.? Jelaskan dengan argumen 30 %
masing-masing aliran.!
Ketika kita berhadapan dengan kenyataan empirik, kita menemukan
6 kenyataan bahwa benda benda yang tadinya tiada kemudian muncul 40 %
menjadi ada, dan kemudian berubah kembali menjadi tiada.
Misalnya: Kita melihat adanya selembar kertas, Sebelumnya kita
mengetahui bahwa kertas yang kita lihat itu tidak ada, dan kemudian
muncul menjadi ada, lalu kertas tersebut kita bakar, yang terjadi
berdasarkan penglihatan kita, kertasnya menjadi hilang (tiada).
Berdasarkan apa yang kita lihat tersebut, kita berkesimpulan bahwa
adanya kertas tersebut berawal dari tiada, maka dengan demikian kita
menyimpulkan bahwa yang “tiada” bisa berubah menjadi ada.

Lalu kita perhatikan lagi, kertas yang ada itu, setelah dibakar berubah
menjadi tiada.
Berdasarkan itu, kita menyimpulkan bahwa yang “ada” bisa berubah
menjadi “tiada”.

Akan tetapi apabila kita mengamati lebih lanjut, ternyata kertas yang
kita bakar kemudian terlihat menjadi tiada itu sebenarnya bukan
berubah menjadi tiada secara murni, akan tetapi hanya berubah
bentuk dari kertas menjadi abu.
Begitu juga sebelumnya, kertas yang kita lihat tidak ada kemudian
menjadi ada, ternyata bukan berasal dari ketiadaan secara murni, tapi
berasal dari sesuatu yang ada sebelumnya.
KEMENTERIAN AGAMA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

Berdasarkan itu, kemudian kita bisa menyimpulkan bahwa yang


ADA itu tidak bisa berubah menjadi TIADA, begitu juga sebaliknya,
yang TIADA itu tidak bisa menjadi ADA.
Bagaimana anda menjelaskan konsep tentang yang “ada” ini?
Apakah yang ada itu tetap ada (kekal), atau yang ada itu bisa berubah
menjadi tiada? Jelaskan

Jelaskan konsep filsafat Plato dan Aristoteles tentang alam sehingga 30


7 mereka sampai pada kesimpulan tentang adanya Tuhan.!

Catatan:
Soal nomor 1 – 4 adalah soal mid semester
Soal nomor 5 – 7 adalah soal UAS

Diberikan waktu 1 (satu) Minggu untuk mengerjakan ini (dikumpulkan pada hari Selasa tanggal 16 Juni
2020 melalui WA grup.

Dikumpulkan dalam bentuk file MS Word, jangan lupa tulis nama, NIM, dan Lokal anda.

Jambi, 08 Juni 2020


Dosen Pengampu

Kholid Musyaddad. M.Ag.


NIP. 19680111 199503 1001
KEMENTERIAN AGAMA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

Nama: Arum Zaharani

NIM: 207190106

Kelas: Tadris Biologi 2C

No JAWABAN
.

1. a) Islam merupakan nama salah satu agama yang ada di dunia bagi orang-orang beragama.
Berupa syariat untuk menuju jalan atau ketentuan ( way of life), bagi orang yang beragama berisi
petunjuk atau informasi yang berasal dari Allah yang dipercaya manusia dijadikan pedoman
(bersifat benar). Ada beberapa hubungan yang terjadi pada islam yaitu:
1) Hubungan manusia dengan tuhan ( Hablum minallah)
Merupakan sebuah hubungan seorang hamba atau manusia langsung dengan
penciptanya dalam hal ibadah. Ataupun segala sesuatu bentuk peribadahan yang
mendekatkkan dan mengingatkan dri kepada allah swt.
Contoh : solat
2) Hubungan manusia dengan sesama manusia (Hablum minannas)
Merupakan sebuah hubungan yang baik dengan manusia, dalam wujud
amaliyah. Atau segala sesuatu bentuk kebaikan kepada sesama manusia yang
mendatangkan ridha allah dan membuat Allah mencintai hambanya karena
sering berbuat baik kepada sesama.
Contoh: menolong teman yang sedang tertimpa musibah
3) Hubungan manusia dengan alam
4) Hubungan manusia dengan diri sendiri

Mereka yang percaya agama disebut beriman dan mereka yang menutup diri dari kebenaran
atau tidak yakin disebut kafir. Dasar dari meyakini adalah pengetahuan, kemudian ada “Tauhid
“ yang memberikan informasi kepada manusia bahwa tuhan (pencipta, penguasa, pemilik) itu
satu. Tuhanlah yang menciptakan alam dan alam diciptakan tuhan.

b) Tidak, karena Al-qur’an disebut dalil naqli, Al-Qur’an merupakan wahyu, sabda atau kalam
Allah, bukan karya imajinasi, ataupun hasil pemikiran manusia gaya bahasa Al-qur’an merupakan
kemukjizatan yang tidak bisa dibuat oleh manusia. Al-qur’an di turunkan oleh Allah melalui
perantara malaikat Jibril kemudian disampaikan kepada Nabi Muhammad.
Sedangkan hadist disebut sebagai dalil naqli karena isinya diambil dari Nabi Muhammad berasal
dari Allah serta dari perbuatan Nabi bukan berasal dari manusia dan juga merupakan wahyu Allah.
c) Filsafat merupakan ilmu yang didapat dalam proses berpikir (melibatkan pemikiran), induk
dari semua ilmu. Fisafat bersifat :
1) Umum
2) Mendasar, mendalam
3) Metafisisk atau nonteknis
4) Subyektif (hasil kontruksi manusia berpikir)

Filsafat tidak dapat dibuktikan dengan pengamatan empiris (indrawi)

2. a) Perbedaan Syariah dan Fiqh yaitu :


1. Obyek
 Secara syariah merupakan peraturan meliputi bukan batin manusia akan
tetapi juga sifat lahir manusia dengan tuhannya (hablumminallah) atau
ittidayah (ibadah).
 Secara fiqh merupakan peraturan manusia yaitu hubungan lahir antara
manusia dengan manusia,manusia dengan makhluk lain dan alam semesta.
2. Sumber
 Secara syariah berasal dari Allah SWT dan kesimpulannya di ambil dari
wahyu seperti Al-Qur’an dan hadist.
 Secara fiqh berasal dari hasil pemikiran manusia dan kebiasaan-kebiasaan
KEMENTERIAN AGAMA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

yang terdapat dalam masyarakat atau hasil ciptaan manusia dalam bentuk
peraturan.
3. Sanksi
 Secara syariah sanksinya adalah pembalasan tuhan Rabbul’alamin di
Yaumul Masyar (hari akhirat kelak) ,tapi terkadang tidak terasa oleh
manusia di dunia sanksinya tidak langsung.
 Secara fiqh semua norma saksi bersifat sekunder, dengan menunjukkan
pelaksana negara sebagai sanksi Seperti: polisi,jaksa,hakim,dan lembaga
permasyarakatan sebagai pelaksana sanksinya (hukuman)
4. Ruang lingkup
 Secara syariah sangat luas karena didalamnya mengatur akhlak dan akidah.
 Secara fiqh ruang lingkupnya terbatas.
5. Jangka waktu
 Secara syariah Berlaku abadi karena merupakan ketetapan allah dan
rasullullah.
 Secara fiqh Tidak abadi, karena merupakan karya manusia dan dapat
berubah sesuai perkembangan zaman.
6. Sifat
 Secara syariah Menunjukkan kesaturan dalam islam, hanya ada satu.
 Secara fiqh Menunjukkan keragaman, dimungkinkan lebih dari satu aliran
hukum dan mahzab.
b) Menurut saya jika ada perbedaan pemahaman, pendapat atau pemikiran di kalangan kaum
muslim tentang suatu masalah keagamaan maka sikap yang sangat perlu dilakukan yaitu berlapang
dada, mengedepankan rasa keikhlasan dan kejujuran,serta harus dapat menghargai orang lain yang
berbeda pendapat. Tidak memaksakan pendapat kita saja dan merasa diri paling benar yang harus
kita lakukan yaitu kita harus dapat terbuka dan menerima masukkan dengan penuh toleransi
(tasamuh), karena terkadang tidak semua pendapat yang kita utarakan memiliki kebenaran
sepenuhnya, karena pada dasarnya manusia tak lepas dari dosa maupun kesalahan. Karena
sesungguhnya, hakekat dari perbedaan pendapat itu adalah rahmat. Ada baiknya di bicarakan secara
baik-baik dengan kepala dingin dan melakukan tabayun agar tidak ada kesalah pahaman dalam
memberikan pendapat. Dan pandangan saya tentang hal ini kita harus dapat lebih bijak menyikapi,
tidak mudah mengatakan pendapat mereka salah dan merasa pendapat kita paling benar. Harus di
bicarakan secara baik-baik dan musyawarah agar tidak menimbulkan perpecahan

3. a) Pertikaian politik dan perebutan kekuasaan di kalangan kaum muslim terjadi


setelah khalifah Ustman terbunuh, Ustman terbunuh karena ia berbuat dosa besar (berbuat
tidak adil dalam menjalankan pemerintahan) padahal berbuat dosa besar adalah kekafiran.
Dan kekafiran, apalagi kemurtadan (menjadi kafir setelah Muslim), harus dibunuh.
Mengapa perbuatan dosa besar suatu kekafiran? Karena manusia berbuat dosa besar, seperti
kekafiran, adalah sikap menentang Tuhan. Maka harus dibunuh! Dari jalan pikiran itu, para
(bekas) pembunuh 'Utsman atau pendukung mereka menjadi cikal-bakal kaum Qadari, yaitu
mereka yang berpaham Qadariyyah, suatu pandangan bahwa manusia mampu menentukan
amal perbuatannya, maka manusia mutlak bertanggung jawab atas segala perbuatannya itu,
yang baik dan yang buruk. Setelah wafatnya Ustman kemudian digantikan oleh Ali menjadi
khalifah. Pada saat nilah terjadi peristiwa menyedihkan dalam sejarah Islam yang sering
dinamakan al-Fitnat al-Kubra (Fitnah Besar), sebagaimana telah banyak dibahas,
merupakan pangkal pertumbuhan masyarakat (dan agama) Islam di berbagai bidang,
khususnya bidang-bidang politik, sosial dan paham keagamaan. Perseteruan politik antara
Ali bin Abi Thalib RA dan Muawiyah bin Abi Sufyan RA pada pengujung periode
pemerintahan Khulafa Rasyidun menimbulkan sejumlah perang saudara. Di antaranya, yang
paling terkenal adalah Pertempuran Shiffin yang terjadi pada 37 Hijriyah atau hanya
berselang 25 tahun pasca wafatnya Rasulullah SAW. Perpecahan di kalangan umat Islam
pada era sahabat semakin berkembang sejak terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan RA di
tangan kaum pemberontak pada 17 Juni 656 (18 Dzulhijjah 35 H).
Selama Ali berkuasa ia menghadapi situasi negara yang tidak stabil lantaran
adanya perlawanan dari beberapa kelompok, termasuk dari Muawiyah yang ketika
itu menjabat sebagai gubernur Syam (Suriah).Muawiyah yang masih memiliki
hubungan kekerabatan dengan Utsman menginginkan supaya pembunuh Utsman
diadili. Tapi, Muawiyah menganggap Ali tidak memiliki niat untuk melakukan hal
tersebut. Menanggapi pemberontakan Muawiyah, langkah pertama yang diambil
Ali adalah mencoba menyelesaikan masalah secara damai, yakni dengan
KEMENTERIAN AGAMA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

mengirimkan utusannya ke Suriah. "Proses negosiasi tersebut tidak membuahkan


hasil sehingga Ali pun memutus kan untuk memadamkan pemberontakan
Muawiyah lewat jalan perang,"
Tapi sebelum berperang, mereka terlebih dulu mengirim utusannya masing-
masing untuk melakukan perundingan dengan harapan pertempuran bisa dihindari.
Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa an-Nihayah menyebutkan, Abu Muslim al-
Khaulani beserta beberapa orang mendatangi Muawiyah dan mengatakan, "Apakah
engkau menentang Ali?" Muawiyah lantas menjawab, "Tidak, demi Allah.
Sesungguhnya, aku benar- benar mengetahui bahwa dia lebih utama dariku dan
lebih berhak memegang khilafah daripada aku. Akan tetapi, seperti yang kalian
ketahui, Utsman terbunuh dalam keadaan terzalimi, sedangkan aku adalah
sepupunya yang berhak meminta keadilan. Katakan kepada Ali, serahkan para
pembunuh Utsman kepadaku dan aku akan tunduk kepadanya." Namun, Ali tetap
tidak mau mengabulkan permintaan Muawiyah tersebut atas pertimbangan
kemaslahatan. Negosiasi pun kembali menemui jalan buntu, sehingga perang pun
tak terelakkan lagi. Kontak senjata yang paling sengit antara kubu Ali dan
Muawiyah berlangsung di tebing Sungai Furat selama tiga hari, yakni dari 26-28
Juli 657 (9-11 Safar 37 H). Pertempuran inilah yang kemudian dikenal dengan
Perang Shiffin. Pertempuran sengit yang berkecamuk sepanjang hari menyebabkan
banyaknya korban yang berjatuhan di kedua belah pihak, terutama Muawiyah.
Kendati demikian, Ali juga kehilangan beberapa sahabat terkemuka Rasulullah
SAW yang ikut mendukungnya dalam perang tersebut. Di antara mereka adalah
Hasyim bin Utba dan Ammar Yasir. Terbunuhnya Ammar bin Yasir membuat kubu
Ali dan Muawiyah merasa terguncang, sehingga keduanya sepakat untuk berdamai.
Keputusan berdamai ini menimbulkan kaum khwarij kecewa kepada ‘Ali, karena
Khalifah ini menerima usul perdamaian dengan musuh mereka, Mu’awiyah ibn
Abu Sufyan, dalam “Peristiwa Shiffin” di situ ‘Ali mengalami kekalahan di
plomatis dan kehilangan kekuasaan “de jure”-nya. kaum Khawarij (al-Kahwarij,
kaum Pembelot atau Pemberontak). Seperti sikap mereka terhadap ‘Utsman, kaum
Khawarij juga memandang ‘Ali dan Mu’awiyah sebagai kafir karena
mengkompromikan yang benar (haqq) dengan yang palsu (bathil). Karena itu
mereka merencanakan untuk membunuh ‘Ali dan Mu’awiyah, juga Amr ibn
al-’Ash, gubernur Mesir yang sekeluarga membantu Mu’awiyah mengalahkan Ali
dalam “Peristiwa Shiffin” tersebut. Tapi kaum Khawarij, melalui seseorang
bernama Ibn Muljam, berhasil membunuh hanya ‘Ali, sedangkan Mu’awiyah hanya
mengalami luka-luka, dan ‘Amr ibn al-’Ash selamat sepenuhnya (tapi mereka
membunuh seseorang bernama Kharijah yang disangka ‘Amr, karena rupanya
mirip).
Karena sikap-sikap mereka yang sangat ekstrem dan eksklusifistik, kaum
Khawarij akhirnya boleh dikatakan binasa. Tetapi dalam perjalanan sejarah
pemikiran Islam, pengaruh mereka tetap saja menjadi pokok problematika
pemikiran Islam. Yang paling banyak mewarisi tradisi pemikiran Khawarij ialah
kaum Mu’tazilah. Mereka inilah sebenarnyam yang paling banyak mengembangkan
Ilmu Kalam seperti yang kita kenal sekarang. Berkenaan dengan Ibn Taymiyyah
mempunyai kutipan yang menarik dari keterangan salah seorang ‘ulama’ yang
disebutnya Imam ‘Abdull’ah ibn al-Mubarak. Menurut Ibn Taymiyyah, sarjana itu
menyatakan demikian: Agama adalah kepunyaan ahli (pengikut) Hadits,
kebohongan kepunyaan kaum Rafidlah, (ilmu) Kalam kepunyaan kaum Mu’tazilah,
tipu daya kepunyaan (pengikut) Ra’y (temuan rasional). Namun sangat menarik
bahwa yang pertama kali benar-benar menggunakan unsur-unsur Yunani dalam
penalaran keagamaan ialah seseorang bernama Jahm ibn Shafwan yang justru
penganut paham Jabariyyah, yaitu pandangan bahwa manusia tidak berdaya sedikit
pun juga berhadapan dengan kehendak dan ketentuan Tuhan. Jahm mendapatkan
bahan untuk penalaran Jabariyyahnya dari Aristotelianisme, yaitu bagian dari
paham Aristoteles yang mengatakan bahwa Tuhan adalah suatu kekuatan yang
serupa dengan kekuatan alam, yang hanya mengenal keadaan-keadaan umum
(universal) tanpa mengenal keadaan-keadaan khusus (partikular). Maka Tuhan tidak
mungkin memberi pahala dan dosa, dan segala sesuatu yang terjadi, termasuk pada
KEMENTERIAN AGAMA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

manusia, adalah seperti perjalanan hukum alam. Hukum alam seperti itu tidak
mengenal pribadi (impersonal) dan bersifat pasti, jadi tak terlawan oleh manusia.
Aristoteles mengingkari adanya Tuhan yang berpribadi personal God.

Baginya Tuhan adalah kekuatan maha dasyat namun tak berkesadaran kecuali
mengenai hal-hal universal. Maka mengikuti Aristoteles itu Jahm dan para
pengikutpya sampai kepada sikap mengingkari adanya sifat bagi Tuhan, seperti
sifat-sifat kasib, pengampun, santun, maha tinggi, pemurah, dan seterusnya. Bagi
mereka, adanya sifat-sifat itu membuat Tuhan menjadi ganda, jadi bertentangan
dengan konsep Tauhid yang mereka akui sebagai hendak mereka tegakkan.
Golongan yang mengingkari adanya sifat-sifat Tuhan itu dikenal sebagai al-Nufat
(“pengingkar” [sifat-sifat Tuhan]) atau al-Mu’aththilah (“pembebas” [Tuhan dari
sifat-sifat]). Kaum Mu’tazilah menolak paham Jabiriyyah-nya kaum Jahmi. Kaum
Mu’tazilah justru menjadi pembela paham Qadariyyah seperti halnya kaum
Khawarij. Maka kaum Mu’tazilah disebut sebagai “titisan” doktrinal (namun tanpa
gerakan politik) kaum Khawarij. Tetapi kaum Mu’tazilah banyak mengambil alih
sikap kaum Jahmi yang mengingkari sifat-sifat Tuhan itu. Lebih penting lagi, kaum
Mu’tazilah meminjam metologi kaum Jahmi, yaitu penalaran rasional, meskipun
dengan berbagai premis yang berbeda, bahkan berlawanan (seperti premis
kebebasan dan kemampuan manusia). Hal ini ikut membawa kaum Mu’tazilah
kepada penggunaan bahan-bahan Yunani yang dipermudah oleh adanya membawa
kaum Mu’tazilah kepada penggunaan bahan-bahan Yunani. Khalifah al-Ma’mun
dan kaum Mu’tazilah berpendapat bahwa Kalam Allah itu hadits, sementara kaum
Hadits (dalam arti Sunnah, dan harap diperhatikan perbedaan antara kata-kata
hadits [a dengan topi] dan hadits [i dengan topi]) berpendapat al-Qur’an itu qadim
seperti Dzat Allah sendiri. Pemenjaraan Ahmad ibn Hanbal adalah karena masalah
ini. selanjutnya, Ilmu Kalam tidak lagi menjadi monopoli kaum Mu’tazilah. Adalah
seorang sarjana dari kota Basrah di Irak, bernama Abu al-Hasan al-Asy’ari (260-
324 H/873-935 M) yang terdidik dalam alam pikiran Mu’tazilah (dan kota Basrah
memang pusat pemikiran Mu’tazili). Tetapi kemudian pada usia 40 tahun ia
meninggalkan paham Mu’tazilinya, dan justru mempelopori suatu jenis Ilmu Kalam
yang anti Mu’tazilah. Ilmu Kalam al-Asy’ar’i itu, yang juga sering disebut sebagai
paham Asy’ariyyah, kemudian tumbuh dan berkembang untuk menjadi Ilmu Kalam
yang paling berpengaruh dalam Islam sampai sekarang, karena dianggap paling sah
menurut pandangan sebagian besar kaum Sunni.

b) Kelompok yang pertama kali mengkahirfkan sesama muslim yaitu kaum khawarij
karena mereka tidak terima keputusan Ali untuk berdamai dengan kaum Mua’wiyah karena
bagi mereka La Hukma Ilallah,  tak ada hukum kecuali  hanya milik Allah, siapa yang
berhukum bukan dengan hukum Allah maka mereka telah kafir. begitulah pemikiran kaum
Khawarij. mereka mengucapkan perkataan yang benar tapi untuk maksud batil. Semenjak
saat itulah mereka mengkafirkan siapapun yang tidak sependapat dengan pikirannya.
Konsekuensi dari pengkafiran tersebut adalah lahirnya fatwa halal  untuk membunuh
siapapun yang mereka anggap kafir.

4. Kelompok Murij’ah ada di tengah-tengah politik, dalam menyikapi politik kelompok


murij’ah pada awalnya tidak mau terlibat dalam persoalan politik, mereka tidak mau terlibat
dalam ucapan dan sikap yang saling mengkafirkan sesama muslimin. Bagi mereka, para
sahabat yang bertikai dan berselisih pendapat adalah orang yang dapat dipercaya dan tidak
keluar dari kebenaran. Oleh sebab itu mereka tidak berkenan memberikan penilaian tentang
siapa yang benar dan yang salah, mereka memandang lebih baik perselisihan ditunda
penyelesaiannya sampai hari kiamat di hadapan pengadilan Allah. Namun kelompok
Murij’ah tidak dapat bertahan dalam sikap netralnya, mereka ikut terlibat dalam
pembicaraan tentang maslah kalam yaitu masalah dosa besar. Dalam menyikapi hal ini
mereka tidak membenarkan jika mereka yang memiliki dosa besar disebut kafir. Menurut
pandangan kelompok Murij’ah mereka yang masih mengucapkan dan meyakini dua kalimat
syahadat, tetap dapat dikatakan mukmin tidak kafir, soal dosa besar yang dilakukan,
KEMENTERIAN AGAMA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

keputusannya diserahkan dan ditentukan oleh Allah di hari kiamat kelak, terserah kepada
Allah, apakah dosa besar itu diampuni atau diberi hukuman setimpal. Kelompok Murij’ah
dibagi kedalam 2 kelompok yaitu:
1. Murij’ah moderat
Golongan ini berpendapat bahwa pelaku dosa besar,tidak kafir dan tidak
kekal dalam neraka. Ia akan dihisab nanti di akhirat, mungkin di hukum di
dalam neraka sesuai dengan dosanya dan mungkin pula diampuni sehingga
tidak masuk neraka.
2. Murij’ah ekstrem
Golongan ini bertolak belakang dengan murij’ah moderat karena pengikut
Jahm ibn Shafwan berpendapat bahwa orang yang telah beriman melalui
hati tidak akan menjadi kafir, walaupun secara lisan ia menyatakan
kekufuran atau dalam tidakan ia menyembah berhala, melaksanakan ajaran
agama Yahudi, Nasrani, dan menyembah salib. Orang yang demikian jika
ia mati tetp mati dalam keadaan beriman dan menjadi penghuni surga.

5. a) Konsep perbuatan manusia menurut aliran jabariah terletak pada qada dan qadar
Tuhan yang berlaku bagi segenap alam semesta, tidaklah memberi ruang atau peluang bagi
adanya kebebasan manusia untuk berkehendak dan berbuat menurut kehendaknya. Paham
ini menganggap semua takdir itu dari Allah. Oleh karena itu menurut mereka, seseorang
menjadi kafir atau muslim adalah atas kehendak Allah. Namun demikian, Jabariyah terbagi
atas dua kelompok utama, yaitu:
1. Jabariyah murni atau ekstrim,yang dibawa oleh Jahm bin Shafwān paham fatalisme
ini beranggapan bahwa perbuatan-perbuatan diciptakan Tuhan di dalam diri manusia, tanpa
ada kaitan sedikit pun dengan manusia, tidak ada kekuasaan, kemauan dan pilihan baginya.
Manusia sama sekali tidak mampu untuk berbuat apa-apa, dan tidak memiliki daya untuk
berbuat. Manusia bagaikan selembar bulu yang diterbangkan angin, mengikuti takdir yang
membawanya. Manusia dipaksa, sama dengan gerak yang diciptakan Tuhan dalam benda-
benda mati. Oleh karena itu manusia dikatakan “berbuat” bukan dalam arti sebenarnya,
tetapi dalam arti majāzī atau kiasan. Seperti halnya “perbuatan” yang berasal dari benda-
benda mati. Kalau seseorang mencuri atau minum khamr misalnya, maka perbuatannya itu
bukanlah terjadi atas kehendaknya sendiri, tetapi timbul karena qada dan qadar Tuhan yang
menghendaki demikian. Dengan kata lain bahwa ia mencuri dan meminum khamr bukanlah
atas kehendaknya tetapi Tuhanlah yang memaksanya untuk berbuat demikian.
2. Jabariyah moderat, yang dibawa oleh al-Husain bin Muhammad al-Najjār. Dia
mengatakan bahwa Allah berkehendak artinya bahwa Dia tidak terpaksa atau dipaksa. Allah
adalah pencipta dari semua perbuatan manusia, yang baik dan yang buruk, yang benar dan
yang salah, tetapi manusia mempunyai andil dalam perwujudan perbuatan-perbuatan itu.
b) Konsep perbuatan manusia menurut Aliran Mu'tazilah yaitu manusia memiliki
kebebasan untuk mewujudkan keinginan dan perbuatannya. Manusia menurut Mu’tazilah
adalah berkuasa dan bebas oleh karna itu, Mu'tazilah menganut faham qodariyah atau free
will. Begitu juga didalam paham Mu’tazilah adalah Manusia diciptakan oleh Allah dengan
membawa kemerdekaan pribadi. Manusia memiliki daya untuk berbuat dan melakukan
sesuatu dengan bebas. Perbuatan-perbuatan yang manusia lakukan adalah kehendak
manusia itu sendiri dan bukan kehendak siapapun, termasuk Allah. Konsekuensinya,
manusia menjadi bertanggung jawab terhadap perbuatannya sendiri. jika seseorang berbuat
baik, maka Allah berkewajiban memasukannya kedalam syurga, sedangkan jika ada
seseorang yang jahat, maka Allah berkehendak untuk memasukannya kedalam neraka.
Inilah yang mereka maksudkan dengan doktrin keadilan Tuhan
Untuk membela fahamnya, aliran Mu'tazilah mengungkapkan ayat berikut:
Artinya:
"Yang membuat segala sesuatu yang dia ciptakan sebaik-baiknya". (QS.
As-Sajdah: 7). Yang dimaksud dengan ahsana pada ayat di atas, adalah
semua pebuatan Tuhan adalah baik. Dengan demikian, perbuatan manusia
bukanlah per buatan Tuhan, karena manusia memiliki sifat jahat. Dalil ini
kemukakan untuk mempertegas bahwa manusia akan mendapat balasan
atas perbuatannya. Mu’tazilah juga menggunakan argumen yang rasional
KEMENTERIAN AGAMA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

yaitu:
1) Apabila Allah menciptakan perbuatan manusia , sedangkan manusia sendiri tidak
memiliki perbuatan. Taklif’ syar’i. Hal ini karena syariat adalah ungkapan perintah dan
larangan yang merupakan thalab. Tidak lepas dari kemampuan, kebebasan dan pilihan.
2)  Apabila manusia tidak bebas dalam melakukan sesuatu. Runtuhlah teori tentang
pahala dan dosa seprti didalam kosep Al-wa’id (janji dan ancaman).
3)  Apabila manusia tidak memiliki kebebasan dan pilihan dalam melakukan sesuatu.
Maka pengutusan nabi tidak ada gunanya. Karena tujuan pengutusan para Nabi adalah
untuk menyebarkan da’wah
c) Sedangkan Konsep perbuatan manusia menurut Asy’ariyah di tempatkan pada posisi
yang lemah. Ia diibaratkan seperti anak kecil yang tidak memiliki pilihan dalam hidupnya.
sehingga banyak tergantung pada kehendak dan kekuasaan Tuhan. Segala perbuatan yang
dilakukan manusia adalah kehendak dari Tuhan. Begitu juga Pada hakikatnya bagi aliran
Asy’ariyah, manusia tidak memiliki kebebasan untuk mewujudkan keinginan dan
kehendaknya. Kita berbuat baik, Tuhanlah yang menggerakkan dan kalaupun kita berbuat
jelek maka itu sudah dikehendaki Tuhan. Maka dari itu aliran ini lebih dekat dengan aliran
Jabariyah. Karena aliran Asy'ariyah, memakai teori al-kasb (acquisition, perolehan) atau
perolehan bagi manusia. Begitu juga aliran Asy’ariyah berpendapat bahwa perbuatan
manusia di ciptakan oleh Allah, sedangkan daya manusia tidak mempunyai kehendak untuk
mewujudkannya. Argumen yang diajarkan oleh Al-Asaariyah sebagai landasan
keyakinannya adalah didalam firman Allah:
Artinya:
"Tuhan menciptakan kamu, apa yang kamu perbuat". (Q.S. Ash-Shaffat:96)
Wama ta'malun pada ayat diatas di artikan oleh kaum Asy'ari dengan “apa yang
kamu perbuat” dan bukan “apa yang kamu perbuat”. Dengan demikian ayat ini
mengandung arti “Allah menciptakan kamu dan perbuatan-perbuatanmu”. Namun
dengan kata lain, didalam faham Asy'ari yang mewujudkan kasb atau perbuatan
manusia sebenarnya adalah Tuhan sendiri. Pada dasarnya aliran Asy’ariyah
memiliki pandangan bahwa perbuatan manusia diciptakan dan ditentukan oleh
Allah, sedangkan daya manusia tidak memiliki kemampuan untuk mewujudkannya.
Asy’ariyah meyakini bahwa penguasa tertinggi ialah Allah, diatasnya tidak ada zat
selain dari padaNya dan Ia tidak tunduk kepada siapapun.

6. Menurut saya “ada” akan tetap ada atau kekal akan tetapi bisa berubah posisi dan bentuk.
Karena pada dasarnya ada memiliki 2 konsep yaitu:
1. Ada secara umum
Ada secara umum tidak bisa disebut, tidak berbentuk, kekal adanya akan tetap ada dan tidak
berubah menjadi tiada dan secara umum dapat dibuktikan dengan khusus.
2. Ada secara khusus
Ada secara khusus tidak hakiki adanya, karena” ada” dapat berupa dalam benda-benda
khusus, dimana tiada muncul menjadi ada dan kemudian bisa menjadi tiada. Contohnya
manusia,galaxi,alam,dan bumi. Ada secara khusus terdapat bentuk umum didalamnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa ada menurut saya akan tetap menjadi ada atau kekal tetapi
dalam wujud yang berbeda atau dapat dikatakan berubah bentuk atau posisi.Seperti contoh
kertas yang dibakar kemudian menjadi abu. Di sini kita dapat melihat bahwa kertasnya
tetap ada tetapi ia berubah wujud mnejadi abu tapi tetap ada tidak berubah menjadi tiada.
Hanya saja bentuknya berubah menjadi abu. Berbeda dengan tiada jika tiada dia bisa
menjadi ada kemudian beruah kembali menjadi tiada. Contoh manusia pertamanya tidak
ada kemudian tuhan ciptakan manusia menjadi ada setelah itu manusia akan mati dan
menjadi tiada tetapi wujudnya tetap ada menjadi tulang belulang tapi berselang lama tulang
belulang itu akan hancur dan binasa menjadi tiada.
KEMENTERIAN AGAMA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

7. Yang dimaksud dengan alam empirik adalah alam dimana kita hidup, yang kita saksikan
ini yang terdiri dari planet-planet, galaksi,bintang-bintang, bulan,matahari, bumi dan semua
yang ada di dalamnya termasuk kita manusia. Sebelum kita masuk kedalam konsep Plato
dan Aristoteles saya akan membahas sedikit contoh tentang konsep “Ada” menurut logika
filsafat sehingga muncullah pertanyaan Plato tentang benar-benar ada atau tidaknya alam
empirik ini.
a) Menurut Plato
Untuk memudahkan pemahaman kita mengambil contoh pada sebuah kertas yang dapat kita
lihat dan kita rasakan, kita tau bahwa kertas ini benar “Adanya”, tetapi menjadi
pemersalahan disini kertas ini kemudian di bakar selanjutnya menjadi tiada. Maka ini
menjadi pertanyaan bagi Plato, adanya benda-benda alam ini termasuk manusia atau yang
disebut dengan alam empirik, apakah benar-benar ada secara hakiki atau tidak, kalau benar-
benar ada secara hakiki seharusnya dia tetap ada dan tidak berubah menjadi tiada. Tapi
kenyataannya kertas ini menjadi tiada, kalau begitu kertas ini benaran ada atau tidak?.
Kemudian plato berkesimpulan berdasarkan fenomena alam empirik dari yang tadinya tidak
ada kemudian muncul menjadi ada dan kemudian menjadi tidak ada lagi. Disimpulkan oleh
Plato bahwa alam empirik ini sebenarnya ada tapi bukan yang sebenar-benarnya ada, alam
empirik ini ada tapi tidak hakiki adanya, tidak real adanya, kata Plato alam empirik ini
hanya merupakan manivestasi saja, hanya merupakan penjelmaan saja, hanya merupakan
bayang-bayang saja. Jadi jika alam empirik ini diibaratkan hanya merupakan bayang-
bayang saja berarti keberadaannya tidak hakiki, dan berarti ada sumber dari bayang-bayang
tersebut. Kemudian Plato berkata bahwa sumber dari bayang-bayang inilah yang ada secara
hakiki dan itu dinamakan oleh Plato dengan istilah “IDEA”, karena Plato menganggap
bahwa yang ada secara hakiki itu adalah IDEA sebagai sumber dari alam empirik, maka
para ahli filsafat menyebut pemikiran Plato ini dengan istilah IDEALISME atau
IDEAISME. Kemudian Plato mengatakan bahwa IDEA itu bertingkat secara kualitatif
bukan secara kuantitatif, tingkat tertinggi dari IDEA menurut Plato itu adalah kebaikan dan
itulah “TUHAN”. Melalui pemikiran Plato tentang alam empirik menghantarkan Plato
kepada kesimpulan tentang adanya tuhan sebagai sumber segala sesuatu yang ada di dalam
alam empirik ini. Kajian seperti ini dalam filsafat disebut dengan istilah Ontologi atau
Metafisika.
b) Menurut Aristoteles sebagai murid Plato alam empirik ini real adanya, dia
bukan bayang-bayang, bukan manivestasi tapi dia memang ada real adanya (hakiki). Kata
Plato IDEALISME yang dikatakan Plato sebenarnya tidak ada yang ada hanyalah alam
empirik. Menurut para filsafat pemikiran Aristoteles dengan istilah “REALISME”, karena
Aristoteles berpendapat alam empirik ini real adanya. Aristoteles mengemukakan pendapat
bahwa alam empirik ini terdiri dari dua unsur yaitu:
1) Hule
Merupakan unsur yang inti dari alam empirik ini, bersifat tetap, kekal, dan
tidak berubah.
2) Morph
Unsur yang bukan inti, karena bersifat exident, dia bisa berubah, dan tidak
tetap.
Kita ambil contoh ada kursi yang terbuat dari kayu, besi dan plastik dan ada
dua unsur ada unsur yang tetap yaitu hule dan tidak tetap yaitu morph. Unsur yang
tidak tetap misalnya materi bentuk dan kualitas. Jadi bisa saja kursi itu materinya
kayu, bisa saja kursi itu materinya besi, dan bisa saja kursi itu materinya plastik.
KEMENTERIAN AGAMA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

Selanjutnya bentuknya, misal ada kursi bentuknya bulat, ada kursi berkaki 4, ada
kursi berkaki 3, dan ada kursi berkaki 1. Bentuk kursi ini bukan inti karena kursi ini
bentuknya bermacam-macam ada yang berbentuk bulat, panjang, segi 4 ataupun
yang lain jadi bentuk kursi itu bukanla unsur inti dari kursi. Begitu juga kualitas,
ada kursi berwarna coklat, hitam,merah dan sebagainya, ada kursi beratnya 3kg,
10kg, dan ada yang sampai 28kg. Ini semua kualitas, warna dan berat bukan unsur
inti dari sebuah kursi, ini hanya unsur pembentuk saja. Materi, bentuk, kualitas dari
benda-benda itu disebut oleh Aristoteles dengan istilah Morph, jadi ada kursi
berwarna hitam tetapi tidak harus yang namanya kursi berwarna hitam karena ini
bukanlah sebuah inti. Bayangkan di depan kita ada kursi dengan bentuk bulat,
materinya berbahan kayu dan besi, serta kualitasnya berwarna coklat hitam. Jadi
kursi materinya tidak harus dari kayu, karena dapat kita buat dari plastik ataupun
lainnya, maka materi bukan inti dari kursi, karena dapat dibuat dengan kayu, besi
maupun plastik.
Kemudian bentuk, bentuk kursi tidak harus selalu berbentuk bulat dan
berkaki 5, karena kursi bisa saja kita buat dalam betuk panjang dan kaki 6.
Kemudian kualitas, kursi yang kita lihat berwarna hitam dan beratnya 6kg, tapi kursi
tidak harus berwarna hitam maupun beratnya 6kg, bisa berwarna merah ataupun
beratnya lebih dari 6kg. Itula mengapa Aristoteles mengatakan bahwa alam empirik
ini yaitu yang tetap disebut dengan (hule) dan tidak tetap atau dapat berubah disebut
dengan (morph) pemikiran Aristoteles ini disebut dengan “HILOMORFISME”,
teori HILOMORFISME yakni pemikiran yang mengatakan bahwa alam empirik ini
terdiri dari 2 unsur yaitu hule merupakan unsur yang tetap dan morph merupakan
unsur yang tidak tetap. Bayangkan kembali ada 3 tau 4 buah meja di depan kita,
masing-masing meja berbeda bentuk, materi, dan kualitas. Dimana meja pertama
materinya dari kayu berbentuk bulat dan berwarna hitam, meja kedua materinya dari
karet berbentuk elips dan berwarna kuning, meja ketiga materinya plastik berbentuk
segi 4 dan bewarna merah, meja ke 4 dari besi berbentuk segitiga dan bewarna biru.
Kita dapat melihat bahwa ke 4 meja ini masing-masing memiliki beda materi,bentuk
dan kualitas tetapi mengapa tetap dikatakan meja. Berarti dari benda itu ada 2 unsur
yang bisa kita pahami, ada unsur yang inti dan tidak inti, materi,bentuk,kualitas
bukanlah sebuah inti tetapi kita tetap mengatakan meja. Berarti ada unsur yang sama
dari ke 4 meja itu, unsur itulah yang membuat kita dapat mengatakan dari ke 4
benda berbeda itu bisa disebut meja.
Ada teori sebab-akibat, menurut Arsistoteles alam ini terjadi karena proses
sebab akibat, jadi ada penyebab yang membuat alam ini ada, kalau tidak ada
penyebab alam ini tidak ada. Kita kembali lagi pada contoh alam empirik, yaitu
meja, mengapa meja dikatakan ada karna ada materinya, kedua ada bentuknya,
ketiga karna ada pembuatnya, tanpa pembuatnya meja ini tidak akan ada, dan
keempat kata Aristoteles memiliki tujuan. Empat sebab inilah yang mengakibatkan
adanya meja ini. Jadi dapat disimpulkan bahwa adanya sesuatu disebabkan oleh
sesuatu yang lain itu yang dikatakan teori sebab-akibat. Artinya adanya meja bukan
disebabkan oleh dirinya sendiri tetapi ada unsur yang lain di luar meja ini yang
menyebabkan adanya meja. Maka dapat disimpulkan bahwa alam empirik menurut
Aristoteles ini ada bukan disebabkan oleh dirinya sendiri tetapi ada unsur yang lain
dari luar yang menyebabkan alam empirik ini menjadi ada. Sebab akibat ini
berantai,tetapi kata Aristoteles sebab yang berantai ini bukan tidak punya ujung,
secara logika dia harus mempunyai ujung atau penyebab murni. Menurut Aristoteles
penyebab itu ada 2 yaitu:
1) Penyebab murni
2) Penyebab tidak murni tetapi sebagai agen saja
Sebab yang murni menurut Aristoteles disebut dengan sebab pertama (prima
kausa) keberadaannya tidak disebabkan oleh yang lain tapi oleh dirinya sendiri
sementara sebab-sebab agen bukan penyebab murni karena keberadaannya
disebabkan oleh yang lain di luar dirinya. Aristoteles mengatakan prima kausa
KEMENTERIAN AGAMA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

merupakan pangkal dari segala sebab, segala keberadaan. Sebab pertama inilah yang
disebut dengan istilah “TUHAN”. Aristoteles mengakui adanya tuhan sebagai
penyebab pertama (prima kausa) dari seluruh keberadaan yang lainnya, tuhan
menjadi penyebab dari keberadaan dari sesuatu lain maka tuhan adalah sebab
pertama yang keberadaannya dari dirinya sendiri bukan oleh sebab lain dari luar
dirinya. Sampai disini ada kesamaan dari Plato dan Aristoteles, kalau Plato
mengatakan bahwa alam empirik hanya bayang-bayang, sumber bayang-bayang
inilah yang ada secara hakiki dan disebut dengan istilah IDEA. IDEA bertingkat
secara kualitatif tingkat tertingginya adalah TUHAN, Plato mengakui adanya
TUHAN sebagai sumber dari segala yang ada dan Aristoteles sama dengan Plato
dalam hal ini yakni mengakui adanya TUHAN melalui teori sebab-akibat.
Walaupun ada perbedaan konsep tentang alam tetapi juga sama-sama memiliki
ujung yang sama yakni sama-sama mengakui adanya TUHAN

Anda mungkin juga menyukai